ABSTRACT
PENDAHULUAN
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) pada tahun 2001 merupakan awal
Mahkamah Agung Republik Indonesia berdasarkan Pasal 24C UUD 1945. Dalam
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
tugas dan wewenang berbagai lembaga negara. Dengan didasarkan pada prinsip
1
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, (Jakarta, Konpress, 2005), hlm.
2-3
2
Achmad Roestandi, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, (Jakarta, Setjen dan Kepaniteraan
MK, 2005), hlm. 6.
menyelesaikan sengketa antar lembaga negara. Oleh karena itu, diperlukan
lembaga yang netral untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
sengketa kewenangan antar lembaga negara diatur lebih lanjut dalam Undang-
UU MK). Tindak lanjut dari ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus hasil perselisihan
Tengah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku Tengah sebagai satu
pihak termohon. Sengketa kewenangan antar lembaga negara ini memiliki pokok
Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2010 tentang Batas Daerah Kabupaten
onvankelijk verklaard).
MK merupakan putusan yang final and binding yang harus dihormati, diterima
dan dijalankan. Namun, terhadap putusan MKRI ini dapat dilakukan pengkajian
secara ilmiah. Hal ini disampaikan Ketua MKRI yang menyatakan bahwa :
sengketa kewenangan yang didasarkan pada tindakan lembaga negara dan dasar
3
Sambutan Ketua Mahkamah Konstitusi pada penerbitan Jurnal Konstitusi, (Jurnal Konstitusi,
Volume 1 Nomor 1, Juli 2004), hlm. 5.
PEMBAHASAN
Maluku Tengah dan Ketua DPRD Maluku Tengah sebagai Pemerintahan Daerah
29 Tahun 2010 tentang Batas Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat dengan
Negeri ini merupakan tuntutan pengaturan batas daerah sebagaimana diatur dalam
Seram Bagian Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru Di Provinsi Maluku telah
Barat dengan Kabupaten Maluku Tengah sebagai kabupaten induk. Multitafsir ini
terkait dengan perbedaan rumusan Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
hukum batas daerah antara Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Kabupaten
Maluku Tengah telah berakhir karena sifat putusannya final and binding.
Implementasi Putusan MKRI dalam hal teknis penetapan batas daerah oleh
dengan kedudukan hukum (legal standing) para pihak yang berperkara, yaitu
Bupati Maluku Tengah dan Ketua DPRD Maluku Tengah dengan Menteri Dalam
hukum Pasal 61 ayat (1) UU MK ini, yang menjadi pertanyaan adalah lembaga
Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang menguraikan apa itu
dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa : Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
Melalui rumusan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, dikenal istilah lembaga
negara, tetapi UUD 1945 tidak merinci apa dan siapa (organ mana saja) yang
bahwa :
Dalam UUD 1945 pasca amandemen, tidak dirinci dengan tegas, apa saya
yang termasuk lembaga negara. Satu-satunya petunjuk yang diberikan oleh
UUD 1945 pasca amandemen terdapat dalam Pasal 24C ayat (1) yang
menyebutkan salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD.4
multitafsir, lembaga mana saja yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Hal ini lebih lanjut dikemukakan oleh Abdul Mukthie Fadjar, yang menyatakan
bahwa :
4
Achmad Roestandi, op.cit.
5
Abdul Mukthie Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi (Jakarta, Konpress dan
Yogyakarta, Citra Media, 2006), hlm. 183-184.
Achmad Roestandi beranggapan, lembaga negara yang
1945;
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), diatur dalam Pasal 1922B UUD 1945;
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diatur dalam Pasal 22C dan 22D UUD
1945;
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diatur dalam Pasal 23E, 23F dan 23G
UUD 1945;
7. Kementerian Negara, diatur dalam Pasal 17 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945;
11. Duta, diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) UUD 1945;
13. Komisi Pemilihan Umum (KPU), diatur dalam Pasal 22e ayat (4) UUD 1945;
16. Mahkamah Konstitusi, diatur dalam Pasal 24 dan 24C UUD 1945;
diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945. Ke dalam lembaga ini dapat
19. Pemerintah Daerah Provinsi, diatur dalam Pasal 18 ayat (3), (5), (6), dan (7)
UUD 1945;
20. Gubernur selaku Kepala Daerah Provinsi, diatur dalam Pasal 18 ayat (4)
UUD 1945;
21. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, diatur dalam Pasal 18
22. Pemerintah Daerah Kabupaten, diatur dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6),
23. Bupati selaku Kepala Daerah Kabupaten, diatur dalam Pasal 18 ayat (4)
UUD 1945;
24. Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten, diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD
1945;
25. Pemerintah Daerah Kota, diatur dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6), dan (7)
2010
26. Walikota selaku Kepala Daerah Kota, diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD
1945;
27. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota, diatur dalam Pasal 18 ayat
28. Satuan Pemerintah Daerah yang bertempat Khusus atau Istimewa, diatur
1945; dan
30. Partai politik, diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3).6
atas, Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa : Dalam UUD 1945, terdapat tidak
kurang dari 34 organ yang disebut keberadaannya dalam UUD 1945, yaitu :
1. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur dalam Bab III UUD 1945
yang juga diberi judul Majelis permusyawaratan Rakyat. Bab III ini berisi
dua pasal, yaitu Pasal 2 yang terdiri atas tiga ayat, Pasal 3 yang juga terdiri
2. Presiden yang diatur keberadaannya dalam Bab III UUD 1945, dimulai dari
3. Wakil Presiden yang keberadaannya juga diatur dalam Pasal 4 yaitu pada
ayat (2) UUD 1945. Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 itu menegaskan, Dalam
Presiden;
4. Menteri dan Kementerian Negara yang diatur tersendiri dalam Bab V UUD
5. Menteri Luar Negeri sebagai menteri triumpirat yang dimaksud oleh Pasal 8
ayat (3) UUD 1945, yaitu bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dan
6
Achmad Roestandi, op.cit., hlm. 112-114.
kekosongan dalam waktu yang bersamaan dalam jabatan Presiden dan Wakil
Presiden;
Luar Negeri dan Menteri Pertahanan menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945;
ayat (3) UUD 1945. Ketiganya perlu disebut secara sendiri-sendiri, karena
sesama mereka, atau antara mereka dengan menteri lain atau lembaga negara
lainnya;
8. Dewan Pertimbangan Presiden yang diatur dalam Pasal 16 Bab III tentang
11. Pemerintahan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2),
12. Gubemur Kepala Pemerintah Daerah seperti yang diatur dalam Pasal 18 ayat
13. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, seperti yang diatur dalam
15. Bupati Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam
16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam
17. Pemerintahan Daerah Kota sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2),
18. Walikota Kepala Pemerintah Daerah Kota seperti yang diatur dalam Pasal 18
19. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota seperti yang diatur oleh Pasal 18
20. Satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau istimewa seperti
dimaksud oleh Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, diatur dengan undang-undang.
daerah yang bersifat khusus atau istimewa ini diatur tersendiri oleh UUD
undang. Oleh karena itu, pemerintahan daerah yang demikian ini perlu
22. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Bab VIIA yang terdiri
23. Komisi Penyelenggaran Pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD
suatu komisi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Nama Komisi
24. Bank sentral yang disebut eksplisit oleh Pasal 230, yaitu Negara memiliki
Komisi Pemilihan Umum, UUD 1945 belum menentukan nama bank sentral
yang dimaksud. Memang benar, nama bank sentral sekarang adalah Bank
Indonesia. Tetapi, nama Bank Indonesia bukan nama yang ditentukan oleh
25. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diatur tersendiri dalam Bab VIIIA
dengan judul Badan Pemeriksa Keuangan, dan terdiri atas 3 pasal, yaitu
Pasal 23E (3 ayat), Pasal 23F (2 ayat), dan Pasal 23G (2 ayat);
26. Mahkamah Agung (MA) yang keberadaannya diatur dalam Bab IX, Pasal 24
27. Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga diatur keberadaannya dalam Bab IX,
sebagai auxiliary organ terhadap Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal
29. Tentara Nasional Indonesia (TNI) diatur tersendiri dalam UUD 1945, yaitu
dalam Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, pada Pasal 30
UUD 1945;
30. Angkatan Darat (TNI AD) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945;
31. Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945;
32. Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945;
33. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang juga diatur dalam Bab
34. Badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan kehakiman diatur dalam
maka dapat dikatakan bahwa Bupati Maluku Tengah dan DPRD Maluku Tengah
termasuk Menteri Dalam Negeri. Pokok yang disengketakan (objectum litis) dalam
2010 yang oleh pihak Pemohon (Bupati dan Ketua DPRD Maluku Tengah)
7
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Jakarta, Setjen dan Kepaniteraan
MK, 2008), hlm. 403-407.
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 sebagaimana telah
secara langsung.
dengan jelas lembaga negara yang menjadi termohon. Hal ini diperjelas dalam
Para Pemohon dalam hal ini merupakan pihak yang menganggap kewenangan
8
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, (Jakarta, Konpress, 2005), hlm.
23.
pertentangan antara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2010
terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dengan
litis yang diajukan tidak diarahkan pada norma hukum (baik Peraturan Menteri
sengketa kewenangan ini diarahkan pada tindakan yang dilakukan oleh pihak
dalam Pasal 17 UUD 1945. Dalam Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa
pelaksanaan pemerintahan di daerah. Hal ini secara jelas diatur dalam Pasal 5 ayat
ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 5 ayat (1)
daerah. Salah satu kewenangan Menteri Dalam Negeri yang bersifat teknis yaitu
dengan melakukan penetapan batas daerah secara fisik melalui produk hukum
Analisis dalam penulisan ini lebih diarahkan pada aspek tindakan yang
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Dalam hal ini, tindakan Menteri yang
memiliki fungsi sesuai dengan maksud dibentuknya organ tersebut. Antara organ
dan fungsinya harus diletakkan pada proporsi yang sebenarnya. Jimly Asshiddiqie
membedakan antara organ dan fungsi, walau diakui bahwa keduanya merupakan
unsur pokok yang saling berkaitan. Organ adalah bentuk atau wadahnya,
sedangkan functie adalah isinya. Organ adalah status bentuknya (Inggris: form,
Jerman: vorm), sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud
pembentukannya.9
perwujudan dari wewenangnya. Fungsi yang dilakukan ini terkait dengan tujuan
tertentu yang didasarkan pada wewenang. Dalam hal ini, Menteri Dalam Negeri
fungsi Menteri ini harus didasarkan pada wewenang yang dimiliki. Terkait dengan
9
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta,
Konpress, 2005), hlm. 115.
fungsi, kedudukan dan wewenang, Hasan Zaini10 mengatakan bahwa fungsi,
kedudukan dan wewenang memang sangat berkaitan. Fungsi dapat diartikan suatu
(kekuasaan).
mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2010, dan tidak
terkait dengan norma hukum dari Peraturan Menteri dimaksud. Menyan gkut
tindakan yang dilakukan oleh Menteri, hal ini merupakan objectum litis dari
antara objectum litis dan subjectum litis tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur
lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945 merupakan dasar utama sebagai
objectum litis. Terkait dengan kewenangan lembaga negara yang diberikan oleh
tidak hanya semata-mata menafsirkan secara tekstual bunyi dari ketentuan UUD
yang memberikan kewenangan kepada lembaga negara tertentu, tetapi juga melihat
10
Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung, Alumni, 1985), hlm. 261.
guna menjalankan kewenangan pokok tertentu tersebut. Kewenangan-kewenangan
kewenangan yang telah jelas, karena adanya tindakan yang tidak didasarkan pada
wewenang yang dimiliki. Dalam hal ini, Menteri Dalam Negeri dalam melakukan
yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini,
didasarkan pada tindakan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dalam
bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2010. Hal ini
merupakan objectum litis dari perkara nomor 1/SKLN-VIII/2010 dan bukan terkait
dengan pertentangan norma hukum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri dengan
123/PUU-VII/2009.
putusan MKRI.
Tindakan Menteri Dalam Negeri ini merupakan objectum litis yang semestinya
penulisan ini agar MKRI dalam menentukan objectum litis dan subjectum litis
kewenangan konstitusional, baik yang diatur dalam UUD 1945 maupun dalam
undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mukthie Fadjar, 2006, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi Jakarta,
Hasan Zaini, 1985, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung, Alumni
Jimly Asshiddiqie, 2005, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Jakarta,
Konpress.
Jimly Asshiddiqie, 2008, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta, Setjen
dan Kepaniteraan MK
BIODATA PENULIS
Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon tahun 1998, kemudian meraih gelar
Magister Hukum (MH) pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga
Surabaya tahun 2007. Saat ini sementara mengikuti Program Doktor Ilmu Hukum