Anda di halaman 1dari 73

MATERI PELATIHAN

HUKUM ACARA ARBITRASE


(PERANAN ARBITER DLM PENYELESAIAN SENGKETA)

Oleh : Dr. Muhammad Sood, SH., MH


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
PENDAHULUAN
BANTUK PENYELESAIAN SENGKETA
LANDASAN HUKUM ARBITRASE

MANFAAT/KEUNTUNGAN ARBITRASE
ALASAN MEMILIH ARBITRASE

POSEDUR PS ARBITRASE
PERANAN ARBITER / BANI

ARBITRASE INTERNASIONAL (ICSID)


PENDAHULUAN
Latar Belakang Terjadinya Sengketa
 Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, timbulnya
sengketa / konflik sulit dihindari, baik antar keluarga, antar
teman, antar kelompok masyarakat, antar suku, antar
bangsa, bahkan antar negara dsb
 Sengketa mulai terjadi karena adanya pihak yang merasa
dirugikan yang diawali oleh adanya ketidak puasan atau
sikap saling curiga, dari individu terhadap individu lain,
kelompok terhadap kelompok lainnya, atau terhadap
kebijakan institusi (pemerintah/ swasta), baik berkaitan
dengan sistem dan cara pelayanan, hak dan kewajiban,
kewenangan, fungsi dan tugas atau karena adanya
perbedaan kepentingan.
 Permasalahan ini apabila tidak mampu diselesaikan melalui
pendekatan secara persuasif yang mungkin melibatkan pihak
ketiga, maka akan berkembang menjadi konflik atau
sengketa yang berkepanjangan dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa.
Jenis Sengketa
 Berbagai jenis sengketa sering antara lain:
 Kalangan keluarga/ kerabat: sengketa warisan, perkawinan, dll
 Kalangan masyarakat : konflik sosial, sengketa lahan, sengketa
harta benda, konflik kepentingan,
 Dunia Usaha: sengketa perdagangan , sengketa investasi, sengketa
perburuhan, sengketa konsumen, sengketa Lingkungan,
 Kebijakan Institusi pemerintah terkait dengan penerapan
kewenangan, fungsi dan tugas): sengketa lingkungan, sengketa
perbatasan wilayah, permasalahan hak asasi manusia (HAM), dll.
 Dunia Internasional: sengketa wilayah perbatasan negara ,
kedaulatan negara, sengketa perdagangan antar negara, sengkata
investasi internasional, sengketa buruh imigran, permasalahan
traficking, permasalahan ganti kerugian secara internasional,
BENTUK PENYELESAIAN
SENGKETA
 Bentuk Penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui: upaya hukum Litigasi (melaui sidang
pengadilan) dan Non litigasi (diluar pengadilan) yang
disebut dengan Alternativ Dispute Resolution (ADR)
atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)---
Arbitrase
 Penyelsaian Melaui Pengadilan (Litigasi) :
• Untuk kasus Pidana: dimulai dari Proses pelaporan
tindak pidana, penyelidikan dan penyidikan oleh Aparat
Kepolisian, atau atas bantuan Penyidik PNS;
penuntutan oleh Kejaksaan, dan proses persidangan di
Pengadilan, dan Putusan Hakim .
• Untuk Kasus Perdata: dimulai dari pengajuan gugatan
oleh penggugat, pemanggilan para pihak (penggugat
dan tergugat), persidangan pengadilan, pemeriksaan
alat bukti dan saksi para pihak dan, Putusan hakim.......
(PN, PT, MA)
Penyelesaian Sengketa Melalui Non Litigasi
 Penyelesaian sengketa melalui non litigasi atau di sebut
pula dgn Alternatif Penyelesaian Sengkata (APS)
merupakan cara penyelsaian sengketa di luar pengadilan
atas dasar kesepakatan para pihak, atau dapat
melibatkan pihak ketiga netral atas dasar persetujuan
bersama.
 Menurut Psl. 1 angka 10 UU No.30 1999 tetang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
APS adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli.
 ADR atau APS meliputi: Konsultasi, Negosiasi, Mediasi,
Konsiliasi dan Arbitrase
Istilah lain dari Penyelesaian Sengketa Non Litigasi
ADR (Alternative Dispute Resolution): Solusinya bersifat
Win-Win Solution (menang-menang), hasilnya damai dan
harmonis maknanya luas, meliputi (Konsultasi, Negosiasi,
Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase)
Alternative to litigation atau Alternative to Adjudication
(tidak termasuk di dalamnya litigasi dan Arbitrase:
maknanya sempit (Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi)
Penyelesaian sengketa ADR: dipraktikkan di negara maju
spt: di Jepang, Canada, dan US karena:
1. Prosedurnya cepat,
2. Biaya lebih murah
3. Hasil lebih terjamin (win-win solution)
4. Hubungan para pihak harmonis (damai)
BENTUK – BENTUK ADR (Alternative Dispute Resolution)
1. Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu
pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak
konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya
kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
2. Negosiasi: Mekanisme dalam penyelesaian sengketa, dimana
para pihak diberi kesempatan untuk bernegosiasi dan
berkomunikasi dua arah guna menyelesaikan permasalahan
mereka agar tercapainya kesepakatan dan perdamaian tanpa
melibatkan pihak ke tiga.
3. Mediasi (Mediation): Cara Penyelesaian sengketa LH yg
menggnakan jasa seorg mediator/penengah. Mediator sec teratur
menyampaikan pesan pd para pihak, mengatur pertemuan dan
melakukan komunikasi agar masalah kedua belah phak bisa
terpecahkan. Melalui cara ini para pihak dpt bertindak secara
pribadi atau melalui pengacaranya utk tercapainya penyelesaian
(perdamain)
4. Konsiliasi (Conciliation): Penyelesaian
sengketa melalui jasa Komite Konsiliasi yang
diberi kekuasaan oleh para pihak utk membuat
konsep persetujuan yang dapat disepakati oleh
para pihak utk menyelesaikan masalah diantara
mereka.
5. Arbitrase (Arbitration): Penyelesaian sengketa
yg dilakukan dengan menggunakan jasa Arbiter
resmi untuk memberikan keputusan dlm
penyelesaian sengketa para pihak. Keputusan
tersebut mengikat untuk dilaksanakan.
PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM

Pengertian Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. (Psl.1 angka 1 UU No.30/1999
Arbitration is the reference of a dispute resolution or
difference between not less than persons for determination
after hearing both side in a judicial manner by another person
or persons other than a court of competent jurisdiction (Gill
William H, The Law of Arbitration, 2nd Edition 1978)
Arbitration is an alternative dispute resolution system that
agreed to by all parties to a dispute. This system private
resolution of disputes in a speedy fashion. (Altschul, Stanford M, The
Most Infortant Legal Term You ‘ll ever Neeed to Know 1994)
 Arbitrase adalah penyelesaian sengketa suatu
persellisihan (perkara) oleh seorang atau beberapa
orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditujukaan
oleh para pihak yang berperkara dengan tidak
diselesaikan lewat pengadilan (Subekti, Arbitrase Indonesia)
 Arbitrase adalah mekanisme alternatif penyelesaiann
sengketa (APS) sebagai bentuk tindakan hukum yang
diaakui oleh UU yang mana salah satu pihak atau lebih
menyerahkan kepada satu arbiter atau lebih (majelis)
yang bertindak sebaga hakim dalam menerapkaan tata
cara hukum perdamaian atas kesepakatan bersama,
dan putusannya final dan mengika (H. Priana Abdul
Abdurrasyid, Arbitrase dan Aternatif Penyelesaian Sengketa, 2002)
Landasan Hukum Arbitrase dan ADR /APS
Berbagai peraturan yang menjadi landasan hukum yaitu:
1.UU No. 48 / 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, (Psl. 58 – 61)
2.UU No. 30 Th. 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
3.UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Psl.45 (2-4) dan
Psl.47)
4.UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Psl. 84 – 86)
5.Putusan Mahkamah Agung: Perjanjian dengan (Klausula Arbitrase), maka PN
tidak berwenang memeriksanya, al:
1) PMA No.225 K/Sip/1976; 2) PMA No.2914 K/Si/1981; 3) PMA
No.445 K/Si/1982; 4) PMA No.794 K/Si/1982; 5) PMA No.117 K/Si/1983; 6)
PMA No.3179 K/Si/1984; 7) PMA No.197 K/Si/1991; 8) PMA No.3190
K/Si/1996; 9) PMA No.3145 K/Si/1999
TUJUAN DAN MANFAAT ARBITRASE

Latar belakang
 Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang disebut dengan
APS/ADR pertama kali diterapkan di Amerika Serikat sekiar
tahun 1970 yang kemudian menyebar ke berbagai negara dalam
bentuk mediasi dan arbitrase.
 Penggunaan ADR tidak hanya ditujukan untuk mengatasi
hambatan finansial melainkan juga menyelesaikan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan faktor budaya, geografi,
dan psikilogi.
 Perkembangan penyelesaian sengkata melalui Arbitrase dan
ADR sangat cepat baik di neg Anglo Saxon maupun Continental,
sebagai akibat menumpuknya perkaraa di pengadilan, dan para
pihak yang berperkara menghendaki model yang cepat, murah
dan dan mengutamakan hasil win-win solution
 Menurut Prof. Frank Sander (Harvard
University)1976, timbulnya ADR adalah untuk
merespon semakin meningkatnya perkara di
Pengadilan, untuk itu perlu ada lembaga
lembaga lain selain pengadilan yaitu “Dispute
Resolution Center”, atau Arbitration Body.
 Di Indonesia telah terbentuk Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) tahun1977, Badan
ini telah menjalin berbagai kerja sama dengan
berbagai lembaga Arbitrase Internasional
seperti: ICSID, ICAO, IAF, IAA, sejak tahun
1990, hingga sekaraang ini.
 International Chamber of Commerce (ICC)
Mengapa Penyelesaian Melalui Arbitrase
1. Menurut Stefen B.Golberg, adalah dilatarbelakangi oleh
kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan penyelesaian
masalah karena:*
a. Penyelesaiann kasus melalui pengadilan memerlu-kan
waktu yang lama dan biaya yang mahal
b. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
menyelesaian sengketa melalui proses penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
c. Memperluas dan memperlancar akses penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
d. Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian
sengketa yang menghasilkan keputusan damai yang
dapat diterima oleh para pihak dan memuaskan (win-win
solution)
* Stefen B.Golberg, dalam Suyud Margono, ADR dan Arbitrase, Proses Pelemba-gaan dan Aspek
Hukum, (Jakarta; Ghalia Indonesia, 2000), hlm. 35
2. Jeck Etridge: Pertimbangan Penyelesaian
Perkara di Luar Pengadilan (ADR): *
a. Proses penyelesaian yang berlarut-larut, dan sulit
mendapatkan suatu putusan yang inkrah mulai
dari proses di PN, banding di PT, kasasi di MA ,
peninjauan kembali, bantahan dll. Waktu tidak
bisa dikontrol oleh para pihak.
b. Biaya sangat mahal: di berbagai negara biaya
perkara sangat mahal, terutama bagi masyarakat
pedalaman yang jauh dari kota, biaya transporasi,
biaya pengacara, biaya sidang, dsb
*Jeck Etridge dalam Nurnaningsih Amriatni , Mediasi Alternatif Penyelesaian
Sengketa Perkara Perdata, (Jakarta: Rajawali, 2011), hlm. 14-17
c. Kemampuan akademik dan moral etika hakim
dalam penyelesaian kasus masih dipertanyakan,
sehingga sulit dicapai penyelesaian yang
objektif dan adil.
d. Proses beracara melalui pengadilan adanya
kecenderungan para pihak untuk saling serang,
tanpa tenggang rasa dan tidak saling
menghargai satu sama lain.
e. Prosedur ketat: menghilangkan keleluasaan
para pihak utk menyampaikan pendapat guna
mencari inovasi alternatif penyelesaian,
sehingga kepentingan bereka tidak
terakomodasi.
6. Lawyer Oriented: karena kasus sdh
dikuasakan kepada pengacara, maka
peranan pengacara sangat dominan, bahkan
acapkali kurang/tidak memahami
kepentingan si kliennya
7. Hubungan para pihak menjadi putus karena
sistem pengadilan didasarkan atas Win-Lose
Decesion (Putusan Kalah – menang
9. Memicu konflik baru antara para pihak, demi
mempertahankan harga diri dan kepentingan
masing
MANFAAT ARBITRASE
Manfaat Penyelesaian Arbitrase
 Para pihak yang bersengketa menghendaki agar
permasalahan mereka terselesaikan dengan baik tanpa
melalui pengadilan.
 Agar tercapainya proses penyelesaian sengketa secara
efektif, para pihak harus saling menghargai dan
menghormati kepentingan, hak, dan status pihak lainnya.
Adanya keinginan bersama para pihak untuk
menyelesaikan permasalahan secara damai.
 Manfaatnya secara Umum:
1. Proses penyelesaian cepat
2. Biaya penyelesaian murah
3. Hasil yang diperoleh adalah perdamaian atau Win-wing
Solution , bisa juga Win-Lose (Kalah Menang)
4. Hubungan para pihak tetap harmonis
Keuntungan penyelesaian sengketa mll ADR :*
1.Adanya sikap sukarelah dari para pihak untuk
menyelsakan sengketa dengan ADR
2.Prosedur cepat, para pihak dapat menegosiasikan
syarat-syarat penyelesain secara informal, sehingga
mempercepat proses penyelesaian.
3.Keputusan bersifat Nonjudicial, Para pihak berwenang
mempertahankan keputuasan yang dibuat bersama.
4.Keputusan ADR dapat dikuatkan pada hakim pengadilan,
atau pada hakim arbitor agar lebih megikat.
* Nurnaningsih Amriatni , Mediasi Alternatif Penyelesaian Seng-
keta Perkara Perdata, (Jakarta: Rajawali, 2011), hlm. 29-30
5. Prosedur penyelsaian sengketa ADR dijamin
kerahasiaan demi melindungi hak-hak para pihak
6. Proses penyelesaian bersifat fleksibel, tidak kaku, para
akan leluasa bernegosiasi sehingga pihak akan
terhindar jebakan permainan kasus yang merugikan
salah satu pihak.
7. Hemat waktu, penyelesaian sengketa tidak
membutuhkan waktu bertahun-tahun
8. Hemat biaya, penyelesaian melalui ADR tidak
memerlukan biaya yang mahal seperti Litigasi.
9. Keputusan penyelesaian sengketa cenderung
dipertahankan secara konsekuen oleh para pihak.
10. Hubungan para pihak akan tetap damai dan harmonis
(win-win solution) atau Win-Lose
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA

Prosedur Penyelsaian Pengketa ADR (Psl 6 No 30/1999)


1.Adanya kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui APS yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
Negeri.
2.Penyelesaian sengketa melalui APS dapat diselesaikan dalam
pertemuan langsung para pihak (Negosiasi) dalam waktu paling
lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan
tertulis.
3.Dalam hal para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketanya
secara langsung, maka atas kesepakatan tertulis para pihak,
sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui bantuan seorang
atau lebih penasehat ahli atau melalui seorang mediator
(Mediasi)
4. Apabila para pihak dalam waktu paling lama 14 hari dengan
bantuan seorang atau penasehat ahli atau seorang
mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau tidak
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para
pihak dapat menghubungi lembaga APS untuk menunjuk
seorang mediator, atau lembaga arbitrase
5. Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau
lembaga APS dalam waktu paling lama 7 hari, usaha
mediasi harus sudah dapat dimulai.
6. Usaha penyelesaian melalui mediasi, seorang mediator
harus memegang teguh kerahasiaan. Dalam waktu paling
lama 30 hari para pihak harus tercapai kesepakatan dalam
bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang
terkait.
7. Kesepakatan penyelesaian sengketa secara tertulis
adalah final dan mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan
di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak penandatanganan.
8. Kesepakatan penyelesaian sengketa tersebut wajib
selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari
sejak pendaftaran.
9. Apabila usaha perdamaian tersebut tidak dapat
dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan
secara tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase ad–hoc.
10. Apabila kesepakatan penyelesaian sengketa
secara tertulis dicapai, maka Kesepakatan
tersebut adalah final dan mengikat para pihak
untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib
didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 hari sejak penandatanganan.
11.Kesepakatan penyelesaian sengketa tersebut
wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 30
hari sejak pendaftaran.
12.Apabila usaha perdamaian tidak dapat dicapai,
maka para pihak berdasarkan kesepakatan
secara tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase
PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI ARBITRASE

Ketentuan Umum
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
 Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa,
atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbul sengketa.
 Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
 Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam
penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
 Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para
pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan
Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase.
 Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para
pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu
hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
 Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang
dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau
putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia
dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
Kesepakatan Para Pihak Melalui Arbitrase
Penyelesaian sengketa di Arbitrase dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak
berperkara. Kesepakatan terssebut dapat
dibuat sebelum timbul sengketa (Pactum De
Compromittendo) atau disepakati para pihak
saat akan menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase (akta van compromis).
Sebelum mendaftarkan permohonan ke BANI,
Pemohon terlebih dahulu memberitahukan
kepada Termohon sehubungan dengan adanya
sengketa antara Pemohon dan Termohon, hal
ini merupakan kesepakatan para pihak.
 Para pihak dapat menyetujui agar sengketa mereka untuk
diselesaikan melalui arbitrase
 Perjanjian bersifat tertulis, harus memuat : (Psl. 9)
a. masalah yang dipersengketakan;
b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
e. nama lengkap sekretaris;
f. jangka waktu penyelesaian sengketa;
g. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
h. pernyataan kesediaan para pihak menanggung segala biaya
penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
i. Jumlah arbiter (ganjil)
 Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan
oleh keadaan tersebut di bawah ini (Psl. 10)
a. meninggalnya salah satu pihak;
b. bangkrutnya salah satu pihak;
c. Novasi (Pembaharuan utang)
d. insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu
pihak;
e. pewarisan;
f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan
pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan
perjanjian arbitrase tersebut; atau
h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
 Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak campur tangan
dalam penyelesaian sengketa melalui arbitase, kecuali dalam
hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Pemberitahuan dari Pemohon ke Termohon
Menutut Pasal 8, UU No. 30/1999, Dalam hal timbul
sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat
tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku
ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang
diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku, Surat
pemberitahuan tersebut memuat:
1.Nama dan Alamat para pihak
2.Penunjukan klausula atau perjanjian arbitrase;
3.Permasalahan yang menjadi sengketa;
4.Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
5.Cara penyelesaian yang dikehendaki;dan
6.Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah
arbiter, atau apabila tidak diperjanjipkan, maka pemohon dapat
mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki
dalam jumlah ganjil .teremuat dengan jelas:
Persyaratan Arbiter
 Syarat Pengangkatan seorang Arbiter (Psl. 12)
1. Cakap melakukan tindakan hukum;
2. berumur minimal 35 tahun;
3. Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pihak
bersengketa;
4. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau
kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan
5. Memiliki pengalaman di bidangnya paling sedikit 15
tahun.
 Arbiter dapat ditunjuk oleh para pihak atau diangkat oleh
Pengadilan
 Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya
tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter.
TAHAPAN PENYELESAIAN - ARBITRASE

I. PERMOHONAN PENDAFTARAN ARBITRASE


 Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat menggunakan
lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan
kesepakatan para pihak, sesuai dengan acara dari lembaga
yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak.
 Tempat pelaksanaan arbitrase ditentukan oleh arbiter atau
majelis arbitrase, kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak.
 Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan
penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak pihak pada
Sekretariat BANI.
 Permohonan tsb dilakukan atas kesepakatan para pihak
berperkara. Kesepakatan tersebut dapat dibuat sebelum timbul
sengketa (Pactum De Compromittendo) atau pada saat akan
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase (akta van compromis).
 Pemohon menyampaikan Permohonan (surat tuntutannya) kepada
arbiter atau majelis arbitrase (BANI) dalam waktu yang ditentukan
oleh arbiter atau majelis arbitrase,.
 Surat tuntutan tersebut harus memuat :
a. nama lengkap dan tempat tinggal atau kedudukan para pihak;
b. uraian singkat sengketa dengan lampiran bukti-bukti; dan isi tuntutan
yang jelas.
 Setelah Permohonan Arbitrase, dokumen-dokumen diterima,
Sekretariat mendaftarkan Permohonan tsb dalam register BANI.
 Permohonan tsb kemudian diperiksa untuk menentukan apakah
perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak telah cukup
memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa
sengketa tersebut.
 Selanjutnya, arbiter atau ketua majelis arbitrase menyampaikan satu
salinan tuntutan tsb kpd termohon disertai perintah bahwa termohon
harus menanggapi dan memberikan jawabannya tertulis dalam waktu
paling lama 14 hari sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut oleh
termohon.
 Setelah diterimanya jawaban termohon atas perintah arbiter atau
ketua majelis arbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan kepada
pemohon.
 Selanjutnya, arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar
para pihak atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase
yang ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari
dikeluarkannya perintah itu.
 Apabila pada hari yang ditentukan, pemohon tanpa suatu alasan yang
sah tidak menghadap, sedangkan telah dipanggil secara patut, surat
tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas arbiter atau majelis arbitrase
dianggap selesai.
 Apabila pada hari yang telah ditentukan, termohon tanpa suatu alasan
sah tidak menghadap, arbiter atau majelis arbitrase segera
melakukan pemanggilan kedua paling lama 10 hari, namun termohon
dan tanpa alasan sah juga tidak menghadap di muka persidangan,
pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan
pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan
atau tidak berdasarkan hukum.
II. SIDANG PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan sengketa bersifat tertutup, dan dilakukan secara
tertulis menggunakan Bahasa Indonesia
 Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para
pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase
 Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya
dengan surat kuasa khusus.
 Pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis
arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara
perdata.
 Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan
setempat atas barang yang dipersengketakan, dan memanggil
para pihak akan secara sah agar hadir dalam pemeriksaan tsb.
 Dalam proses pemeriksaan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih
dahulu mengusahakan perdamaian para pihak yang bersengketa.
 Apabila tercapai perdamaian, maka arbiter atau majelis
arbitrase membuat akta perdamaian yang final dan mengikat
para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi
perdamaian tersebut.
 Apabila usaha perdamaian tidak berhasil, maka pemeriksaan
pokok sengketa dilanjutkan
 Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan
yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.
 Para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara
tertulis pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang
dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka
waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta kepada para
pihak untuk mengajukan penjelasan tambahan secara tertulis,
dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
 Sebelum ada jawaban dari termohon, pemohon dapat
mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase.
 Dalam hal sudah ada jawaban dari termohon, perubahan
atau penambahan surat tuntutan hanya diperbolehkan
dengan persetujuan termohon dan sepanjang perubahan
atau penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat
fakta saja dan tidak menyangkut dasar-dasar hukum
yang menjadi dasar permohonan
 Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam
waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis
arbitrase terbentuk. Apabila diperlukan, jangka waktu
dapat diperpanjang.
III. PUTUSAN ARBITRASE
Putusan arbitrase harus memuat :
1. Kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
2. Nama lengkap dan alamat para pihak;
3. Uraian singkat sengketa;
4. Pendirian para pihak;
5. Nama lengkap dan alamat arbiter;
6. Pertimbangan dan simpulan arbiter atau majelis arbitrase
mengenai keseluruhan sengketa;
7. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan
pendapat dalam majelis arbitrase;
8. Amar putusan (diktum): jawaban terhadap petitum dalam
gugatan penggugat (diterima atau ditolak).
9. Tempat dan tanggal putusan; dan
10. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.
IV. PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE (Psl 59 – 64)
Dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan
diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase
diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri.
Penyerahan dan pendaftaran dilakukan dengan pencatatan dan
penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh
Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang
menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran.
Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada
Panitera Pengadilan Negeri.
Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum
tetap dan mengikat para pihak.
Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua
Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang
bersengketa.
Pasal 60 UU Arbitrase menyebutkan
kalau putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap yang
mengikat para pihak.
Dengan demikian, setelah ada putusan
arbitrase tidak ada upaya hukum lain
yang bisa diajukan oleh pihak yang kalah
dan pihak yang menang tinggal
menjalankan eksekusi.
PARA PIHAK Kesepakata Permohonan
BERSENGKETA n Pendaftaran
Para Pihak

PROSEDUR PENYELESAIAN
Putusan Final SENGKETA MELALUI
dan Binding ARBITRASE (BADAN
ADBITRASE NASIOAL/BANI

Pemeriksaan
- Para pihak ARBITER
Putusan
- Obyek Skt (BANI)
Arbitrase - Saksi-Saksi
PERANAN BANI
 BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) adalah suatu
badan yang dibentuk oleh pemerintah guna penegakan
hukum di Indonesia dalam penyelesaian yang terjadi
diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan,
korporasi, asuransi, lembaga keuangan, pabrikasi, hak
kekayaan intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi,
pelayaran / maritim, lingkungan hidup, dsb.
 BANI didirikan tahun 1977 atas prakarsa tiga pakar hukum
yaitu almarhum Prof Soebekti S.H. dan Haryono
Tjitrosoebono S.H. dan Prof Dr. Priyatna Abdurrasyid, dan
dikelola dan diawasi oleh Dewan Pengurus dan Dewan
Penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan
sektor bisnis
 Badan ini bertindak secara otonom dan
independen dalam penegakan hukum dan
keadilan.
 Badan ini telah bekerjasama dgn berbagai pihak:
1. The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA)[;
2. The Netherlands Arbitration Institute ( NAI);
3. The Korean Commercial Arbitration Board (KCAB)
4. Australian Centre for International Commercial Arbitration
(ACICA)
5. The Philippines Dispute Resolution Centre Inc (PDRCI
6. Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC);
7. The Foundation for International Commercial Arbitra-tion
dan Alternative Dispute Resolution (SICA-FICA).
8. ICSID (International Center for the Settlment of
Investment Disputers.
 Lembaga BANI berkedudukan di Jakarta dan memiliki
kantor perwakilan di beberapa kota besar antara lain:
di Surabaya, Denpasar, Bandung, Medan, Pontianak,
Palembang, dan Batam.
 Sruktur meliputi: a. Rapat Umum Anggota; b. Dewan
Pengawas; c. Dewan Pengurus; d. Sekretariat; e.
Arbiter
 BANI menyediakan layanan APS di luar pengadilan
yang terdiri dari Arbitrase, Mediasi, dan pemberian
Pendapat Yang Mengikat bidang bisnis, antara:
a. Para Pihak sesama Warga Negara Indonesia/ badan
hukum Indonesia; atau
b. Pihak Indonesia dengan Pihak asing; atau
c. Para Pihak sesama Warga Negara Asing/ badan
hukum asing.
Dewan Pengawas adalah organ dalam struktur organisasi BANI
yang berfungsi mengawasi pelaksanaan tugas Dewan Pengurus dan
memberikan nasehat kepada Dewan Pengurus.
Tugas dan kewenangan Dewan Pengawas sebagai berikut:
a. mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Pengurus;
b. mengangkat dan memberhentikan Arbiter/ Mediator BANI;
c. membentuk Majelis Etik;
d. membuat peraturan mengenai syarat-syarat menjadi Arbiter/
Mediator BANI;
e. membuat peraturan mengenai Kode Etik Arbiter/ Mediator BANI;
f. membuat peraturan mengenai biaya-biaya penyelesaian sengketa di
BANI;
g. memberikan persetujuan/ penolakan terhadap Rencana Kerja &
Anggaran Tahunan sebelum diajukan oleh Dewan Pengurus kepada
RUA; dan
h. melakukan audit investigasi, berupa audit keuangan dan atau audit
hukum, jika diduga ada misconduct/ mismanagement dalam
pengelolaan BANI.
ARBITRASE BANK DUNIA (WB)
(PERSELISIHAN INVESTASI ASING)
 ICSID (International Center for the Settlement of Investment
Disputers) adalah badan yang dilahirkan oleh Bank Dunia. Melalui
Konvensi Washington (Konvensi Bank Dunia), ditandatangani di
Washington DC 18 Maret 1965. Konvensi mulai berlaku pada 14
Oktober 1966, dan telah diratifikasi oleh lebih dari 20 negara.
 Tujuan utama dibentuknya Konvensi ini:
a. Menjembatani jurang atau mengisi kekosongan upaya hukum di
dalam menyelesaikan kasus-kasus penanaman modal yakni
dengan memberikan suatu mekanisme khusus berupa fasilitas
arbitrase dan konsilidasi
b. Mendorong dan melindungi arus modal dari negara maju kepada
negara ketiga 
Badan ini mepunyai Dewan Administrasi
(Administrative Council), Secretariat Jenderal, dan Para
conciliator (Panel Conciliator), Para Arbiter (Panel of
Arbitrator).
Syarat-syarat para arbiter: (Psl. 14 ayat 1)
1. Mempunyai watak dan moral yang baik,
2. Berpengalaman dan kompeten di bidang hukum
3. Berkompeten di bidang perdagangan, industri, dan
keuangan
4. Mampu bersikap adil dan tidak memihak dalam
memberikan keputusan
 Prosedur yang berlaku di ICSID tidak jauh berbeda dengan
prosedur arbitrase pada umumnya. Para pihak yang
bersengketa memiliki hak istimewa (privelege) untuk memilih
arbiter. Setelah itu, proses persidangan dimulai hingga
muncul putusan
 Perbedaannya terletak pada mekanisme pembatalan
putusan. Tidak seperti lazimnya arbitrase, putusan ICSID
tidak dibatalkan melalui pengadilan, tetapi dengan
mengajukan permohonan pembatalan ke Sekretaris
Jenderal ICSID. Pasal 52 Konvensi : memaparkan alasan-
alasan pembatalan, antara lain proses berjalan tidak
semestinya, terjadi korupsi, atau majelis melebihi
kewenangannya.
 Dalam pembatalan, ada majelis arbiter adhoc yang dipilih
para pihak, di luar arbiter yang memutus perkara tersebut
sebelumnya. Jika perkara tersebut dibatalkan maka mereka
harus mengulang kembali proses arbitrase di ICSID.
KASUS INVESTASI ASING ANTARA: AMCO VS
PEMERINTAH INDONESIA YG DIAJUKAN KE ICSID
(PERKARA HOTEL KARTIKA PLAZA)

Duduk Perkara
 Pada tahun 1968, Kartika Plasa Hotel bintang 4 dengan kamar 370 buah,
milik Pt.Wisma Kartika, anak perusahaan induk koperasi angkatan darat
(inkopad), Wisma Kartika mendatanggani kerja sama dengan Amco Asia
yang melahirkan Amco Indonesia.
 Amco Asia setuju  membangun Kartika Plasa dengan  modal sebesar US
$ 4 000.000. Kedua pihak membuat perjanjian pembagian keuntungan
dan kontrak manajemen Kartika Plasa. Amco Indonesia akan  mengelola
hotel itu dan menyetorkan separuh keuntungan kepada Wisma Kartika.
 Kerja sama itu semestinya berkahir tahun 1999, retak di tengah jalan,
kedua pihak bertikai keuntungan dan modal yang harus di setor, dan
berakhir Maret 1980, kemudian Wisma Kartika mengambil alih
pengelolaan Amco Indonesia. Pimpinan Wisma Kartika dinilai oleh pihak
Amco melakukan kecurangan dalam pengurusan Kartika Plaza.
 Para pihak telah sepakat untuk mengajukan sengketanya pada  ICSID,
hal ini tercantum pada salah satu klausul dalam perjanjian antara
indonesia dan Amco Indonesia. 
 Perusahaan tersebut mengaku sudah menanam dana
untuk Kartika Plasa hampir US $ 5.000.000. Selain itu,
Amco Indonesia juga menyatakan bahwa mereka sejak
1969, telah menyetorkan  keuntungan kepada Wisma
Kartika sebanyak  400 juta. Begitu pula pembagian
keuntungan untuk Wisma Kartika pada 1979, sebesar 35
juta, sudah dibayarkan.
 Pada  bulan Juli 1980 BKPM mencabut izin usaha Amco
Indonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewaji-
ban pemodalan, yang seharusnya menanam  modal 4
juta us dollar, kenyataanya cuma menyetor sekitar 1,4
juta us dollar
PROSES PENYELESAIAN PERKARA MELALUI ICSID

Tuntutan Pertama di hadapan ICSID (1980)


 InvestorAsing (Amco Asia Corporation, Pan America
Development Limited dan PT Amco Indonesaia)
mengajukan gugatan thd Pem Indonesia di hadapan
ICSID di Washington Tanggal 15 – 1- 1981
 Perkara berawal karena pihak Pem Indo mencabut izin
PMA thd pihak investor (Imco dll) yang berinvestasi
pada Hotel Kartika Plaza (HKP)
 Pihak Investor merasa keberatan, krn izin penge-
lolaan HKP yang diperoleh selama 30 tahun, baru 9
tahun beroperasi, Pem RI melalui BKPM mencabut
izin pengelolaan dan kepemilikan dari HKP tsb.
Putusan Tingkat Pertama
 Persedangan ini diketuai oleh Prof. Berthold
Goldman (Paris/Perancis) memutuska (1984): bahwa
pengambilalihan PT. Wisma Kartika Plaza (HKP)
oleh Pem RI tidak melalui saluran hukum atau “main
Hakim Sendiri” atau “International Wrong”. Oleh
karena itu tidak ada pencabutan dan peralihan hak
milik. Untuk itu Indonesia diharuskan membayar
US$. 3.200.000 + bungan sejak gugatan. Tingkat
Pertama (Indonesia Kalah)
Putusan Tk Kedua: Annulment Putusan Tk. Pertama
(1985)
Pem. RI mengajukan permohonan pembatalan (annulment)
Tingkat 1 thd putusan Arbitrase Goldman karena kurang
memperhatihan hukum Indo yang harus lebih diutamakan
menurut Konvensi ICSID spt dalam UU No.5/1969
Ketua Tim Arbitrase, Prof. Ignaz Seidl – Hohenveldern,
mengabulkan seluruh permohonan Indoneria
Berdasarkan putusan tersebut, bahwa Pem. RI tetap berhak
atas pengambilalihan HKP, dan tdk perlu membayar ganti
kerugian. (Indo. menang)
Putusan TK Ketiga, Annulmen kedua (1987)
Pihak investor mengajukan Annulment ke dua ke
Badan Arbitrase yang dipimpin oleh Prof Rosaliyn
Higgins (London University), utk memeriksa hal-
hal yang belum ada kepastian hukumnya (Res
Judicata).
Putusannya (1990): menyatakan, Pihak RI
diharuskan membayar kepada pihak investor
sejumlah US$. 2.567.966,20 + Bunga 6% pertahun
terhitung sejak keputusan 1990. (Indonesia Kalah)
Putusan Tingkat Keempat : Annulment Tk
Ketiga, 1990
Pihak RI mengajukan pembatalan lagi atas putusan Rosalyn
Higgins, ke badan Arbitrase.
Sidang dipimpin oleh Prof. Sompong (Thailand), Prof. Dierich
Shindler (Swiss), dan Prof Arghyrius A.Fatourus (Yunani),
putusannya menguatkan putusan Rosalyn.
Alasan Putusan: apabila pembatalan dilakukan secara-menerus
terhadap putusan-putusan ICSID, maka dikahwatirkan seluruh
sistem ICSID akan menjadi lapuk, oleh karena itu sistem ICSID
harus dipertahankan.
Akan tetapi, hukum Indo sebagai negara Host State dan juga
hukum Inter harus pula dipertimbangkan.
 Putusan Tingkat keempat, dengan putusan
“Pencabutan Lisensi PMA”. Perkara ini
diputuskan tanggal 4 -12-1992, di San
Francisco,
 Perkara ini telah memakan waktu selama 12
tahun, baru memperoleh kekuatan (kepastian
hukum)
PENYELESAIAN NON LITIGASI
DALAM BERBAGAI PERATURAN
Penyelesaian Sengketa Lingk Hidup
UU. No. 32 Thn 2009 (UUPPLH)
Pasal 84 (UUPPLH)
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang
bersengketa.
Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil
oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Pasal 85 UUPLH
 Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau
perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya
pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak
negatiterhadap lingkungan hidup.
 Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan.
 Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter
untuk membantu menyelesaikan sengketa lingk hidup.
Pasal 86: Dalam Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan
 Masyarakat dapat membentuk Lembaga penyedia jasa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas
dan tidak berpihak.
 Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi
pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.

 Untuk memperlancar perundingan diluar pengadilan, Para


pihak dpt meminta jasa pihak ketiga netral:
1. Pihak ketiga netral: yg tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan: hanya sebagai Pasilitator (Mediator,
Negosiator, Konsiliator):
Pihak ketiga netral harus:
a. Disetujui oleh para pihak
b. Tidak mempunyai hub keluarga/kerja dgn salah satu pihak
c. Mempunyai ketarampilan dlm perundingan sbg penengah
d. Tdk memp kepentingan thd proses dan hasil perundingan
2. Pihak Ketiga Netral yang memiliki kewenangan
mengambil keputusan yang bersifat tetap dan
mengikat para pihak (Keputusan arbitrase) : Arbiter
BENTUK – BENTUK ADR (Alternative Dispute Resolution)

1. Mediasi (Mediation) : Cara Penyelesaian sengketa LH yg menggnakan


jasa seorg mediator/penengah. Mediator sec teratur menyampaikan
pesan pd para pihak, mengatur pertemuan dan melakukan komunokasi
agar masalah kedua belah phak bisa terpecahkan. Melalui cara ini para
pihak dpt bertindak secara pribadi atau melalui pengacaranya utk
tercapainya penyelesaian (perdamain)
2. Konsiliasi (Conciliation): Penyelesaian sengketa melalui jasa Komite
Konsiliasi yang diberi kekuasaan oleh para pihak utk membuat konsep
persetujuan yang dapat disepakati oleh para pihak utk menyelesaikan
masalah diantara mereka.
3. Arbitrase (Arbitration): Penyelesaian sengketa yg dilakukan dengan
menggunakan jasa Arbitor resmi untum memberikan keputusan dlm
penyelesaian sengketa para pihak. Keputusan tersebut mengikat untuk
dilaksanakan.
ADR (Alternative Dispute Resolution) : Solusinya
bersifat Win-Win Solution (menang-menang)
maknanya luas, hasilnya damai dan harmonis
Alternative to litigation atau Alternative to Adjuration
(tidak ternasuk di dalamnya litigasi dan Arbitrase:
maknanya sempit (Mediasi, negosiasi dan
Konsiliasi
Penyelesaian sengketa ADR: dipraktikkan di
negara maju spt: di Jepang, Canada, dan US
karena:
1. Prosedurnya cepat,
2. Biaya lebih murah
3. Hasil lebih terjamin (win-win solution)
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
OLEH BPSK (UU. NO. 8 THN 1999 / UUPK)

 Penyelesaian sengketa konsumen (PSK) dapat


ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para
pihak yang bersengketa”. (Psl. 45 (2)
 Ketentuan ini memberikan pilihan kepada para
pihak (pelaku usaha dan konsumen) sepanjang
tidak bertentangan dengan UUPK.
 Penyelesian Sengketa Konsumen (PSK) dapat
dilakukan secara damai atau melalui BPSK
(badan Penyelesaian sengketa Konsumen)
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN oleh BPSK
 Badan ini di bentuk dibentuk oleh pemerintah
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun
2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK).
 Penyelesaian melalui APS dimaksudkan agar dapat
dilakukan secara cepat, mudah dan murah
 Pasal 55 UUPK yang menyatakan, “Badan
penyelesaian sengketa konsumen wajib
mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21
(dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima”;
Mudah karena prosedur administrasi dan proses
pengambilan keputusan yang sangat sederhana; dan
murah terletak pada biaya yang terjangkau
A. PSK Secara Damai
Penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa
(pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan
atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Penyelesaian dengan cara ini merupakan cara paling
sederhana, dimana para pihak (pelaku usaha dan
konsumen) duduk bersama atas kesadaran sendiri untuk
bermusyawarah mufakat guna membicarakan dan
menyelesaikan permasalahan yang terjadi diantara para
pihak secara damai.
Apabila para pihak sudah sepakat dan memperoleh titik
temu, maka biasanya dibuat surat perdamaian dihadapan
pejabat yang berwenang, seperti notaris.
B. PSK secara Mediasi
 Pasal 1 angka 10 menyatakan, “proses penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan dengan
perantaraan BPSK sebagai penasehat dan
penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak
 Penyelesaian dengan cara mediasi dilakukan sendiri
oleh para pihak yang bersengketa yang didampingi
oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator
 Mediator secara teratur menyampaikan pesan pada
para pihak (pelaku usaha dan konsumen), mengatur
pertemuan dan melakukan komunikasi agar masalah
kedua belah pihak bisa terpecahkan. Melalui cara ini
para pihak dapat bertindak secara pribadi atau
melalui pengacaranya utk tercapainya penyelesaian
(perdamain).
PSK secara Konsiliasi
 PSK secara konsiliasi berdasarkan Pasal 1 angka 9 adalah
“proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
dengan perantaraan BPSK untuk memper-temukan para
pihak yang bersengketa, dan penyelesaian-nya diserahkan
kepada para pihak”.
 Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Konsiliasi
dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan
didampingi oleh Majelis yang bertindak pasif sebagai
Konsiliator.
 Penyelesaian sengketa secara konsiliasi dgn mengguna-kan
jasa majelis sebagai Komite Konsiliator yang diberi
kekuasaan oleh para pihak untuk membuat konsep per-
setujuan yang dapat disepakati oleh para pihak guna
menyelesaikan masalah diantara mereka, dalam hal ini para
pihak aktif dalam mendorong penyelesaian masalah secara
damai.
PSK secara Arbitrase
Pasal 1 angka 11, merupakan “proses
penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang
bersengketa menyerahkan sepenuhnya
penyelesaian sengketa kepada BPSK”.
Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
arbitrase, badan atau majelis yang dibentuk
BPSK bersifat aktif dalam mendamaikan pihak-
pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa konsumen yang
dilakukan oleh majelis Pasal 54 UUPK yang
menyatakan:
1. Untuk menangani dan menyelesaikan
sengketa konsumen, badan penyelesaian
sengketa konsumen membentuk majelis.
2. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan
paling sedikit 3 (tiga) orang yang mewakili
semua unsur serta dibantu oleh seorang
panitera.
3. Putusan majelis final dan mengikat.
Pelaksanaan putusan BPSK: (Pasal 56 d ):
Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak menerima
putusan BPSK pelaku usaha wajib melaksanakan
putusan tsb.
Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari kerja setelah
menerima pemberitahuan putusan tersebut.
Apabila Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan
dalam jangka waktu tsb, dianggap menerima putusan
BPSK.
Apabila ketentuan tsb tidak dijalankan oleh pelaku
usaha, BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada
penyidik untuk melakukan penyidikan.
Putusan BPSK merupakan bukti permulaan yang cukup
bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Putusan BPSK sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 54 ayat (3) adalah bersifat final dan
mengikat artinya bahwa putusan tersebut tidak
ada upaya banding dan kasasi.
Sementara Pasal 56 ayat (2) menyatakan
bahwa “para pihak dapat mengajukan keberatan
kepada Pengadilan Negeri paling lambat 4 hari
kerja setelah menerima pemberitahuan putusan
tersebut.
Dengan demikian, para pihak masih dapat
mengajukan keberatan atas putusan BPSK yang
bersifat final dan mengikat tersebut ke
Pengadilan Negeri .
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai