DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Asep Rohana
Ardi Pahrizal
Yoga Gustiadi
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah PENGANTAR HUKUM KELUARGA
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik dan saran demi
Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah HKI sebagai
bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima dan
menjadi amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................
A. Pengertian Hadhanah....................................................................................................
B. Dasar Hukum Hadhanah................................................................................................
C. Syarat-Syarat Hadhanah................................................................................................
D. Yang berhak dalam hadhanah......................................................................................
E. Masa Hadhanah...............................................................................................................
F. Upah hadhanah.....................................................................................................................
A. Kesimpulan...................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tuntutan hidup untuk dirinya dan keluarganya. sehingga tidak jarang terjadi pengasuhan
pendidikan seorang anak terlantar. Disebabkan karena keadaan yang tidak memungkinkan atau
pengasuhan anak tersebut untuk itu kita sebagai insan yang berpengetahuan sangat penting
kiranya kita membahas tentang hadhanah atau pemeliharaan anak sejak ia lahir sehingga
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian hadhanah
B. hukum hadhanah
C. Syarat syarat Hadanah
D. Orang yang berhak mengasuh
C. Tujuan Masalah
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadhanah
Hadhanah secara bahasa berarti meletakkan sesuatu di dekat tulang rusuk atau di
akan ibu disaat itu melindungi dan memelihara anaknya.
dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri yang dilakukan oleh kerabat anak itu sendiri.
yang masih kecil baik laki-laki atau perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyizd.
mendidik jasmani dan rohani agar mampu berdiri sendiri serta bisa mengemban tanggung jawab.
B. Dasar Hukum Hadhanah
َ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا قُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َّوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َج
ُارة
“ hai orang-orang yan beriman, peliharalah dirimu dan keluargamudari api neraka yang bahan
Sudah jelas kiranya dalam ayat ini para orang tua diperintahkan Allah SWT.untuk
menangani dan menyelenggrakan kepentingan anak kecil yang diasuhnya yaitu kecakapan dan
kecukupan.
syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu saja maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan
hadhanahnya.
1. Berakal Sehat
jadi bagi orang yag kurang akal seperti gila keduanya tidak
itu ia tidak boleh diserahi mengurusi orang lain. Sebab orang yang punya apa-apa
2. Dewasa
mengurusi urusannya dan mengasuhnya karena itu dia tidak boleh menangani urusan
orang lain.
3. Mampu
Mendidik karena itu tidak boleh menjadi pengasuh orang yang buta
atau rabun sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya untuk mengurus
kepentingan anak kecil tidak berusia lanjut yang bahkan ia sendiri juga perlu diurus oleh
orang lain.
4. Amanah dan Berbudi
dapat menunaikan kewajibannya dengan baik.Bahkan nantinya si anak dapat meniru atau
5. Islam
vi
anak muslim tidak boleh diasuh oleh orang yang bukan muslim sebab Hadhanan adalah
Hal ini berdasar pada firman Allah dalam surat Annisa ayat 141
ََولَ ْن يَّجْ َع َل هّٰللا ُ لِ ْل ٰكفِ ِر ْينَ َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْين
“ dan Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang orang kafir menguasai orang
ِّ َسانِ ِه َأ ْو يُن
ص َرانِ ِه َ فََأبَ َواهُ يُ َه ِّودَانِ ِه َأ ْو يُ َم ِّج،ُك ُّل َم ْولُ ْو ٍد يُ ْولَ ُد َعلَى ا ْلفِ ْط َر ِة
6. Ibunya tidak kawin lagi
jika si ibu telah kawin lagi dengan laki-laki lain.
7. Merdeka
D. Yang Berhak Dalam Hadhanah
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang berhak terhadap hadhanah
apakah yang berhak itu hadhin atau mahdhun (anak).
Sebagian pengikut madhab hanafi berpendapat bahwa hadhanah itu merupakan hak anak
sedangkan menurut Syafii Ahmad dan sebagian pengikut madhab maliki berpendapat bahwa
dari anaknya meskipun ia telah meninggal dunia jika ia berhasil mendidik anaknya menjadi
Dasar urutan orang yang berhak melakukan hadhanah dari empat madhab adalah
a. Ibu kandung.
d. Saudara perempuan.
viii
3. Kalangan Madhab Maliki
1. Ibu kandung.
5. Saudara perempuan.
8. Penerima wasiat.
1. Ibu kandung.
8. Bibinya ibu.
9. Bibinya ayah.
E. Masa Hadhanah
secara jelas hanya saja terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat tersebut
sehingga para ulama berijtihad sendiri-sendiri.
Dalam menetapkan dengan berpedoman kepada isyarat itu. Seperti menurut imam ha
nafi masa hadhanah anak laki-laki berakhir ketika anak itu tidak lagi memerlukan penjagaan
dan dapat mengurus keperluannya sehari-hari. seperti makan minum mengatur pakaian dan
imam Syafi’i berpendapat bahwa masa Hadhanah itu berakhir setelah anak itu sudah
Akan tetapi menurut undang-undang mesir tidak ada masalah dalam masa hadhanah
selagi anak tersebut berada di antara ibu bapaknya hanya saja masa hadhanah itu terjadi
tahun dan maksimal 7 tahun akan tetapi meskipun demikan kemaslahatan anak itu lebih
diutamakan.
Lain halnya dengan batas hadhanah menurut KHI pasal 98 yang menjelaskan bahwa
batas usia berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun sepanjang anak itu tidak cacat fisik
x
F. Upah Hadhanah
Seorang ibu tidak berhak menerima upah hadhanah dan menyusui selama ia masih
menjadi istri dari ayah anak kecil itu atau selama masih dalam masa iddah. karena dalam
keadaan tersebut ia masih mempunyai nafkah sebagai istri atau nafkah masa iddah. hal ini
د لَهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس َوتُه َُّنuِ ْضا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َموْ لُو
َ ض ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَي ِْن َكا ِملَي ِْن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يُّتِ َّم ال َّر ُ َو ْال ٰولِ ٰد
ِ ْت يُر
“ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama 4 tahun penuh, yaitu bagi yang
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.”
(QS. Al- Baqarah: 488).
Adapun sesudah masa iddahnya maka ia berhak atas upah itu seperti haknya kepada
ع لَهٗ ٓ اُ ْخ ٰر ۗىuُ ض ٍ uۚ ْفَ ٰاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره ۚ َُّن َوْأتَ ِمرُوْ ا بَ ْينَ ُك ْم بِ َم ْعرُو
ِ ْم فَ َستُرuُْف َواِ ْن تَ َعا َسرْ ت
Artinya :
(segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
Karena wanita yang sudah sampai masa iddahnya disamakan dengan seorang yang bekerja
untuk orang lainnya dan ayah dari anak itu berkewajiban untuk membayar upah tersebut.
xi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak adalah seorang yang wajib untuk dilindungi dari segala yang dapat menyulitkan
dirinya untuk dapat memberikan suatu kebaikan yang dilakukan oleh kedua orang
hadhanah ini diserahkan kepada pihak ibu karena hadhanah ini merupakan pekerjaan yang
membutuhkan sangat tanggung jawab dan ketelatenan dalam melakukannya.
Dan kenapa sebabnya perempuan itu lebih berhak daripada laki-laki karena perempuan
Dan semua yang tersebut diatas adalah apabila anak itu belum baligh yaitu
dirinya sendiri.
xii
DAFTAR PUSTAKA
Prof, Dr,H M A Tihami dan Drs Sohari M M. M.H fikih munakahat,Raja Wali Pers, Jakarta
2010
xiii