Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Qur’an Hadits

Dosen Penempuh Ai Enung Nurhidayah, S.PdI, M.PdI

Disusun Oleh :

Sehabudin Alfarizi

Adam Awaludin

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM K.H.BADRUZZAMAN


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab adalah salah satu ajaran pokok dari agama. Bahwa Tuhan Maha Adil,

maka setiap orang pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya, sekecil apapun itu, dan

akan mendapatkan balasan yang setimpal. Balasan bisa di terima kelak di akhirat, atau sekarang

di dunia, atau bahkan dua-duanya, dibalas di dunia dan diakhirat. Perilaku tanggung jawab harus

diterapkan dimana saja kita berada karena ini merupakan sifat yang terpuji, oleh karena itu kita

wajib bertanggung jawab atas segala bentuk apapun yang kita perbuat, entah itu perbuatan baik

ataupun tidak. Bertanggung jawab berarti kita juga telah berlaku jujur. Dalam makalah ini akan

dibahas tentang ayat dan hadist mengenai tanggung jawab terhadap keluarga dan

masyaraat,asbabun nuzul,serta makna mufrodat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa ayat pokok yang menjelaskan tentang tanggungjawab terhadap keluarga?

2. Bagaimana sebab turunnya Ayat tentang tanggung jawab terhadap keluarga?

3. Apa isi kandungan ayat yang menjelaskan tentang tanggungjawab trhadap orang tua ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Surat At-Tahrim ayat 6

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat

yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan

kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim: 6)

Disarikan dari berbagai tafsir, bahwa ayat ini turun sebagai peringatan agar diantara

anggota keluarga saling menjaga antara satu sama lain. Diriwayatkan bahwa hendaknya kita

saling menjaga keluarga dengan melarang mereka mengerjakan apa yang telah dilarangkan

kepada diri kita dan memerintahkan keluarga kita untuk mengerjakan apa yang telah

diperintahkan oleh Allah Swt.. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya kita untuk

menyelamatkan keluarga dari siksaan api neraka yang dijaga oleh malaikat yang keras dan kasar

beserta sembilan belas pemimpinnya.


Ayat ke enam ini mengandung beberapa hikmah diantaranya: Perintah untuk selalu

bertakwa kepada Allah Swt. dan berdakwah; Anjuran untuk menyelamatkan diri dan keluarga

dari siksaan api neraka; Pentingnya pendidikan Islam sejak dini agar paham dengan Agama yang

diridai oleh Allah Swt.; dan Mengimani para malaikat yang merupakan salah satu bagian dari

rukun iman. Adapun makna dari keluarga yang selamat adalah sekelompok orang atas dasar

syariat hukum Allah Swt. dalam membina suatu ikatan, yang bertujuan untuk selamat di dunia

dan di akhirat, mereka akan saling menyelamatkan dan saling menjaga. Keluarga yang senantiasa

beriman kepada Allah Swt. akan dipertemukan kembali di dalam surga tanpa pengurangan

pahala sedikitpun, karena setiap orang hanya akan terikat dengan apa yang dikerjakannya.

Selain itu Allah Swt. juga mengingatkan kita bahwa sesungguhnya harta dan anak adalah

cobaan dan perhiasan dunia semata. Oleh karena itu hendaknya kita selalu mengingatkan

keluarga kita untuk melaksanakan salat dan sabar; memberikan nasihat dan peringatan;

menanamkan prioritas tauhid pada hati mereka; mengajarkan hal-hal yang wajib diketahui oleh

setiap muslim berupa hak-hak Allah Swt. atas hamba-Nya, rukun iman, rukun Islam, dan dosa-

dosa besar yang wajib dihindari; menanamkan akhlak yang baik; mengeluarkan zakat jika sudah

berkewajiban; meninggalkan segala bentuk riba; mengingatkan untuk saling berbuat kebaikan;

meninggalkan perbuatan yang diharamkan dan dibenci Allah Swt. serta terus berjuang dan

berkorban disertai dengan kesabaran hingga meraih keberuntungan.

Beliau juga menambahkan, bahwa terdapat tiga hal yang bisa menyelamatkan dan tiga

hal yang bisa merusak menurut HR. Imam Al-Baihaqi. Tiga hal yang menyelamatkan antara lain

ialah: (1) Taqwa kepada Allah dalam sepi maupun ramai; (2) Berkata benar (adil) dalam kondisi

rida maupun marah; dan (3) Bersikap sederhana dalam keadaan kaya maupun miskin. Sedangkan
tiga hal yang merusak antara lain ialah: (1) Bakhil yang kelewatan; (2) Nafsu yang diikuti; dan

(3) Ujub terhadap diri sendiri. Maka dari itu hendaknya kita selalu berdoa untuk diselamatkan

baik di dunia maupun di akhirat. (Cikal Aktar Muttaqin)

B. Surat An-Nisa' (4): Ayat 6.,

‫َو اْبَتُلوا اْلَيَتاَم ى َح َّتى ِإَذ ا َبَلُغوا الِّنَك اَح َفِإْن آَنْس ُتْم ِم ْنُهْم ُر ْشًدا َفاْد َفُعوا ِإَلْيِهْم َأْمَو اَلُهْم َو اَل َتْأُك ُلوَها ِإْسَر اًفا َو ِبَداًر ا َأْن َيْك َبُر وا َو َم ْن‬

‫َك اَن َغ ِنًّيا َفْلَيْس َتْعِفْف َو َم ْن َك اَن َفِقيًر ا َفْلَيْأُك ْل ِباْلَم ْعُر وِف َفِإَذ ا َد َفْع ُتْم ِإَلْيِهْم َأْمَو اَلُهْم َفَأْش ِهُدوا َع َلْيِهْم َو َك َفى ِباِهَّلل َح ِس يًبا‬

“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika

menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah

kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas

kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.

Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari

memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu

menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka

hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah

sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (QS. An-nisa :6)

Tafsir Mufrodat:

1. ‫َو اْبَتُلوا اْلَيَتاَم ى َح َّتى ِإَذ ا َبَلُغوا الِّنَك اَح‬ : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur

untuk nikah. Artinya memerhatikan ahklaknya, apakah dia telah memepunyai pikiran yang
cerdas dan dapat berbelanja dengan baik, maksudnya harta itu dapat diserahkan kepadanya

setelah dia meningkat dewasa.

2. ‫َفِإْن آَنْس ُتْم ِم ْنُهْم ُر ْشًدا َفاْد َفُعوا ِإَلْيِهْم َأْمَو اَلُهْم‬ : kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah

cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.

Menurut keterangan Ibnu Jarir, ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan kata ‫ُر ْش ًدا‬.

Mujahidin mengartikan “berakal,” Qatadah mengatikan, “berakal dan beragama,” sedangkan

Ibnu Abbas mengatakan, baik keadaannya dapat menggunakan hartanya dengan baik.

3. ‫َو اَل َتْأُك ُلوَها ِإْسَر اًفا َو ِبَداًر ا َأْن َيْك َبُر وا‬ : Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari

batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka

dewasa. Dalam ayat ini dijelaskan, barang siapa yang memelihara anak yatim, boleh

memakan harta anak yatim itu asal saja menurut asa kepatutan, yaitu tidak bolh berlebihan

dan tidak pula terburu-buru menghabiskannya sebelum anak itu meningkat dewasa.

4. ‫ َو َم ْن َك اَن َغ ِنًّيا َفْلَيْس َتْعِفْف َو َم ْن َك اَن َفِقيًر ا َفْلَيْأُك ْل ِب اْلَم ْعُر وِف‬: Barang siapa (di antara pemelihara itu)

mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan

barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Maksudnya,

jika washi yang memelihara harta anak yatim itu seorang yang mampu, tidak memerlukan

harta anak yatim yang berada pemeliharaannya itu, baiklah dia menjaga supaya jangan

sampai memakan harta anak itu, sehingga pemeliharaannya terhadap anak itu hanya semata-

mata amal saleh. Tetapi kalau dia seorang yang miskin, boleh dia memakannya dengan cara

yang baik atau dengan cara yang ma’ruf.[1]

Pada ayat ini dari surat ini, Allah menerangkan pokok-pokok cara pembagian harta

pusaka atau harta warisan, sedandkan ayat yang sebelumnya menerangkan tentang bagaimana

menjaga harta anak yatim dan penyerahan kembali kepadanya sebelum ia balig.[2]
Penjelasan Ayat:

Bila seorang wali hendak menyerahkan harta anak-anak yatim kepada mereka, dia harus

menguji mereka terlebih dahulu, apakah anak tersebut sudah bisa mengelola harta atau belum.

Tidak boleh tergesa-gesa dan langsung memberikan tanpa diketahui apakah anak tersebut

mampu atau tidak mengurusi hartanya. Ini dilakukan agar hartanya bisa terjaga dari madharat

apapun bentuknya.

Apabila anak yatim memang sudah bisa mengurus harta, maka tidak apa menyerahkan

harta kepada mereka. Selama wali mengurus anak yatim dan hartanya, tentu saja wali berhak

untuk mendapatkan imbalan, sebagai ganti dari keringat dan jerih payahnya. Dia boleh

mengambil harta anak yatim sesuai dengan standar gaji pengasuh. Tidak boleh melebihi itu,

apalagi mengkorupsinya. Namun, apabila seorang wali anak yatim itu kaya, kehidupannya serba

ada dan tidak kekurangan, sebaiknya tidak mengambil harta anak yatim meskipun dia

mempunyai hak untuk itu.

Apabila wali menyerahkan harta kepada anak yatim, Allah memerintahkan

untuk mendatangkan saksi yang menyaksikan bahwa wali telah menyerahkan harta kepada anak

yatim. Tujuan dari hal ini adalah untuk anak yatim dan wali itu sendiri. Untuk wali supaya dia

tidak melakukan kezhaliman apapun dan untuk anak yatim supaya tidak terjadi kericuhan bila

suatu saat nanti dia merasa ada harta yang belum dikembalikan. Perintah ini adalah wajib. Makna

dari perintah di sini adalah keharusan seorang wali untuk mempersaksikan bahwa amanah yang

ada di pundaknya kini telah pindah kepada pemiliknya di depan dua lelaki atau satu lelaki dan

dua perempuan. Sehingga ketika suatu saat nanti bila si yatim mengaku bahwa wali belum

menyerahkan hartanya, mereka bisa bersaksi. Sebab, bila tak ada saksi, maka yang dipakai
adalah perkataan yatim. Dan cukuplah Allah sebagai sebaik-baik pengawas dan saksi. Dia tak

bisa dibodohi atau dibohongi. Tak ada syahid yang lebih afdhol dari Allah.

C. Surat thaha ayat 132

dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam

mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu.

dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa

1. ASBABUN NUZUL

Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Murdawaih dan Bazzar dan Abu Ya'la telah

mengetengahkan sebuah hadis melalui Abi Rofi' yang telah menceritakan bahwa nabi

Muhammad saw.menerima tamu dan mau menjamunya,kemudian nabi saw mengutusku

kepada seorang laki-laki yahudi untuk meminjam sekantong trigu darinya yang akan di

bayar nanti pada permulaan bulan rajab,maka orang yahudi itu berkata "tidak,kecuali apabila

ia memakai jaminan"lalu aku dating kepada nabi saw dan melaporkan padanya apa yang

telah di katakan oleh orang yahudi tersebut itu.maka nabi bersabda :"ingatlah,demi

allah,sesungguhnya aku adalah orang yang di percaya di langit dan di percaya pula di muka

bumi ini" dan aku tidak berpamitan meninggalkan majlis nabi saw,sehingga turunlah ayat ini

(surat thaha ayat 131)[2]

2. Penjelasan ayat
ayat 132 yang telah di hadirkan di awal bab ini, imam ibnu katsir rahimahullah

menjelaskan,ayat ini berisi perintah untuk mendirikan shalat dengan sabar sebagai sarana

menuju ketaqwaan.melalui sarana taqwa ini setiap muslim mendapat jaminan Allah berupa

jalan keluar dari berbagai kesulitan dan pintu bagi datangnya rizqi dari jalan yang tiada di

sangka-sangka.Setelah turunnya surat Thaha ayat 132, rasululloh saw. berangkat kerumah

Fathimah r.a. dan menyuruh putrinya tersebut mengerjakan shalat dalam menghadapi segala

kesulitan dalam kehidupan.nabi saw.melakukan perbuatan ini yaitu menyuruh putrinya

untuk shalat dalam menghadapi kesulitan terus menerus selama sebulan. inilah sunnah

rasululloh saw, yaitu menegakkan shalat bila di landa kesusahan. beliau nabi saw,

menegakkan sunnah ini lewat da'wah bil hal, yaitu mengamalkan dan memerintahkan.

3. POKOK-POKOK PEMBAHASAN

Larangan mengarahkan pandangan (dengan iri ) kepada orang-orang yang telah di

beri kenikmatan.larangan ini wajib untuk di patuhi.ukurang kemulyaan seseorang di sisi

Allah tidaklah terletak pada harta kekayaan yang berlimpah,tetapi pada kadar ketaqwaannya

kepada Allah swt. Kenikmatan berupa harta yang telah di berikan kepada sebagian

orang,merupakan ujian baginya dalam mengukur sejauh mana kualitas syukur yang di

miliki.kenyataan menunjukkan bahwa harta serinh membuat pemiliknya lupa

diri,mengeluarkannya pada jalan yang sia-sia,atau berusaha menambah jumlah melalui jalan

yang tidak benar.kegiatan menumpuk-numpuk harta kekayaan telah mengakibatkan

tersitanya waktu dari mengingat Allah. Allah swt. telah memberikan nikmat yang banyak

kepada setiap hamba. hanya saja manusia sering berpandangan sempit dengan membatasi

makna nikmat dari sisi materiil saja.padahal, seluruh keberadaan diri kita merupakan nikmat
yang patut di syukuri.sekecil apapun yang kita terima dari Allah itu adalah yang terbaik bagi

kita.memang yang terbaik menurut manusia belum tentu baik menurut pandangan

Allah,begitu pula yang buruk menurut manusia belum tentu buruk menurut Allah,oleh sebab

itu,bisa jadi kekayaan yang melimpah belum tentu cocok bagi kehidupan kita.Bersyukur dan

menerima rizki dari Alloh bukan berari mengizinkan kita untuk bermalas-malasan dalam

mencari ma'isyah .orang-orang salaf yang shaleh mengatakan bahwa "harta adalah senjata

kaum muslimin.bahkan, ibnu Abbas pernah berkata "Dinar dan dirham adalah cincin Allaoh

di muka bumi,yang dengannya terlaksana segala kehendakmu"Dalam ayat di atas Allah swt.

memerintahkan kaum muslimin untuk mengajak keluarga dan kerabatnya mendirikan shalat

dengan sabar,tujuannya adalah agar ibadah tersebut menjadi penolong dalam menghadapi

berbagai kesukaran. Kehidupan dunia dengan segala gemerlapnya,bias juga di hadapi

dengan menerapkan dang mengembangkan sikap hidup sederhana.sikap hidup ini dilakukan

dengan cara meredam berbagai kecenderungan hawa nafsu duniawi yang tidak terkendali,ini

dilakukan bagi mereka yang hawatir terjerembab dalam kehinaan dan kelalaian akibat tipuan

dunia.sikap yang di kaksud ialah berbuat zuhud.Hal ini di maksudkan agar pada masa

dewasa nanti,anak didik dapat melaksanakan kewajiban jihad dan dakwah dengan sebaik-

baiknya.cukuplah rasulullah saw.sebagai suru tauladan generasi muslim,baik dalam

kehidupannya yang sederhana,zuhud dalam makanan,pakaian dan tempat tinggal,agar

mereka selalu siap menghadapi segala sesuatu yang menghadangnya.Pantaslah jika umat

islam terlalu lama dalam kesenangan, kemewahan,tidur di atas sutra, dan tergiur oleh harta

benda,maka akan cepat sekali roboh dan pasrah terhadap serangan musuh.roh

kesabaran,persatuan serta jihad di jalan Allah menjadi pudar dalam jiwa para
pemuda.rasanya masih terlalu segar dalam ingatan kita akan sejarah peristiwa jatuhnya

Andalusia.

Anda mungkin juga menyukai