Anda di halaman 1dari 68

PERANAN BIMBINGAN PENGASUH DALAM MEMBENTUK KECERDASAN

SPIRITUAL PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN PUTRI AISYIYAH JEMBER

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Achmad Siddiq Jember Untuk
memenui salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) Fakultas
Dakwah Prograrm Studi Bimbingan dan Konseling Islam

Oleh :

Ahmad Rival Ardiansyah


NIM: 204103030040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS DAKWAH
DESEMBER 2023
A. Konteks Penelitian

Anak merupakan pewaris dari generasi tua yang menjadi tumpuan

keluarga, bangsa dan agama. Dalam keluarga anak akan terbentuk

kepribadiannya. Anak-anak kelak akan hidup sesuai dengan norma-norma

yang telah diperoleh. Masa kecil anak adalah masa yang sangat

menentukan, karena itu masa kecil yang tidak bahagia akan dibawa sampai

dewasa, kebahagiaan masa kecil anak ini biasanya ditemukan dalam

lingkungan keluarga yang harmonis dan baik dalam arti keluarga yang

utuh antara bapak dan ibu.

Kedua orang tua mempunyai peran yang yang sangat besar dalam

membentuk kepribadian anak dalam sebuah keluarga, karena kepribadian

seseorang itu terbentuk dari pengalaman sejak usia dini. Sebagaimana

hadits Nabi saw, yang menyatakan bahwa kedua orang tua memiliki peran

utama dan strategis dalam pendidikan dan pembentukan akhlak anak yaitu:

“Setiap anak yang dilahirkan dalam kedaan fitrah (rasa ketuhanan


dan kecenderungan kepada kebenaran) maka kedua orang tuanya
yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi
(HR. Bukhari)”.1

Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari

orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-

kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini.

Anak adalah amanat Allah Subhanahu Wata’ala. Setiap orang tua

mengiginkan anaknya cerdas, berwawasan luas, bertingkah laku baik,

berkata sopan, dan kelak suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik

1
Zubaidi, Akhlak & Taswuf (Jogjakarta: Lingkar Media, 2015), 31.
dari mereka baik dari aspek kedewasaan pikiran maupun kondisi ekonomi,

maka dari itu dibutuhkan optimalisasi tanggung jawab dan peran dari

orang tua. Meskipun pada dasarnya seorang anak lahir di atas fitrah, akan

tetapi ini tidak berarti kita membiarkannya tanpa pengarahan dan

bimbingan yang baik dan terarah, karena sesuatu yang baik jika tidak

dijaga dan dirawat, ia akan menjadi tidak baik akibat pengaruh faktor-

faktor eksternal. Pendidikan dan pengarahan yang baik terhadap anak

sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir bahkan

sebelum anak tersebut ada di dalam kandungan.

Anak merupakan bagian yang terpenting dalam kelangsungan

hidup manusia karena anak sebagai generasi penerus keluarga. Sejak lahir,

anak telah diperkenalkan dengan aturan norma dan nilai-nilai budaya.

Perkembangan anak dimulai dan terutama berlangsung dari lingkungan

keluarga. Orang tua merupakan lingkungan keluarga yang sangat

berpengaruh kepada anak, karena pada umumnya, pendidikan dasar anak

diperoleh dari lingkungan keluarga sebelum menginjak bangku sekolah.

Orang tua merupakan “first school” yang dianjurkan mampu memotivasi

perkembangan anak secara total, yang mencakup fisik, emosi, intelektual,

spiritual dan religius yang semuanya sangat dibutuhkan adanya

keseimbangan dalam moral anak dan orang tualah yang lebih tahu akan hal

tersebut.

Oleh karena itu, disetiap benak orang tua bercita-cita

menyekolahkan anak-anak mereka supaya berpikir lebih baik, bertingkah


laku sesuai norma dan agama, serta yang paling utama sekolah dapat

mengantarkan anak-anak kepada kesuksesan sesuai dengan profesinya.2

Jadi berbahagialah anak-anak yang mempunyai keluarga atau

orang tua yang utuh karena dengan keadaan tersebut mereka bisa

mendapat perhatian penuh. Sehingga bisa terkontrol perkembangannya

dan bisa diarahkan lagi ke arah yang lebih baik. Namun keadaan tersebut

akan berbeda bagi anak yang tidak mempunyai orang tua secara utuh,

bahkan hidup di panti asuhan. Anak yatim yang kehilangan orang tuanya,

anak korban akibat “broken home” akan menjadi tanggung jawab kita

sebagai umat muslim dan yang menjadi pengasuhnya. Sesuai dengan

undang-undang dasar 1945 yang tercantum pada BAB XIV pasal 34 yang

berbunyi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”3

Sebagai amanat Allah yang dititipkan kepada kedua orang tua anak

pada dasarnya harus memperoleh perawatan, perlindungan serta perhatian

yang cukup dari kedua orang tua, karena kepribadiannya ketika dewasa

akan sangat bergantung kepada bimbingan pada masa kecilnya. Karena

dikeluargalah anak akan membangun pondasi bagi tegaknya kepribadian

yang sempurna, sebab pendidikan yang diperoleh pada masa kecil akan

jauh lebih membekas dalam membentuk kepribadiannya daripada

bimbingan yang diperoleh ketika anak telah dewasa. Dengan demikian

2
Mulyadi Kartanegara, Mozaik Khasanah Islam,Bunga Rampai dari Chicago, (Jakarta Selatan:
Paramadina, 2000), 75.
3
Undang-undang Dasar, 1945, hlm. 2
maka sesungguhnya kedua orang tua itulah yang memiliki tanggung jawab

langsung dan lebih besar terhadap pendidikan anak-anaknya.4

M. Athiyah Al-Abrasyi, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan

dan pengajaran adalah untuk membantu pembentukan akhlak mulia,

pendidikan dan pengajaran bukanlah sekedar memenuhi otak anak didik

dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi mendidik

akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan),

membiyasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan

mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur.

Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.5

Hak memperoleh pendidikan merupakan hal yang sangat penting

dalam Islam. Mendidik anak yatim piatu dengan baik dalam membimbing,

mengarahkan mereka ke hal yang baik dan bermanfaat, dan memelihara

serta memperingatkan mereka agar tidak terjerumus kepada halhal yang

merusak moralnya. Al-Qur’an memberikan perhatian yang amat besar

pada anak yatim piatu. AlQur`an juga memberikan tuntunan dengan

menunjukkan jalan yang dapat ditempuh oleh seorang Muslim dalam

memelihara anak yatim piatu. Hal ini tidak lain agar seorang Muslim tidak

terjebak dalam tata cara pengasuhan yang salah dan dapat menelantarkan

anak yatim piatu. Salah satu cara agar tidak menelantarkan anak yatim

piatu yaitu dengan cara mengasuh mereka sesuai dengan tuntunan Al-

4
Juwariyah, Pendidikan Anak dalam Al-qur`an (Yogyakarta: Teras, 2010), 69.
5
Ahmad, Diklat Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta: Lembaga Pendidikan Pelita Umat, 2010), 22-23
Qur`an. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang memelihara anak yatim piatu

terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 220 :

‫ِل‬ ‫ِا‬ ‫ِا‬ ‫ِخ ِة‬ ‫ِف‬


‫ى الُّد ْنَيا َو اٰاْل َر ۗ َو َيْس َٔـُلْو َنَك َعِن اْلَيٰت ٰم ۗى ُقْل ْص اَل ٌح َّلُه ْم َخ ْيٌر ۗ َو ْن ُتَخ ا ُطْو ُه ْم‬
‫ِا ّٰل‬ ‫ّٰل‬ ‫ِل‬ ‫ِم‬ ‫ّٰل‬ ‫ِا‬
‫َف ْخ َو اُنُك ْم ۗ َو ال ُه َيْع َلُم اْلُم ْف ِس َد َن اْلُم ْص ِح ۗ َو َلْو َش ۤاَء ال ُه َاَلْع َنَتُك ْم َّن ال َه َعِز ْيٌز‬

٢٢٠ ‫َح ِكْيٌم‬

Terjemahnya :
Tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu
(Muhammmad) tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka
mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat
kerusakan dan berbuat kebaikan. Dan Jika Allah menghendaki, niscaya
Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.6

Saat ini kita telah mengenal tiga kecerdasan yang sangat populer

dan sering dibahasdan dibicarakan oleh banyak orang. Ketiga kecerdasan

itu adalah kecerdasan otak (IQ), kecerdaan hati (EQ), dan kecerdasan

spiritual (SQ). Terutama masalah kecerdasan spiritual anak (SQ). SQ

merupakan landasan kecerdasan yang digunakan untuk memfungsikan IQ

dan EQ secara efektif, bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi

manusia. Ketiga kecerdasan tersebut juga memiliki fungsi yang berbeda-

beda sesuai dengan apa yang kita butuhkan di kehidupan dunia ini.

Kecerdasan intelektual itu sangat penting, namun kecerdasan emosi

itu lebih penting, dan kecerdasan spiritual adalah yang paling penting. Para

6
Departemen Agama Republik Indonesia Al-Hikmah, Al-Baqarah.(220)
ilmuwan telah sepakat bahwa kecerdasan spiritual adalah puncak

kecerdasan (the ultimate intelligence). Kecerdasan spiritual merujuk pada

keterampilan, kemampuan, dan perilaku yang diperlukan manusia untuk

menjalin dan mengembangkan hubungan diri dengan “sumber diri”. Agar

manusia berhasil menemukan kebermaknaan hidup serta menemukan etika

dan moral untuk membimbing jalan kehidupan.7

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan untuk memberi

makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-

langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang

seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta

berprinsip “hanya karena Allah”.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia dapat membantu

manusia menyembuhkan dan membangun dirinya secara utuh. Kecerdasan

spiritual ini berada di bagian diri yang paling dalam yang berhubungan

langsung dengan kearifan dan kesadaran yang dengannya manusia tidak

hanya mengakui nilai-nilai yang ada akan tetapi manusia secara kreatif

menemukan nilai-nilai yang baru.

Setiap manusia pada prinsipnya membutuhkan kekuatan spiritual

ini, karena kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk

mempertahankan/ mengembangkan keyakinan dan memenuhi kewajiban

7
Muhammad Thohir, Karakter Asmaul Husna Menjadi Cermin Kecil Allah(Tangerang: Lentera
Hati, 2015), 119.
agama serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan mencintai,

menjalin hubungan dan penuh rasa percaya dengan sang penciptanya.

Kecerdasan spiritual ini sangat penting pada diri manusia karena

dengan begitu manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk,

dapat memberikan kemampuan untuk menyesuaikan dengan aturan-aturan

yang baru.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di panti asuhan Putri

Aisyiyah Jember bahwa pengasuh memberikan suatu upaya bimbingan

Islam kepada anak-anak yatim, piatu, yatim piatu, anak terlantar dan juga

anak yang menjadi korban atas ketidak harmonisan dalam sebuah

keluarga, yang bertujuan agar anak asuhnya mempunyai keteguhan hati

yang kuat, sulit untuk dipengaruhi orang lain, memiliki moral yang baik

serta memiliki perilaku beragama yang baik.

Dalam kehidupan sehari-hari pengasuh, ustadz dan ustadzah selalu

mengajarkan agama kepada anak dipanti, karena di dalam agama terdapat

aturan-aturan tentang bagaimana seseorang harus berperilaku, sehingga

mereka dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk. Adapun

beberapa bentuk kegiatannya yaitu tamyiz, hadist, terjemah (Bahasa arab),

tartil,muhadharah, tartil, istighosah, dan juga membiyasakan anak panti

melaksanakan sholat 5 waktu dengan berjama`ah karena pada saat sholat

berjama`ah anak-anak belajar, mengenal dan mengamati bagaimana sholat

yang baik. Karena kegiatan tersebut dilakukan setiap hari, anak-anak akan
mengalami proses internalisasi, pembiyasaan dan akhirnya menjadi bagian

dari hidupnya, dan akan mengalami gejolak dalam hati jika hal itu

ditinggalkan.8

Dalam mengembangkan kecerdasan spiritual anak, pengasuh dan

juga segenap ustadz juga memberikan bimbingan terhadap sikap sosial

anak dengan sesama manusia, diantaranya dengan mengajarkan kepada

mereka membiyasakan izin dengan pengurus panti setiap keluar panti,

mengajarkan kerukunan dan kenyamanan di panti. Kegiatan-kegiatan

tersebut dimaksudkan agar anak menghormati yang lebih tua, teman satu

panti dan masyarakat sekitar panti.

Upaya pengembangan kecerdasan spiritual kepada anak dengan

mengembangkan lagi sikap, pengetahuan, daya cipta dan keterampilan

pada anak. Dalam konteks agama Islam dapat dicapai dengan berbagai

metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan

mengembangkan semangat menjalankan agama pada anak sehingga

menjadi anak yang sholeh/ sholehah, beriman, taat beribadah, dan

berakhlak terpuji.9

Bimbingan dan kasih sayang dari orang tua kandung tidak

dirasakan oleh anak yang tidak mempunyai keluarga yang utuh.

Disorganisasi keluarga seperti perceraian kedua orang tua, krisis ekonomi

keluarga, dan meninggalnya salah satu atau kedua orang tua. Hal ini
8
Siti Munawaroh selaku pengasuh Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember, Wawancara oleh penulis,
12 September 2023, wawancara.
9
Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama,, 1995), 40.
menyebabkan terputusnya interaksi sosial antara orang tua dan anak. Dari

kasus tersebut mengakibatkan berkurangnya perhatian dan pendidikan

terabaikan.

Maka dari itu dapat dipahami bahwasannya betapa pentingnya

memberikan bimbingan terhadap anak yatim, piatu, yatim piatu dan anak-

anak terlantar. Oleh karena itu Panti Asuhan Putri Aisyiyah yang mana

panti asuhan ini sebagai lembaga pendidikan non formal telah memberikan

bimbingan Agama Islam, bimbingan akhlak dan bimbingan untuk

membuang kebiyasaan buruk seperti mencuri, berbohong, berkata tidak

sopan, tidak patuh dengan orang yang lebih tua. Itu semua demi

terwujudnya kecerdasan spiritual yang didambakan.

Sehubungan dengan masalah di atas menarik sekali untuk diteliti

yaitu upaya atau langkah-langkah yang dilakukan oleh pengasuh Panti

Asuhan Putri Aisyiyah dalam membimbing anak-anak untuk membentuk

tingkah laku anak dan membuang sifat dan kebiasaan buruk anak tersebut

bisa teratasi dan bisa terbentuk kecerdasan spiritual anak di Panti Asuhan

Putri Aisyiyah tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas maka peniliti

tertarik untuk mengangkat judul “Peranan Bimbingan Pengasuh dalam

Membentuk Kecerdasan Spiritual Pada Remaja di Panti Asuhan

Putri Aisyiyah Jember” Peneliti mengangkat judul tersebut karena Panti

Asuhan Putri Aisyiyah merupakan yayasan yang menampung anak-anak

yang datang dari latar belakang berbeda, yaitu anak yatim, piatu, yatim

piatu dan juga anak terlantar. Jadi peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di tempat tersebut, khususnya tentang bagaimana cara pengasuh

membimbing, membina dan mendidik anak-anak tersebut.

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimanakah peranan bimbingan pengasuh panti dalam membentuk

kecerdasan spiritual remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember?

2. Apa langkah-langkah pengasuh panti dalam membantu membentuk

kecerdasan spiritual remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember?

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi peran bimbingan pengasuh

dalam membentuk kecerdasan spiritual remaja di Panti Asuhan

Aisyiyah Jember?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari rumusan masalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peranan bimbingan pengasuh panti dalam

membentuk kecerdasan spiritual pada remaja di Panti Asuhan Putri

Aisyiyah Jember.

2. Untuk mengetahui langkah-langkah pengasuh panti dalam membentuk

kecerdasan spiritual pada remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah

Jember.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peranan

bimbingan pengasuh dalam membentuk kecerdasan spiritual pada

remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis

a. Sebagai bahan bacaan untuk memperkaya pemahaman mengenai

peranan bimbingan pengasuh panti dalam membentuk kecerdasan

spiritual pada remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi

pengembangan bagi referensinya.

2. Secara Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan

pengetahuan bagi peneliti dan juga meningkatkan kredibilitas

seorang peneliti untuk membangun ide dan opini yang kuat.

b. Bagi Instansi

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan

informasi pada pengasuh mengenai peranan bimbingan pengasuh

dalam membentuk kecerdasan spiritual pada remaja di Panti

Asuhan Putri Aisyiyah Jember, sehingga panti asuhan diharapkan

dapat memberikan perhatian yang lebih kepada anak binaannya,

khususnya remaja.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan tambahan informasi pada masyarakat dalam

mendukung remaja penghuni panti asuhan agar memiliki

kecerdasan spiritual dalam kehidupan bermasyarakat.


E. Definisi Istilah

Definisi istilah merupakan segmentasi yang memiliki pembahasan

terhadap penggunaan istilah yang terdapat dalam judul penelitian. Hal ini

dijabarkan secara sederhana agar istilah yan digunakan memiliki

penafsiran yang selaras sehingga tidak terjadi multi-tafsir yang

ditimbulkan dari penggunaan istilah yang ada berkaitan dengan judul

“Peranan Bimbingan Pengasuh Dalam Membentuk Kecerdasan Spiritual

Pada Remaja Di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember”. Istilah pada

penulisan ini adalah meliputi sebagai berikut:

1. Bimbingan Pengasuh

Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun.

Bimbingan merupakan suatau tuntunan. Hal ini mengandung

pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan bila keadaan

menuntut, kewajiban dari pembimbing adalah memberikan bimbingan

secara aktif, yaitu memberikan arah kepada yang dibimbingnya.

Bimbingan dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian

bantuan kepada individu tersebut agar dapat memahami dirinya

sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat

bertindak secara wajar sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan

sekolah, keluarga dan masyarakat dan kehidupan pada umumnya.

Individu akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan lebih berarti

pada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu


individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk

sosial.

2. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan untuk memberi

makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-

langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang

seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik),

serta berprinsip “hanya karena Allah”.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia dapat

membantu manusia menyembuhkan dan membangun dirinya secara

utuh. Kecerdasan spiritual ini berada di bagian diri yang paling dalam

yang berhubungan langsung dengan kearifan dan kesadaran yang

dengannya manusia tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada akan

tetapi manusia secara kreatif menemukan nilai-nilai yang baru.

3. Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dan perkembangan diri

anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi berbagai macam perubahan

seperti fisik, mental, emosi dan sosial. Adapun remaja yang dimaksud

peneliti yaitu remaja panti asuhan Putri Aisyiyah usia 13-16 tahun atau

usia sekolah SMP dan SMA.

4. Panti Asuhan

Panti asuhan adalah lembaga yang berfungsi menampung anak-

anak yatim piatu (kehilangan satu atau kedua orangtuanya), anak


terlantar yang diberikan perawatan dan asuhan dalam jangka waktu

tertentu serta memberi pelayanan dalam memenuhi kebutuhan fisik,

mental dan sosial pada anak asuh.

F. Kajian Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

a. Skripsi yang ditulis oleh Irfan Subarkah pada tahun 2017

Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam,

Institut Agama Islam Negeri Purwokerto yang berjudul “Upaya

Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Purwokerto dalam membentuk

kecerdasan spiritual anak”.10

Dalam skripsi di atas membahas tentang upaya pengasuh

sangat penting, pengasuh merupakan sentral di dalam panti asuhan,

pengasuh disini berperan dalam meningkatkan kecerdasan

spiritual, membentuk para anak asuhnya menjadi anak yang

mempunyai kecerdasan spiritual yang akan datang. Dalam proses

membentuk kecerdasan spiritual anak, pengasuh menggunakan

berbagai caradan juga kegiatan yaitu pengajian setian bakdal solat

magrib dan isya`, dan juga dengan upaya ketaqwaan, melatih

kesabaran, empati (kepedulian), dan berjiwa besar kepada para

anak asuh. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif.

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini terletak

10
Irfan Subarkah,“ Upaya Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Purwokerto dalam membentuk
kecerdasan spiritual anak Tahun 2017”, Skripsi IAIN, Jurusan Dakwah, Purwokerto, 2017, hlm. 8.
Diakses dari repository.iainpurwokerto.ac.id, pada hari Kamis, tanggal 10 Oktober, 2018 (19.45),
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/2884/(skripsi
pada lokasi penelitian, dan fokus penelitian. Penelitian sebelumnya

berfokus pada upaya panti dalam membentuk kecerdasan spiritual,

sedangkan penelitian ini berfokus pada bimbingan pengasuh dalam

membentuk kecerdasan spiritual. Ada kesamaan penelitian yakni

upaya-upaya pengasuh dalam meningkatkan kecerdasan spiritual,

seperti halnya melakukan kegiatan pengajian sehabis sholat isya`

dan magrib, ketaqwaan, melatih kesabaran, empati dan juga

berjiwa besar.

b. Skripsi yang ditulis oleh Rika Armiyanti pada tahun 2018

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas

Islam Negeri Raden Intan Lampung yang berjudul “Peranan Orang

Tua dalam Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga di

Desa Hujung Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat”.11

Dalam skirpsi di atas membahas tentang berdasarkan

observasi yang peneliti lakukan, orang tua memberikan penanaman

agama pada anak dengan mengajak ke musholla atau masjid,

meskipun dengan kesibukan yang tidak luput akan tanggung

jawabnya sebagai orang tua jika tidak sempat ke masjid orang tua

akan mengajak anaknya atau solat berjama`ah di rumah. Penelitian

tersebut menggunakan metode kualitatif. Adapun perbedaan

penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada lokasi

11
Rika Armiyanti skripsi, jurusan pendidikan agama islam, fakultas, tarbiyah dan keguruan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung yang berjudul “ Pearanan Orang Tua dalam
Membina Kecerdasan Spiritual Anak dalam Keluarga di Desa Hujung Kecamatan Belalau
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2018”.
penelitian, fokus penelitian dan dari segi pembimbingan. Penelitian

sebelumnya berfokus pada peranan orang tua dalam membina

kecerdasan spiritual anak, sedangkan penelitian ini berfokus pada

bimbingan pengasuhan dalam membentuk kecerdasan spiritual.

Namun ada kesamaan penelitian yakni pembiyasaan membaca Al-

Qur`an dan hafalan.

c. Jurnal yang ditulis Atika Fitriani, Eka Yuniarti pada tahun

2018 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Institut

Agama Islam Negeri Curup yang berjudul “Upaya Guru

Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan Kecerdasan

Spiritual Siswa”.12

Dalam jurnal di atas membahas tentang upaya guru

pendidikan agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual

siswa di Sekolah.. Penelitian tersebut menggunakan metode

kualitatif. Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian

ini terletak pada lokasi penelitian, fokus penelitian dan dari segi

pembimbingan. Penelitian sebelumnya berfokus pada upaya guru

Pendidikan agama islam dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual

siswa, sedangkan penelitian ini berfokus pada bimbingan

pengasuhan dalam membentuk kecerdasan spiritual pada remaja.

Namun ada kesamaan penelitian yakni pembiyasaan membaca Al-

Qur`an dan hafalan.

12
Atika Fitriani, Eka Yuniarti “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan
Kecerdasan Spiritual Siswa”, vol. 3, 2. (2018)
Tabel 1

Perbedaan Penelitian Dahulu dan Saat Ini

N Nama Judul Persamaan Perbedaan

1. Irfan Subarkah Upaya Panti Terletak pada Terletak pada fokus


Asuhan Putri upaya-upaya penelitian, subjek
Muhammadiyah pengasuh dalam penelitian, dan
Purwokerto meningkatkan lokasi penelitian.
dalam kecerdasan Penelitian
membentuk spiritual sebelumnya
kecerdasan berfokus pada upaya
spiritual anak panti dalam
membentuk
kecerdasan spiritual,
sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
bimbingan pengasuh
dalam membentuk
kecerdasan spiritual.
2. Rika Armiyanti Peranan Orang Adapun Terletak pada fokus
Tua dalam persamaannya
penelitian, subjek
Membina pada tujuan
penelitian, dan
Kecerdasan penelitian yakni
Spiritual Anak pembiyasaan lokasi penelitian dan
dalam Keluarga membaca
fokus penelitian.
di Desa Hujung Al-Qur`an dan
Penelitian
Kecamatan hafalan
Belalau sebelumnya
Kabupaten berfokus pada
Lampung Barat
peranan orang tua

dalam membina

kecerdasan spiritual

anak, sedangkan

penelitian ini

berfokus pada

bimbingan

pengasuhan dalam

membentuk

kecerdasan spiritual

pada remaja di

panti.

3. a. Atika Fitriani Upaya Guru Terletak pada Terletak pada fokus


b. Eka Yuniarti Pendidikan tujuan penelitian penelitian dan lokasi
Agama Islam yakni penelitian.
Dalam pembiyasaan Penelitian
Menumbuhkan membaca sebelumnya
Kecerdasan Al-Qur`an dan berfokus pada upaya
Spiritual Siswa hafalan guru Pendidikan
agama islam dalam
menumbuhkan
kecerdasan spiritual
siswa, sedangkan
penelitian ini
berfokus pada
bimbingan
pengasuhan dalam
membentuk
kecerdasan spiritual
pada remaja.

G. Kajian Teori

1. Bimbingan Pengasuh

a) Pengertian Bimbingan Pengasuh

Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang

menuntun. Bimbingan merupakan suatau tuntunan. Hal ini

mengandung pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan

bila keadaan menuntut, kewajiban dari pembimbing adalah

memberikan bimbingan secara aktif, yaitu memberikan arah

kepada yang dibimbingnya.13

Bimbingan merupakan terjemahan dari “guidance”

yang mempunyai beberapa makna. Sertzer dan Stone

menemukan bahwa guidance berasal dari guide yang

mempunyai arti to direct (menunjukkan), pilot (menentukan),

manager (mengatur), or steer (mengemudikan). Sedangkan

menurut W.S. Winkel mengemukakan bahwa guidance

mempunyai hubungan dengan guiding: “showing a way”

(menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting

(menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk),

13
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), (Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET, 2010),
6.
regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving

advice (memberikan nasehat).14

Bimbingan dapat juga diartikan sebagai suatu proses

pemberian bantuan kepada individu tersebut agar dapat

memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan

dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan

tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan

masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Individu akan dapat

menikmati kebahagiaan hidupnya dan lebih berarti pada

kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu

individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai

makhluk sosial.

Namun secara istilah ada beberapa pendapat atau

definisi bimbingan diantaranya :

1) Menurut Prayitno dan Erman Amti Bimbingan adalah

proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang

ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik

anak-anak, remaja, dewasa. Tujuannya adalah orang yang

dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya

sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan

individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan

berdasarkan norma-norma yang berlaku.15


14
2 Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius, (Malang: AR-RUZZ MEDIA,
2017), 31
15
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 14.
2) Menurut Abu Ahmadi Bimbingan adalah bantuan yang

diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan

potensi yang dimiliki mampu menegmbangkan diri secara

optimal dengan jalan memahami diri, memahami

lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana

masa depan yang lebih baik.16

3) Menurut Rachman Natawidjaya Bimbingan adalah suatu

proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan

secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat

memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup

mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar

sesuai dengan ketentuan dan keadaan lingkunga sekolah,

keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya.17

Dari beberapa pendapat di atas, para ahli masih

beragam dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati

demikian kita dapat melihat adanya benang merah bahwa:

1) Bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan

kepad individu atau peseta didik. Bantuan dimaksud adalah

bantuan yang bersifat psikologis.

16
Sulistyarini dan Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling (Jakarta: Prestasi Pustakaraya,
2014), 25.
17
Syamsu Yusuf, L.N. dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2016, Cet. 9), 6.
2) Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan

kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari

bimbingan.

Sedangkan bimbingan Islami adalah proses

pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup

selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat

mencapai kebahagiaan hidup di dunia akhirat yang

berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al-Qur`an

dan Sunnah Rasul.18

Melihat dari berbagai definisi di atas, maka dapat

dipahami dan disimpulkan bahwa bimbingan pada prinsipnya

adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang

yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu

dalam hal memahami diri sendiri dengan lingkungan,

memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan

konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-

norma yang berlaku. Peran Pengasuh panti atau yang dalam

hal ini bisa juga disebut dengan “pembimbing” mempunyai

tanggung jawab yang besar dalam membina, membimbing

dan memberikan pendidikan yang layak kepada anak asuh,

karena didaulat menjadi orang tua kedua setelah para anak

yang ditinggal orang tuanya dan juga ditelantrakan orang tua

18
Masturin dan Zaenal Khafidin, Buku Daros BKI PENDIDIKAN( Kudus: STAIN Kudus, 2008), 7
mereka. Dengan harapan semoga anak-anak tersebut bisa

hidup layak seperti halnya temanteman yang lain.

Seorang pengasuh dalam memberikan bimbingan

supaya anak-anak mampu hidup selaras dengan ketentuan

dan petunjuk dari Allah SWT. Artinya sesuai dengan

kodratnya yang ditentukan Allah, sesuai dengan Sunnatullah,

sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Allah. Sesuai

dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui Rasul-

Nya (ajaran Islam), dan menyadari eksistensi diri sebagai

makhluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi

kepada-Nya, mengabdi dalam arti seluas-luasnya.19

b) Tujuan Bimbingan

Secara singkat ada dua tujuan bimbingan Islami.

1) Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia

seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan

akhirat.

2) Tujuan Khusus

a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah

19
https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren#Kyai, diakses pada hari Rabu 19 Mei 2018, pukul 08.00
WIB.
b) Membantu individu dalam mengatasi masalah yang

sedang dihadapinya.

c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan

situasi dan kondisi yang baik agar tetap lebih baik.

Dengan demikian bahwa tujuan bimbingan

intinya adalah proses pemberian bantuan yang

diberikan kepada individu untuk mengatasi berbagai

masalah guna mencapai kesejahteraan hidup.20

c) Fungsi Bimbingan

1) Fungsi Pemahaman

Yaitu membantu individu agar dapat memahami jati dirinya

fitrah, kelebihan dan kekurangannya.

2) Fungsi Preventif

Yaitu membantu individu menjaga dan mencegah dirinya

dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah bagi

dirinya (seperti mencegah dirinya dari minuman keras,

karena dapat merusak akal dan kesehatan).

3) Fungi korektif dan kuratif

Yaitu membantu memecahkan masalah yang sedang

dihadapi atau dialaminya.

4) Fungsi pengembangan

Yaitu membantu individu agar dapat mengembangkan

potensi dirinya (fisik, intelektual, emosi, social dan moral


20
Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius,68-69
spiritual) secara optimal melalui berbagai aktivitas yang

positif dan konstruktif.

5) Fungsi Penyembuhan

Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini

berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada

siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut

aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

6) Fungsi Adaptasi

Yaitu membantu para pelaksana pendidikan khusunya

konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program

pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,

kemampuan dan kebutuhan individu.

7) Fungsi Penyesuaian

Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu agar

dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif

terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau

norma agama.

Seorang pengasuh yang dalam hal ini mempunyai

fungsi sebagai pembimbing sudah menerapkan beberapa

fungsi bimbingan di atas dalam memberikan arahan,

pemahaman kepada anak asuh untuk selalu mempunyai

rasa percaya diri terlepas dari status sosial yang mereka

sandang. Anak-anak dibina dan juga dibimbing sebaik


mungkin agar mereka mampu berfikir positif untuk

menatap kedepan demi tercapainya cita-cita yang mereka

harapkan.

d) Metode Bimbingan

1) Metode Keteladanaan

Pemberian keteladanan kepada anak-anak dalam hal ini

adalah pengasuh panti, pengurus. keteladanan memberikan

pengaruh yang besar dari pada nasehat. Karena anak

memiliki sifat yang cenderung mencontoh apa yang mereka

lihat. Keteladanan memberikan dampak positif yaitu meniru

apa yang di lihatnya dan membentuk kepribadian yang baik

kepada anak. Pemberian keteladanan kepada anak-anak

dalam hal ini pembimbing harus mampu menjadi contoh

bagi anak-anak, artinya yaitu segala tingkah laku dan

perbuatan pembimbing merupakan keteladanan yang baik

bagi anak.

2) Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan merupakan sebuah cara yang dipakai

oleh guru pembimbing untuk membiasakan anak didiknya

untuk mengerjalan suatu kebaikan secara berulang-ulang.

Sehingga menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan.

Adapun beberapa bentuk pembiasaan yang diterapkan

kepada anak antara lain: pertama, Pembiasaan dengan


akhlak yaitu berupa pembiasaan bertingkah laku baik, yang

dilakukan baik di dalam maupun di luar. Kedua,

Pembiasaan dalam ibadah yaitu pembiasaan yang

berhubungan dengan ibadah dalam islam, seperti shalat

berjamaah di musholla, mengucapkan bismilah dan

hamdalah saat memulai dan mengakhiri sesuatu kegiatan

dan lain sebagainya. Ketiga, Pembiasaan dalam keimanan

yaitu berupa pembiasaan agar beriman dengan sepenuh hati

dengan secara bertahap.

3) Metode nasehat

Metode lain yang penting dalam pembentukan keimanan,

mempersiapkan moral, spritual dan sosial anak, adalah

dengan pemberian nasehat. Sebab, nasehat ini dapat

membukakan mata anak-anak dan menghiasinya dengan

akhlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-

prinsip .

4) Metode penyadaran atau pemberian perhatian

Yang dimaksud adalah mencurahkan, memperhatikan dan

senantiasa mengikuti perkembangan dalam pembinaan

akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, di samping

selalu bertanya. Tidak diragukan, bahwa ini dianggap

sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara

utuh, yang menunaikan hak setiap orang yang memiliki hak


dalam kehidupan, termasuk mendorongnya untuk

menunaikan tanggung jawab dan kewajiban secara

sempurna.21

e) Materi Bimbingan

Materi bimbingan yang dilakukan pengasuh dan juga para

asatidz dalam mengembangkan kecerdasan spiritual anak asuh

adalah :

1) Bimbingan Ibadah

Anak-anak hanya beribadah karena Allah semata,

dan juga melakukan amalan-amalan lain seperti qiyamul

lail, puasa, zakat, haji, dan berjihad di jalan Allah. Dengan

adanya bimbingan semacam ini dapat berpengaruh

terhadap sikap dan perilaku anak dalam kehidupan sehari-

hari. Di samping itu dengan adanya bimbingan ibadah

seperti yang tertera di atas, maka kita akan mendapatkan

kasih sayang dari Allah SWT.

2) Bimbingan Islam dan membaca Al-Qur`an

Al-Qur`an merupakan kitab suci yang menjadi

sumber utama dan pertama ajaran Islam. Perlu kita pahami

21
Hidayatul Khasanah, dkk,Metode Bimbingan dan Konseling Islam dalam Menanamkan
Kedisiplinan Sholat Dhuha pada Anak Hiperaktif di MI Nurul Islam Ngaliyan Semarang.Jurnal ilmu
dakwah, Vol. 36, No.1, Januari – Juni 2016 ISSN 1693-8054, 10-11. journal.walisongo.ac.id ›
index.php › dakwah › article › file:///D:/Downloads/1623-4298-1-PB.pdf
bahwa membaca qur`an merupakan sebuah metode atau

bahkan paradigma transformasi yang khas Islami.22

3) Bimbingan Akhlak

Konsepsi ajaran akhlak menurut Islam adalah

menuju perbuatan-perbuatan amal shaleh, yaitu semua

perbuatan baik dan terpuji, berfaedah dan indah untuk

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat yang diridhoi

oleh Allah SWT, sedangkan amal shaleh itu sendiri adalah

inti ajaran Islam yang harus diterapkan untuk melatar

belakangi konsepsi akhlak yang akan dilakukan oleh

manusia.23

4) Bimbingan Akidah

Keimanannya kepada Allah, malaikat-malaikat

Allah, rasul-rasul Allah, kitab-kitab Allah, ketentua Allah

(qadha dan qadar), hari bangkit dan perhitungan, surga dan

neraka. Dengan merasa sepenuh hati bahwa Allah itu ada

dan maha kuasa, maka manusia akan lebih taat untuk

menjalankan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh

Allah dan takut untuk berbuat dhalim atau kerusakan di

muka bumi ini.

2. Kecerdasan Spiritual
22
Suharsono, Akselerasi Inteligensi Optimalkan IQ, EQ & SQ (Jakarta: Inisiasi Press, 2004, Cet. 1),
163.
23
Zubaidi, Akhlak & Tasawuf, 3
a) Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan, sebagaimana diungkapkan oleh Ali bin Abi

Thalib, adalah karunia tertinggi yang diberikan Tuhan kepada

manusia. Ia akan mencapai puncak aktualisasinya jika

dipergunakan, sebagaimana visi keberadaan manusia belajar atau

meningkatkan kecerdasan, yang didorong oleh ha-hal yang murni,

manusiawi dan rasa ingin tahu untuk sampai pada kebenaran dan

berdasarkan fitrah itu sendiri, maka kecerdasan akan aktual secara

optimum dan murni.24

b) Pengertian Spiritual

Secara etimologis, spiritual, spiritualitas atau spiritualisme

berasal dari kata spirit. Makna dari spirit, dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa spirit memilki arti semangat,

jiwa, sukma dan ruh. Dan spiritual diartikan sesuatu yang

berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (jiwa atau rohani).

Menurut Mimi Doe dan Marsha Walch, spiritualitas adalah

dasar tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki

dan memberi arah dan arti pada kehidupan, suatu kesadaran yang

menghubungkan seseorang dengan Tuhan, atau apapun yang

disebut dengan sumber keberadaan dan hakikat kehidupan. Hakikat

spiritualitas adalah pandangan pribadi dan perilaku yang

mengekspresikan rasa keterkaitan ke dimensi transcendental (Yang

24
Suharsono, Akselerasi Inteligensi Optimalkan IQ, EQ & SQ, 160
Maha Tinggi) atau untuk sesuatu yang lebih besar dari diri

sehingga mengerti arti dan tujuan hidup.25

c) Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi

persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan

prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan

kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup

seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ

adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ

secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.26

Sedangkan di dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah

kemampuan untuk memberi makana ibadah terhadap setiap prilaku

dan kegiatan, melalui seutuhnya (hanif), dan memiliki pola

pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip hanya kepada

Allah.

Kita sebut sebagai kecerdasan spiritual dan bukan yang

lainnya, karena kecerdasan dari jenis ini sesungguhnya tumbuh

dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan jenis ini tidak dibentuk

25
2 Ulfah Rahmawati, Pengembangan Kecerdasan Spiritual Santri (Studi terhadap Kegiatan
Keagamaan di Rumah TahfizQu Deresan Putri Yogyakarta), Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 1
Februari 2016. Diakses dari journal.stainkudus.ac.id.http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/
jurnalPenelitian/a rticle/viewFile/1332/117
26
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan(Bandung: Mizan Media Utama, 2002, Cet.
V), 3-4.
melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi

merupakan aktualisasi dari fitrah itu sendiri.27

d) Manfaat Kecerdasan Spiritual

1) Manusia yang memiliki spiritual yang baik akan

memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, sehingga

akan berdampak pula kepada kepandaian dia dalam

berinteraksi dengan manusia, karena dibantu oleh Allah

yaitu hati manusia dijadikan cenderung kepada-Nya.

2) Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang

diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara

efektif dan kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan

tertinggi manusia.

3) Kecerdasan spiritual membimbing manusia untuk

meraih kebahagiaan hidup hakiki dan membimbing

manusia untuk mendapatkan kedamaian.

4) Menggunakan kecerdasan spiritual, dalam pengambilan

keputusan cenderung akan melahirkan keputusan yang

terbaik, yaitu keputusan spiritual. Keputusan spiritual

itu adalah keputusan yang diambil dengan

mengedepankan sifat-sifat Ilahiah dan menuju

kesabaran mengikuti Allah as-Sabur atau tetap

mengikuti suara hati unuk memberi atau taqarrub

27
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, 14
kepada al-Wahhab dan tetap menyayangi menuju sifat

Allah ar-Rahim.28

e) Upaya Pengembangan Kecerdasan Spiritual

Mengembangkan kecerdasan spiritual dapat diartikan

dengan segala usaha, langkah, kegiatan yang dilakukan baik secara

sendiri maupun bantuan orang lain dalam rangka untuk menumbuh

kembangkan kecerdasan spiritual. Beberapa upaya yang dapat

dilakukan dalam pengembangan kecerdasan spiritual adalah :

1) Iman, tauhid dan semua produk amalannya (dalam

bentuk ibadah ritual maupun ibadah sosial.

2) Pikiran-pikiran transcendental vertikal, dan

supraindrawi.

3) Pemikiran tentang akhirat, kebermaknaa hidup, norma-

norma luhur dan tanggung jawab kehidupan.

4) Proses internalisasi nilai-nilai utama (ketulusan,

keutamaan, kehalusan, kejujuran, kebajikan, kebenaran

dan sebagainya).29

f) Mengasah dan Meningkatkan Kecerdasan Spiritual

Seperti yang dikemukakan oleh Suhrawardi Al-maqtul ada

dua hal yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual.

28
Ulfah Rahmawati, Pengembangan Kecerdasan Spiritual santri: Studi terhadap Kegiatan
Keagamaan di Rumah TahfizQu Deresan Putri Yogyakarta, Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 1,
Februari 2016, 107. journal.stainkudus.ac.id › index.php › jurnalPenelitian › article,
file:///D:/Downloads/1332-4590-1-SM.pdf
29
Muhammad Thohir, Karakter Asmaul Husna (Menjadi Cermin Kecil Allah), Lentera Hati,
Tangerang, 2015, hlm. 119-120
1) Latihan-latihan yang bersifat intelektual, seperti halnya

logika dan metalogis. Karena denga latihan tersebut

bias mempertajam dan menguatkan analisa atas ide-ide

atau inspirasi yang timbul.

2) Menjalani hidup secara spiritual, seperti ketekunan

beribadah, menjalankan hal-hal yang disunahkan, puasa

dan menjahui hal yang subhat akan mendorong proses

pendakian transedental, menuju kedekatan Ilahi.30

Di Panti Asuhan Putri Aisyiyah, pengasuh juga melakukan

bimbingan yang berkenaan dengan ibadah-ibadah sunnah yang

selalu dijalankan diantaranya adalah puasa senin kamis, karena

puasa tersebut merupakan puasa yang paling sering diamalkan

oleh Rasulullah SAW, semasa hidupnya. Puasa senin kamis

merupakan puasa sunnah yang sangat istimewa dari sisi

pemilihan hari. Puasa tersebut membagi satu minggu menjadi

dua bagian. Kedua bagian itu berfungsi memelihara aspek

spiritualitas dan Kesehatan.31

3. Remaja

a) Pengertian Remaja

Masa remaja (adolescence) adalah masa yang sangat

penting dalam rentang kehidupan manusia, merupakan masa

transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju kemasa


30
Suharsono, Akselerasi Inteligensi Optimalkan IQ, EQ & SQ, 152
31
Yazid al-Busthomi, Cedas Intelektual dan Spiritual dengan Mukjizat Puasa, ed. Nirmala
(Yogyakarta: DIVA Press, 2015), 52.
dewasa. Ada beberapa pengertian menurut para tokoh-tokoh

mengenai pengertian remaja seperti:

Elizabeth B. Hurlock Istilah adolescence atau remaja

berasal dari kata latin (adolescene), kata bendanya adolescentia

yang berarti remaja yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi

dewasa‟‟ bangsa orang-orang zaman purbakala memandang masa

puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain

dalam rentang kehidupan anak dianggap sudah dewasa apabila

sudah mampu mengadakan reproduksi.

Istilah adolescence yang dipergunakan saat ini, mempunyai

arti yang sangat luas, yakni mencangkup kematangan mental,

sosial, emosional, pandangan ini diungkapkan oleh Piaget dengan

mengatakan, Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana

individu berintregasi dengan masarakat dewasa, usia di mana

anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih

tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-

kurangnya dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa)

mempunyai aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa

puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.

Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini

memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan

sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas

yang umum dari periode perkembangan ini.32


32
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 206.
Begitu juga pendapat dari (World Health Organization)

WHO 1974 remaja adalah suatu masa di mana individu

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksualitas sampai saat ini mencapai kematangan seksualitasnya,

individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial yang penuh, kepada keadaan yang relatife

lebih mandiri.33

Maka setelah memahami dari beberapa teori di atas yang

dimaksud dengan masa remaja adalah suatu masa peralihan dari

masa kanak-kanak menuju kemasa dewasa, dengan ditandai

individu telah mengalami perkembangan-perkembangan atau

pertumbuhan-pertumbuhan yang sangat pesat di segala bidang,

yang meliputi dari perubahan fisik yang menunjukkan

kematangan organ reproduksi serta optimalnya fungsional organ-

organ lainnya. Selanjutnya perkembangan kognitif yang

menunjukkan cara gaya berfikir remaja, serta pertumbuhan sosial

emosional remaja, dan seluruh perkembangan-perkembangan

lainnya yang dialami sebagai masa persiapan untuk memasuki

masa dewasa. Untuk memasuki tahapan dewasa, perkembangan

remaja banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan selama

pertubuhannya di antaranya: hubungan dengan orang tuanya,

33
Sarwono Sarlito W, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), 9.
hubungan dengan teman sebayanya, hubungan dengan kondisi

lingkungannya, serta pengetahuan kognitifnya.

b. Tahun-Tahun Masa Remaja

Batasan usia masa remaja menurut Hurlock, Awal masa

remaja berlangsung dari mulai umur 13-16 tahun atau 17 tahun,

dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai

18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian

akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat. 34

Menurut Santrock, Awal masa remaja dimulai pada usia 10-12

tahun, dan berakir pada usia 21-22 tahun.35

Secara umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja

dibagi menjadi tiga fase batasan umur, yaitu:

1) Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.

2) Fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.

3) Fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.

Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian

usia pada remaja yang dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15

tahun termasuk bagian remaja awal, usia 15-18 tahun bagian

remaja tengah, dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun. Dengan

mengetahui bagian-bagian usia remaja kita akan lebih mudah

mengetahui remaja tersebut kedalam bagiannya, apakah termasuk

remaja awal atau remaja tengah dan remaja akhir.


34
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 206.
35
Jhon W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga,2002), 23.
c. Ciri-Ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock, seperti halnya dengan semua periode-

periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja

mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode

sebelumnya dan sesudahnya, ciri-ciri tersebut seperti:

1) Masa remaja sebagai periode yang penting. Yaitu

perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan

memberikan dampak langsung pada individu yang

bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan

selanjutnya.

2) Masa remaja sebagai periode peralihan. Di sini masa

kanak-kanak dianggap belum dapat sebagai orang

dewasa. Status remja tidak jelas, keadaan ini memberi

waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang

berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat

yang paling sesuai dengan dirinya.

3) Masa remaja sebagai periode perubahan. Yaitu

perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan

Pengaruh (menjadi remaja yang dewasa dan mandiri)

perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan

akan kebebasan.
4) Masa remaja sebagai periode mencari Identitas. Diri

yang dicari berupa usaha untuk menjelaskan siapa

dirinya dan apa Pengaruhannya dalam masyarakat.

5) Masa remaja sebagai periode usia yang menimbulkan

ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur,

cenderung berprilaku yang kurang baik. Hal ini yang

membuat banyak orang tua yang menjadi takut.

6) Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik.

Remaja cenderung memandang kehidupan dari

kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya

sendirian orang lain sebagaimana yang di inginkan dan

bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

7) Masa remaja sebagai periode Ambang masa dewasa.

Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan di

dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia

sebelumnya dan didalam meberikan kesan bahwa

mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan

merokok, minum-minuman keras menggunakan obat-

obatan.36

Dengan demikian, yang dimaksud dengan ciri-ciri remaja

menurut para tokoh di atas, maka penulis dapat menjelaskan

mengenai ciri-ciri remaja dengan uraian sebagai berikut. Remaja

36
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 207-211.
mempunyai ciri-ciri sebagai periode yang penting untuk

perkembangan selanjutnya. Remaja akan merasakan masa sebagai

masa peralihan yang ditandai dengan gaya hidup yang berbeda dari

masa sebelumnya. Remaja akan melewati masa perubahan yang

semula belum mandiri remaja akan cenderung lebih mandiri.

Remaja akan melewati masa pencarian identitas untuk menjelaskan

tentang siapa dirinya. Ciri-ciri remaja selanjutnya yakni masa

ketakutan di sini remaja akan sulit diatur atau lebih sering

berprilaku kurang baik. Remaja akan melewati masa tidak realistik

dimana orang lain dianggap tidak sebagaimana dengan yang

diinginkan dan yang terakir yakni ciri sebagai ambang masa

dewasa yang ditandai remaja masih kebingungan dengan

kebiasaan-kebisaan pada masa sebelumnya. Dengan mengetahui

ciri-ciri tersebut maka kita akan lebih mengetahui dari

perkembangan-perkembangan remaja.

d. Tugas-Tugas Masa Remaja

Perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikapsikap dan perilaku-perilaku kekanak-kanakan

untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa.

Adapun tugas-tugas pda perkembangan masa remaja menurut

Elizabet B.Hurlock adalah sebagai berikut:

1) Mampu menerima keadaan fisiknya


2) Mampu menerima dan memahami Pengaruh seks usia

dewasa.

3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota

kelompok yang berlainan jenis.

4) Mencapai kemandirian emosional.

5) Mencapai kemandirian ekonomi.

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual

yang sangat diperlukan untuk melakukan Pengaruh

sebagai anggota Masyarakat.

7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang

dewasa dan orang tua.

8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang

diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung

jawab kehidupan keluarga.37

Maka dapat diketahui dari tugas-tugas perkembangan

remaja yang harus dilewatinya. Dengan demikian apabila remaja

dalam fase ini remaja gagal menjalankan tugasnya, maka remaja

akan kehilangan arah, bagaikan kapal yang kehilangan kompas.

dampaknya mereka mungkin akan lebih cenderung

37
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 211.
mengembangkan perilaku-prilaku yang menyimpang atau yang

biasa di kenal (deliquency), dan melakukan kriminalitas.38

4. Panti Asuhan

a. Pengertian Panti Asuhan

Panti asuhan apabila ditelaah secara etimilogi berasal dari

dua kata, yaitu “panti” yang berarti rumah atau tempat kediaman

dan asuhan yang berarti tempat memelihara anak yatim atau yatim

piatu, anak-anak terlantar dan sebagainya.39

Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan

sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan

pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlatar dengan

melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,

memberikan pelayanan fisik, mental, dan sosial pada anak sehingga

memperoleh kesempatan yang luas, tepat, memadai bagi

perkembangan karakternya.40

Departemen Sosial Republik Indonesia menjelaskan sebagai

berikut:

“Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang

mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan


38
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000 S/D 2011), 71.
39
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar, 710.
40
Departemen Sosial Republik Indonesia, Tim Penyusun Kamus (Bandung: Balai Pustaka, 2005),
45.
kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan

penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan

pelayanan pengganti fisik, mental dan sosial pada anak asuh,

sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai

bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan

sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai

insan yang akan turut serta aktif didalam bidang pembangunan

nasional”.41

Panti asuhan berdiri sebagai usaha untuk membantu

meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim, piatu, yatim piatu

dan anak dari keluarga miskin bagi masyarakat. Panti asuhan

sebagai lembaga non formal telah memberikan pandidikan agama,

pendidikan akhlak dan membuang kebiasaan atau kepribadian

yang buruk seperti mencuri, berbohong, berkata tidak sopan, tidak

patuh dengan orang yang lebih tua dan masih banyak lagi yang

lainnya. Dengan melalui ajaran setiap harinya di dalam panti

asuhan ataupun di luar panti asuhan (melalui sekolah) atau dengan

kegiatan-kegiatan lain yang lebih positif agar setiap tingkah laku

perbuatannya selalu dilandasi dengan jiwa yang beragama,

bermoral dan beradab.

41
Departemen Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Anak Melalui Panti Asuhan Anak, (Jakarta: Depsos RI, 1997), 4.
b. Tujuan Panti Asuhan

Panti asuhan adalah lembaga kesejahteraan sosial yang

mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan

kesejahteraan sosial kepada anak terlantar serta melaksanakan

penyantunan dan pengentasan anak terlantar melalui pelayanan

pengganti atau perwakilan anak dalam memenuhi kebutuhan fisik,

mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh

kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan

kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian

generasi cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif di

dalam bidang pembangunan nasional.42

Peranan panti asuhan adalah memberikan pelayanan

berdasarkan pada profesi pekerjaan sosial kepada anak terlantar

dengan cara membantu dan membimbing mereka kearah

perkembangan pribadi yang wajar serta kemampuan keterampilan

kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang hidup

layak dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya, keluarga

maupun masyarakat.

Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik

Indonesia yaitu:

1) Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan

pada profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan

42
Fitria Iyudhia Ekawati, Muhadjir Effendy, Ach.Rasyad, “Metode Monitoring Bagi Petugas Panti
Sosial Di UPT PTKS Malang,” Jurnal Pendidikan 10, no.1 (Maret 2015): 14.
cara membantu dan membimbing mereka ke arah

perkembangan pribadi yang wajar serta mempunyai

keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota

masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung

jawab, baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.

2) Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial

anak di panti asuhan adalah terbentuknya manusia-

manusia yang berkepribadian matang dan berdedikasi,

mempunyai keterampilan kerja yang mampu menopang

hidupnya dan hidup keluarganya.43

Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga

Kesejahteraan Nasional menyatakan standar pelayanan

panti asuhan adalah seperti orang tua bagi anak-anak.

Selayaknya orang tua maka panti asuhan bertanggung

jawab untuk memenuhi pemenuhan hak-hak anak yang

meliputi hak terhadap perlindungan, (terkait dengan

martabat anak dan melindungi anak dari kekerasan); hak

terhadap tumbuh kembang (mendukung perkembangan

kepribadian anak, memfasilitasi relasi anak dengan

keluarga dan pihak lainnya secara positif dan

menyekolahkan anak); hak terhadap partisipasi

(mendengar, mempertimbangkan serta

43
rtemen Sosial Republik Indonesia. Pedoman Umu., (Jakarta: Depsos RI, 1997), 6.
mengimplementasikan suara dan pilihan anak); serta

memenuhi hak anak terhadap kelangsungan hidup

(memenuhi kebutuhan dasar anak terhadap makanan,

minuman dan fasilitas yang aman).

Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam tujuan

panti asuhan, dan dalam tujuan lainpun dapat ditinjau dari

dua aspek, antara lain:

1) Aspek sosial Sesuai dengan peran dari lembaga

sosial ini, maka panti asuhan mempunyai tujuan,

antara lain:

a) Membantu pemerintah dalam mengurus kendala-

kendala sosial (UUD Pasal 34 UUD 1945).

b) Membantu pemerintah dalam upaya rehabilitasi

sosial.

c) Membantu pemerintah untuk memberikan

penampungan, pelayanan yang memadai bagi

mereka yang membutuhkan.

2) Aspek pendidikan Apabila panti asuhan dikaitkan

dengan pendidikan maka itu akan ada kaitannya,

karena panti asuhan adalah pendidikan luar sekolah,

dimana tujuan pendidikan luar sekolah adalah

sebagai berikut:
a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan

berkembang sedini mungkin dan sepanjang

hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu

kehidupan.

b) Membina warga belajar agar memiliki

pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang

diperlukan untuk mengembangkan diri bekerja

mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat atau

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang

tidak dapat dipenuhi dalamjalur pendidikan

sekolah.44

Adapun anak yang menjadi penerima pelayanan

dalam panti asuhan adalah anak yang tidak terpenuhi

kebutuhan fisik, psikis dan sosialnya karena:

a) Anak yatim atau piatu atau yatim piatu.

b) Anak dari keluarga miskin.

c) Anak dari keluarga pecah (broken home).

d) Anak dari keluarga bermasalah.

e) Anak yang lahir di luar nikah dan terlantar.

44
Tim Sosiologi, Sosiologi Suatu Kajian Tentang Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Yudhistira,
2004), 4.
f) Anak yang terlantar karena ditinggal kerja oleh

orang tuanya.

g) Anak yang mendapatkan perlakuan salah (Child

Abuse).45

c. Fungsi Panti Asuhan

Panti asuhan berfungsi sebagai sarana pembinaan

dan pengentasan anak terlantar. Menurut Departemen

Sosial Republik Indonesia, panti asuhan sebagai Lembaga

Kesejahteraan Sosial Anak, memiliki fungsi sebagai

berikut:

1) Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial

anak.

Dalam hal ini panti asuhan berfungsi sebagai

pemulihan, perlindungan, pengembangan dan

pencegahan. Fungsi pemulihan dan pengentasan

anak ditujukan untuk mengembalikan dan

menanamkan fungsi sosial anak asuh. Fungsi ini

mencakup kombinasi dari ragam keahlian,

teknik, dan fasilitas-fasiltias khusus yang

ditujukan demi tercapainya pemeliharaan fisik,

penyesuaian sosial, psikologis penyuluhan, dan

bimbingan pribadi maupun kerja, latihan kerja

serta penempatannya.
45
Achmadi , Abu, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 15.
Fungsi perlindungan merupakan fungsi yang

menghindarkan anak dari keterlambatan dan

perlakuan kejam. Fungsi ini diarahkan pula bagi

keluarga-keluarga dalam rangka meningkatkan

kemampuan keluarga untuk mengasuh dan

melindungi keluarga dari kemungkinan

terjadinya perpecahan.

Fungsi pengembangan menitikberatkan pada

keefektifan peranan anak asuh, tanggung

jawabnya kepada anak asuh dan kepada orang

lain, kepuasan yang diperoleh karena

kegiatankegiatan yang dilakukannya.

Pendekatan ini lebih menekankan pada

pengembangan potensi dan kemampuan anak

asuh dan bukan penyembuhan dalam arti lebih

menekankan pada pengembangan

kemampuannya untuk mengembangkan diri

sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi

lingkungan.

Fungsi pencegahan menitikberatkan pada

intervensi terhadap lingkungan sosial anak asuh

yang bertujuan di satu pihak dapat

menghindarkan anak asuh dari pola tingkah laku


yang sifatnya menyimpang, di lain pihak

mendorong lingkungan sosial untuk

mengembangkan pola-pola tingkah laku yang

wajar.

2) Sebagai pusat data dan informasi serta

konsultasi kesejahteraan sosial anak.

3) Panti asuhan sebagai lembaga yang

melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat.46

d. Dasar/Landasan Panti Asuhan

Adapun dasar/landasan panti asuhan dapat dilihat

pada dasar hukum di bawah ini:

1) Dasar yuridis/hukum formal

Dasar yuridis, yakni dasar hukum yang

mengatur keberadaan panti asuhan yang berasal

dari peraturan perundang-undangan yang

berlaku, baik secara langsung atau tidak

langsung. Adapun dasar yuridis formal tersebut

adalah:

a) Dasar Ideologi

Yakni dasar yang bersumber dari

filsafat Negara yaitu pancasila, terutama

sila kelima yang berbunyi: “Keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.


46
Departemen Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Pembinaan, 7.
Sila kelima itu berarti bahwa, keadilan

dan kemakmuran harus dapat dirasakan

oleh masyarakat secara merata. Semua

usaha yang dilakukan harus mengarah

pada tujuan tersebut dan untuk

mewujudkannya harus ada kerja sama

antara pemerintah dan rakyat dalam arti

semua masyarakat mempunyai

kewajiban dan tanggung jawab yang

sama atas terwujudnya keadilan tersebut.

b) Dasar Konstitusional

Yaitu dasar dari Undang-undang

yang sedang berlaku, yaitu UUD 1945,

sebagaimana tercantum pada Bab XIV

pasal 34 ayat 1, 2 dan 3 yang berbunyi:

(1) Fakir miskin dan anak terlantar

dipelihara oleh Negara.

(2) Negara mengembangkan system

jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat

yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat manusia.


(3) Negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan

kesejahteraan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.

c) Dasar Operasional

Dasar operasional panti asuhan

diantaranya tertuang dalam UU No 4

Tuhan 1979 pasal 4 ayat (1) merupakan

penjelasan dari UUD 1945 pasal 34

mengatakan: "Anak-anak yang tidak

mempunyai orang tua berhak

memperoleh asuhan negara atau

badan/orang-orang".47

d) Dasar Religius

Dasar religius merupakan dasar

hukum yang diambil dari ajaran Agama

Islam, yang tertera di dalam Al-Qur‟an

dan Hadist Nabi SAW. Menurut ajaran

agama Islam menyantuni anak-anak

yatim dan menjaganya, baik jiwa

maupun hartanya adalah wajib,

sebagaimana yang disebutkan dalam


47
Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Bidang Tugas Dirjen Bina Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Depsos RI, 1989),
133.
firman Allah SWT dalam surat Al-

Ma‟un ayat 1-3 yang artinya: “Tahukah

kamu orang-orang yang mendustakan

agama?, itulah orang yang menghardik

anak yatim dan tidak suka menganjurkan

memberi makan kepada orang-orang

miskin”.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan jenis studi

deskriptif. Pendekatan ini dipilih karena penelitian ini menekankan

pada interpretasi data yang diperoleh dan dipaparkan dalam bentuk

deskripsi. Pendekatan penelitian kualtatif adalah pendekatan yang

berlandaskan pada paradigma postossitivisme. Pada pendekatan ini

peneliti menjadi instrumen kunci serta menggunakan teknik

pengumpulan data secara triangulasi (gabungan), dan hasil dari

penelitian kualitatif ini lebih menekankan pada makna daripada

generalisasi atau penalaran.48

Pendekatan ini dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk

mengumpulkan informasi berdasarkan fenomena yang terjadi di lokasi

penelitian secara sistematis berdasarkan observasi, wawancara,

48
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (, Bandung: Alfabeta, 2010), 9.
dokumentasi. Kemudian informasi tersebut ditulis dengan cara

deskripsi.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif , yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan

dinyatakan dalam bentuk kata-kata kemudian disusun dalam kalimat,

misalnya hasil wawancara antara peneliti dan informan. Penelitian

kualitatif menurut Bog dan Tylor, metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Putri Aisyiyah

Jember. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena lokasi

tersebut awal mula peneliti melakukan magang dan menemukan

permasalahan tersebut, serta belum ada peneliti yang melakukan

penelitian terkait peranan bimbingan pengasuh dalam membentuk

kecerdasan spiritual pada remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah

Jember, dalam kaitannya dapat membantu Panti Asuhan Putri Aisyiyah

dari segi aspek bimbingan pengasuh dalam membentuk kecerdasan

spiritual pada remaja.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini meliputi data apa saja yang ingin

diperoleh, siapa yang hendak dijadikan informan atau narasumber,

bagaimana data akan dicari dan dijaring sehingga kesahihannya dapat


dijamin. Peneliti menggunakan purposive saat menentukan subyek

penelitian. Purposive adalah teknik pengambilan sempel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya

orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang objek yang diteliti,

atau dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.49

Adapun yang menjadi subyek atau sumber data sebagai berikut:

a) Sumber Data Primer

Sumber data primer diperoleh dari semua elemen yang

terlibat dalam peranan bimbingan pengasuh dalam

membentuk kecerdasan spiritual pada remaja di Panti

Asuhan Putri Aisyiyah Jember meliputi pengasuh panti

asuhan Putri Aisyiyah, dan remaja panti asuhan Putri

Aisyiyah. Sumber data yang pertama adalah pengasuh

panti asuhan selaku pembimbing yang melakukan proses

pengasuhan atau yang menemani anak panti asuhan

untuk sehari-harinya. Sumber data kedua adalah remaja

panti asuhan Putri Aisyiyah usia 13-18 tahun selaku

pihak yang diteliti dalam menerima proses pengasuhan.

b) Sumber Data Sekunder

49
Zuchri Abdussamad, Metode Penelitian Kualitatif (Makassar: Syakir Media Press, 2021), 137.
Sumber data sekunder, yaitu sumber yang tidak secara

langsung memberikan data kepada pengumpul data.

Sumber data sekunder didapat melalui buku, dan jurnal

tentang teori bimbingan pengasuh dan kecerdasan

spiritual.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a) Metode Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data

menggunakan alat indera secara langsung atau tidak langsung

terhadap objek yang diamati atau biasa disebut dengan

pengamatan.50 Tujuan penggunaan metode ini adalah agar bisa

diperoleh dan diketahui data sebenarnya. Adapun jenis

observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi

partisipatif yang mana peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-

hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai

sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka

data yang diperoleh akan lebih tajam dan sampai mengetahui

pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.

Dalam hal ini yang diobservasi adalah semua kegiatan

yang dilakukan oleh pengasuh di panti asuhan dalam membina


50
Hardani dkk., Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2020), 125.
anak-anak binaannya, mencari data-data yang sekiranya

mendukung dalam penelitian, serta keaktifan mereka dalam

mengikuti kegiatan. Hasil observasi ini adalah dalam kegiatan

sehari-hari anak-anak panti asuhan mengikuti semua kegiatan

panti, meskipun terdapat beberapa anak yang terkadang

melanggar aturan seperti tidak mengikuti kegiatan. Selain itu,

dalam kehidupan bermasyarakat anak-anak panti asuhan juga

melakukan interaksi yang baik dan sesuai dengan norma dan

aturan yang berlaku dalam masyarakat.

c) Metode Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang atau lebih

untuk melakukan percakapan tanya jawab dengan tujuan untuk

mencapai tujuan penelitian.51 Selanjutnnya Sugiyono membagi

wawancara menjadi tiga jenis yaitu wawancara terstruktur,

tidak terstruktur, semi terstruktur.52 Wawancara terstruktur

yaitu wawancara dimana peneliti telah mengetahui pasti

informasi yang akan diperoleh dan peneliti telah menyiapkan

rangkaian pertanyaan untuk wawancara. Wawancara tak

terstruktur adalah wawancara dimana peneliti tidak

menyiapkan panduan wawancara dan lebih bersifat bebas.

Wawancara semi terstruktur merupakan paduan antara

wawancara terstruktur dan tak terstruktur, di mana peneliti

51
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif, 137–38.
52
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D., 317-318.
melakukan wawancara lebih bebas namun peneliti juga

menyiapkan panduan wawancara.

Penelitian ini menggunakan wawancara semi

terstruktur, dimana peneliti menyiapkan daftar pertanyaan yang

bertkaitan dengan objek penelitian yaitu pola asuh. Ketika

melakukan wawancara terdapat hal-hal yang dirasa kurang

mendalam oleh peneliti maka peneliti dapat mengajukan

pertanyan yang lebih mendalam. Peneliti menentukan informan

yang diwawancarai yaitu pengasuh panti asuhan selaku

pembimbing yang melakukan proses pengasuhan atau yang

menemani anak panti asuhan untuk sehari-harinya, dan remaja

panti asuhan Putri Aisyiyah usia 13-18 tahun selaku pihak yang

diteliti dalam menerima proses pengasuhan.

c) Metode Dokumentasi

Studi dokumen adalah pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. 53

Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dari dokumen-

dokumen kegiatan yang ada di panti asuhan. Dokumen-

dokumen ini baik berupa dokumen resmi maupun tidak resmi

kegiatan yang dirancang, data pribadi anak panti asuhan,

peraturan panti asuhan dan lain sebagainya.

5. Analisis Data

53
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif, 150.
Analisi data adalah proses menggali dan menyusun data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi

secara sistematis dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan akan dipelajari, serta membuat

simpulan yang mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.54

Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis Miles dan

Huberman. Terdapat tiga alur kegiatan dalam analisis kualitatif yang

terjadi secara bersamaan. Ketiga alur tersebut adalah (1) reduksi data

(data reduction); (2) penyajian data (data display); dan (3) penarikan

simpulan (conclusion). Penjelasan ketiga alur di atas sebagai berikut :55

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan,

pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,

dan transformasi data yang diperoleh selama proses

pengumpulan data baik berupa observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

b. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data yang dimaksud Miles dan Hubermen

dalam buku Hardani dkk adalah sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

54
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 162.
55
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 163.
pengambilan tindakan.56 Penyajian data dilakukan dalam

bentuk naratif, dengan melakukan penyajian data peneliti dapat

manjadi lebih mudah dalam memahami apa yang terjadi, serta

dapat menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil

berdasarkan apa yang telah dipahami.

c. Penarikan Simpulan (Conclusion)

Simpulan adalah intisari dari temuan penelitian yang

menggambarkan pendapat-pendapat terakhir yang berdasarkan

pada uraian-uraian sebelumnya atau, keputusan yang diperoleh

berdasarkan metode berpikir induktif atau deduktif. Simpulan

yang dibuat harus relevan dengan fokus penelitian, tujuan

penelitian dan temuan penelitian yang sudah dilakukan

interpretasi dan pembahasan. Ingat simpulan penelitian bukan

ringkasan penelitian.57

Dalam pembuatan simpulan proses analisis data ini

dilanjuti dengan mencari hubungan antara apa yang dilakukan

(what), bagaimana melakukan (how), mengapa dilakukan

seperti itu (why) dan bagaimana hasilnya (how is the effect).

Kesimpulan akhir tidak hanya terjadi pada waktu proses

pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi agar

benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Secara skematis

56
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 167.
57
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 171.
proses analisis data menggunakan model analisis data interaktif

Miles dan Huberman.

6. Keabsahan Data

Proses pengecekan keabsahan data pada penelitian ini

menggunakan teknik trangulasi. Triangulasi diartikan melihat sesuatu

dari berbagai sudut, berarti verifikasi dari penemuan menggunakan

berbagai sumber data dan berbagai metode pengumpulan. 58 Adapun

triangulasi data yang digunakan pada penelitian ini triangulasi metode

dan triangulasi sumber. Triangulasi metode merupakan teknik

triangulasi yang dilakukan dengan cara mengkomparasikan data yang

diperoleh dari sumber berbeda. Pada triangulasi metode ini dapat

mengintegrasikan proses pengumpulan data wawancara dan observasi

untuk menguji keabsahannya. Selain itu peneliti juga dapat

menggunakan informan yang berbeda guna mendapatkan kebasahan

data.59

Sedangkan triangulasi sumber adalah menggali kebenaran

informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa

menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen

tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan

58
Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 203.

59
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling; Pendekatan
Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi dengan Contoh Transkip Hasil Wawancara Serta
Model Penyajian Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 74.
pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan

menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan

memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena yang

diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan

untuk memperoleh kebenaran handal.60

7. Tahap-tahap Penelitian

Seorang peneliti memiliki tahapan-tahapan sebelum melakukan

penelitian, berikut tahapan-tahapan peneliti dalam melaksanakan

penelitian:

a. Pra-Lapangan

Tahapan ini adalah tahap yang dilakukan sebelum

peneliti terjun ke lapangan meliputi sebagai berikut: menyusun

rencana penelitian, menentukan fokus penelitian, mengurus

surat izin melakukan penenelitian, melihat keadaan lokasi

penelitian, menyiapkan segala perlengkapan penelitian yang

akan dilakukan seperti teks wawancara untuk menggali data

dari informan.

b. Pengelolaan Lapangan

Tahapan ini adalah tahap di mana peneliti sudah

memasuki lapangan untuk menggali data dan informasi melalui

subjek dan informan. Tahap ini mencakup: memahami latar

60
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling; Pendekatan
Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi dengan Contoh Transkip Hasil Wawancara Serta
Model Penyajian Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 75.
penelitian dan mempersiapkan diri sebelum terjun ke lapangan,

memasuki lapangan, menggali dan mengumpulkan data dengan

cara ikut serta dalam kegiatan yang subjek lakukan.

c. Analisis data

Tahapan ini adalah tahap di mana peneliti sudah

mendapatkan data yang diinginkan, untuk itu pada tahap ini

peneliti melakukan beberapa proses, yaitu menentukan konsep

dasar analisis data, menentukan tema dan merumuskan

hipotesis dan yang terakhir menganalisa hipotesis.61

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi , Abu, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 15.

Ahmad, Diklat Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta: Lembaga Pendidikan Pelita Umat,


2010), 22-23

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010),
14.

Atika Fitriani, Eka Yuniarti “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual Siswa”, vol. 3, 2. (2018)

61
Moleong, Metodologi Penelitian (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), 175–79.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), (Yogyakarta: CV.
ANDI OFFSET, 2010), 6.

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam


Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan(Bandung:
Mizan Media Utama, 2002, Cet. V), 3-4.

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam


Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, 14

Departemen Agama Republik Indonesia Al-Hikmah, Al-Baqarah.(220)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan


Bahasa, Kamus Besar, 710.

Departemen Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Pembinaan


Kesejahteraan Sosial Anak Melalui Panti Asuhan Anak, (Jakarta: Depsos
RI, 1997), 4.

Departemen Sosial Republik Indonesia, Panduan Pelaksanaan Pembinaan, 7.

Departemen Sosial Republik Indonesia, Tim Penyusun Kamus (Bandung: Balai


Pustaka, 2005), 45.

Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. Himpunan


Peraturan Perundang-undangan Bidang Tugas Dirjen Bina
Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Depsos RI, 1989), 133.

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 206.

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 206.

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 207-


211.

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2003), 211.

Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius, (Malang: AR-
RUZZ MEDIA, 2017), 31

Farid Hasyim dan Mulyono, Bimbingan dan Konseling Religius,68-69


Fitria Iyudhia Ekawati, Muhadjir Effendy, Ach.Rasyad, “Metode Monitoring Bagi
Petugas Panti Sosial Di UPT PTKS Malang,” Jurnal Pendidikan 10, no.1
(Maret 2015): 14.

Hardani dkk., Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif (Yogyakarta: Pustaka


Ilmu, 2020), 125.

Hidayatul Khasanah, dkk,Metode Bimbingan dan Konseling Islam dalam


Menanamkan Kedisiplinan Sholat Dhuha pada Anak Hiperaktif di MI
Nurul Islam Ngaliyan Semarang.Jurnal ilmu dakwah, Vol. 36, No.1,
Januari – Juni 2016 ISSN 1693-8054, 10-11. journal.walisongo.ac.id ›
index.php › dakwah › article › file:///D:/Downloads/1623-4298-1-PB.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren#Kyai, diakses pada hari Rabu 19 Mei


2018, pukul 08.00 WIB.

Irfan Subarkah,“ Upaya Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Purwokerto dalam


membentuk kecerdasan spiritual anak Tahun 2017”, Skripsi IAIN, Jurusan
Dakwah, Purwokerto, 2017, hlm. 8. Diakses dari
repository.iainpurwokerto.ac.id, pada hari Kamis, tanggal 10 Oktober,
2018 (19.45), http://repository.iainpurwokerto.ac.id/2884/(skripsi)

Jhon W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga,2002),


23.

Juwariyah, Pendidikan Anak dalam Al-qur`an (Yogyakarta: Teras, 2010), 69.


Masturin dan Zaenal Khafidin, Buku Daros BKI PENDIDIKAN( Kudus: STAIN
Kudus, 2008), 7

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif, 137–38.

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif, 150.

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 162.

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 163.

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 167.

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 171.

Metode Penelitian Kualitatif&Kuantitatif., 203.

Moleong, Metodologi Penelitian (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), 175–79.


Muhammad Thohir, Karakter Asmaul Husna (Menjadi Cermin Kecil Allah),
Lentera Hati, Tangerang, 2015, hlm. 119-120

Muhammad Thohir, Karakter Asmaul Husna Menjadi Cermin Kecil


Allah(Tangerang: Lentera Hati, 2015), 119.

Mulyadi Kartanegara, Mozaik Khasanah Islam,Bunga Rampai dari Chicago,


(Jakarta Selatan: Paramadina, 2000), 75.
Rika Armiyanti skripsi, jurusan pendidikan agama islam, fakultas, tarbiyah dan
keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung yang
berjudul “ Pearanan Orang Tua dalam Membina Kecerdasan Spiritual
Anak dalam Keluarga di Desa Hujung Kecamatan Belalau Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2018”.

rtemen Sosial Republik Indonesia. Pedoman Umu., (Jakarta: Depsos RI, 1997), 6.

Sarwono Sarlito W, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004),


9.

Siti Munawaroh selaku pengasuh Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jember,


Wawancara oleh penulis, 12 September 2023, wawancara.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (, Bandung:


Alfabeta, 2010), 9.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D., 317-318.

Suharsono, Akselerasi Inteligensi Optimalkan IQ, EQ & SQ (Jakarta: Inisiasi


Press, 2004, Cet. 1), 163.

Suharsono, Akselerasi Inteligensi Optimalkan IQ, EQ & SQ, 152

Suharsono, Akselerasi Inteligensi Optimalkan IQ, EQ & SQ, 160

Sulistyarini dan Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling (Jakarta: Prestasi


Pustakaraya, 2014), 25.

Syamsu Yusuf, L.N. dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016, Cet. 9), 6.

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2000 S/D 2011), 71.
Tim Sosiologi, Sosiologi Suatu Kajian Tentang Kehidupan Masyarakat, (Jakarta:
Yudhistira, 2004), 4.

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan


Konseling; Pendekatan Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi
dengan Contoh Transkip Hasil Wawancara Serta Model Penyajian Data,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 74.

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan


Konseling; Pendekatan Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi
dengan Contoh Transkip Hasil Wawancara Serta Model Penyajian Data,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 75.

Ulfah Rahmawati, Pengembangan Kecerdasan Spiritual Santri (Studi terhadap


Kegiatan Keagamaan di Rumah TahfizQu Deresan Putri Yogyakarta),
Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 1 Februari 2016. Diakses dari
journal.stainkudus.ac.id.http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/
jurnalPenelitian/a rticle/viewFile/1332/117

Ulfah Rahmawati, Pengembangan Kecerdasan Spiritual santri: Studi terhadap


Kegiatan Keagamaan di Rumah TahfizQu Deresan Putri Yogyakarta,
Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 1, Februari 2016, 107.
journal.stainkudus.ac.id › index.php › jurnalPenelitian › article,
file:///D:/Downloads/1332-4590-1-SM.pdf

Undang-undang Dasar, 1945, hlm. 2

Yazid al-Busthomi, Cedas Intelektual dan Spiritual dengan Mukjizat Puasa, ed.
Nirmala (Yogyakarta: DIVA Press, 2015), 52.

Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta:


Ruhama,, 1995), 40.

Zubaidi, Akhlak & Tasawuf, 3

Zubaidi, Akhlak & Taswuf (Jogjakarta: Lingkar Media, 2015), 31.

Zuchri Abdussamad, Metode Penelitian Kualitatif (Makassar: Syakir Media Press,


2021), 137.

Anda mungkin juga menyukai