Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

LANDASAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Bimbingan dan Penyluhan

Dosen Pengampu : Ika Rizqi Meilya M,Pd.

Disusun Oleh Kelompok 2

1. Afifah Husnul Khatimah ( 2221190009 )


2. Devia Maherani ( 2221190011 )
3. Siti Azizah ( 2221190019 )
4. Purba Puput Katriana ( 2221190058 )
5. Arief Eka Nugraha ( 2221190000 )

Kelas I- B

JURUSAN PENDIDIKAN NONFORMAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
penulis memanjatkan puja dan puji syukur kehadiratNya. Tuhan Yang Maha Esa telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Bimbingan dan Penyuluhan tentang Landasan Pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan. Pembahasan yang terdapat dalam makalah akan memberikan
pandangan dan pemahaman dari berbagai sumber.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Dan terkhusus kepada dosen mata kuliah, Ibu Ika Rizqi
Meilya M,Pd.. Semoga makalah yang penulis buat ini mendapatkan penilaian yang baik.

Seperti pepatah yang mengatakan tidak ada gading yang tidak retak, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya yang masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini di pembuatan makalah selanjutnya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Bimbingan dan Penyuluhan tentang
Landasan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan ini dapat memberikan manfaat terhadap
pembaca secara umum.

Serang, 10 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Landasan-Landasan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan ........... 3


B. Asas-Asas Bimbingan dan Penyuluhan ............................................... 10
C. Teknik Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan ................................ 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
B. Saran ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Landasan dipahami sebagai acuan dan juga dasar pelaksanaan program layanan
layanan bimbingan konseling. Landasan juga bisa dipakai sebagai latar belakang dari
layanan bimbingan dan konseling. Pendapat lain mengatakan bahwa landasan
merupakan syarat pengetahuan yang harus dimiliki untuk dapat melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling dengan lebih baik. Landasaan bimbingan konseling
memberikan kontribusi terhadap kerja bimbingan dan konseling itu sendiri. Landasan
yang mendasari bimbingan dan konseling itu perlu dipahami untuk menunjang
pelaksaaan bimbingan dan konseling secara afektifdan efisien.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan faktor-


faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan, khususnya oleh konselor selaku
pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat
sebuah bangunan untuk berdiri tegak dan kukuh tentu membutuhkan fondasi yang
kuat dan tahan lama. Tanpa fondasi yang kukuh, bangunan itu akan mudah goyah atau
bahkan ambruk. Demikian pula dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila
tidak didasari oleh fondasi atau landasan yang kukuh, akan mengakibatkan
kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri yang akan menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).

Tidak hanya landasan yang dibutuhkan untuk mencapai proses layanan bimbingan
dan konseling yang baik, namun juga keberhasilan proses layanan bimbingan dan
konseling sangat ditentukan oleh asas-asas layanan bimbingan dan konseling. Dan
pada umumnya dalam proses layanan bimbingan dan konseling diperlukan teknik-
teknik yang berbeda, teknik yang digunakan dalam proses pelayanan bimbingan dan
konseling menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group
guidance) dan pendekatan secara individual (individual dan counseling).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana landasan yang mendasari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ?


2. Bagaimana asas-asas pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ?

1
3. Bagaimana teknik pelaksanaan Bimbingan dan Konseling?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui landasan-landasan yang mendasari pelaksanaan Bimbingan dan


Konseling
2. Untuk mengetahui asas-asas dalam proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
3. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN-LANDASAN PELAKSANAAN BIMBINGAN PENYULUHAN

1. LANDASAN FILOSOFIS

Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau


tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk
itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal, yang bersangkut paut
dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran bimbingan dan konseling
pada umumnya membantu konselor dalam menghadapi situasi konseling dalam
membuat situasi yang tepat. Di samping itu, pemikiran dan pemahaman filosofis
juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya lebih mantap, lebih fasilitatif,
serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.' Konselor harus
merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor
menggunakan keterampilannya untuk membantu klien da mengembangkan
keterampilan klien dalam mengatasi masalah dan keterampilan hidupnya.

John J. Pietrofesa et. al. mengemukakan pendapat James Cribbin tentang


prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan, yaitu sebagai berikut.

1. Bimbingan hendaknya didasarkan pada pengakuan terhadap kemuliaan dan


harga diri individu (konseli) dan atas hak-haknya mendapatkan bantuan.
2. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya,
bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.
3. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan
dan pelayanan.
4. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental.
Bimbingan dilaksanakan melalui kerja sama, yang masing-masing bekerja
berdasarkan kompetensinya sendiri.
5. Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi
dirinya.
6. Bimbingan merupakan elemen pendidikan individualisasi, personalisasi, dan
sosialisasi.

2
Dengan demikian, landasan filosofis adalah memberikan arahan serta
pemahaman, khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan
bimbingan dan konseling yang lebih bias dipertanggungjawabkan, baik secara
logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling,
terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan
filosofis tentang apakah manusia itu?

3
3

Jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut tidak dapat dilepaskan dari berbagai
aliran filsafat yang ada, mulai filsafat klasik sampai dengan filsafat modern, dan
bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis
Barat mendeskripsikan hakikat manusia sebagai berikut.

1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan


ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila
dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya
sendiri khususnya melalui pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk, dan hidup
berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-
tidaknya mengontrol keburukan.
5. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis, dan spiritual yang harus dikaji
secara mendalam.
6. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
7. Manusia adalah unik, dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya
sendiri.
8. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
9. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apa
pun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut, setiap upaya bimbingan dan


konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia. Seorang
konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan
memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai
dimensinya.
4

2. LANDASAN PSIKOLOGIS

Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman


bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang
perlu dikuasai oleh konselor adalah sebagai berikut.

a. Motif dan Motivasi

Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan


seseorang untuk berperilaku, baik motif primer, yaitu motif yang didasari oleh
kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti rasa
lapar, bernapas, dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu, dan sejenisnya. Selanjutnya, motif-motif tersebut diaktifkan dan
digerakkan, baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau
aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang


membentuk dan memengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang
mencakup aspek psikofisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah,
bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri kepribadian tertentu. Pembawaan pada
dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan, dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan tempat
individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-
beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang
sedang atau bahkan rendah. Misalnya, dalam kecerdasan, ada yang sangat
tinggi (genius), normal, atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau idiot).

Demikian pula, dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam


lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai,
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara
optimal. Ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang
5

kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas, sehingga
segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan
baik dan menjadi tersia-siakan.

c. Perkembangan Individu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan


berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pranatal)
hingga akhir hayatnya, di antaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, di antaranya
sebagai berikut:

1. teori dari Mc Candless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural


dalam perkembangan individu;
2. teori dari Freud tentang dorongan seksual;
3. teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial;
4. teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif;
5. teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral;
6. teori dari Zunker tentang perkembangan karier;
7. teori dari Buhler tentang perkembangan sosial;
8. teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak
masa bayi sampai dengan masa dewasa.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai


aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah
perkembangan individu itu pada masa depan serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.

d. Belajar

Belajar merupakan salah satu konsep yang sangat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, manusia tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya dan dengan belajar, manusia
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu. Penguasaan yang baru merupakan tujuan belajar dan pencapaian
6

sesuatu yang baru itulah yang merupakan tanda-tanda perkembangan, baik


dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk
terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat
psikofisik yang dihasilkan dari kematangan maupun hasil belajar sebelumnya.

Untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan belajar, terdapat beberapa


teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, di antaranya adalah: (1) teori belajar
behaviorisme; (2) teori belajar kognitif atau teori pemrosesan informasi; (3)
teori belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif
konstruktivisme.

e. Kepribadian

Hingga saat ini, para ahli belum menemukan rumusan tentang kepribadian
secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang
dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey,
2005) ditemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda.
Berangkat dari studi yang dilakukannya, dia menemukan satu rumusan tentang
kepribadian yang dianggap lebih lengkap.

Menurut pendapatnya, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri


individu sebagai sistem psikofisik, yang menentukan cara yang unik dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai "suatu proses respons individu, baik
yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan
dari dalam diri ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dan tuntutan (norma)
lingkungan. Adapun yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu
khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dan individu lainnya.

Keunikannya didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya, misalnya


konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya
yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas
tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
7

Untuk menjelaskan kepribadian individu, ada beberapa teori kepribadian


yang sudah banyak dikenal, di antaranya teori psikoanalisa dari Sigmund
Freud, teori analitik dari Carl Gustav Jung, teori sosial psikologis dari Adler,
Fromm, Horney dan Sullivan, teori personologi dari Murray, teori medan dari
Kurt Lewin, teori psikologi individual dari Allport, teori stimulus-respons dari
Throndike, Hull, Watson, teori the self dari Carl Rogers, dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan aspek-aspek
kepribadian, yang mencakup sebagai berikut.

1. Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,


konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2. Temperamen, yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan yang datang dari lingkungan.
3. Sikap, sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif, atau
ambivalen.
4. Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan, seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih,
atau putus asa.
5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan, seperti menerima risiko secara
wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
6. Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal, seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya


memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien),
konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan
motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien).
Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek
potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh
kesuksesan dan kebahagiaan hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat
mungkin mampu menyediakan lingkungan yang bagi pengembangan segenap
potensi bawaan kliennya.
8

Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk


memahami aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang
mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien,
konselor harus memahami karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya.
Oleh karena itu, agar konselor menguasai landasan psikologis, ada empat
bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi
umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan,
dan psikologi kepribadian.

3. LANDASAN SOSIO KULTURAL

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan


pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan
sebagai faktor yang memengaruhi perilaku individu. Seorang individu pada
dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya tempat ia hidup. Sejak
lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola
perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya.

Kegagalan seseorang dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat


mengakibatkan ia tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang
melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan
perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu
yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak "dijembatanı
tidak mustahil timbul konflik internal ataupun eksternal, yang pada akhirnya dapat
menghambat proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang
bersangkutan dalam kepribadian pribadi ataupun sosialnya.

Dalam proses konseling terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dan


klien, yang mungkin konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang
berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber
hambatan, yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuaian diri
antarbudaya, yaitu (1) perbedaan bahasa; (2) komunikasi nonverbal; (3) stereotipe;
(4) kecenderungan menilai; (5) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang
digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan
kesalahpahaman.
9

Bahasa nonverbal pun sering memiliki makna yang berbeda-beda, bahkan


mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat
individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subjektif (social prejudice)
yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain di samping dapat
menghasilkan penilaian positif, tidak sedikit pula menimbulkan reaksi negatif.

Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain


yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yang berlebihan dalam
kaitannya dengan suasana antarbudaya dapat menyebabkan culture shock,
sehingga dia tidak tahu sama sekali apa, di mana, dan kapan harus berbuat
sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dan klien dapat terjalin
harmonis, kelima hambatan komunikasi tersebut harus diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya


(2006) mengetengahkan tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa
bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk
lingkungan berbudaya plural, seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling
dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di
atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal
pada nilai-nilai budaya bangsa, yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan
yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

4. LANDASAN IPTEK

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan memiliki dasar-dasar


keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun praktiknya. Pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan
menggunakan berbagai metode, seperti pengamatan, wawancara analisis
dokumen, prosedur tes, inventori atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam
bentuk laporan penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan


konseling telah menekankan pentingnya logika pemikiran, pertimbangan, dan
pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat "multireferensial".


Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan
10

teori dan praktik bimbingan dan konseling, seperti psikologi, ilmu pendidikan,
statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antropologi, ilmu ekonomi,
manajemen, ilmu hukum, dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut
telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik
dalam pengembangan teori maupun praktiknya. Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis
para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi


berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan computer telah banyak
dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003),
bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier
dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan
bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, interaksi antara
konselor dan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui
hubungan tatap muka, tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual
(maya) melalui internet, dalam bentuk "cybercounseling". Dikemukakan pula,
bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan
adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan
dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, peran konselor mencakup
pula sebagai ilmuwan. McDaniel (Prayitno, 2003) mengemukakan bahwa
konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik
berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan
penelitian.

5. LANDASAN PEDAGOGIS

Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga
segi, yaitu: (1) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (2) pendidikan sebagai inti
proses bimbingan dan konseling; (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan
layanan bimbingan dan konseling.
11

6. LANDASAN RELIGIUS

Landasan religius bimbingan dan konseling adalah menetapkan klien sebagai


makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya
bimbingan dan konseling. Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi
di dalamnya dimensi agama, ternyata sangat disenangi oleh masyarakat Amerika
dewasa. Ini didasarkan oleh hasil polling Gallup (dalam Syamsu dan Juntika,
2008: 133) pada tahun 1992 yang menunjukkan :

1. Sebanyak 66% masyarakat menyenangi konselor profesional, yang memiliki


nilai-nilai keyakinan dan spiritual.

2. Sebanyak 88% masyarakat menyenangi proses konseling yang memerhatikan


nilai-nilai keyakinan.

Terkait dengan berkembangnya konseling yang berbasis spiritual, M. Surya


(dalam Syamsu dan Nurihsan, 2008: 134) mengusulkan agar spiritualitas ini
dijadikan sebagai angkatan kelima dalam konseling dan psikoterapi. Selanjutnya,
dijelaskan bahwa "spirituality includes conceps such as transcendence, self
actualization, purpose and meaning wholeness, balance, sacredness, universality,
and a sense of high power."

Terkait dengan maksud tersebut, konselor dituntut memiliki pemahaman


tentang hakikat manusia menurut agama, peranan agama dalam kehidupan umat
manusia, dan persyaratan konselor.

7. LANDASAN YURIDIS FORMAL

Landasan yuridis formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan


perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan
bimbingan dan konseling, yang bersumber dari undang-undang dasar, undang-
undang Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, serta berbagai aturan dan
pedoman lainnya.

Pada akhirnya, layanan profesional bimbingan dan konseling, harus dibangun


diatas landasan yang kukuh. Landasan tersebut merupakan tumpuan untuk
terciptanya bimbingan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
12

B. ASAS ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING

Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya


asas-asas berikut.

a. Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data data keterangan tentang


peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan
yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan
keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin
b. Sukarela, yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien)
mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini
guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan
tersebut.
c. Terbuka, yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberi
kan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam
hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta
didik (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan
dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih
dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
d. Kegiatan, yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan
bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk
aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan
baginya.
e. Mandiri, yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni:
peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan
menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima
diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan
segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
13

f. Kini, yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling
ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan
yang berkenaan dengan "masa depan atau kondisi masa lampau pun" dilihat
dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat
sekarang.
g. Dinamis, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
h. Terpadu, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk
ini kerjasama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i. Harmonis, yaitu menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan
dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah
layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai
dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
j. Ahli, yaitu menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para
pelaksana bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli
dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus
terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k. Alih Tangan Kasus, yaitu menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (klien) mengalihtangankan permasalahan itu
14

kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan
kasus dari orangtua, guru-guru lain, atau ahli lain; dan demikian pula guru
pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik
dan lain-lain.
l. Tut Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan
sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan
seperti itu.

Selain asas-asas tersebut terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu
didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas
dari seluruh proses kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-
asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling akan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.

C. TEKNIK BIMBINGAN KONSELING

Pada umumnya, teknik yang dipergunakan dalam bimbingan menggunakan dua


pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group guidance) dan pendekatan
secara individual (individual counseling).

a. Bimbingan kelompok

Teknik yang digunakan dalam membantu siswa atau sekelompok siswa


memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Beberapa
bentuk khusus teknik bimbingan kelompok, yaitu: home room program, karya
wisata, diskusi kelompok,kegiatan kelompok, organisasi murid, sosiodrama.

b. Penyuluhan individual (individual counseling)


15

Dalam teknik ini, pemberian bantuan dilakukan dengan face to face


relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara
konselor dengan siswa. Masalah-masalah yang dipecahkan melalui teknik
counseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi.

Beberapa sistem pendekatan bimbingan dan konseling menurut Abin


Syamsuddin Makmun, yaitu pendekatan direktif, pendekatan non-direktif.

Secara singkat, kedua pendekatan bimbingan dan konseling tersebut dapat


dijelaskan sebagai berikut.

1. Pendekatan Direktif

Pendekatan ini dikenal juga sebagai bimbingan yang bersifat counselor-


centered. Sifat tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang peranan
utama dalam proses interaksi layanan bimbingan. Pembimbinglah yang
berusaha mencari dan menemukan permasalahan yang dialami siswa.

2. Pendekatan Non-Direktif

Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan bimbingan yang bersifat


client-cen tered. Sifat tersebut menunjukkan bahwa pihak terbimbing
diberikan peranan utama dalam bidang interaksi layanan bimbingan. Ciri-ciri
hubungan non-direktif:

1) Menempatkan klien (siswa) pada kedudukan sentral. Klienlah yang aktif


untuk mengungkapkan dan mencari pemecahan masalah;
2) Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien bisa berkembang sendiri.

c. Teknik Konseling

Apabila pemikiran siswa tidak logis/realistis (tentang konsep dirinya dan


pandangannya terhadap teman-temannya), siswa tersebut harus diarahkan agar
mengubahnya. Salah satu tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional
seorang siswa yang melatarbelakangi ketakutan (kecemasannya), yaitu konsep
dirinya yang salah dan sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling, konselor
harus lebih otoritatif, yaitu memanggil siswa tersebut, mengajak berdiskusi dan
16

mendorongnya untuk menghilangkan pola pikir irasional ke rasional/logis dan


realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasihat secara tepat, terapi dengan
menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk PR, serta bibliografi terapi.

Dalam kasus ini, pendekatan yang digunakan adalah direct konseling, yang
terdiri atas tiga tahapan berikut.

1. Konseling Kognitif

Konseling kognitif menunjukkan bahwa siswa harus membongkar pola


pikir irasional tentang konsep harga diri dan sikap terhadap sesama teman
yang salah jika ia ingin merasa lebih bahagia. Konselor lebih bergaya
mengajar, memberi nasihat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-
irasional, sugesti dan asertive training dengan simulasi diri menerapkan
konsep diri yang benar dan sikap/ ketergantunganpada orang lain yang
benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi, dan evaluasi
diri. Contoh: mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah
dan status teman yang mendukung, melainkan pada kasih Allah dan
perwujudan-Nya. Allah mengasihi saya, karena saya berharga di hadirat-Nya.
Terhadap diri saya sendiri, suatu saat saya senang, puas, dan bangga, tetapi
kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki
diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika dari 40 orang teman satu
kelas misalnya, ada 40% yang baik, 50% netral, dan hanya 10% yang
membenci saya. Adalah tidak mungkin menuntut semua/setiap orang setiap
saat baik kepada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini diajarkan dan dilatihkan
dengan pendekatan ilmiah.

2. Konseling Emotif-Evolatif

Konseling emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai siswa dengan


menggunakan teknik penyadaran antara yang benar dan salah, seperti
pemberian contoh, bermain peran, dan pelepasan beban agar siswa tersebut
melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan menggantinya
dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif.

3. Konseling Behavioritas
17

Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang negatif


dengan mengubah akar-akar keyakinan siswa yang irasional/tak logis, kontra
reinforcemen, sosial modeling, dan relaksasi/ meditasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Landasan-landasan pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan merupakan dasar
atau pondasi dari proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Beberapa landasan bimbingan dan konseling yakni meliputi, landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosial kultural, landasaan IPTEK,
landasan pedagogis, landasan religius, dan landasan yuridis formal.
2. Asas bimbingan dan konseling adalah rukun yang harus dipegang teguh dan
dikuasai oleh seorang guru pembimbing atau konselor dalam menjalankan
pelayanan atau kegiatan dan bimbingan dan konseling. Asas bimbingan dan
konseling dijadikan pegangan dalam layanan atau kegiatan bimbingan dan
konseling.
3. Teknik dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling melalui dua
pendekatan yakni pendekatan individu (individual counseling) dan pendekatan
kelompok (group guidance).
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami berharap dengan adanya
pembahasan makalah ini, dapat dipelajari dan memberikan pengetahuan akan
landasan-landasan, asas-asas dan teknik dalam proses pelaksanaan bimbingan dan
konseling. Sehingga proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling akan
dapat berjalan dengan lancar.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu ppenulis
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun, agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Atas kritik dan sarannya penulis
mengucapkan terimakasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nurihsan, Juntika dan Syamsu Yusuf. 2016. LANDASAN BIMBINGAN DAN


KONSELING. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hamdani. 2012. BIMBINGAN dan PENYULUHAN. Bandung: CV.Pustaka Setia.

16

Anda mungkin juga menyukai