Anda di halaman 1dari 13

1

MODUL PERKULIAHAN

Aspek Hukum
Dalam
Pembangunan
Mengenal Arbitrase,
Arbiter/Arbitrator

Abstract Kompetensi
Pendalaman mengenai arbitrase, Memahami mengenai arbitrase,
arbiter/arbitrator arbiter/arbitrator

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Teknik Teknik Sipil P112100015 Widjojo Kurniadhi, ST, MM

12 Ir. Panani Kesai, MSc


Lily Kholida, ST, MT
Retna Kristiana,ST,MM,MT
Anom Wibisono, MT
Mengenal Arbitrase, Arbiter/arbitrator

PENGANTAR

Arbitrase merupakan istilah yang dipakai untuk menjabarkan suatu bentuk tata cara damai
yang sesuai atau sebagai penyediaan dengan cara bagaimana menyelesaikan sengketa
yang timbul sehingga mencapai suatu hasil tertentu yang secara hukum final dan mengikat.

Prasyarat yang utama bagi suatu proses arbitrase ialah kewajiban pada para pihak
membuat suatu kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase (arbitration clause/agreement)
dan kemudian menyepakati hukum dan tata cara bagaimana mereka akan mengakhiri
penyelesaian. Di luar arbitrase biasanya bilamana timbul sengketa, para pihak minta
seorang pengacara, melalui suatu surat kuasa kepadanya kemudian melibatkan pengadilan
mencoba menyelesaikan sengketa yang telah terjadi atau bisa saja berusaha
menyelesaikan sendiri secara langsung.

SUMBER HUKUM ARBITRASE

Saat ini pelaksanaan arbitrase di Indonesia diatur dengan UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebelum lahirnya UU No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, di Indonesia untuk pelaksanaan
arbitrase sebenarnya sudah ada landasan hukumnya, yaitu pasal 337 HIR yang berbunyi
“Jika orang Indonesia dan orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan
oleh juru pisah maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang berlaku
bagi bangsa Eropa”.

Pasal 337 HIR tersebutlah yang menjadi landasan titik tolak keberadaan arbitrase dalam
kehidupan dan pratek hukum. Jelas terlihat pasal 337 HIR memberi kemungkinan dan
kebolehan bagi para pihak yang bersengketa untuk membawa dan menyelesaikan perkara
yang timbul di luar jalur kekuasaan “Pengadilan”, apabila para pihak menghendaki.
Penyelesaian dan keputusannya dapat mereka serahkan spenuhnya kepada juru pisah yang
lazim dikenal dengan nama “arbitrase”. Dan oleh undang-undang, arbitrase tersebut
dilimpahi fungsi dan kewenangan untuk “memutus” persengketaan.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


2 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Aturan lebih lanjut mengenai arbitrase yang diatur dalam HIR dan RBG merujuk ke pasal-
pasal arbitrase yang terdapat di Reglement Hukum Acara Perdata. Hal itu dapat dibaca
dalam kalimat “wajib menurut peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa
Eropa”. Sebagai pedoman aturan umum arbitrase yang diatur dalam Regelement Hukum
Acara Perdata meliputi lima bagian pokok:

Bagian Pertama (615 – 623) : Persetujuan arbitrase dan pengangkatan arbitrase atau arbiter
Bagian Kedua (624 – 630) : Pemeriksaan di muka badan arbitrase
Bagian Ketiga (631 – 640) : Putusan arbitrase
Bagian Keempat (641 – 647) : Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase
Bagian Kelima (647 – 651) : Berakhirnya acara-acara arbitrase

Selanjutnya pengakuan pelaksanaan arbitrase terdapat di UU No. 14 Tahun 1970 tentang


Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Pada UU tersebut memang tidak mengatur secara tegas mengenai
pelaksanaan arbitrase, aturan mengenai arbitrase pada UU tersebut hanya disebutkan pada
penjelasan pasal 3 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman yang menjelaskan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan
atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, tetapi putusan arbiter
hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi (executoir) dari pengadilan.

Pada UU No. 1 Tahun 1950 tentang Mahkamah Agung sebenarnya sempat mengakui
eksistensi lembaga arbitrase. Pengakuan pada arbitrase ini dengan mengukuhkan
Mahkamah Agung sebagai lembaga banding bagi suatu putusan arbitrase, terdapat antara
lain dalam pasal 15 juncto Pasal 108 UU No. 1 Tahun 1950 tentang Mahkamah Agung.
Akan tetapi UU berikutnya yang merubah atau mengganti UU No. 1 tahun 1950 tentang
Mahkamah Agung tidak mencantumkan pengakuan pada lembaga arbitrase, dengan
demikian tidak terdapat lagi ketentuan yang mengatur tentang arbitrase pada UU Mahkamah
Agung.

Selain hukum tertulis di atas, hukum-hukum tidak tertulis seperti hukum adat di Indonesia
sebenarnya juga sudah mengenal prinsip dan proses penyelesaian sengketa yang serupa
dengan prinsip-prinsip penyelesaian sengketa alternatif yang modern. Badan-badan adat
pemutus sengketa dalam bekerjanya juga menggunakan prinsip-prinsip musyawarah.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


3 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Contohnya adalah Tuha Puet dalam masyarakat Aceh atau Kerapatan Adat Nagari di
Minangkabau.

Mengenai pelaksanaan aturan arbitrase yang salah satu pihaknya adalah warganegara
dan/atau badan hukum asing yang bersengketa urusan bisnis dengan warga negara
Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia pada awalnya diatur dalam UU No. 5 Tahun
1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan Antarnegara
dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal. Tujuan menetapkan ratifikasi atas
konvensi ini adalah untuk mendorong dan membinan perkembangan penanaman modal
asing atau joint venture di Indonesia. Dengan diakuinya konvensi ini sedikit banyak akan
memberi keyakinan kepada pihak pemodal asing bahwa sengketa yang timbul kelak dapat
dibawa ke forum arbitrase.

Peraturan lain yang menjadi sumber hukum berlakunya arbitrase asing di Indonesia adalah
Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 1981. Keppres ini mengatur tentang
Pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award.
Keppres ini bertujuan memasukkan Konvensi New York 1958 ke dalam tata hukum internal
Indonesia. Pada Keppres ini terdapat beberapa prinsip pokok:
Pengakuan atau recognition atas putusan arbitrase asing.

Putusan arbitrase asing dengan sendirinya memiliki daya self execution di negara Indonesia.
Namun demikian sifat self execution yang terkandung dalam putusan arbitrase asing
didasarkan atas asas “resiprositas” (reciprocity).

BATASAN ARBITRASE

Kalau diteliti berbagai batasan yang ada maka ada yang mengatakan bahwa arbitrase itu
ialah :

“ An arbitration is the reference of a dispute or difference between not less than two persons
for determination after hearing both sides in a judical manner by another person or persons,
other than a court of competent jurisdiction “.

Sedangkan BLACK’S Law Dictionary berkata, bahwa :

“ Arbitration. The reference of a dispute to an impartial (third) person chosen by the parties
to the dispuite who agree in advance to abide by the arbitrator’s award issued after hearing
2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan
4 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
at which both perties have an opportunity to be heard. An arrangement for taking and
abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it
to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the
expense and vexation of ordinary litigation “.

Ada pula yang mengatakan bahwa :

“ Arbitration. An alternative dispute resolution system that is agreed to by all parties to a


dispuite. This system provides for private resolution of disputes in a speedy fashion “.

Sedangkan RODALE (The synonym Finder, 1986) berkata :

“Arbitration. Mediation, negotiation, bargaining, peacemaking, bringing together,


reconcilliation, reconcilement, conciliation, intervention, interposition, inter-mediation,
interference, Judgement, adjudication, decision, determination, settling, settlement,
arbitrament, Hearing, trial, parley, conference, discussion “.

SUBEKTI mengatakan bahwa :

“ Arbitrase itu adalah penyelesaian suatu perselisihan ( perkara ) oleh seorang atau
beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihak yang
berperkara dengan tidak diselesaikan lewat Pengadilan :.

Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa – aps yang
merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang dimana salah satu
pihak atau lebih menyerahkan sengketanya – ketidaksefahaman – ketidaksepakatannya
dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter – arbiter –
majelis ) ahli yang profesional, yang akan bertindak sebagai hakim / peradilan swasta yang
akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum
perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut terdahulu untuk sampai
kepada putusan yang final dan mengikat. Oleh karena itu dikatakan bahwa arbitrase adalah
hukum prosedur dan hukum para pihak “ ( law of procedure “ dan “ law of the parties “ ).
Selain putusan arbiter yang final dan mengikat, dikenal pula pendapat mengikat ( “ bidang
opinion “ – “ bindend adves “ ).

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


5 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Arbitrase biasa dilakukan oleh para pengusaha (nasional maupun internasional ) sebagai
suatu cara perdamaian memecahkan ketidak sefahaman pihak-pihak dibidang kegiatan
komersial. Dalam hal ini yang diartikan dengan komersial ialah seperti dicantumkan di dalam
“ The United Nations Commission on International Trade Law ( UNICITRAL ) tanggal 28
April 1976 ( UNICITRAL ARBITRATION RULES disingkat UAR ) sebagai berikut :

“ The term commercial should de given a wide interpretation so as to cover matters arising
from all relationship of a commercial in nature, whether contractual or not. Relationship of a
commercial nature include, but are not limited to, the following transactions , any trade
transaction for the supply or exchange goods or services, distribution agreement,
commercial representation or agency, factoring licensing, investment, financing, banking,
insurance, exploitation agreement or concession, joint venture and other forms of industrial
or business co-operation carriage of goods or passenger by air, rail, sea, or road.

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata tata cara penyelesaian cara damai seperti
arbitrase banyak dimanfaatkan juga dibidang-bidang sengketa tentang ‘ franchising “
penerbangan, telekomunikasi internasional dan ‘ commercial utilization of outer space “.
Malahan ada pula yang menghendaki agar juga ditetapkan di bidang kartu kredit, perbankan
dan pelanggaran terhadap kenyamanan lingkungan hidup.

Arbitrase memiliki beberapa keuntungan sebagai sarana mengatasi sengketa secara damai,
non-konfrontatif dan kooperatif dengan tujuan hasil tertentu. Hasil ini dapat merupakan suatu
penyelesaian hukum yang bersifat final dan mengikat sama dengan pelaksanaan yang
dimungkinkan melalui pengadilan.

Keuntungan arbitrase lainnya ialah dimana para pihak masing-masing dapat menunjuk
seorang arbiter pilihan mereka yang akan mempertimbangkan bukti – bukti yang diajukan
sebagai dasar keputusannya. Hal ini berarti memberi kemungkinan untuk menunjuk
seorang ahli yang mengerti tentang sengketanya dan dengan demikian membebaskan para
pihak dari kewajiban menghadirkan ahli untuk minta pendapat tanpa biaya tambahan
apapun.

Arbiter tidak dibenarkan memberikan bukti-bukti pribadi yang dimilikinya, akan tetapi ia
dapat dan wajib memanfaatkan pengetahuannya dan memberi tafsiran terhadap bukti yang
dikemukakan oleh para pihak.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


6 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Dalam proses arbitrase para pihak dibenarkan menyepakati apakah penyelesaian yang
dikehendakinya bersifat resmi atau tidak. Akan tetapi beberapa formalitas tertentu harus
ditaati dan diterapkan andaikata keputusannya harus dilaksanakan.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh arbiter untuk membantu para pihak mencapai hasil
yang memuaskan bagi para pihak. Bagaimana menetapkan apakah suatu sengketa
sebaiknya diselesaikan melalui arbitrase tergantung dari berbagai kendala.

MENGAPA MEMILIH ARBITRASE

Berangkat dari kesepakatan tertulis tersebut, langkah – langkah berikut yang harus diambil
ialah menyepakati bentuk majelisnya, antara lain tata cara atau syarat-syarat penunjukan
arbiter, jumlahnya, hukumnya, tempat sidang, dll. Dalam banyak hal seorang arbiter secara
tunggal dapat daja dipilih.

Para pihak diharapkan mampu menyepakati seorang arbiter tunggal. Andaikata ini
dimungkinkan maka masing-masing memilih seorang arbiter dan kedua arbiter tersebut
memilih arbiter ketiga, karena akan sangat bijaksana membentuk majelis dengan suatu
jumlah ganjil sehingga dengan demikian mencegah situasi yang dapat mengakibatkan
kesulitan pada saat akhir menetapkan keputusan.

Para arbiter harus mampu memahami permasalahan teknis dan bentuk sengketanya dan
juga harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai hukum dan tata cara agar dapat
mengambil keputusan berdasarkan hukum yang disepakati.

Bilamana diputuskan oleh para pihak bahwa majelis terdiri dari dua arbiter, maka sebaiknya
atas kesadarannya menetapkan orang ketiga sebagai arbiter. Majelis yang dibentuk
diwajibkan dapat menghasilkan suatu keputusan final yang mengikat para pihak.

Bila gagal, mereka dapat meminta bantuan seorang atau beberapa orang ahli yang mandiri
untuk menetapkan putusan final dan mengikat.

Setelah diputuskan siapa yang akan ditunjuk untuk bertindak sebagai arbiter, maka
sebelumnya harus dipastikan apakah mereka menerima penunjukannya itu.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


7 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Ada bentuk formulir yang diperlukan untuk menetapkan wewenang arbitrator dan misalnya
yang berbunyi sebagai berikut :

“ Bila terjadi sengketa, para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa kepada Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan menerapkan ketentuan – ketentuan BANI. Dalam
rangka usaha penyelesaiannya, wewenang diberikan kepada arbiter yang disepakati oleh
para pihak diberi hak penuh untuk memutus sengketa secara final dan mengikat. “

Setelah disepakati bahwa telah terjadi suatu sengketa, maka langkah berikutnya adalah
bagaimana mengatasinya. Kiat-kiat dalam mengambil keputusan dapat disepakati misalnya
sebagai berikut :

Para pihak bila menghadapi sengketa mengupayakan bantuan dari seorang Pengacara. “

Setelah mempelajari dokumentasi dan bukti-bukti yang ada para pengacara akan
mengambil sikap untuk menasehati kliennya apakah ada peluang hukum demi suksesnya
dalam mengupayakan pembelaannya.

Arbitrase biasa dipilih oleh para pengusaha untuk penyelesaian sengketa komersialnya,
karena ternyata memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan ( walaupun ternyata disana –
sini terdapat kelemahan-kelemahan yang bisa saja terjadi ), yakni antara lain :

• Para pihak yang bersengketa dapat memilih para arbiternya sendiri dan untuk ini
tentunya akan dipilih mereka yang dipercayai memiliki integritas, kejujujuran,
keahlian dan profesionalisme dibidangnya masing-masing.
• Proses majelis arbitrase konfidensial dan oleh karena itu dapat menjamin rahasia
dan publisitas yang tidak dikehendaki.
• Putusan arbitrase, sesuai dengan kehendak dan niat para pihak merupakan putusan
final dan mengikat para pihak bagi sengketanya, lain lagi putusan pengadilan yang
terbuka bagi peninjauan yang memakan waktu lama.
• Karena putusannya final dan mengikat, tata caranya bisa cepat, tidak mahal serta
jauh lebih rendah dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pengadilan.
Apalagi kalau kebetulan ditangani oleh pengacara yang kurang bertanggung jawab
sehingga masalahnya dapat saja dengan itikad buruk diperpanjang selama mungkin.
• Tata cara arbitrase lebih informal dari tata cara pengadilan dan oleh karena itu
terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian kekeluargaan
dan damai.
2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan
8 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Khusus dalam arbitrase internasional, menciptakan tata cara penyelesaian sengketa
komersial secara damai ( arbitrase ) merupakan akibat dari hal-hal dibawah ini, misalnya :

1) Para pihak ( asing ) ragu untuk mengajukan sengketanya di peradilan nasional pihak
lawan sengketa.

2) Apalagi kalau lawan sengketanya itu merupakan lembaga atau perorangan warga
negara tersebut.

3) Pihak asing itu kurang memahami tata cara / prosedur pengadilan negara tersebut dan
merasa berada dalam posisi yang kurang menguntungkan.

4) Peradilan negara menggunakan bahasa nasional yang tidak dimengerti oleh pihak
asing tersebut ( lain lagi pada sidang arbitrase yang boleh menggunakan bahasa asing yang
dikuasai atau bahasa yang diterima dan dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa ).

5) Akan tetapi eksekusi putusan arbitrase internasional pada umumnya kini sedikit
banyak agak terjamin dengan telah berlakunya ‘ United Nations Convention on the
Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958 ( Konvensi New York 1958 ) dan yang telah
diratifikasi oleh hampir semua negara termasuk negara industri dan negara-negara
berkembang.

PRIVATISASI SENGKETA

Arbitrase karena sifatnya menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dan dapat
dikatakan ditujukan kepada posisi “ win – win “ dan bukan kepada apa yang biasa terjadi di
pengadilan yang mempertaruhkan “ win-loose “ dan banyak terjadi “ jual – beli hukum “,
terjamin tidak ada publisitas karena sifat yang tertutup dan tidak ada konfrontatif dan
berlangsung secara kooperatif – damai. Tidak seperti perkara-perkara di pengadilan yang
terbuka dapat dihadiri oleh umum, pers dan seringkali dibeberkan di media massa. Suatu
media yang dapat merugikan pihak, terutama reputasi yang dapat mempengaruhi integritas,
bonafiditas mereka yang bersengketa.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


9 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
ARBITRASE; CEPAT, MURAH

Bahwa arbitrase itu lebih murah dan cepat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya jangka
waktu kerja majelis arbitrase dibatasi oleh undang-undang seperti di Indonesia oleh pasal 48
UU No. 30 / 1999 yang memberi waktu penyelesaian sidang 6 bulan untuk sampai pada
putusan final dan mengikat. BANI memberi 3 bulan dengan kesempatan perpanjangan
sampai 3 bulan tambahan. Sedangkan peradilan biasa bisa memakan waktu sampai
puluhan tahun, bahkan sampai 20 tahun lebih. Arbitrase dikenal sebagai suatu cara
penyelesaian melalui ‘ fast track “ dan “ standard track ‘ ( sedangkan pengadilan dikenal
sebagai “ complicated track “ ).

Arbitrase masih dianggap sebagai satu-satunya yang paling tepat untuk menyelesaikan
sengketa transaksi internasional. Kini belum kita dapati peradilan yang dapat memeriksa
sengketa komersial internasional. Adanya kekhawatiran dan keengganan para pengusaha
internasional yang bersengketa melawan pengusaha nasional karena kekhawatiran
hakimnya akan memihak. Oleh karena itu sering kita lihat bahwa dalam perjanjian dagang
international, selalu memilih forum hukum asing.

JENIS ARBITRASE

Yang dimaksud dengan jenis arbitrase adalah macam-macam arbitrase yang diakui
eksistensi dan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi
antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Jenis arbitrase yang diakui dan memiliki
validitas, diatur dan disebut dalam peraturan dan berbagai konvensi. Jenis arbitrase tersebut
antara lain:

1. Arbitrase Ad Hoc (Ad Hoc Arbitration) Jenis arbitrase ad hoc disebut juga “arbitrase
volunter” atau “arbitrase perorangan”. Arbitrase ad hoc oleh pasal 1 ayat (1)
Konvensi New York 1958 dirumuskan dengan istilah arbitrators appointed for each
case yang bermakna “arbiter yang ditunjuk untuk kasus tertentu untuk satu kali
penunjukkan. Dalam ketentuan ini jelas dapat di lihat sifat insidentil yang melekat
pada arbitrase ad hoc. Hal itu dapat disimak dari perkataan appointed for each case.
Penunjukkan dan keberadaannya adalah kasus per kasus. Fungsi dan
kewenangannya bersifat “satu kali” atau een malig. Pada prinsipnya arbitrase ad hoc
tidak terikat dan terkai dengan salah satu badan arbitrase. Para arbiternya ditentukan
dan dipilih sendiri berdasarkan kesepakatan para pihak

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


10 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
2. Arbitrase Institusional . Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat
“permanen”. Badan arbitrase ini mempunyai yang terdiri dari:
a. Sengaja Didirikan Pembentukan badan arbitrase ini memang sengaja didirikan
dengan tujuan menangani sengketa yang timbul bagi para pihak yang
menghendaki penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Faktor kesengajaan
dan sifat permanen yang melekat pada arbitrase institusional merupakan ciri
pembeda dengan arbitrae ad hoc. Ciri lain, arbitrase institusional sudah berdiri
sebelum sengketa timbul. Sedangkan arbitarase ad hoc, selain sifatnya
insidentil, untuk menangani kasus tertentu, baru dibentuk setelah ada
perselisihan timbul.

b. Arbitrase Institusional yang Bersifat Nasional Pendirian badan arbitrase yang


bersifat kesengajaan ini yang kemudian ruang lingkup keberadaan dan
yurisdiksinya meliputi kawasan suatu negara tertentu, maka badan arbitrase
tersebut bersifat nasonal. Contohnya adalah Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) merupakan suatu badan arbitrase yang keberadaan dan
yurisdiksinya hanya di Indonesia.

c. Arbitrase Institusional yang Bersifat Internasional Selain arbitrase intitusional


yang bersifat nasional, ada juga arbitrase institusionla yang berwawasan
internasional. Pada dasarnya badan-badan arbitrase yang berwawasan
internasional, merupakan “pusat” perwasitan menyelesaian persengketaan di
bidang masalah tertentu antara para pihak yang berlainan kewarganegaraan.

d. Arbitrase Institusional yang Bersifat Regional Hampir sama dengan arbitrase


institusional yang bersifat internasional, hanya saja lingkup wilayah arbitrase
institusional yang bersifat regional lebih kecil daripada internasional, hanya
untuk kawasan tertentu, seperti Eropa, Asia Tenggara.

TENTANG ARBITER

Yang juga sangat penting ialah memilih arbiter yang tepat kompeten, jujur dan memiliki
integritas bukan saja pribadinya akan tetapi juga kemampuan dan keahliannya dibidang
Hukum Arbitrase dan kemudian tentang inti sengketa yang dihadapinya. Jumlah arbiter yang
akan dipilih tergantung dari keinginan pihak, bisa satu ( tunggal ), bisa lebih, misalnya 3
orang, satu dipilih masing-masing oleh para pihak dan yang ketiga oleh mereka bersama
2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan
11 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
sehingga dengan demikian dicapai jumlah yang ganjil. Dan andaikata para pihak tidak
memilih dapat saja diserahkan kepada Lembaga Arbitrase ( seperti BANI ) yang
dicantumkan didalam perjanjiannya.

Hak dan kewajiban arbiter :

1. Ia harus independen dan menunjukkan sikap tidak memihak, terbuka maupun


tertutup ( walaupun ia dipilih oleh salah satu pihak yang bersengketa bukan berarti ia
mewakili atau harus membela pihak yang memilihnya ).
2. Harus menyampaikan kepada para pihak dan tentunya kepada lembaga atau
institusi dimana ia terdaftar agar setiap fakta dan keadaan yang mungkin akan
menimbulkan keragu-raguan atas independensi dan ketidakpihakannya yang
mungkin timbul didalam ucapan maupun pikiran para pihak yang bersengketa.
3. Terikat untuk menerapkan tata cara secara wajar ( equitable ) menghargai dan
menghormati prinsip perlakuan yang tidak memihak dan menghormati hak-hak para
pihak untuk didengar.
4. Menyelesaikan dan memberi putusan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan sesuai
jangka waktu yang telah ditetapkan.
5. Memelihara konfidensialitas para pihak juga setelah diterbitkan keputusannya.
6. Selama pemeriksaan ia berhak memperoleh kerja sama yang jujur dan terbuka dari
para pihak.
7. Ia tidak bisa dituntut karena proses arbitrase atau isi putusannya, kecuali terbukti
melakukan pelanggaran pidana.

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


12 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka
1. Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa di
Indonesia, 2nd, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
2. Fahmi, Rozy. Klaim Sebagai Penyebab Sengketa Konstruksi dan Penyelesaiannya
Melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). 2011
3. Poerdyatmono, Bambang. Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi. 2007
4. A. Andi, D. Lalitan, V.R, Loanata. Owner and Contractor Perception Toward Factors
Causing Delays in Structural and Finishing Works.
5. Edward R., Fisk, P.E. Construction Project Administration. Fifth Edition. Prentice Hall.
1997
6. Saragih, H.R. Mencari Format Standar Putusan Arbitrase Berdasarkan Undang-
Undang No.30 Thaun 1999. 2003
7. Harahap, Yahya. Arbitrase Ditinjau Dari Rv. Peraturan Prosedur BANI, ICSID,
UNCITRAL, Arbitrase Rules. 2003

2021 Aspek Hukum Dalam Pembangunan


13 Lily Kholida, S.T, M.T
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai