Anda di halaman 1dari 22

1

MAKALAH

KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP UPAYA REVITALISASI BUDAYA


NYONGKOLAN PADA MASYARAKAT ADAT SASAK

Dosen Pengampu : Dr. Lalu Sabardi, SH., M. Hum

Oleh

KELOMPOK II

EKA DIAN PERTIWI I2B 017…


IRMA APRILIANI I2B 017…
NI PUTU DESI NOVITAWATI I2B 0170 39
RANDA RISGIANTANA RIDWAN I2B 017 041
SUHARDIN I2B 017 054

Diserahkan Guna Memenuhi Sebagai Syarat yang Diperlukan untukMendapatkan Nilai Pada

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2018
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikanrahmat dan

hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.Makalah ini disusun

berdasarkan penelusuran kepustakaan dalam rangka Tugas program study magister ilmu

hukum mata kuliah “Kebijakan hukum Pidana”. Makalah ini merupakan dasar dari

pemahaman ruang lingkup budaya adat nyongkolan yang akan digunakan untuk kegiatan

pembelajaran yang berkaitan dengan penerapan hukum positif.

Kamimenyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penulisan makalah sederhana

ini, sehingga diharapkan saran dan kritik demi penyempurnaannya.

Akhirulkata kami berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat

Mataram 22 April2018

Ttd

Kelompok II
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyongkolan adalah sebuah prosesi dan atraksi adat yang merupakan bagian

dari penyempurnaan upacara perkawinan menurut suku adat sasak yang dirangkaikan

dengan upacara “Sorong Serah Aji Krama”.Sorong Serah Aji Krama merupakan

upacara pernyataan atau peresmian atas terlaksananya sebuah perkawinan dalam

masyarakat adat sasak.Sorong serah tersebut dilaksanakan dalam sebuah sidang krama

yang bertujuan untuk menjadikan sebuah perkawinan menjadi bermartabat. Dikatakan

sebagai prosesi, karena nyongkolan merupakan kegiatan akhir, yang dilaksanakan

setelah semua kegiatan yang merupakan bagian dari proses awal pernikahan telah

selesai dilaksanakan. Prosesi ini dilakukan bertujuan untukmempublikasikan kepada

lingkungan yang lebih luas dan mempererat hubungan silaturrahim antara dua

kerabat/komunitas yang telah disatukan.1Dinyatakan sebagai atraksi, karena

nyongkolan adalah sebuah tampilan berbagai macam atraksi yang dipamerkan untuk

iring-iringanpengantin yang dilakukan di jalan raya dengan gendang beleq atau musik

tradisional Lombok.Hal tersebut dilakuakan untuk menunjukkan bahwa segala hal-hal

yang berkait dengan urusan perkawinan telah selesai dilaksanakan.2

Seiring dengan hal tersebut, hampir di setiap kesempatan menenjelang

siang/petang, di sepanjang jalan raya, acara nyongkolan akan selalu ada ditemukan, dan

senantiasa menjadi tontonan yang menyenangkan. Namun di balik itu, tidak jarang

mengundang banyaknya kekecewaan dari para pengguna jalan, karena mengalami

1
http://slideplayer.info/slide/2692537/ (di akses pada tanggal 21 April 2018)
2
http://turmuzitur.blogspot.co.id/2012/09/budaya-nyongkolan-dan-kemacetan-jalan.html diakses
pada tanggal 22 April 2018.
4

kemacetan yang di akibatkan oleh banyaknya penonton dan iring-iringan yang

mengikuti acara nyongkolan tersebut dan ditambah lagi dengan jumlah kendaraan yang

hampir di setiap harinya mengalami peningkatan, mengakibatkan terjadinya kemacetan

hingga sekian kilo meter di sepanjang jalan.3

Dari uraian tersebut diatas, Kami dari kelompok 2 tertarik untuk mengangkat

sebuah tema penting, untuk didiskusikan, mengenai “Kebijakan Hukum Terhadap

Upaya Revitalisasi Budaya Nyongkolan Pada Masyarakat Adat Sasak“.Upaya

revitalisasi tersebut, tentu memerlukan berbagai langkah penting, berupa pemikiran dan

pembahasan dari berbagai sudut pandang untuk memperkuat basis penataan kebijakan

hukum melalui perundang-undangan atau badan-badan resmi, yang bertujuan untuk

menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang

diangkat adalah:

1. Bagaimana kebijakan hukum positif di Indonesia dalam upaya revitalisasi budaya

nyongkolan pada masyarakat adat sasak?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban secara hukum bagi pengguna jalanuntuk

kepentingan prosesi dan atraksi budaya nyongkolan tanpa pemenuhan syarat?

C. Tujuan dan manfaat

1. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

makalah ini adalah

3
Titip, I Made,DR, Teologi dan Simbul-Simbul, Paramita Surabaya, 2003, hal.63.
5

a. Untuk mengetahui kebijakan hukum positif di Indonesia dalam upaya

revitalisasi budaya nyongkolan pada masyarakat adat sasak

b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban secara hukum bagi pengguna jalan

untuk kepentingan prosesi dan atraksi budaya nyongkolan yang tidak memenuhi

syarat.

2. Manfaat

a. Manfaat Akademis

Penulisan makalah ini sebagai Tugas Kelompok II pada mata kuliah “Kebijakan

Hukum Pidana” Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Mataram.

b. Secara Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya mengenai kebijakan hukum

positif di Indonesia dalam upaya revitalisasi budaya nyongkolan pada

masyarakat adat sasakserta pertanggungjawaban hukum bagi pengguna jalan

untuk kepentingan prosesi dan atraksi budaya nyongkolan yang tidak memenuhi

syarat.

c. Secara Praktis

Diharapkan mampu memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-pihak

tertentu dan masyarakat pada umumnya.

D. Metodologi

Dari sudut sifatnya, karya tulis ini disusun dalam jenis penelitian induktif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan tentang pokok permasalahan yang

diangkat.Dari sudut keadaan senyatanya dan juga penerapan hukumnya, karya tulis ini

disusun sebagai penelitian dasar/murni dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan


6

hukum.Dilaksanakan sebagai penelitian sosiologis karena karya tulis ini memandang

hukum sebagai fenomena social.Dilaksanakan sebagai penelitian normatif, dikarenakan

dalam karya ini akan mengkaji tentang bagaimana penerapan system hukum dalam

meengatur dan penataan kearifan budaya lokal yang dalam hal ini adalah prosesi dan

atraksi budaya nyongkolan yang dilksanakan di Jalan Raya (fasilitas umum). Metode

penafsiran yang diterapkan dalam karya tulis ini adalah penafsiran teologis dan

penafsiran futurstis.Penafsiran teologis dilakukan dengan menjabarkan tentang maksud

dan tujuuan dari suatu peraturan yang hendak diterapkan.Penafsiran futuristis yaitu

mengacu pada sebuah cita-cita hukum yang diinginkan guna terciptanya kearifan

budaya dan social masyarakat.

E. Landasan Teori dan Konseptual

Guna menjelaskan permasalahan akan dibahas maka terdapat beberapa teori

yang di gunakan. Teori merupakan seperangkat konsep yang memberikan pandangan

yang sistematis mengenai permasalahan yang akan jelaskan.4Dalam tulisan ini teori

yang digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum secara gramatikal ”perlindungan” berasal dari kata

”lindung” yang berarti mendapatkan dirinya di bawah sesuatu supaya jangan

kelihatan. Arti perlindungan adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi

subyek tertentu, juga dapat diartikan sebagai tempat berlindung dari segala sesuatu

yang mengancam.5

Menurut Satjipto Raharjo Mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah:6

4
Lalu Husni, “Hukum Penempatan Dan Perlindungan TKI,” Program Pasca Sarjana Universitas
Brawijaya, Malang, 2010, hlm 42
5
Marwan, “Pengantar Ilmu Hukum,” Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Hlm. 74
6
Sajipto Raharjo, “lmu Hukum,” Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 23
7

“Memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang

lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”

Menurut Muktie A. Fadjar menyatakan bahwa Perlindungan Hukum

adalah:7

“Penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan

hukum saja.Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan

adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia

sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta

lingkungannya, sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan

kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.”

Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkan

suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang disebut sarana perlindungan

hukum. Menurut Talcot Parson bahwa8 “Untuk mencapai tujuan itu sangat

diperlukan lembaga kemasyarakatan sebagai sesama komunitas untuk hidup

bersama sehingga secara kodrati individu akan berintegrasi (integration) dengan

sesamanya, kemudian berintegrasi pula dengan komunitasnya dan lebih luas lagi

berintegrasi dengan suku, bangsa yang lebih luas baik dalam negara atau di luar

negara. Jadi peranan hukum tertulis disini untuk mengintegrasikan perbedaan

pandangan masyarakat terhadap berbagai persoaalan.

7
Dwi Mulyati, “Pelaksanaan Pejanjian Pemisahan Harta Dalam Perkawinan Warga Negara Indonesia
Dengan Warga Negara Asing,” (Jurnal IUS [Kajian Hukum Dan Keadilan] Vol V | Nomor 2 | Agustus 2017),
2017.hlm. 268.
8
Harry Katuuk, “Progresivitas Hukum Terhadap Sibernetika Talcott Parsons Dan Bredemeier,”
(Makalah Program Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Universitas 45 Makassar, 2011), 2011, hlm. 3.
8

2. Hukum Adat

Hukum Adat adalah hukum yang berlaku dan berkembang dalam

lingkungan masyarakat di suatu daerah.

Beberapa pengertian mengenai Hukum Adat menurut para ahli sebagai

berikut:9

Djojodiguno, Hukum Adat adalah suatu karya masyarakat tertentu yang

bertujuan tata yang adil dalam tingkah laku dan perbuatan di dalam masyarakat

demi kesejahteraan masyarakat sendiri.

R. Soepomo, Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis yang meliputi

peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi ditaati

masyarakat berdasar keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan

hukum.

Van Vollenhoven,Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku

positif dimana di satu pihak mempunyai sanksi sedangkan di pihak lain tidak

dikodifikasi.

Sedangkan Surojo Wignyodipuro, memberikan definisi Hukum Adat pada

umumnya belum atau tidak tertulis yaitu kompleks norma-norma yang bersumber

pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang meliputi peraturan tingkah

laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ditaati dan dihormati karena

mempunyai akibat hukum atau sanksi.

Dari empat definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Hukum Adat

merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan, namun

tetap ditaati dalam masyarakat karena mempunyai suatu sanksi tertentu bila tidak

ditaati.

9
http://wisnu.blog.uns.ac.id/2009/07/28/kedudukan-hukum-adat-dalam-hukum-nasional/
9

3. Teori Keadilan

Aristoteles memberikan makna keadilan sebagai kebajikan yang

bersangkutan pada perhubungan dengan sesama manusia.Keadilan dikelompokkan

menjadi dua, yaitu keadilan umum dan keadilan khusus.10Keadilan umum atau

keadilan legal yaitu yang menuntut perbuatan sesuai dengan Undang-undang

negara yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.Sedangkan keadilan khusus

yaitu guna mewujudkan kebajikan seperti kebijaksanaan dan keberanian. Keadilan

khusus bukan dikuasai oleh motif sosial, melainkan merupakan ukuran perbuatan

dalam perhubungan sesama manusia lain. Ukuran keadilan khusus adalah

kesamaan atau profesionalitas.11

Jhon Rawls mengemukakan, prinsip keadilan yang berkaitan dengan

aspek-aspek sistem sosial, yang mendifinisikan dan menjamin kebebasan warga

negara, yang meliputi kebebasanpolitik (hak memilih dan dipilih); kebebasan

berbicara dan berserikat; kebebasan berkeyakinan dan kebebasan berpikir;

kebebasan mempertahankan hak; kebebasan dari perbuatansewenang-wenang.

Kebebasan tersebut diharuskan setara untuk setiap manusia, karena warga suatu

masyarakat yang adil mempunyai hak-hak dasar yang sama.12Prinsip ini

memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk membuat posisi dan jabatan yang

sama dan mengatur ketimpangan social masyarakat, sehingga semua orang

diuntungkan.

10
Notohamidjojo, “Demi Keadilan Dan Kemanusiaan,” Penerbit BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993,
hlm. 84
11
Fitriani Noviyanti, “Asuransi Objek Jaminan Dalam Perjanjian Kredit (Studi Pada Pt. Bank Danamon
Mataram),”(Jurnal Kompulasi Hukum [PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNRAM] Vol I | Nomor 1 |
Agustus 2015), 2015. hlm. 3.
12
Ibid.,
10

4. Teori Efektifitas Hukum

Hukum merupakan sarana menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam

kehidupan masyarakat, karena tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian

dalam pergaulan antar manusia, kedamaian itu akan tercapai dengan menciptakan

suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketenteraman

yang bersifat batiniah.13

Oleh karena itu, hukum melindungi kepentingan manusia didalam

masyarakat seperti melindungi kehormatan, jiwa, harta benda, dan hak-hak

maupun kewajiban seseorang.Perlindungan itu dilakukan dengan menciptakan

keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang berbeda atau

seringkalibertentangan.14

5. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu.

13
Soerjono Soekanto, “Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,” Penerbit PT. Raja Wali Pers, Jakarta, 1998,
hlm. 60
14
Fitriani Noviyanti., op., cit. hlm. 4
11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Hukum Positif Di Indonesia Dalam Upaya Revitalisasi Budaya

Nyongkolan Pada Masyarakat Adat Sasak

Budaya Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian

acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok.Kegiatan ini berupa arak-

arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan

diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan

music atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan

bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, prosesi ini biasanya

rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.15

Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai

tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana

mempelai perempuan tinggal.16Nyongkolandilakukan setelah akad nikah dilaksanakan,

dan biasanya nyongkolan dilaksanakan atau dilakukan di jalan raya, nyongkolan selain

dipandang sebagai sebuah tradisi, juga merupakan pertaruhan gengsi dan pencitraan diri

pihak mempelai laki-laki di tengah masyarakat.

Acara nyongkolan dalam banyak sisi juga mengandung nilai-nilai pendidikan

yang cukup tinggi.Nyongkolan telah memupuk rasa solidaritas sosial diantara

masyarakat, yang dapat semakin rnempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan

diantara sesama warga masyarakat.Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan

terkuat mengapa budaya nyongkolan senantiasa masih tetap dipelihara dan

dilaksanakan masyarakat dalam setiap acara pernikahan. Tidak mengherankan, hampir

15
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyongkolan diakses pada tanggal 22 April 2018.
16
Ibid,
12

dalam setiap kesempatan menjelang siang/petang, di sepanjang jalan, acara nyongkolan

akan selalu ada ditemukan, dan senantiasa menjadi tontonan yang menyenangkan.

Namun di balik itu, tidak jarang mengundang banyak kekecewaan dari para pengguna

jalan, karena mengalami kemacetan yang di akibatkan oleh banyaknya penonton dan

iring-iringan yang mengikuti acara nyongkolan.

Untuk dapat dilakukan penertiban dan untuk mengendalikan perilaku

masyarakat dalam acara nyokolan diperlukan aturan-aturan sebagai pembatas, yang

dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan melalui hukum yang

dapat diumumkan oleh otoritas pemerintah sebagai regulasi dalam tindakan dan

perilaku masyarakat yang mengadakan acara nyonkolan yang tidak sesuai dangan

atauran.Misalnya, menjatuhkan sanksi (seperti denda)atau menerapkan regulasi hukum

yang dapat disesuaikan dengan undang-undang,dengan tidak menghapus budaya

nyongkolan yang hidup dan berkembang masyarakat adat sasak.

Cara yang dapat dilakukandalam menertibkan Budaya Nyongkolan Pada

Masyarakat Adat Sasak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Regulasi terkait penggunaan jalan

Penggunaan jalan untuk pesta pernikahan (nyongkolan) termasuk sebagai

penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi tersebut telah tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(“UU LLAJ”) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan

Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas17. Yang dimana dalam

peraturan tersebut “Penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas adalah

17
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fe3f8042e887/pengaturan-lalu-lintas-bagi-pengguna-
jalan-yang-diprioritaskan diakses pada tanggal 22 April 2018
13

kegiatan yang menggunakan ruas jalan sebagian atau seluruhnya di luar fungsi

utama dari jalan”18.

Pelaksanaan prosesi atau atraksi budaya nyongkolan dalam adat Suku

Sasak, dan memasang tendauntuk acara hajatan kematian serta kegiatan lainnya

yang termasuk sebagai penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu

lintas19.Apabilapenggunaan jalan untuk kepentingan pribadi tersebut

mengakibatkan penutupan jalan, maka penggunaan jalan dapat diizinkan apabila

ada jalan alternatif20, dan pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif tersebut

harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara21.Jika penggunaan jalan

tersebut mengakibatkan penutupan jalan, harus ada izin penggunaan jalan yang

diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia22. Polri nantinya

akanbertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas jalan untuk menjaga

keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan

jalan.23

2. Syarat-syarat perizinan penggunaan jalan

Dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan dalam Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan

kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi,

jalan kabupaten/kota, dan jalan desa untuk kepentingan umum yang bersifat

nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi. Yang dalam pelaksanaannya

diatur lebih lanjut dalam Perkapolri.

18
Pasal 1 angka 9 Perkapolri 10/2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan
Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.
19
Pasal 16 ayat (2) Perkapolri 10/2012., Ibid.
20
Pasal 128 ayat (1) UU LLAJ dan Pasal 15 ayat (3) Perkapolri 10/2012
21
Pasal 128 ayat (2) UU LLAJ dan Pasal 15 ayat (4) Perkapolri 10/2012
22
Pasal 128 ayat (3) UU LLAJ dan Pasal 17 ayat (1) Perkapolri 10/2012
23
Pasal 129 ayat (2) Perkapolri 10/2012., Ibid.
14

Dalam Perkapolri No. 10 tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas

Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu

Lintas pada pasal 17 ayat (2) menerangkan cara memperoleh izin dalam

penggunaan jalan guna keperluan pribadi yakni dengan mengajukan permohonan

secara tertulis kepada :

a. Kapolda setempat yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada


Direktur Lalu Lintas, untuk kegiatan yang menggunakan jalan nasional dan
provinsi;
b. Kapolres/Kapolresta setempat, untuk kegiatan yang menggunakan jalan
kabupaten/kota;
c. Kapolsek/Kapolsekta untuk kegiatan yang menggunakan jalan desa.

Permohonan tersebut diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum

waktu pelaksanaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:24

a. foto kopi KTP penyelenggara atau penanggung jawab kegiatan;


b. waktu penyelenggaraan;
c. jenis kegiatan;
d. perkiraan jumlah peserta;
e. peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan; dan
f. surat rekomendasi dari:
1) satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan
pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan jalan nasional dan
provinsi;
2) satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi urusan
pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan jalan
kabupaten/kota; atau
3) kepala desa/lurah untuk penggunaan jalan desa atau lingkungan.

Badaya nyongkolan ini menjadi penyebab utama kemacetan di pulau

Lombok yang dapat mengganggu arus lalu lintas, serta tradisi ini juga sangat

menyimpang dari ajaran agama karena banyak peserta nyongkolan ini

menggunakan miras saat arak-arakan menuju rumah pengantin mempelai wanita.

Nyongkolan yang di lakukan saat ini tidak seperti nyongkolan pada tradisi jaman

dulu.

24
Pasal 17 ayat (3) Perkapolri 10/2012., Ibid
15

Sebagai tradisi acara nyongkolan itu memang harus dilestarikan tetapi

ketika hal itu bersinggungan dengan kepentingan publik terutama berlalu lintas

maka perlu pengaturan dari pihak pemerintah daerah.Hal itu penting dilakukan

agar tidak merugikan pengguna jalan umum.Karena seringkali acara nyongkolan

tersebut membuat kerugian bagi pengguna jalan yang memiliki kepentingan yang

sangat mendesak, banyak kasus orang yang tertinggal pesawat akibat kemacetan

dari acara nyongkolan, bahkan ada seorang pengendara sepeda motor yang yang

mengeluh karena saat itu sedang membonceng seorang wanita tua yang sedang

sakit dan akan dibawa kedokter namun tetap saja tidak bisa lewat karena arak-

arakan perserta nyongkolan25.

Budaya nyongkolan pada masyarakat Sasak yang akhir-akhir ini

praktiknya terkadang tidak tertib waktu, yang sebebarnya telah memiliki awik-

awik dalam penerapannya, namum saat ini justru tidak sesuai dan jauh dari

standarbudaya aslinya, dengan kata lain sudah tidak sesuai lagi dari aturan adat

yang semestinya.

Kaitan dengan waktu nyongkolan, waktu nyongkolan dalam awik-awiknya

telah diatur ialah dimulai selesai Shalat Dzuhur sampai rarak Kembang Waru

(setengah lima sore), tidak boleh Nyongkolan itu lewat dari jam lima. Tapi

sekarang ada juga yang walaupun sudah lewat jam lima masih tetap jalan, Adzan

masih jalan, tetabuhannya juga tetap jalan. Kemudian start Nyongkolan itu 500

meter dari rumah pengantin perempuan maksimal 1000 meter26 bahkan ada yang

lebih jaraknya dari ketentuan yang sudah ditetapkan tersebut yang menyebabkan

kemacetan yang semakin parah, ditambah lagi dengan jumlah kendaraan yang

25
https://kimlombokbaratkab.wordpress.com/2015/09/07/tradisi-nyongkolan-perlu-pengaturan/
diakses pada tanggal 22 April 2018.
26
hasil wawancara mamiq anggawa sebagaigtrf pemerhati budaya sasak
https://kicknews.today/2017/02/06/budayawan-sasak-tegas-minta-polisi-stop-nyongkolan-tak-tau-adat/
diakses pada tanggal 22 April 2018.
16

hampir setiap harinya terus mengalami peningkatan, mengakibatkan kemacetan

lambat laun semakin tidak terelakkan. Tercatat di sepanjang jalan, iring-iringan

masyarakat yang melaksanakan nyongkolan terkadang tidak hanya satu iringan.

Dalam waktu tertentu jumlahnya bisa mencapai dua sampai tiga iring-iringan, dan

tidak jarang mengakibatkan terjadinya kemacetan panjang hingga sekian kilo

meter. Ditambah ruas jalan yang lebarnya tidak seberapa, membuat kemacetan

jalan semakin tidak karuan.Sehingga dalam sebuah kesempatan sempat beredar

selentingan wacana bagaimana, kalau setiap masyarakat yang hendak

melaksanakan acara nyongkolan, harus mengantongi izin dari pihak kepolisian.

Malahan isu yang paling santer beredar, kalau akan diberlakukan fatwa haram

terhadap acara nyongkolan. Karena dinilai seringkali mengakibatkan kemacetan

jalanan, nyongkolan tidak jarang melalaikan kepentingan orang lain27.

Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah daerah guna mensiasati

secara bijaksana tanpa harus menimbulkan gesekan sosial diantara sesama

masyarakat dan juga tetap menjunjung tinggi kearifan budaya.

B. Pertanggungjawaban Secara Hukum Bagi Penggunaan Jalan Untuk Kepentingan

Prosesi Dan Atraksi Budaya Nyongkolan Tanpa Pemenuhan Syarat

Penggunaan jalanan untuk kepentingan pribadi “tanpa pemenuhan syarat”, yang

dimaksudkan di sini ialah :

 Permohonan penggunaan jalanan untuk kepentingan pribadi tersebut tidak

diajukan kepada pihak yang berwajib (Kepolisian)

 Permohonan tersebut telah di sampaikan, namun hanya berbentuk lisan tanpa

adanya kejelasan waktu penyelenggaraan; jenis kegiatan; perkiraan jumlah

27
http://turmuzitur.blogspot.co.id/2012/09/budaya-nyongkolan-dan-kemacetan-jalan.html diakses
pada tanggal 22 April 2018.
17

peserta; peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan; dan surat

rekomendasi.

Akibat syarat-syarat penggunaan jalanan untuk kepentingan pribadi tersebut

tidak terpenuhi sehingga tidak adanya pengamanan serta pengaturan Lalu Lintas oleh

pihak Kepolisian pada acara nyongkolan berlangsung yang mengakibatkan Kemacetan

Parah.Yang tentunya karena kemacetan tersebut mengganggu para pengguna jalan

lainnya bahkan mengakibatkan kerugian Materiel maupun Imateriel para pengguna

jalan.

Dalam hal ini, kami menitik beratkan pada pertanggungjawaban penggunaan

jalan untuk kepentingan prosesi dan atraksi budaya nyongkolan yang tidak memenuhi

Syarat, yang mengakibatkan kerugian materil pengguna jalan lainnya.

Jika merujuk pada Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan: bahwa setiap orang

berhak menuntut ganti rugi atas suatu Perbuatan Melawan Hukum yang merugikannya.

Selengkapnya bunyi pasal tersebut:

“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karena itu menimbulkan kerugian pada

orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian

tersebut mengganti kerugian.”

Untuk dapat menuntut ganti rugi, maka syarat yang perlu dipenuhi adalah:

harus adanya perbuatan yg dimana perbuatan tersebut ialah Perbuatan Melawan

Hukum yang mengakibatkan Kerugian pada orang lain.

Melawan hukum secara sempit dapat diartikan sebagai melanggar undang-

undang. Pengertian itu merupakan pengertian klasik yang telah lama ditinggalkan,

karena sebenarnya perbuatan yang tidak melanggar undang-undang-pun terkadang

merugikan. Saat ini istilah Melawan Hukum telah diartikan secara luas, yaitu tidak

hanya melanggar peraturan perundang-undangan tapi juga dapat berupa:


18

1. Melanggar hak orang lain.

2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

3. Bertentangan dengan kesusilaan.

4. Bertentangan dengan kepentingan umum.

Banyaknya kegiatan penggunaan jalan untuk kepentingan prosesi dan atraksi

budaya nyongkolan yang tidak memenuhi syarat dengan melanggar hak-hak

pengguna jalan lainnya.

Contoh pelanggaran yang pernah terjadi yakni, melanggar Pasal 134 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang isinya

ialah : Salah satu Pengguna Jalan yang memiliki / memperoleh Hak Utama ialah

Ambulans yang membawa orang sakit.28, oleh adanya nyongkolan mengakibatkan

kemacetan yang akan menghalangi mobil ambulans yang tengah membawa pasien

yang kritis. Yang dalam pasal selanjutnya yakni pasal 136 ayat (2) butir “e” dan “f”

bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dalam hal ini

(menghambat / menghalang-halangi) pengguna jalan yang memiliki hak utama, dapat

di kenai sanksi administratif berupa : Pembatalan izin; dan/atau pencabutan izin;.29

Di dalam UU No. 22 /2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta

Perkapolri No.10 / 2012 tentang pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dan

penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas tidak terdapat ketentuan sanksi

yang jelas terhadap penguna jalanan untuk kepentingan pribadi. Yang terdapat pada

pasal 129 ayat (1) UU No. 22 /2009 hanyalah : ”Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan

bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan”. Yang dalam arti bahwa

penguna jalanan untuk kepentingan pribadi yang tidak memenuhi syarat dapat di

28
Pasal 134 No. 22 / 2009 tentang LLAJ. Ibid
29
Pasal 136 UU No. 22 / 2009 tentang LLAJ. Ibid
19

tuntut apabila terdapat kerugian materiel maupun immateriel oleh pengguna jalan

lainnya.

Oleh karena pelaksanaan budaya nyongkolan yang saat ini menuai banyak

kritikan dari masyarakat khususnya pengguna jalan yang merasa di rugikan baik

kerugian berupa materil maupun imateril karena adanya pelaksanaan nyongkolan

tersebut sehingga Pemerintah harus memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya

kebudayaan daerah serta kehidupan berkesenian yang dimiliki kelompok-kelompok

masyarakat etnis dan suku bangsa yang ada di daerah sesuai dengan tradisi yang telah

mereka anut selama ini.

Pengembangan kebudayaan yang sudah dilakukan sampai saat ini tampaknya

belum sepenuhnya sesuai dengan harapan karena masih rentannya soliditas budaya

dan pranata sosial yang ada dalam masyarakat sehingga potensi konflik belum

sepenuhnya dapat diatasi, terlebih lagi jika hal tersebut berkaitan dengan kepentingan

umum. Seperti pada Tradisi bejango atau disebut juga nyongkolan khususnya di

Lombok, kerap menuai pro kontra di masyarakat. Pasalnya cukup banyak keluhan

tentang pelaksanaan nyongkolan dengan menggunakan jalan negara yang

mengakibatkan kemacetan yang cukup parah. Terlebih saat kegiatan nyongkolan

digelar, tidak sedikit yang telah menyimpang dari nilai-nilai kesusilaan dan nilai

budaya yang sakral dengan adanya pemuda-pemuda yang sebelum prosesi

nyongkolan di mulai meminum minuman keras yang pada akhirnya berujung pada

perkelahian antara pemuda.

Revitalisasi dan reaktualisasi nilai budaya serta pranata sosial kemasyarakatan

merupakan upaya yang perlu dilakukan. Dari itu diperlukan langkah-langkah

preventif, oleh pemerintah daerah dengan mempertemukan berbagai pihak dan semua

kalangan, mulai dari tokoh agama, adat, masyarakat dan aparat keamanan untuk
20

duduk secara bersama-sama mencari jalan alternatif dalam menyelesaikan persoalan

ini secara bijaksana tanpa harus menimbulkan gesekan sosial diantara masyarakat.

Yang tidak hanya bisa berdampak besar terhadap keberlansungan hubungan

kekerabatan diantara sesama masyarakat, namun bisa mempengaruhi stabilitas

poitik/pemenintahan, yang dalam banyak sisi rnemegang peranan penting tertadap

keberlansungan pemerintahan, termasuk menyukseskan agenda pembangunan di

daerah.

Keberadaan budaya seperti nyongkolan juga harus mampu diberdayakan

sebagai media promosi pariwisata dan kebudayaan local lainnya kepada setiap

wisatawan asing yang berkunjung ke NTB khususnya Lombok, karena kalau ini

mampu dikelola/dimanfaatkan secara baik, dengan pesona keindahan alam yang ada

sekarang ini, bukan tidak mungkin dua atau empat tahun kedepan NTB menjadi salah

satu daerah favorit tujuan wisata bagi para wisatawan mancanegara sebagaimana

daerah lainnya, seperti Denpasar Bali. Dimana iklim investasi dan pertumbuhan

ekonomi dipastikan akan tumbuh pesat, yang muaranya bisa dl pastikan akan semakin

mempetebal pundi-pundi pendapatan daerah Pemda NTB.

Oleh karena itu tidak salah jika pemerintah daerah memerlukan regulasi terkait

pelaksanaan prosesi adat nyongkolan guna menertibkan dan menata ulang prosesi

nyongkolan tersebut agar tidak lagi menggangku ketertiban umum dan merugikan

pihak lain.
21

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Kebijakan hukum positif di Indonesia dalam upaya revitalisasi budaya nyongkolan.

Dalam hal penggunaan jalan dapat dilakukan dengan meminta izin penggunaan jalan

kepada Polri dengan mengajukan surat Permohonan yang dapat diajukan paling

lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu pelaksanaan dengan melengkapi Syarat-

syarat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 17 ayat (3) Perkapolri 10/2012. Dan

membuat regulasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat yang tidak sesuai

dangan aturan adat yang sesungguhnya.Hal tersebut bertujuan untuk melestarikan

cirikhas dan simbol adat istiadat yang berlaku, dengan tetap mngikuti dan mentaati

tata laksana serta aturan hukum yang berlaku.

2. Bahwa pengunaan jalan untuk kepentingan pribadi (seperti nyongkolan) yang tidak

memenuhi syarat dapat dituntut ganti kerugian oleh pengguna jalan lainya, apabila

terdapat kerugian materiel maupun immaterial.


22

DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto, “Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,” Penerbit PT. Raja Wali Pers,
Jakarta, 1998.

Harry Katuuk, “Progresivitas Hukum Terhadap Sibernetika Talcott Parsons Dan


Bredemeier,” (Makalah Program Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Universitas
45 Makassar, 2011), 2011.

Notohamidjojo, “Demi Keadilan Dan Kemanusiaan,” Penerbit BPK Gunung Mulia,


Jakarta, 1993.

Fitriani Noviyanti, “Asuransi Objek Jaminan Dalam Perjanjian Kredit (Studi Pada Pt.
Bank Danamon Mataram),”(Jurnal Kompulasi Hukum [PROGRAM
STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNRAM] Vol I | Nomor 1 | Agustus
2015), 2015.

Marwan, “Pengantar Ilmu Hukum,” Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.

Sajipto Raharjo, “lmu Hukum,” Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Dwi Mulyati, “Pelaksanaan Pejanjian Pemisahan Harta Dalam Perkawinan Warga


Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing,” (Jurnal IUS [Kajian
Hukum Dan Keadilan] Vol V | Nomor 2 | Agustus 2017), 2017.hlm. 268.

http://slideplayer.info/slide/2692537/ (di akses pada tanggal 21 April 2018.

http://turmuzitur.blogspot.co.id/2012/09/budaya-nyongkolan-dan-kemacetan-
jalan.html diakses pada tanggal 22 April 2018.

Titip, I Made,DR, Teologi dan Simbul-Simbul, Paramita Surabaya, 2003.

https://id.wikipedia.org/wiki/Nyongkolan diakses pada tanggal 22 April 2018.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fe3f8042e887/pengaturan-lalu-lintas-
bagi-pengguna-jalan-yang-diprioritaskan diakses pada tanggal 22 April
2018

https://kimlombokbaratkab.wordpress.com/2015/09/07/tradisi-nyongkolan-perlu-
pengaturan/ diakses pada tanggal 22 April 2018.

hasil wawancara mamiq anggawa sebagaigtrf pemerhati budaya sasak

https://kicknews.today/2017/02/06/budayawan-sasak-tegas-minta-polisi-stop-
nyongkolan-tak-tau-adat/ diakses pada tanggal 22 April 2018.

http://turmuzitur.blogspot.co.id/2012/09/budaya-nyongkolan-dan-kemacetan-
jalan.html diakses pada tanggal 22 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai