Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

URGENSI DAN KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM


PENDIDIKAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu: Hasgimianti, S.Pd, M.Kons

Disusun Oleh:

Ahmad Taufiq (12210112994)

Lely Amelia Ariyani (12210123087)

Khizna Kholiq Fauzan (12210112766)

Muhammad Syafiq (12210112936)

Rika Lestari (12210123029)

Wenny Khairunnisa (12210122772)

Kelompok 1

Kelas PAI 3 C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Beriman
Kepada Qadha dan Qadar dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita jalan kebenaran.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Hasgimianti, S.Pd, M.Kons selaku dosen
pengampu matakuliah Bimbingan Konseling yang telah membimbing dan memberi banyak
pengetahuan kepada penulis serta memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat,
mempresentasikan makalah ini. Serta juga kepada pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah ini, memberikan referensi dan sumbangsi pemikirannya semoga Allah
membalas dengan sebaik-baiknya.

Sebagai penutup, kritik dan saran penulis harapkan dari segenap pembaca atas segala
kekurangan yang terdapat dalam makalah ini dan juga sebagai bahan koreksi dan
pembelajaran untuk perbaikan makalah berikutnya.

Pekanbaru, 13 September 2023

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................................

PEMBAHASAN

A. Bimbingan dan Konseling Sebagai Sebuah Profesi............................................


1. Pengertian Bimbingan dan Konseling...........................................................
2. Pengertian Profesi............................................................................................
B. Kilas Balik Profesi Konselor di Indonesia...........................................................
C. Tugas Pokok Konselor di Lembaga Pendidikan................................................

PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................
B. Saran ......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan konseling ialah salah satu bagian penting dalam suatu sekolah.
Peran penting dari bimbingan konseling ialah sebagai wadah dalam membantu peserta
didik dalam mencapai pengoptimalan diri sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki
serta mengentaskan masalah yang tengah dialami. Layanan bimbingan konseling tidak
bisa dilakukan apabila tidak ditangani oleh orang ahli dibidangnya. Ahli atau orang
yang menangani konseling disebut Konselor. Konselor sekolah ialah seorang ahli
yang membantu peserta didik dalam mencapai perkembangannya serta menyelesaikan
masalahnya. Demikianlah kerja dari seorang konselor.
Pekerjaan sebagai konselor bisa juga disebut sebagai sebuah profesi diaman
tidak semua pekerjaan itu dapat dikatakan profesi. Profesi merupakan suatu jabatan
atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang
disebut profesi tidak bisa dilakukan oleh orang tidak terlatih dan tidak disiapkan
khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bimbingan dan Konseling sebagai sebuah
profesi?
2. Bagaimana kilas balik profesi Konselor di Indonesia?
3. Bagaimana tugas pokok Konselor di lembaga pendidikan?
C. Tujuan
1. Memahami maksud Bimbingan dan Koseling sebagai sebuah profesi.
2. Mengetahui kilas balik profesi Konselor di Indonesia.
3. Mengetahui dan memahami tugas pokok Konselor di lembaga pendidikan.
PEMBAHASAN

A. Bimbingan dan Konseling Sebagai Sebuah Profesi


1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari kata guidance dan
counseling. Yang memiliki arti menunjukkan, membimbing, membantu,
menentukan, mengatur, memimpin, memberi saran, ataupun menuntun. Jadi
bimbingan dapat diartikan membantu atau menuntun. Namun, tidak semua
bantuan dan tuntunan merupakan bimbingan.
Bimbingan merupakan suatu proses membantu atau menuntun seseorang
secara terus menerus dari seorang pembimbing yang berkompeten kepada
seseorang membutuhkan. Bimbingan dilakukan secara optimal dengan berbagai
teknik dan media bimbingan secara normatif agar seseorang mencapai
kemandirian dan bermanfaat bagi diri sendiri serta lingkungannya.
Sedangkan istilah Konseling ialah suatu proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh konselor kepada seseorang yang
sedang mengalami suatu masalah (konseli) dengan tujuan agar konseli dapat
mencapai pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya dan dapat mengatasi
masalah yang dihadapinya.1
2. Pengertian Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yakni Profession
yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam
melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi artinya suatu
pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunyayang
ditekankan pada pekerjaan mental; yakni adanya persyaratan pengetahuan teoritis
sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual.
Jadi, suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yakni pengetahuan, keahlian,
dan persiapan akademik.2
Dalam sebuah profesi terdapat beberapa syarat-syarat atau ciri-ciri yakni:
1. Suatu Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki
fungsi dan makna sosial yang sangat menentukan.

1
Rifda El Fiah, Bimbingan Konseling di Sekolah, (Lampung: Renika Cipta, 2015) Hal 1
2
Nasrul Hs, Profesi dan Etika Keguruan, (Yogyakarta:Aswaja Pressindo, 2014), Hal 5
2. Untuk mewujudkan fungsi tersebut penyelenggaranya haruslah
menampilkan pelayanan yang khusus didasari teknik-teknik intelektual
dan keterampila-keterampilan tertentu yang unik.
3. Penampilan pelayanan terebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja,
akan tetapi bersifat pemecahan masalah atau pemecahan dengan
menggunakkan teori dan metode ilmiah.
4. Pada anggotanya harus memiliki kerangka ilmu yang sama yakni
didasrkan ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan didasari akal
sehat saja.
5. Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan
latihan dalam jangka waktu yang panjang.3
B. Kilas Balik Profesi Konselor di Indonesia

Sejarah kelahiran layanan bimbingan dan konseling di lingkungan pendidikan


di tanah air dapat dikatakan tergolong unik. Terkesan oleh layanan bimbingan dan
konseling di sekolah-sekolah yang diamati oleh para pejabat pendidikan dalam
peninjauannya di Amerika Serikat sekitar tahun 1962, beberapa orang pejabat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan dibentuknya layanan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah menengah sekembalinya mereka di tanah
air.

Kriteria penentapan konselor ketika itu tidak jelas dan ragam tugasnyapun
sangat lebar, mulai dari berperan semacam ”polisi sekolah” sampai dengan
mengkon¬versi hasil ujian untuk seluruh siswa di suatu sekolah menjadi skor
standar. Pada awal dekade 1960-an, LPTK-LPTK mendirikan jurusan untuk
mewadahi tenaga akademik yang akan membina program studi yang menyiapkan
konselor yang dinamakan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, dengan program
studi yang diselenggarakan pada 2 jenjang yaitu jenjang Sarjana Muda dengan
masa belajar 3 tahun, yang bisa diteruskan ke jenjang Sarjana dengan masa belajar
2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana Muda dan Sarjana
dengan masa belajar 5 tahun inilah yang kemudian pada akhir dekade 1970-an
dilebur menjadi program S-1 dengan masa belajar 4 tahun, tidak berbeda, dari segi
masa belajarnya itu, dari program bakauloreat di negara lain, meskipun ada
perbedaan tajam dari sisi sosok kurikulernya.
3
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:Rineka Cipta, 2004) Hal 10
Pada dekade 1970-an itu pula mulai ada lulusan program Sarjana (lama) di
bidang Bimbingan dan Konseling, selain juga ada segelintir tenaga akademik
LPTK lulusan perguruan tinggi luar negeri yang kembali ke tanah air. Kurikulum
1975 mengacarakan layanan Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari
wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan
SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan Manajemen dan Layanan
Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketentuan yang serupa juga
diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang, pada tahun
1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjutnya
memang raib ditelan oleh waktu, karena para kepala SMK kurang memberikan
ruang gerak bagi alumni pelatihan Bimbingan dan Konseling tersebut untuk
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka ke
sekolah masing-masing. Tambahan pula, dengan penetapan jurusan yang telah
pasti sejak kelas I SMK, memang agak terbatas ruang gerak yang tersisa, misalnya
untuk melaksanakan layanan bimbingan karier. Untuk jenjang SD, pelayanan
bimbingan dan konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada
konselor yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu. Untuk
jenjang sekolah menengah, posisi konselor diisi seadanya termasuk, ketika SPG di-
phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru-guru SPG yang tidak
diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dosen Program D-II PGSD, juga
ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.

Meskipun ketentuan perundang-undangan belum memberikan ruang gerak,


akan tetapi karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi
konselor, maka dengan dimotori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai
tenaga akademik di LPTK-LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang
didirikanlah Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang menghimpun
konselor lulusan Program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan
para pendidik konselor yang bertugas di LPTK, di samping para konselor yang
berlatar belakang bermacam¬-macam yang secara de facto bertugas sebagai guru
pembimbing di lapangan.
Ketika ketentuan tentang Akta Mengajar diberlakukan, tidak ada ketentuan
tentang ”Akta Konselor”. Oleh karena itu, dicarilah jalan ke luar yang bersifat ad
hoc agar konselor lulusan program studi Bimbingan dan Konseling juga bisa
diangkat sebagai PNS, yaitu dengan mewajibkan mahasiswa program S-1
Bimbingan dan Konseling untuk mengambil program minor sehingga bisa
mengajarkan 1 bidang studi. Dalam pada itu IPBI tetap mengupayakan kegiatan
peningkatan profesionalitas anggotanya antara lain dengan menerbitkan Newsletter
sebagai wahana komunikasi profesional meskipun tidak mampu terbit secara
teratur, di samping mengadakan pertemuan periodik berupa konvensi dan kongres.
Pada tahun 2001 dalam kongres di Lampung Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak
bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di
Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewajibkan tiap sekolah untuk
menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 (seratus lima puluh) peserta
didik, meskipun hanya terealisasi pada jenjang pendidikan menengah. Dengan
jumlah lulusan yang sangat terbatas sebagai dampak dari kebijakan Ditjen Dikti
untuk menciutkan jumlah LPTK Penyelenggara Program S-1 Bimbingan dan
Konseling mulai tahun akademik 1987/1988, maka semua sekolah menengah di
tanah air juga tidak mudah untuk melaksanakan instruksi tersebut.

Sesuai arahan, masing-masing sekolah menengah ”mengalih tugaskan” guru-


gurunya yang paling bisa dilepas (dispensable) untuk mengemban tugas
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling setelah dilatih melalui
Crash Program, dan lulusannyapun disebut Guru Pembimbing. Dan pada tahun
2003 diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyebut adanya jabatan “konselor” dalam pasal 1 ayat (6), akan tetapi tidak
ditemukan kelanjutannya dalam pasal-pasal berikutnya. Pasal 39 ayat (2) dalam
UU nomor 20 tahun 2003 tersebut menyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pendidik pada
perguruan tinggi”, meskipun tugas “melakukan pembimbingan” yang tercantum
sebagai salah satu unsur dari tugas pendidik itu, jelas merujuk kepada tugas guru,
sehingga tidak dapat secara sepihak ditafsirkan sebagai indikasi tugas konselor. 4

Sebagaimana telah dikemukakan dalam bagian Telaah Yuridis, sampai dengan


diberlakukannya PP nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pun, juga belum ditemukan pengaturan
tentang Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja Konselor. Oleh karena itu, tiba
saatnya bagi ABKIN sebagai organisasi profesi untuk mengisi kevakuman legal
ini, dengan menyusun Rujukan Dasar bagi berbagai tahap dan/atau sisi
penyelenggaraan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan
khususnya dalam jalur pendidikan formal di tanah air, dimulai dengan penyusunan
sebuah naskah akademik yang dinamakan Naskah Akademik Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Diambil dari Naskah Akademik Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. 5

C. Tugas Pokok Konselor di Lembaga Pendidikan


Karakteristik siswa sekolah dasar dan sekolahnya (sekolah dasar) telah
membawa impliksi langsung bagi pemikiran tentang elemen-elemen tertentu dalam
organisasi program yang membedakannya dengan program bimbingan di jenjang
pendidikan lainnya. Perbedaan itu mengarah pada peran dan fungsi konselor dan
bukan pada apa yang dilakukan oleh konselor sekolah dasar tetapi berkenaan dengan
bagaimana mereka melakukannya. Sebagai contoh, konselor dan staf sekolah lainnya
(spesialis) harus bekerja sama dengan para guru kelas, demikian pula berbagai
aktivitas bimbingan juga harus berorientasi pada kelas (lihat tabel 1). Konteks ini
tampaknya mengarahkan pada fungsi konsultasi dan koordinasi. Meskipun demikian,
ada tugas tambahan bagi para konselor di sekolah dasar di samping memberikan
konseling, konsultasi dan koordinasi, yakni melaksanakan asesmen, orientasi siswa,
dan memberikan layanan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan karir setiap
peserta didik.

4
Ahmad Sudrajat, Kilas Balik Profesi Konselor Di Indonesia, 14 Februari 2009, Diakses Pada 13 September
2023, https://ewintri.wordpress.com/tag/kilas-balik-profesi-konselor-di-indonesia/
5
Ahmad Sudrajat, Sejarah Perkembangan Konselor Di Indonesia, 28 Desember 2008, Diakses Pada 13
September 2023, https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/12/28/kilas-balik-profesi-konselor-di-indonesia/
Gibson & Mitchell (1995) mengemukakan beberapa fungsi utama konselor di
sekolah dasar, yakni sebagai konselor, konsultan, sebagai koordinator, sebagai agen
perubahan, sebagai asesor, sebagai pengembang karir, dan agen pencegahan. Berikut
adalah deskrisi singkat dari masing-masing peran tersebut.
1. Memberikan layanan konseling. Peran utama konselor sekolah,
sebagaimana halnya konselor di jenjang pendidikan di atasnya, adalah
memberikan konseling (mengkonseling), individual maupun kelompok.
Meskipun kebutuhan dan praktek konseling di sekolah dasar mungkin
tidak sebanyak di jenjanmg pendidikan lainnya (SLTP dan SMA) bahkan
cenderung jarang dilakukan, bagaimanapun konselor tetap harus selalu
mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya jika sewaktu-waktu menemukan
siswa atau menerima siswa yg dirujuk oleh guru, orang tua, atau yang
diidentifikasi oleh konselor sendiri atyau oleh profresional lain yang
mungkin membutuhkan konseling. Di USA para konselor sekolah dasar
juga diminta untuk berpartisipasi aktif dalam pemecahan maalah-masalah
kesehatan mental, seperti anak-anak yang menjadsi korban kekerasan,
anak-anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, dan anak-anak
yang mengalami gangguan depresi dan memperlihatkan kecenderungan
untuk bunuh diri. Ini memperlihatkan bahwa kebutuhan perkembangan
dari para siswa tampaknya dipandang nomor dua oleh kepala sekolah dan
oleh orang tua. Prioritas baru ini membawa implikasi langsung pada
pengembangan program pendidikan prajabatan dan dalam jabatan konselor
dengan memasukkan kurikulum yang berkaitan dengan masalah-masalah
sosial.
2. Konsultan. Peran penting lainnya di samping memberikan konseling bagi
para konselor sekolah dasar adalah sebagai konsultan pendidikan.
Konselor dsapat berkolaborasi dengan guru, orang tua, kepala sekolah, dan
profesional lain untuk membantu pihak ketiga (siswa). Jadi, dalam peran
ini konselor membantu pihak lain untuk membantu peserta didik
menangani secara efektif kebutuhan-kebutuhan perkembangan dan
penyesuaian.
3. Koordinator. Di sekolah dasar, para konselor juga memiliki peran sebagai
koordinator. Para konselor sekolah dasar memiliki tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan berbagai macam kegiatan bimbingan dengan kegiatan-
kegiatan sekolah lainnya. Para konselor sekolah di Sekolah dasar juga
diperlukan untuk mengkoordinasikan kontribusi dari para profesional lain
yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan seperti psikologi, pekerja
sosial, dsb.
4. Agen orientasi. Para konselor sekolah dasar juga memiliki peran sebagai
agen orientasi. Sebagai fasilitator perkembangan manusia, para konselor di
sekolah dasar perlu mengakui pentingnya orientasi anak didik tentang
(terhadap) tujuan sekolah dasar dan lingkungan sekolahnya. Adalah
penting bahwa pengalaman pendidikan awal anak merupakan (menjadi)
suatu pengalaman yang positif bagi anak. Berkenaan dengan ini para
konselor sekolah dasar dapart merencanakan suatu kegiatan berkonsultasi
dengan para guru untuk belajar dan mempraktekkan berbagai keterampilan
interpersonal dan interaksional di sekolah.
5. Asesor. Para konselor sekolah dasar juga memiliki peran sebagai asesor,
yakni melakukan asesmen kepada peserta didik berdasarkan data hasil tes
maupun non tes. Data hasil pengukuran tersebut perlu untuk
diinterpreastikan dalam rangka memperoleh pemahaman yang akurat
tentang siswa beserta dengan potensi-potensinya , dampak budaya pada
perkembangan siswa, dan pengaruh faktior-faktor lingkungan lain pada
perilaku siswa.
6. Pengembang karir. Peran lainnnya yang tak kalah pentingnya bagai para
konselor disekolah dasar adalah sebagai pengembang karir. Pentingnya
pendidikan di sekolah dasar sebagai landasan bagi pengambilan keputusan
di kemudian hari oleh anak menegaskan (menggarisbawahi) pentingnya
memberikan perhatian pada perkembangan karir anak. Konselor dapat
membuat kontribusi penting sebagai koordinator dan konsultan dalam
mengembangkan program pendidikan karir yang terintegrasi,
berkesinambunghan, dan terus-menerus.
7. Agen pencegahan. Di sekolah dasar merupakan tanda-tanda peringatan
awal bagi masalah-masalah anak di kemudian hari: kesulitan belajar,
gangguan mood umum (ketidakbahagiaan, gelisah, depresi), dan berbagai
bentuk perilaku kenakalan (berkelahi, pertengkaran, mengganggu,
impulsif, dan membangkang/ bandel/keras kepala). Conyne (1983) dan
Dodge (1983) serta para penulis lain telah menyebutkan sejumlah besar
bukti untuk menyatakan bahwa anak-anak yang tak dapat menyesuiakan
diri selama mengikuti pendidikan di sekolah dasar memiliki resiko tinggi
untuk mengalami berbagai macam problem perilaku di kemudian hari.
Demikian pula penyalahgunaan narkoba, kekerasan di dalam kelompok
teman sebaya, vandalisme, dan berbagai bentuk perilaku menyimpang lain
oleh anak-anak sekolah dasar grafiknya cenderung terus meningkat.

Hubungan timbal balik antara bimbingan dan pengajaran di dalam proses


pendidikan menekankan peranan guru sebagai pembimbing dan pengajar. Guru
sebagai pendidik mempunyai tangung jawab menciptakan iklim pendidikan di
sekolah, agar setiap siswa dapat mengembangkan dirinya. Kehidupan guru di sekolah
maupun di luar sekolah sangat mempengaruhi perkembangan dan kehidupan pribadi
siswa.

Jones (dalam Gunawan, 2001) menyatakan: jika guru dapat memahami


siswanya sebagaimana adanya, dengan segala kemampuan dan kelemahannya, dan
ingin membantu siswa untu menyempurnakan apa yang perlu, guru tersebut akan
mempunyai banyak kesempatan untuk menolong siswanya memahami dan menerima
dirinya serta menolong mereka untuk menetapkan tujuan hidup yang sesuai dengan
diri sendiri. Guru dapat pula mempengaruhi sikap dan perasaan siswa untuk membuat
suatu pilihan yang mudah maupun yang sukar secara bebas.

Sebagai pengajar, guru harus mampu memahami kehidupan anak secara


individual maupun kelompok. Dengan memperhatikan perbedaan individu dan
mengembangkan proses kelompok yang dinamis guna memberikan kesempatan
belajar berkembang kepada setiap muris di dalam kelasnya.

Pelaksanaan program bimbingan sangat membutuhkan data pribadi anak. Data


tersebut dapat diperoleh melalui alat pengumpul data, misalnya tes, wawancara,
observasi dan sebagainya. Di samping alat-alat tersebut, keterangan langsung dari
guru mengenai perkembangan pribadi anak didiknya jauh lebih berharga karena setiap
hari guru bergaul dengan anak didiknya dan bersama-sama mengalami pengalaman
social, emosional, dan akademis yang selalu berubah-ubah. Pengalaman ini sangat
berharga untuk pelaksanaan program bimbingan.
Seorang guru yang baik, dapat memasukkan unsur-unsur bimbingan dalam
mata pelajaran sekolah. Disamping fungsinya sebagai pembimbing siswa sebagai
individu, guru dapat pula berfungsi sebagai pembimbing kelompok, misalnya
mengendalikan proses interaksi kelompok sehingga ketegangan-ketegangan atau
tekanan dalam kelompok dapat diredakan atau dikurangi.
PENUTUP
A. Saran
Setelah kita mempelajari tentang urgensi bimbingan dan konseling dalam pendidikan,
semoga dapat membantu para guru atau pengajar untuk memehami kondisi dan karakteristik
siswa yang di bimbing. Karena kelancaran suatu interaksi itu dapat dilakukan dengan saling
memahami. Dengan mempelajari ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
mempraktikkan atau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari terutama disaat kita menjadi
pengajar.
B. Kesimpulan

Bimbingan konseling itu merupakan upaya kita untuk membantu mengembangkan


kesempatan yang dimiliki. Sehingga dari penjelasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari mempelajari bimbingan konseling dapat membantu peserta didik memehami lebih
dalam dirinya sendiri dan orang lain, sehingga muncullah rasa kekerabatan yang erat dan
efektif. Serta memberi bantuan bantuan pada peserta didik untuk bisa lebih mengembangkan
diri, sehingga bakat dan potensi dalam dirinya dapat dikuasai secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sudrajat. (2009). Kilas Balik Profesi di Indonesia. http://ewintri.wordpress.com.


Ahmad Sudrajat. (2008). Sejarah Perkembangan Konselor di Indonesia.
http://akhmadsudrajat.WordPress.com.
Nasrul Hs. (2014). Profesi dan Etika Keguruan. Yogyakarta: Pressindo
Rifda El Fiah. (2015). Bimbingan Konseling di sekolah. Lampung: Renika Cipta.
Prayitno. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai