Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMAHAMI STANDAR KOMPETENSI KONSELOR

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik Bimbingan &
Konseling

Dosen Pengampu: David Ilham Yusuf, S.Sos.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh:

Taufiqurrahman (204103030037)

Ahmad Rival (204103030040)

Harliani Tri Widia Astutik (205103030003)

Adil Wicaksono (205103030014)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Memahami standar
kompetensi konselor . Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan bagi Baginda Agung
Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Adapun tujuan penulisan makalah berjudul Memahami standar kompetensi konselor


ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah kode etik bimbingan dan konseling. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat
dan kesalahan penulisan, meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jember, 27 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................................

BAB I...............................................................................................................................................

PENDAHULUAN...........................................................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4

C. Tujuan.............................................................................................................................5

BAB II.............................................................................................................................................

PEMBAHASAN..............................................................................................................................

A. Standar Kompetensi Konselor.........................................................................................6

B. Konselor Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa........................................................7

C. Taat Beribadah Sesuai Dengan Ajaran Agama Masing-Masing.....................................7

BAB III..........................................................................................................................................

PENUTUP.....................................................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................................11

B. Saran..............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks.Perkembangan Teknologi dan
Informasi sangat pesat dengan banyak macamnya dan kemudahan akses. Ini mengisyaratkan
bahwa kehidupan masa mendatang akan menjadi sarat pilihan yang rumit dan manusia akan
didesak ke arah kehidupan yang sangat kompetitif.Situasi kehidupan semacam ini dapat
menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi baru tanpa
dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai. Oleh karena itu,
keberadaan Bimbingan Konseling (BK) dalam kerangka pendidikan dianggap cukup urgent.
Keberadaan bimbingan konseling dalam pendidikan merupakan salah satusistem dalam
proses pendidikan di samping bidang kurikulum dan pengajaran serta bidang administrasi dan
supervisi. Bimbingan konseling merupakan usaha pemerintah dalam membantu optimalisasi
perkembangan diri siswa di samping pelayanan instruksional dalam bentuk kegiatan belajar
mengajar.

Konselor merupakan salah satu profesi yang keberadaannya sejajar dengan guru. Hal ini
sebagai mana dijelaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 6
yang berbunyi ”Pendidik adalah tenaga. kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan”. Pasal ini menjelaskan bahwa keberadaan konselor dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur.

Konselor dapat dikatakan Profesional jika: Pertama, Memiliki Penguasaan Pengetahuan.


Maksudnya adalah adalah seorang konselor harus dapat memahami tentang konsep
bimbingan dan konseling, landasan pendidikan, serta memahami kode etik bimbingan dan
konseling dalam implementasi hubungan konseling yang akan dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan standar kompetensi konselor ?
2. Bagiamana konselor disebut beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Es
3. Bagiamana konselor yang taat beribadah sesuai ajaran agama masing-masing?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kompetensi konselor
2. Untuk mengetahui konselor yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa
3. Untuk mengetahui konselor yang taat beribadah sesuai ajaran agama masing-masing
BAB II

PEMBAHASAN
A. Standar Kompetensi Konselor
Konselor adalah seorang profesional karenanya layanan bimbingan dan konseling diatur
dan didasarkan dalam kode etik. Konselor bekerja dalam berbagai setting, keragaman
pekerjaan konselor mengandung maknanya adanya pengetahuan sikap dan keterampilan
bersama yang harus dikuasai oleh konselor dalam setting manapun. Pada kapasitas sebagai
pendidik konselor berperan dan berfungsi sebagai pendidik psikologis dengan perangkat
pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya untuk membantu individu
mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Pengawas melakukan pembinaan dan
pengawasan apakah konselor yang ada di sekolah memiliki kompetensi sebagai konselor.

Kompetensi merujuk kepada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai,


penampilan pribadi yang bersifat membantu, dan unjuk kerja profesional yang akuntabel.
Dalam Landasan Bimbingan dan Konseling karya Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan,
konselor haruslah kompeten (2009:38). Kompeten maksudnya, bahwa konselor itu memiliki
kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan
mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang
efektif dan bahagia.

Kompetensi profesional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan


konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan
kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik dalam Pendidikan Profesi
Konselor (PPK) yang berorientasi pada pengalaman lapangan.

Kompetensi profesional konselor adalah kiat dalam penyelenggaraan pepelayanan


bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan
yang lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai
Pendidikan Profesi Konselor (PPK), di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak
sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan menempuh dengan baik program PPK ini
bermuara pada penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan
Sertifikat Konselor, dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.
B. Konselor Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa
Konselor merupakan pelaksana utama yang mengkoordinasi semua kegiatan pelaksanaan
bimbingan dan konseling, konselor dituntut untuk bertindak secara bijaksana,ramah,bisa
menghargai, serta berkepribadian baik terutama kepribadian beriman dan bertaqwa kepada
tuhan yang maha esa.

Secara Etimologi, beriman bermakna pembenaran yang bersifat khusus, Makna yang
bersifat khusus berarti pembenaran yang sempurna dengan hati , yang melazimkan lahirnya
amalan-amalan hati dan anggota tubuh, Jadi iman itu merupakan pengucapan dari lisan dan
keyakinan dari hati.

Menurut bahasa, takwa berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari siksaan
Allah SWT, yaitu dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara, yakni menjaga
diri agar selamat dunia dan akhirat. Kata Waqa juga bermakna melindungi sesuatu, yakni
melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.

Pengertian takwa menurut istilah yakni melaksanakan semua perintah Allah, menjauhi
larangannya, dan menjaga diri agar terhindari dari api neraka atau murka Allah SWT.
Seorang konselor yg beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT selalu mendatangkan
kebahagiaan dan akan berbuat baik,serta senantiasa meninggalkan perbuatan jahat yang dapat
merugikan orang lain , anatara lain sebagai berikut;

1. Diberi kemudahan hidup


2. Hati menjadi tenang
3. Mencegah dari perbuatan syirik
4. Rasa syukur bertambah
5. Ketaatan kepada allah bertambah
6. Mempunyai rasa kasih sayang yg tinggi
7. Diampuni dosanya dan mendapatkan pahala
8. Mencegah dari perbuatan syirik

C. Taat Beribadah Sesuai Dengan Ajaran Agama Masing-Masing


Ketaatan berasal dari kata taat yang diberi awalan ‘ke’ dan akhiran ‘an’. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia ketaatan adalah ketundukan, kepatuhan, kesetiaan dan kesalehan.
Ketaatan adalah suatu nilai yang sangat dipuji agama. Sebab jika tatanan sosial itu
diumpamakan sebuah bangunan, maka ketaatan adalah semen yang merekat masing-masing
individu batu merah bangunan itu dan melekatnya kepada kerangka bangunan, sehingga
bangunannya berdiri kokoh. Sedangkan agama sebagaimana yang telah diuraikan di atas
adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya.
Jadi secara ringkasnya ketaatan beragama adalah kepatuhan dalam menganut agama
dengan menjalankan ajaran-ajaran agama sebagai bentuk dari pengabdian diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Ini serupa dengan pengertian yang diberikan Ramayulis dalam Psikologi
Agama, bahwa ketaatan beragama adalah kecenderungan manusia untuk berbakti kepada
Tuhan diwujudkan dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan Tuhan, dan
menjauhi segala apa yang dilarangnya. Dengan demikian ketaatan beragama bukan hanya
menyangkut hubungan hamba kepada Tuhannya, melainkan hubungan seseorang kepada
orang lain dan juga lingkungan. Karena dimensi keagamaan itu sendiri bukan hanya
mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana yang telah diuraikan di
atas. Berbeda dengan Glock dan Stark, menurutnya ketaatan dikalangan penganut Kristen
diungkapkan melalui sembahyang pribadi, membaca injil dan barangkali menyanyi himne
bersama-sama. Ini terjadi karena dalam merumuskan lima dimensi keberagamaan, Glock dan
Stark memasukkan ketaatan pada dimensi praktik agama.
Maka jelaslah ketaatan beragama dapat membawa dampak positif terhadap pembangunan,
karena pengalaman membuktikan bahwa semakin taat seseorang dalam beragama semakin
positif sikapnya terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Karena setiap agama mengandung
ajaran yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Bahkan dalam agama Islam, selain
diperintahkan untuk menaati Allah dan Rasulnya seorang muslim juga diperintahkan untuk
menaati pemerintah selama pemerintah tidak menjerumuskan rakyatnya kepada kemaksiatan
dan kesengsaraan.
Ketaatan beribadah umumnnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu faktor psikologi
(kepribadian dan kondisi mental), faktor umur (anak-anak, remaja, dewasa dan tua), faktor
kelamin (laki-laki dan wanita) faktor pendidikan (orang awam, pendidikan menengah dan
intelektual) serta faktor stratifikasi sosial (petani, buruh, karyawan, pedagang dan
sebagainya). Secara lebih sistematis Jalaludin membagi faktor yang mempengaruhi ketaatan
beragama ke dalam dua bagian yaitu, faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor Intern, yaitu faktor dari manusia itu sendiri, karena manusia adalah homo
religius (makhluk beragama) yang sudah memiliki potensi untuk beragama. 5 Faktor
yang termasuk dalam faktor intern adalah:
a. Hereditas
Kita sering mendengar peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya,
peribahasa ini tampaknya berlaku juga dalam jiwa keagamaan. Dalam penelitiaan
terhadap janin terungkap bahwa makanan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap
kondisi janin yang di kandungnya. Demikian pula Margareth Mead menemukan
dalam penelitiannya terhadap suku Mundugumor dan Arapesh bahwa terdapat
hubungan antara cara menyusui dengan sikap bayi.
b. Tingkat Usia
Berbagai penelitian psikologi agama menunjukan adanya hubungan antara
tingkat usia dengan perkembangan jiwa keagamaan, meskipun faktor usia bukan
satu-satunya faktor penentu dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang,
yang jelas kenyataan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama
pada tingkat usia yang berbeda. Menurut pendekatan psikologi, keterikatan
terhadap tradisi keagamaaan lebih tinggi pada orang-orang yang sudah berusia
lanjut ketimbang generasi muda.
c. Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur
hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur hereditas dan
pengaruh lingkungan inilah yang membentuk kepribadian. Dalam keadaan
normal, memang secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian,
dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek
kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.
d. Kondisi Kejiwaan
Kondisi jiwa seseorang akan berpengaruh pada pandangannya tentang agama,
seseorang yang mengidap Schizopernia akan mengisolasi diri dari kehidupan
social serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi.
Berbeda dengan orang yang normal, ia akan memandang agama secara sadar dan
dapat berpikir sehat.
2. Faktor Ekstern
Yaitu faktor di luar diri manusia. Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh
dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang
hidup. Lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, institusi
dan masyarakat.
a. Lingkungan keluarga
Pengalaman hidup pada tahun-tahun pertama dari umur si anak lebih banyak
diperolehnya dalam rumah tangga, baik yang dirasakan langsung dari perlakuan
orang tuanya, maupun dari suasana hubungan antara ibu-bapak dan saudara-
saudaranya. Pengalaman hidup di rumah itu merupakan pendidikan yang terjadi
secara tidak formal dan sengaja, tapi itu merupakan dasar dari pembinaan pribadi
secara keseluruhan, termasuk moral dan agama. Oleh karena itu keluarga dinilai
sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan
jiwa keagamaan.
b. Lingkungan masyarakat
Oleh sebab itu bermasyakat sudah menjadi sunnatullah dan dalam kehidupan
bermasyarakat tentunya terjadi dua hubungan antar individu, jika tidak
mempengaruhi pasti dipengaruhi, termasuk dalam hal agama. Lingkungan
masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif
bagi perkembangan jiwa keagamaan, begitupun sebaliknya. Adapun lingkungan
masyarakat yang dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan jiwa
keagamaan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) Lingkungan yang acuh
tak acuh terhadap agama, masyarakat seperti ini menganggap bahwa persoalan
agama adalah tanggung jawab pribadi masing-masing. 2) Lingkungan yang
berpegang teguh kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsafan batin, biasanya
lingkungan yang demikian menghasilkan anak-anak beragama yang secara
tradisional tanpa kritik, atau dia beragama secara kebetulan.3) Lingkungan yang
mempunyai tradisi agama yang sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kompetensi profesional konselor adalah kiat dalam penyelenggaraan pepelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan
yang lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai
Pendidikan Profesi Konselor (PPK), di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak
sebagai pembimbing atau mentor

Seorang konselor yg beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT selalu mendatangkan
kebahagiaan dan akan berbuat baik,serta senantiasa meninggalkan perbuatan jahat yang dapat
merugikan orang lain.

Ketaatan beragama adalah kecenderungan manusia untuk berbakti kepada Tuhan


diwujudkan dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan Tuhan, dan menjauhi segala
apa yang dilarangnya. Dengan demikian ketaatan beragama bukan hanya menyangkut
hubungan hamba kepada Tuhannya, melainkan hubungan seseorang kepada orang lain dan
juga lingkungan

B. Saran
Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling pihak konselor perlu memahami
beberapa hal terkait Standar kompetensi Konselor, karena tanpa adanya pemahaman kegiatan
tersebut proses bimbingan konseling tidak akan berjalan dengan efektif, oleh karena itu
konselor harus bisa memahami standar kompetensi konselor yang baik dan benar serta apa
saja dasar hukum dan kode etik yang sesuai dengan aspek kinerja profesional seorang
konselor.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hlm. 880

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Ismatu ropi dkk,2012,Pendidikan Agama Islam,Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Direktorat Pendidikan Agama Islam,2010,Buku Rujukan Guru PAI. Jakarta : Kementrian


Agama RI

Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling,
Bandung : Remaja Rosdakarya.

https://books.google.com/books/about/Profesi_Kependidikan.html?
hl=id&id=_DQnEAAAQBAJ#v=onepage&q=Standar%20kompetensi%20konselor&f=false

Anda mungkin juga menyukai