Disampaikan pada:
Oleh:
JAMASLIN JAMES PURBA, S.H., M.H.
(Managing Partners Law Firm JAMES PURBA &
PARTNERS)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain.
Namun demikian, dalam setiap hubungan khususnya dalam kegiatan bisnis, masing-masing
pihak harus selalu siap mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi
setiap saat di kemudian hari. Misalnya dalam suatu perjanjian, sengketa yang perlu diantisipasi
dapat timbul karena perbedaan penafsiran baik mengenai bagaimana "cara" melaksanakan
klausul-klausul perjanjian maupun tentang apa "isi" dari ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian,
ataupun disebabkan hal-hal lainnya.
Di Indonesia, dalam proses penyelesaian sengketa para pihak, ada beberapa cara yang
biasanya dapat dipilih antara lain, melalui jalur litigasi ataupun jalur nonlitigasi. Penyelesaian
secara litigasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui lembaga Pengadilan.
Sedangkan penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian sengketa di luar
Pengadilan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum serta kehendak dan itikad baik
dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa.
Bila dilihat dari perkembangan hukum, dikenal istilah Alternative Dispute Resolution (ADR)
yang mana dalam bahasa Indonesia sering dimaksudkan dengan Pilihan Penyelesaian Sengketa
(PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS), pilihan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan, dan mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif. Tetapi bila
merujuk pada Pasal 1 angka 10 UU No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, mengartikan bahwa Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.
BAB II
PEMBAHASAN
ARBITRASE DAN ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR)
2. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, hukum
acara perdata pada Pengadilan Negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan UU
darurat tersebut adalah sebagai berikut: Untuk daerah Jawa dan Madura yang berlaku
adalah Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR/Renglemen Indonesia yang
Diperbaharui berdasarkan Staatsblaad 1848 No.16 dan Staatsblaad 1941 No.44),
sedangkan untuk daerah Luar Jawa dan Madura berlaku Rechtreglement
Buitengewesten (RBg/Reglemen Daerah Seberang berdasarkan Staatsblaad 1927
No.227).
Berbicara tentang arbitrase di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari sejarah arbitrase di
negeri Belanda. Arbitrase di Indonesia berkembang sejak tahun 1977 dengan
dibentuknya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (“BANI”). Ini bermula 7 tahun
setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman, tepatnya pada tanggal 03 Desember 1977, Ketua Umum Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Marsekal Purn. Sowoto A. Sukendar
memprakarsai berdirinya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Jakarta bersama
Prof. Soebekti, SH (Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia), Haryono Tjitrosoebono
(Ketua IKADIN), Prof. H. Priyatna Abdurrasyid, SH., PhD dan J.R. Abubakar, SH. Hingga
saat ini BANI merupakan arbitrase dalam bentuk lembaga (institusional) yang tertua di
Indonesia.
Dengan adanya pasal ini, maka sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sebenarnya
telah terdapat landasan hukum bagi golongan Bumiputera untuk dapat menggunakan
sistem pemeriksaan perkara lewat arbitrase secara Prosedural, sementara secara
material, dasar hukum berlakunya arbitrase adalah lewat prinsip kebebasan berkontrak
seperti terdapat dalam Pasal 1320 Juncto Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
6. Pasal 1 angka (1) UU Arbitrase dan ADR berbunyi: arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari definisi
tersebut, ada 3 hal yang dapat dikemukakan dari definisi yang diberikan, yaitu:
8. Merujuk pada ketentuan UU Arbitrase dan ADR, terdapat beberapa bentuk ADR yang
dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa, antara lain sebagai berikut:
a. Konsultasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa dengan cara meminta masukan dari
pihak yang diyakini mampu memberikan solusi berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya serta dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa untuk mencapai tujuan
bersama. Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak
tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak
konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan
kebutuhannya.
b. Negosiasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan cara berhadapan
langsung melakukan perundingan dan mendiskusikan secara transparan suatu
masalah yang menjadi sumber sengketa untuk mencapai kesepakatan bersama, yang
dilaksanakan secara mandiri oleh para pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai
penengah. Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase dan ADR dikatakan bahwa para pihak dapat
dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul diantara mereka,
kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis
dengan melakukan pertemuan langsung antara para pihak yang bersengketa dengan
tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari.
c. Mediasi, yaitu suatu proses alternatif penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga
yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat
pasif dan sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan,
terlebih lagi untuk memutuskan perselisihan yang terjadi. Jadi mediator hanya berfungsi
sebagai penyambung lidah dari para pihak yang bersengketa. Mediasi merupakan salah
satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa, yang melibatkan pihak ketiga
dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.
Pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa disebut
mediator. Tugas Mediator yaitu: bertindak sebagai seorang fasilitator sehingga terjadi
pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan; menemukan dan merumuskan titik-titik
persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan
pendapat yang timbul.
d. Konsiliasi, yaitu suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar
pengadilan, untuk mencegah dilaksanakannya proses litigasi (peradilan). Namun
bisa juga terjadi di tiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik di dalam
maupun di luar pengadilan, kecuali untuk sengketa atau hal-hal yang telah diputus dan
mempunyai kekuatan hukum tetap. Konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan
pendapatnya mengenai duduk persoalan dari masalah atau sengketa yang dihadapi,
alternatif penyelesaian yang terbaik, apa keuntungan dan kerugian para pihak, serta
akibat hukumnya. Konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan (pasif). Keputusan
akan diambil sepenuhnya oleh para pihak yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan.
• Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara
tertutup.
• Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia,
kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih
bahasa lain yang akan digunakan.
• Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
mengemukakan pendapat masing-masing.
• Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa
khusus.
• Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri
dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur
kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang
bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa
yang bersangkutan.
• Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan
acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa.
• Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.
• Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan, jangka waktu dapat
diperpanjang.
• Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase dibuat berita acara
pemeriksaan oleh sekretaris.
• Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat,
telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekpedisi kepada termohon bahwa
syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
• Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal ini harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis
yang ditandatangani oleh para pihak.
• Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis harus dibuat dalam
bentuk akta notaris.
• Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal tersebut batal demi hukum.
• Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan tersebut di
bawah ini:
a. meninggalnya salah satu pihak;
b. bangkrutnya salah satu pihak;
c. novasi;
d. insolvensi salah satu pihak;
e. pewarisan;
f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan
persetujuan yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau
h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
V. PENUNJUKKAN ARBITER
• Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memuat syarat:
• Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau
diangkat sebagai arbiter.
• Arbiter yang ditunjuk atau diangkat dapat menerima atau menolak penunjukan atau
pengangkatan tersebut.
• Penerimaan atau penolakan wajib diberitahukan secara tertulis kepada para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukkan
atau pengangkatan.
• Penunjukan seorang arbiter atau beberapa arbiter mengakibatkan bahwa arbiter atau
para arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan
mengikat.
• Seorang calon arbiter yang diminta oleh salah satu pihak untuk duduk dalam majelis
arbitrase, wajib memberitahukan kepada para pihak tentang hal yang mungkin akan
mempengaruhi kebebasannya atau menimbulkan keberpihakan putusan yang akan
diberikan.
• Dalam hal arbiter yang telah menerima penunjukan atau pengangkatan, menyatakan
menarik diri, maka yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan secara tertulis
kepada para pihak.
• Dalam hal para pihak dapat menyetujui permohonan penarikan diri, maka yang
bersangkutan, dapat dibebaskan dari tugas sebagai arbiter.
• Dalam hal permohonan penarikan diri tidak mendapat persetujuan para pihak,
pembebasan arbiter ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
• Dalam hal arbiter atau majelis arbitrase tanpa alasan yang sah tidak memberikan
putusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, arbiter dapat dihukum untuk
mengganti biaya dan kerugian yang diakibatkan karena kelambatan tersebut kepada
para pihak.
• Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun
atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk
menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbitrase, kecuali dapat dibuktikan
adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut. (Contoh kasus: Putusan Perkara No.
454/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel tertanggal 18 Mei 2016. Dalam perkara tersebut Majelis
Arbitrase telah digugat. Di dalam putusanya dinyatakan Majelis Arbitrase telah
melakukan perbuatan melawan hukum dan dihukum untuk membayar ganti rugi
immateril sebesar Rp 100.000.000,- secara tanggung renteng.)
• Dalam hal selama pemeriksaan sengketa berlangsung, arbiter meninggal dunia, tidak
mampu, atau mengundurkan diri, sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya,
seorang arbiter pengganti akan diangkat dengan cara sebagaimana yang berlaku bagi
pengangkatan arbiter yang bersangkutan.
• Biaya arbitrase meliputi: honorarium arbiter, biaya perjalanan dan biaya lainnya
yang dikeluarkan oleh arbiter, biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam
pemeriksaan sengketa, dan biaya administrasi.
• Dalam hal tuntutan hanya dikabulkan sebagian, biaya arbitrase dibebankan kepada
para pihak secara seimbang.
• Terhadap arbiter dapat diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup alasan dan
cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan
tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil putusan.
• Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula dilaksanakan apabila terbukti
adanya hubungan kekeluargaan, keuangan atau pekerjaan dengan salah satu pihak
atau kuasanya.
• Hak ingkar terhadap arbiter yang diangkat oleh Ketua Pengadilan Negeri diajukan
kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
• Hak ingkar terhadap arbiter tunggal diajukan kepada arbiter yang bersangkutan.
• Hak ingkar terhadap anggota majelis arbitrase diajukan kepada majelis arbitrase yang
bersangkutan.
• Arbiter yang diangkat tidak dengan penetapan pengadilan, hanya dapat diingkari
berdasarkan alasan yang baru diketahui pihak yang mempergunakan hak ingkarnya
setelah pengangkatan arbiter yang bersangkutan.
• Pihak yang berkeberatan terhadap penunjukan seorang arbiter yang dilakukan oleh
pihak lain, harus mengajukan tuntutan ingkar dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diketahui hal tersebut.
• Tuntutan ingkar harus diajukan tertulis, baik kepada pihak lain maupun kepada
pihak arbiter yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan tuntutannya.
• Dalam hal tuntutan ingkar yang diajukan oleh salah satu pihak disetujui oleh pihak
lain, arbiter yang bersangkutan harus mengundurkan diri dan seorang arbiter
pengganti akan ditunjuk.
• Dalam hal tuntutan ingkar yang diajukan oleh salah satu pihak tidak disetujui oleh
pihak lain dan arbiter yang bersangkutan tidak bersedia mengundurkan diri, pihak
yang berkepentingan dapat mengajukan tuntutan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang putusannya mengikat kedua pihak, dan tidak dapat diajukan perlawanan.
• Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri memutuskan bahwa tuntutan beralasan, seorang
arbiter pengganti harus diangkat dengan cara yang berlaku untuk pengangkatan
arbiter yang digantikan.
• Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri menolak tuntutan ingkar, arbiter melanjutkan
tugasnya.
• Dalam hal selama pemeriksaan sengketa berlangsung, arbiter meninggal dunia, tidak
mampu, atau mengundurkan diri, sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya,
seorang arbiter pengganti akan diangkat dengan cara sebagaimana yang berlaku bagi
pengangkatan arbiter yang bersangkutan.
• Tugas arbiter berakhir karena:putusan mengenai sengketa telah diambil, jangka waktu
yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau sesudah diperpanjang oleh para pihak
telah lampau, dan para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter.
• Meninggalnya salah satu pihak tidak mengakibatkan tugas yang telah diberikan
kepada arbiter berakhir.
• Jangka waktu tugas arbiter ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
meninggalnya salah satu pihak.
• Dalam hal arbiter meninggal dunia, dikabulkannya tuntutan ingkar atau pemberhentian
seorang atau lebih arbiter, para pihak harus mengangkat arbiter pengganti.
• Apabila para pihak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari tidak mencapai
kesepakatan mengenai pengangkatan arbiter pengganti, maka Ketua Pengadilan
Negeri atas permintaan dari pihak yang berkepentingan, mengangkat seorang atau
lebih arbiter pengganti.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut terdapat juga kelemahan dari arbitrase yaitu sebagai
berikut:
1. Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk memberikan
keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
2. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka perlu perintah
pengadilan untuk melaksanakan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut.
3. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing masih menjadi
hal sulit.
4. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah perusahaan-
perusahaan besar, oleh karena itu untuk mempertemukan kehendak para pihak yang
bersengketa dan membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah.
• Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk
mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam
perjanjiannya ke Pengadilan Negeri (Pasal 11 (1) UU Arbitrase).
• Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ditetapkan dalam UU ini (Pasal 11 (2) UU Arbitrase).
CURRICULUM VITAE
JAMASLIN JAMES PURBA, S.H., M.H.
Alamat
Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS
Wisma Nugra Santana, 8th Floor, Suite 807
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8
Jakarta 10220 INDONESIA
Telephone : (62-21) 570 3844
Facsimile : (62-21) 570 3846
Mobile : +6281218706955
Email : jpplawfirm@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1992 Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dengan
predikat Cum Laude.
2013 Lulus Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
RIWAYAT PEKERJAAN
• Tahun 1993:
Junior lawyer pada Law Firm GEORGE WIDJOJO & PARTNERS, Jakarta
• Tahun 1994-1996:
Associate lawyer at LAW FRIM AMROOS & PARTNERS, JAKARTA
• Tahun 1996 - 1999:
Senior associate lawyer pada Law Firm MAKARIM & TAIRA S., Jakarta
• Tahun 1999 -2002 :
Senior Litigation Lawyer pada Law Firm HOTMAN PARIS & PARTNERS Jakarta
• December 2002: Mendirikan Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS
SERTIFIKASI:
1. Lisensi Advokat PERADI tahun 1995
Kegiatan AKADEMIS :
1. Pengajar Seminar Hukum Bisnis (Kepailitan dan PKPU) di Pasca Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Kampus Jakarta
2. Pengajar Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) khusus Kepailitan dan PKPU di
berbagai Universitas, antara lain : Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara,
Universitas Padjajaran, Universitas Sumatera Utara, Universitas Atmajaya Yogyakarta,
Universitas Bhayangkara, Universitas Islam As-Syafiiyah, PKPA BARESKRIM POLRI-
PERADI, Universitas Kristen Maranatha, Bandung , Universitas Kristen Indonesia,
Universitas Kartini Surabaya, Universitas Janabadra Yogyakarta, Universitas
Muhammadiyah Mataram, Universitas Pamulang, Universitas Negeri Semarang.
3. Pengajar pada Pendidikan Kurator dan Pengurus di Asosiasi Kurator dan Pengurus
Indonesia (AKPI) sejak 2014
Pengalaman Organisasi:
- Tahun 2010 - 2013: Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Pusat.
- Tahun 2010 - 2015: Pengurus Dewan Pimpinan Pusat AAI.
- Tahun 2013 -2018: Ketua DPC PERADI JAKARTA PUSAT.
- Tahun 2010 - 2015: Pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI
- Tahun 2015-2020 : Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI
- Tahun 2013 -2019 : Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)
Tahun Tahun 2018 -2023: Sekretaris Umum Keluarga Alumni FH UGM (KAHGAMA)
- Tahun 2019-2022: Ketua Dewan Penasehat AKPI
- Tahun 2016 - sekarang Ketua Umum PERADI Football Club (PERADI FC).
=============================