Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu misi syari’at adalah hifzun nasl, yakni terpeliharanya


kesucian keturunan manusia sebagai pemegang amanah khalifah fi ardli.
Anak adalah amanat dan sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya
sebagai amanat, maka yang menerima harus memelihara amanat itu, yang
bentuk pemeliharaannya antara lain memberikan jaminan masa depannya
yang lebih baik, seperti mendidiknya, mencerdaskannya, dan menentukan
nasabnya jika asal usulnya tidak jelas, pendek kata , memelihara anak
tersebut dari segala penderitaan dunia dan akhirat, terhindar dari
kemiskinan iman, harta dan ilmu pengetahuannya, Allah secara umum
mengingatkan manusia dengan Firmannya dalam surat At-Tahrim ayat 8.

Mempelajari bab tentang hadhanah (pemeliharaan anak)


merupakan suatu hal yang sangat penting, oleh sebab itu materi ini
sangatlah penting dibahas dan dipahami secara mendalam. Karena materi
tentang hadhanah (pemeliharaan anak) akan menjadi bekal untuk
kehidupan yang akan mendatang.

Hadhanah hampir sama dengan pendidikan, akan tetapi berbeda


maksudnya. Dalam hadhanah, terkandung pengertian pemeliharaan
jasmani dan rohani disamping terkandung pula pengertian pendidikan,
hadhanah dilaksanakan dan dilakukan oleh keluarga si anak, kecuali jika
anak tersebut tidak mempunyai keluarga serta ia bukan professional, maka
dilakukan oleh setiap ibu, serta anggota kerabat yang lainnya. Sedangkan
pendidikan, yang diasuh mungkin saja terdiri dari keluarga si anak dan
mungkin pula bukan dari keluarga si anak dan iya (pengasuh) merupakan
pekerjaan professional. Hadhanah merupakan hak dari hadhin, sedangkan
pendidikan belum tentu merupakan hak dari pendidikan.

1
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Pengertian Hadhanah?
2. Bagaimana Dasar Hukum Hadhanah?
3. Syarat-Syarat dan Rukun Hadhanah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HADHANAH.

Hadhanah menurut bahasa adalah al-Janbu berarti erat atau dekat.


Sedangkan menurut istilah laki-laki atau perempuan yang masih kecil dan
belum dapat mandiri, menjaga kepentingan anak, melindungi dari segala
yang membahayakan dirinya, mendidik rohani dan jasmani serta akalnya
supaya si anak dapat berkembang dan dapat mengatasi persoalan hidup
yang akan dihadapinya.1

Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditunjukan untuk


maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan
Hadhanah atau Kafalah dalam arti sederhana ialah “pemeliharaan” atau
“pengasuhan”. Dalam arti yang lebih lengkap adalah pemeliharaan anak
yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini dibicarakan
dalam fiqh karena secara praktis antara suami dan istri telah terjadi
perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan bantuan ayah atau ibunya.2

Sedangkan hadhanah menurut para ulama ialah:

1. Assayid Ahmed bin Umar Asy-Syatiri dalam kitabnya Alya


Qutun Nafis hal. 174 mengatakan: “Hadhanah menurut
syara’ ialah memelihara atau menjaga seseorang (anak)
yang belum bias mandiri dengan segala halnya dan
mendidiknya (mengajarkan) sesuatu yang diperbaikinya.”3
2. H. Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqih Islam hal. 403
mengatakan: Hadhanah ialah menjaga, memimpin dan

1
Hakin Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 2000), hlm. 224

2
Prof.DR.Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana 2007) hlm.327-328

3
M. Mahdil Mawahib, Fiqih Munakahah, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), 53

3
mengatur segala hal anak-anak yang belum dapat menjaga
dan mengatur dirinya sendiri.4

Dari sini hadhanah dijadikan istilah yang maksudnya: “pendidikan


dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri
mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.”

Para ulama fiqih mendefinisikan hadhanah sebagai tindakan


pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyis, menyediakan
sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang
menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar
mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung
jawabnya.5

B. DASAR HUKUM HADHANAH.

Para ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya


adalah wajib, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam
ikatan perkawinan. Adapun dasar hukumnya mengikuti umum pemerintah
Allah SWT untuk membiayai anak dan istri dalam firman Allah pada surat
al-Baqarah ayat 233:

“Adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkan dan pakaian untuk


anak istrinya” Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya
berlaku selama ayah dan ibu masih terikatan dalam tali perkawinan saja,
namun juga berlanjut setelah terjadinya perceraian.

Firman Allah Swt. QS Al-Tahrim : 6.

ٌ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا َأنفُ َس ُك ْم َوَأ ْهلِي ُك ْم نَارًا َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َماَل ِئ َكةٌ ِغاَل ظ‬
‫ِشدَا ٌد اَّل يَ ْعصُونَ هَّللا َ َما َأ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُونَ َما يُْؤ َمرُون‬

4
Ibid., 54

5
Tahami dan Sohari Sahrani, Fiqih, 215

4
“hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS Al-
Tahrim [66]: 6).

Mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab


mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil
kepada bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang
masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan
urusannya, dan orang yang mendidiknya. Dalam kaitan ini, terutama
ibunyalah yang berkewajiban melakukan hadhanah. Rosulullah Saw
bersabda, yang artinya: “Engkaulah (ibu) yang berhak terhadap anaknya”.

Pendidikan yang lebih penting adalah pendidikan anak dalam


pangkuan orang tuanya, karena dengan adanya pengawasan dan perlakuan
akan dapat menumbuhkan jasmani dan akalnya, membersihkan jiwanya,
serta mempersiakan diri anak dalam menghadapi kehidupannya di masa
yang akan datang.6

C. SYARAT DAN RUKUN HADHANAH.

Pemeliharaan atau pengasuh anak itu berlaku antara dua unsure


yang menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh
disebut hadhin dan anak yang diasuh atau madhun. Keduanya harus
memenuhi syarat yang ditentukan untuk wajib dan sahnya tugas pengasuh
itu. Diisyratkan hal-hal sebagai berikut:

a) Sudah Dewasa

b) Berpikiran Sehat

c) Beragama Islam

d) Adil dalam arti menjalankan agama secara baik

e) Mampu Mendidik
6
Ibid., 216

5
f) Amanah

g) Merdeka

Adapun syarat untuk anak yang akan diasuh (madhun) itu adalah:

a) Ia masih dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri sendiri dalam
mengurus hidupnya sendiri.

b) Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena itu tidak
dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa dan sehat sempurna akalnya
tidak boleh berasa di bawah pengasuhnya siapapun.

Bila kedua orang tua si anak masih lengkap dan memenuhi syarat
maka yang paling berhak melakukan hadhanah atas anak adalah ibu.
Alasannya adalah ibu lebih memiliki kasih sayang dibandingkan ayah,
sedangkan dalam usia yang sangat muda itu lebih dibutuhkan kasih
sayang. Bila anak berada dalam asuhan seorang ibu, maka segala biaya
yang diperlukan itu tetap berada dibawah tanggung jawab si ayah. Hal ini
sudah merupakan pendapat yang disepakati oleh ulama.

Bila anak laki-laki telah melewati masa kanak-kanak yaitu


mencapai usia tujuh tahun, yang dalam fiqh dinyatakan sebagai
mumayyiz, dan dia tidak idiot, antara ayah dan ibu berselisih dalam
memperebutkan hak hadhanah, maka si anak diberi hak pilih antara tinggal
bersama ayah atau ibunya untuk pengasuhan selanjutnya. Inilah pendapat
sebagian ulama diantaranya Imam ahmad dan Syafi’i.

Bila bertemu kerabat dari pihak ibu dan dari pihak ayah dan
mereka semuanya memenuhi syarat yang ditentukan untuk melaksanakan
hadhanah maka urutan yang berhak menurut yang dianut oleh kebanyakan
ulama adalah:

a) Ibu ,ibunya ibu dan seterusnya keatas, karena mereka menduduki


kedudukan ibu, kemudian

6
b) Ayah, ibunya ayah dan seterusnya keatas, karena mereka menduduki
tempat ayah.

c) Ibunya kakek melalui ibu, kemudian ibunya dan seterusnya keatas.

d) Ibunya kakek melalui ayah, dan sterusnya keatas.

e) Saudara-saudara perempuan ibu.

f) Saudara-saudara perempuan dari ayah.

BAB III
PENUTUP
1) KESIMPULAN.

7
“Hadhanah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti antara
lain: hal memelihara, mendidik, mangatur, mengurus segala kepentingan
atau urusan anak-anak yang belum mumayyiz (belum dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk).

Mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab


mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil
kepada bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang
masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan
urusannya, dan orang yang mendidiknya.

Orang yang melakukan hadhanah haruslah mempunyai rasa kasih


sayang, kesabaran, dan mempunyai keinginan agar anak itu menjadi baik
(shaleh) dikemudian hari. Disamping itu, ia juga harus mempunyai waktu
yang cukup untuk melakukan tugas itu. Dan orang yang memiliki syarat-
syarat itu adalah seorang wanita. Oleh sebab itu yang lebih berhak
mengasuh anak adalah ibu. Dan dalam urutan orang yang berhak
melakukannya kerabat Ibulah yang lebih berhak dan didahulukan untuk
mengasuh anak dari pada kerabat dari ayah.

Adapun Syarat-syarat hadhanah atau hadhin adalah sebagai berikut:


1. Berakal sehat
2. Dewasa atau baligh
3. Mampu mendidik
4. Amanah dan berbudi
5. Orang yang tetap dalam Negri anak didikannya

DAFTAR PUSTAKA

Hakin Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 2000), hlm.
224

8
Prof.DR.Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana 2007)
hlm.327-328

M. Mahdil Mawahib, Fiqih Munakahah, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), 53

Tahami dan Sohari Sahrani, Fiqih, 215.

Anda mungkin juga menyukai