DI INDONESIA
Anik Entriani
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Tulungagung
entri_ani@yahoo.com
Abstract
In Indonesia, according to the party dispute resolution process there are several
ways that usually can be selected, such as: through litigation track procedure
(court) or through non-line litigation (mediation, conciliation, negoisation,
consulting, valuation experts, and arbitration). In connection with the
arbitration or the arbitration institution, in fact it already exists and has been
practiced for centuries. In this country, the arbitration also has been known
as one of the alternative dispute resolution through non-litigation public.
Arbitration clauses are created from those taken in the contract which they
have agreed. Accordingly, the parties involved in the contract points can be
solved by using the method of dispute. Therefore, this article will discuss the
appropriate choices regarding the settlement of disputes through arbitration
in law / legal system in Indonesia.
Abstrak
Di Indonesia menurut proses penyelesaian sengketa para pihak ada beberapa
cara yang biasanya bisa dipilih seperti: melalui prosedur jalur litigasi
(pengadilan) atau melalui non-line litigasi (mediasi, konsiliasi, negoisation,
konsultasi, valuasi ahli, dan arbitrase). Berkaitan dengan arbitrase atau
arbitrase lembaga, sebenarnya itu sudah ada dan telah dipraktikkan selama
berabad-abad. Di negeri ini, arbitrase juga telah sudah dikenal sebagai salah
Anik Entriani: Arbitrase dalam Sistem Hukum......
PENDAHULUAN
Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan
bisnis, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang
terjadi seringkali terkait cara melaksanakan klausal-klausal perjajian,
apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal lainnya di luar yang diatur
dalam perjajian. Di Indonesia, dalam proses penyelesaian sengketa para
pihak, ada beberapa cara yang biasanya dapat dipilih antara lain, melalui
jalur litigasi (pengadilan) atau pun jalur non litigasi (mediasi, negoisasi,
konsiliasi, konsultsi, penilaian ahli, dan arbitrase).
Bebicara mengenai arbitrase atau lembaga arbitrase, sebenarnya
sudah ada dan telah dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan pertama
kali diperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum Masehi). Di Indonesia
sendiri, arbitrase juga sudah dikenal oleh masyarakat sebagai salah
satu alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi. Definisi
pasti mengenai apa itu arbitrase, masih saja ditemui begitu banyaknya
perbedaan pendapat. Namun, perbedaan pendapat tersebut tidak sampai
menghilangkan makna arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa,
melainkan justru memberikan konsep yang berbeda-beda mengenai
arbitrase. Ini memberikan suatu gambaran bahwa menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase merupakan cara yang paling disukai oleh para pelaku
usaha karena dinilai sebagai cara yang paling serasi dengan kebutuhan
dalam dunia bisnis.
LANDASAN TEORI
Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata ‘’arbitrare’’ (bahasa Latin) yang
berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan’’. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda
oleh para sarjana saat ini walaupun sebenarnya mempunyai makna yang
sama, antara lain:
Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan
persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan
yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.1
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu
proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan yudisial seperti oleh
para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada
bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.2
H. M. N Poerwosujtipto menggunakan istilah perwasitan untuk
arbitrase yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para
pihak bersepakat agar perselisihan meraka tentang hak pribadi yang dapat
mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak
memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat
1
Subekti, Arbitrase Perdagangan (Bandung: Bina Cipta, 1992), hal.1.
2
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional
diluar Pengadilan, Makalah, September 1996, hal. 1.
6
Yusna Zaidah, Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase Sayri’ah di
Indonesia (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hal.39-47.
Jenis Arbitrase
Ada dua jenis arbitrase yang diakui eksestensi dan kewenangannya
untuk memeriksa dan memutus sengketa yang terjadi antara para pihak
yang bersengketa.
Arbitrase Ad Hoc (volunteer)
1. Arbitrase Institusional (permanent)
9
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa (Jakarta: PT Sinar Grafika,
2013), hal.96-98.
10
Ibid., hal.132-133.
12
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: Sinar
Grafika. 2012), hal.403-404.
13
Frans Hendra, Hukum Penyelesaian …, hal.152.
a. Syarat subjektif
b. Syarat objektif
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Alasan-alasan pengajuan permohonan pembatalan putusan
arbitrase bersifat alternatif, artinya masing-masing alasan dapat digunakan
sebagai dasar untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan
arbitrase.
PENUTUP
Di Indonesia, arbitrase sudah dikenal oleh masyarakat sebagai salah
satu alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi. Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Poin penting yang membedakan
pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur pengadilan menggunakan satu
peradilan permanen atau standing court, sedangkan arbitrase menggunakan
forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam
arbitrase, arbitrator bertindak sebagai hakim dalam mahkamah arbitrase,
sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang
ditangani.
Keberadaan lembaga arbitrase ini telah mempunyai landasan
yuridis/ dasar hukum yang tetap dalam sistem hukum nasional Indonesia,
antara lain pada pasal 377 HIR atau pasal 705 RBg, Buku Ketiga Reglemen
Hukum Acara Perdata atau Rv, dimulai dari pasal 615 s/d pasal 651
Rv, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada pasal 1338 ayat (1),
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman, pada penjelasan pasal 3, UU No. 5 tahun 1968, dan UU
No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS. Perkembangan sejarah
pemberlakuan pranata arbitrase sudah ada sejak zaman Hindia Belanda,
zaman pemerintahan Jepang, dan saat Indonesia Merdeka.
Di dalam sistem hukum Indonesia, ada dua jenis arbitrase yang
diakui eksestensi dan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus
sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa yaitu, Arbitrase
Ad Hoc (volunteer) dan Arbitrase Institusional (permanent). Kedua arbitrase
tersebut sama-sama memiliki wewenang untuk mengadili dan memutus
sengketa yang terjadi antara para pihak yang mengadakan perjanjian.
Adapun perbedaan antara kedua jenis arbitrase tersebut terletak pada
terkoordinasi atau tidak terkoordinasi. Arbitrase ad hoc (arbitrase yang
tidak terkoordinasi oleh suatu lembaga) sedangkan arbitrase institusional
(arbitrase yang dikoordinasi oleh suatu lembaga). Arbitrase institusional
yang telah diakui di Indonesia antara lain : Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI),
Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI), Badan
Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), dan Badan Arbitrase dan Mediasi
Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI).
Adapun pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku di pengadilan, di
wilayah negara mana permohonan eksekusi diajukan. Putusan arbitrase
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak. Eksekusi putusan arbitrase akan hanya dilaksanakan jika putusan
arbitrase tersebut telah sesuai dengan perjanjian arbitrase dan memenuhi
persyaratan yang ada di UU No. 30 tahun 1999 serta tidak bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Putusan dari arbitrase juga
dapat dibatalkan oleh para pihak yang bersengketa dengan meminta
kepada Pengadilan Negeri baik terhadap sebagian atau seluruh isi putusan,
apabila diduga mengandung unsur-unsur tertentu yang dapat membuat
putusan tersebut batal.
DAFTAR PUSTAKA