Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan Agama adalah salah satu peradilan yang menjalankan


kekuasaan kehakiman di Indonesia yang berfungsi menyelesaikan perkara
perdata tertentu di kalangan umat Islam Indonesia. Sedangkan
kedudukannya terutama di era reformasi ini mencapai puncak
kekokohannya pada tahun 2001, saat disepakatinya perubahan ketiga UUD
1945 oleh MPR. Dalam pasal 24 UUD 1945 hasil amandemennya secara
ekspelisit dinyatakan bahwa lingkungan Peradilan Agama disebutkan
seabagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia, bersama
lingkungan peradilan lainnya di bawah Mahkamah Agung.

Penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah (perbankan syari’ah) di


Pengadilan Agama terdapat dua jalur, pertama, jalur perdamaian dan
kedua jalur mediasi. Dalam hal proses persidangan hendaknya
memperhatikan bahwa perkara perbankan syari’ah tersebut tidak termasuk
klausula arbitrase dan tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
Kemudian acuan sumber hukum dalam proses penyelesaiannya harus
mengacu kepada hukum acara perdata KUHPerdata, dan sumber hukum
lainnya seperti peraturan perundang-undangan perbankan syari’ah, ,
kebiasaan-kebiasaan di bidang ekonomi syari’ah, fatwa-fatwa DSN,
yurisprudensi, dan doktrin, yang semuanya itu dapat dilihat dalam
pembahasan berikut ini.

B. Rumusan Masalah
1. Latar belakang ?
2. Keperluan pembentukan badan arbitrase islam ?
3. Landasan hukum ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar belakang

Asas prakarsa majelis ulama indonesia pada tanggal 1 mei 19992


beroperasilah bank muamalah indoesia (BMI) langkah ini disusul dengan
berdirinya sekitar 78 bank perkredita rakyat syariah BPRS) dikecataman
diberbagai wilayah indonesia. Sebagaimana telah digariskan, dengan baik
BMI maupun BPRS harus menjalankan kegiatannya berdasarkan syariah.
Dengan demikian, menurut hukum hubungan yang terjadi antara BMI dan
BPRS pada satu pihak dan para nasabahnya masing-masing, atau pihak-pihak
lain yang menggunakan jasa bank-bank tersebut,, harus didasarkan pada
syariah islam.

Pola hubungan yang didasarkan pada keinginan untuk menegakkan sistem


syariah tersebut diyakini sebagai pola hubungan yang kokoh anytara bank dan
nasabah. Kalaupun terjadi perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran
maupun dalam pelaksanaan isi perjanjian, kedua pihak akan berusaha
menyelesaikannya secara musyawarah menurut ajaran islam.

Sungguhpun demikian, tetap saja ada kemungkinan perselisihan yang


tidak dapat diselesaikan secara musyawarah. Terjadinya keadaan seperti itu
dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dalam kehidupan dunia ekonomi,
haruslah diantisipasi dengan cermat.

Untuk mengatisipasi kemungkinan tersebut, masyarakat bank-bank syariah


baik (BMI maupun BPRS) serta para pengguna jasanya menyadari bahwa
lembaga peradilan yang ada. Terlebih bahwa lembaga peradilan yang sekarang
ada memiliki dasar-dasar hukum penyelesaian perkara yang berbeda dengan
yang dikehendaki pihak-pihak yang terkait dalam akad syariah.

Pengadilan negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum


bagi penyelesaian perkara seperti itu, sedangkan wewenang pengadilan agama

2
telah dibatasi Undang-undang No. 7 tahun 1989. Intitusi ini hanya dapat
memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menyangkut perkawinan,
warisan, waqaf, hibah, dan sedekah. Peradilan agama tidak dapat memeriksa
dan mengadili perkara-perkara diluar kelima bidang tersebut.

B. Keperluan pembentukan badan arbitrase islam

Berdasarkan latar belakang diatas, kepentingan untuk membentuk lembaga


permanen yang permanen yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan
terjadinya sengketa perdata diantara bank-bank syariah dengan para nasabah,
sudah sangat mendesak. Apalagi, kehadiran bank-bank syariah dengan segala
kegiatannya yang didasarkan atas syariah merupakan sesuatu yang legal di
negara republik indonesia ini, atas dasar undang-undang No. 7 tahun 1992
yang kemudian disempurnakan menjadi menjadi UU No. 10/1998 tentang
perbankan.

Sebagaimana peranannya dalam mendirikan bank muamalat indonesia


yang lalu, mejelis ulama indonesia diharapkan juga untuk memprakarsai
badan arbitrase muamalat indonesia BAMUI. Hal demikian kiranya akan
dapat mendukung pertumbuhan bank syariah yang mulai marak dewasa ini.
Separangkat konsep pun telah disusun unntuk kepentingan tersebut. Perangkat
itu menyangkut rancangan akta pendirian yayasan bagi pendirian lembaga
tersebut, yang didalamnya memuat anggaran dasar lembaga dimaksud.
Rancangan anggaran rumah tangga yang merupakan kelengkapan anggaran
dasar yayasan serta rancangan peraturan prosedur arbitrase, bila telah disahkan
akan berlaku baik bagi para wasit dalam melaksanakan tugasnya
menyelesaikan perkara-perkara maupun bagi para calon pengguna jasa
lembaga dimaksud.

C. Landasan hukum
1. Pasal 1338 KUHP , Sebelum Hukum Terbuka
Pada pasal 1338 kitab undang-undang hukum perdata (HUKP)
menyatakan “semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang

3
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakan kedua belah pihak
atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian
harus dilaksanakan dengan baik.
Dari ketentuan pasal tersebut seluruh pakar hukum sepakat
menyimpulkan bahwa dalam hal hukum perjanjian, hukum positif (hukum
yang berlaku) di indonesia menganut sistem “terbuka” Ketentuan pasal
tersebut seluruh pakar hukum sepakat menyimpulkan bahwa dalam
Hukum Perjanjian hukum positif atau hukum yang berlaku di Indonesia
menganut sistem terbuka artinya setiap orang bebas untuk membuat
perjanjian apa dan bagaimana pun juga sepanjang pembuatannya
dilakukan sesuai dengan undang-undang dan isinya tidak bertentangan
dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan
Termasuk dalam pengertian “bebas” di sini tidak saja menyangkut
isi (materinya) namun juga yang menyangkut “Bagaimana cara
menyelesaikan perselisihan yang terjadi atau mungkin akan terjadi”.
2. Pasal 14 UU nomor 14 tahun 1970

Sejalan dengan berlakunya sistem atau asas tersebut pasal 14


undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok kekuasaan
kehakiman menyatakan hal berikut:

a. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu


perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak atau kurang
jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili nya.
b. Dalam ayat 1 tidak menutup kemungkinan untuk melakukan usaha
penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
Dari ketentuan yang termaktub dalam pasal 14 ayat 2 tersebut jelas
keberadaan lembaga yang bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan
yang mungkin terjadi diantara dua pihak yang mengadakan perjanjian
sepanjang hari itu disetujui oleh kedua belah pihak secara sah diakui di
negara kita dalam praktek lembaga dimaksud ada yang menamakannya

4
peradilan wasit atau wasit saja dan ada pula yang menambahkan badan
arbitrase.
Pada masa penjajahan Belanda dahulu bahkan bagi mereka yang
tunduk pada hukum perdata barat telah diadakan ketentuan-ketentuan
khusus tentang arbitrase ini sebagaimana yang yang dimuat dalam
pasal 615 sampai dengan pasal 651 reglement op de rechtsvordering
atau RV, yakni reglemen acara perdata yang berlaku di raad van
justitie atau badan peradilan bagi gologan eropa (S.1847-52 jo 1849-
63)
3. Pactum De Compromittendo
Ketentuan yang tercantum dalam pasal 615 RV penetapan
penunjukan atau pengangkatan musim dapat dilakukan oleh para pihak
yang berselisih sesudah selisih atau sengketa itu terjadi. akan tetapi
petunjuk itu dapat pula ditetapkan di dalam perjanjian bahwa apabila di
kemudian hari terjadi perselisihan atau persengketaan diantara kedua
belah pihak kedua belah pihak telah menetapkan wasit yang diminta untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi tersebut. Itu
Dengan demikian dalam hal yang tersebut terakhir ini para pihak
telah menetapkan seseorang atau sesuatu badan wasit untuk menyelesaikan
sengketa yang mungkin terjadi di kemudian hari. di dalam praktik
maupun menurut ilmu hukum cara pertama disebut akta kompromi
sedangkan cara kedua disebut “pactum de compromittendo”.
4. Dua Jenis Wasit
Kita mengenal ada dua jenis positif yaitu wasit yang bersifat ad
hoc dan Wasit yang bersifat permanen
a. Wasit Ad Hoc
Ini adalah wasit yang bekerja secara insidental guna menyelesaikan
sesuatu sengketa karena diminta atau ditunjuk oleh dua belah pihak
yang bersengketa. Wasit Ad hoc tidak melembaga dan tidak bersifat
tetap.
b. Wasit Permanen

5
Wasit bersifat melembaga dan dan bekerja secara tetap guna
menyelesaikan sengketa yang telah diminta atau mungkin akan terjadi
bila hal itu diminta para pihak yang bersangkutan. dengan perkataan
lain, wasit permanen adalah suatu badan yang menyiapkan diri
melayani masyarakat yang membutuhkan untuk mendapatkan
penyelesaikan perkara perdata secara perdamaian.
5. Lembaga Pemberi Pendapat Yang Bersifat Final
Selain berfungsi sebagai penyelesaian perkara perdata secara
perdamaian, wasit ( biasanya wasit permanen) juga berfungsi sebagai “
lembaga pemberi pendapat yang bersifat final” dalam hal-hal para pihak
yang mengadakan perjanjian tidak sependapat mengenai penafsiran atas
makna, maksud, atau isi dari suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak-
pihak yang bersangkutan atau bagian-bagiannya.
Dengan demikian, apabila ada dua pihak yang mengadakan
perjanjian dan mereka berselisih pendapat Makna atau maksud dari suatu
istilah yang termuat Mat di dalam perjanjian itu misalnya Kedua belah
pihak dapat meminta kepada suatu lembaga “ wasit permanen” untuk
memberikan pendapatnya. pendapat itu, bagi mereka yang berselisih,
akan diterima sebagai pendapat final.
6. Penyelesaian Sengketa Secara Damai
Berdasarkan ketentuan yang termaktub di dalam pasal 616 RV,
penyelesaian sengketa perdata secara perdamaian Dapat dibenarkan untuk
semua masalah perdata, kecuali yang secara tegas dilarang, yakni
pemberian dan hibah wasiat untuk keperluan hidup perumahan atau
pakaian tentang pemisahan antara suami dan istri, baik karena perceraian
maupun pisah meja dan tempat tidur, dan pemisah harta benda tentang
perselisihan yang menyangkut status seseorang, demikian juga tentang
sengketa-sengketa lain yang tidak diizinkan anne-marie lakukannya
perdamaian menurut ketentuan undang-undang.
7. Syarat Wasit

6
Pada prinsipnya Tiap orang yang dapat diangkat sebagai wasit
asalkan Iya dapat menerima atau ditetapkan sebagai kuasa. demikian
yang ditetapkan di pasal 617 alenia pertama RV.
Tentang larangan wanita Untuk diangkat sebagai wasit bagaimana
ditentukan pada alinea kedua batang tersebut, ini kita mengecap hal di
badan peradilan negara, baik di lingkungan pengadilan negeri maupun
pengadilan agama yang tidak melarang diangkatnya para hakim wanita.
8. Putusan Wasit
Perihan putusan wasit RV antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:
a. Pasal 631
Para wasit menjatuhkan putusan menurut aturan-aturan hukum,
kecuali jika menurut kompromi, mereka Diberi wewenang untuk
memutus berdasarkan keadilan.
b. Pasal 632
Putusan ini memuat hal-hal berikut
Nama kecil dan nama para pihak; kesimpulan akhir tentang
keterangan-keterangan masing-masing pihak dasar pertimbangan dan
keputusan. dalam putusan itu dicantumkan hari dan tempat dimana
putusan itu dijatuhkan dan ditandatangi oleh setiap wasit.
c. Pasal 633
Bila bagian minoritas menolak untuk menandatangani, para wasit
yang lain menyebutkan hal itu dan putusan itu mempunyai kekuatan
yang sama seperti Ditandatangani Semua wasit.
d. Pasal 634
Dalam waktu 14 Hari Untuk Jawa dan Madura, dapat mungkin i
dalam waktu 3 bulan an untuk tempat-tempat lain yang termasuk
dalam daerah hukum Raad van justitie di Jawa, terhitung sejak hari
putusan an, surat putusan aslinya oleh eh salah seorang yang dari para
wasit atau seorang pengacara yang dikuasakan oleh mereka dengan
akta otentik, diserahkan kan anne-marie kepaniteraan Raad van justitie
yang daerah hukumnya meliputi tempat di mana putusan itu diambil.

7
Akta penyerahan ditulis pada bagian bawah atau pinggir dari surat
putusan asli yang diserahkan dan dan ditandatangani oleh panitera dan
juga oleh pihak yang menyerahkan. panitera membuat akta itu dari
para wasit, tidak boleh ditarik biaya atau itu, itu demikian persekot,
tetapi biaya itu harus dibayar oleh para pihak sendiri atau ditagih dari
mereka.
Sebagai catatan, Raad van justitie adalah pengadilan negeri yang
tidak dibedakan lagi antara Jawa- Madura dengan daerah lainnya. nya
dengan demikian, tenggang waktu pendaftaran atau penyerahan utusan
di seluruh daerah sama saja yakni 14 Hari .
e. Pasal 635
Wasit diwajibkan untuk menyerahkan, bersama putusannya, akta
asli pengangkatannya atau turunan otentiknya di kepaniteraan.
f. Pasal 636
Terhadap putusan para wasit, bagaimanapun sifatnya, tidak dapat
dilakukan perlawanan.
g. Pasal 637
Putusan para wasit dilaksanakan atas kekuatan surat perintah dari
ketua Raad van justitie ( baca: Ketua pengadilan negeri). hal itu
dicantumkan di atas surat putusan asli dan disalin pada turunan yang
dikeluarkan.
h. Pasal 638
Bila suatu perkara, yang diputus oleh Hakim biasa pada tingkat
pertama, pada tingkat banding diserahkan kepada para wasit, maka
putusannya diserahkan di kepaniteraan majelis hakim yang seharusnya
memeriksa perkara itu pada tingkat banding (baca; Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan) dan surat perintah diberikan oleh ketua Majelis itu
(baca; ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan).
i. Pasal 639

8
Putusan wasit yang dilengkapi dengan surat perintah dari ketua
Raad van justitie (baca; ketua pengadilan negeri) yang berwenang,
yang dilaksanakan menurut cara pelaksanaan biasa.
j. Pasal 648
Kematian salah satu pihak tidak menghentikan akibat dari
kompromi atau perjanjian seperti tersebut dalam ayat terakhir dari
pasal 615 (baca; pactum compromittendo)  kekuasaan dari para wasit
tidak juga dianggap ditarik kembali karenanya.
Akan tetapi,  jalannya jangka jangka waktu dari kompromi
terhadap para ahli waris yang meninggalkan dunia,  ditunda sampai
berakhirnya jangka waktu untuk pencatatan harta peninggalan dan
untuk berpikir-pikir.

k. Pasal 649
Tugas wasit Berakhir dengan dijatuhkannya putusan
l. Pasal 650

Tugas tersebut juga berakhir bila:

 Jangka waktu yang ditentukan dalam kompromi atau yang


diperpanjang oleh para pihak selama perkara masih bergantung,
telah terlewati.
 Setelah lewat 6 bulan, sejak ditandatangan akta penerimaan, bila
tidak ditentukan jangka waktu lain.
 Dengan ditariknya kembali para wasit atas kesepakatan masing-
masing pihak.
m. Pasal 651

Tugas para wasit berakhir pula karena kematian, keberatan


terhadapnya yang diterima, atau pemecatan seorang atau lebih dari
mereka.

9
Bila diperjanjikan sebaliknya, maka dalam hal-hal tersebut, atau
oleh para pihak, atau jika diantara mereka tidak terdapat kata sepakat,
atas tuntunan salah satu kedua belah pihak, oleh hakim seperti ditunjuk
dalam pasal 619, diangkat wasit-wasit baru, dengan tugas untuk
melanjutkan pemeriksaan berdasarkan akta-akta terakhir.

9. Secara garis besar, RV telah mengatur bagaimana cara penunjukan atau


pengangkatan wasit, bagaimana putusan wasit diambil, bagaimana pula
"nilai putusan wasit", dan bagaimana cara melaksanakan putusan wasit,
serta kapan berakhirnya tugas wasit

Bila diteliti, penyelesaian perkara perdata melalui cara perdamaian


ini akan jauh lebih paktis dan cepat. Selain itu, "hukum apa" yang akan
diterapkan guna menyelesaikan perselisihan pun dapat pula menjadi
pilihan dan pihak yang bersengketa Dalam arti, mereka dapat
menyerahkannya kepada para wasit vang akan memutuskan perselisihan
mereka sebagai manusia-manusia baik berdasarkan keadilan (dihat Pasal
631).

10. Ada yang mempertanyakan, apakah ketentuan-ketentuan yang tercantum


dalam RV itu pada saat ini masih berlaku, sedangkan Hukum Acara
Perdata yang berlaku di badan-badan peradilan kite sekarang bukan lagi
RV? Selain Hukum Acara Pidana sebagaimana telah berlaku UU No. 8
tahun 1981 tentang KUHAP, pada badan-badan peradilan kita masih
belum diterbitkan undang-undang nosional dalam perdata. Karenanya, di
lingkungan peradilan perdata, RV masih tetap berlaku atau sohidaknya
dipedomani.

Hukum Acara Perdata yang berlaku di badan-badan peradilan


adalah sebagaimana yang berlaku pada zaman Hindia Belanda dahulu,
khususnya ND (HIR - Reglement Indonesia yang diperbarui untuk Jawa
dan Madura) serta RBG untuk di luar Jawa Madura

10
Apabila ada hal-hal yang tidak diatur di dalam HIR RBG, hal-hal
yang diatur di dalam RV dapat dijadikan pedoman. Dengan demikian,
karena masalah arbitrase atau perwasitan tidak diatur di dalam HIR atau
RBG segala yang tercanrim di dalam Reglement op de Rechtsvordering
tetap berlaku sebagai pedonan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah (perbankan syari’ah) di
Pengadilan Agama terdapat dua jalur, pertama, jalur perdamaian dan
kedua jalur mediasi. Dalam hal proses persidangan hendaknya
memperhatikan bahwa perkara perbankan syari’ah tersebut tidak termasuk
klausula arbitrase dan tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
Kemudian acuan sumber hukum dalam proses penyelesaiannya harus
mengacu kepada hukum acara perdata KUHPerdata, dan sumber hukum
lainnya seperti peraturan perundang-undangan perbankan syari’ah.

Kepentingan untuk membentuk lembaga permanen yang permanen


yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa
perdata diantara bank-bank syariah dengan para nasabah, sudah sangat
mendesak. Apalagi, kehadiran bank-bank syariah dengan segala
kegiatannya yang didasarkan atas syariah merupakan sesuatu yang legal di
negara republik indonesia ini, atas dasar undang-undang No. 7 tahun 1992
yang kemudian disempurnakan menjadi menjadi UU No. 10/1998 tentang
perbankan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec., Bank Syariah Dari Teori


Ke Pabrik , (Jakarta 2001)

13

Anda mungkin juga menyukai