Anda di halaman 1dari 15

HADHANAH DAN ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MAKALAH

Disusun Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih hadhanah Yang diampu Oleh
Chairul imam A,S.S.I.,M.H.I

Oleh:
Bahrulloh
NIM: 2227222001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUAFI
(STAI MUAFI)
2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmatdan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas individu ini..

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritikan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Samapng, 20 Februari 2024

Penyusun;

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGENTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................1
C. Tujuan Masalah ...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................2

A. Definisi hadhanah beserta rincianya ...........................................................2


B. Definisi Anak dalam persepektif islam........................................................3
C. Macam-Macam Hak-Hak Anak Dalam Islam Dalam agama Islam....................4

BAB III PENUTUP ...............................................................................................7

A. Kesimpulan ................................................................................................7
B. Saran ............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mengatasi emosi pada anak seringkali orang tua sangat
kesulitan apalagi saat anak menginginkan sesuatu yang harus dituruti.
Sampai orang tua kebingungan dalam mengatasi nya, faktanya banyak
anak yang tidak bisa meregulasi emosi bahkan suka teriak dan memukul
orang tua nya di lihat dari lapangan anak yang sulit regulasi emosi nya.
Pembelajaran regulasi emosi sangat penting bagi anak agar dapat
bertanggung jawab ketika sudah dewasa, dan anak dapat mengetahui
emosi, beberapa kasus terjadi ketika saya melihat di media sosial seorang
ibu dan ayah memberikan pemahaman terhadap emosi nya, hal itu dapat
dicontoh dan diterapkan agar anak dapat terkontrol emosi nya.
Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk regulasi
pada anak perlu diterapkan lagi oleh orang tua dengan nilai – nilai agama
yang baik dan benar, karna anak usia dini masa yang baik untuk
mengakses memori dan masa masa meniru pada apa yang dia lihat. Seperti
gerakan gerakan sholat, sering mendengarkan dzikir, dan sholawat sangat
baik untuk anak dengar kan dan terapkan.
Penelitian ini dengan beberapa artikel terdahulu memiliki
persamaan dalam segi pembahasan dimana membahas mengenai regulasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana definisi hadhanah dan rincianya
2. Bagaiamana definisi anak dalam persefektif islam
3. Bagaiman Macam-Macam Hak Anak Dalam Islam Dalam agama Islam

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hadhanah dan rincianya
2. Untuk mengetahui anak dalam persefektif islam
3. Untuk mengetahui Hak Anak Dalam Islam Dalam agama Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadhanah
Pengertian Hadhanah Hadhanah berasal dari kata ‫ – حضن يحضن حضنا‬yang
berarti (lambung, rusuk) erat atau dekat, jadi hadhanah ialah Seperti kalimat
“hadhanah ath-thaairu baidhahu”, burung itu menggempit telur dibawah
sayapnya, begitu juga dengan perempuan (ibu) yang mengempi anaknya.
Pemeliharaan anak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
“hadhanah”. Maksudnya adalah merawat dan mendidik atau mengasuh bayi/ anak
kecil yang belum mampu menjaga dan mengatur diri sendiri. Para fuqaha
mendefinisikan “al-hadhn” adalah memelihara anak kecil laki-laki atau
perempuan atau orang yang kurang akal yang tidak bias membedakan. Al-hadhn
tidak berlaku pada orang dewasa yang sudah baligh dan berakal. Ia boleh
memilih tinggal dengan siapa saja dan kedua orang tuanya yang ia sukai.
Bilamana seorang laki-laki maka ia boleh tinggal sendiri karena tidak
membutuhkan kedua orang tuanya. Akan tetapi syara‟ menyuruhnya berbakti dan
berbuat baik kepada mereka. Jika seorang perempuan, ia tidak boleh tinggal
sendiri dan tidak dipaksa karena kelemahan tabiatnya untuk menghindari
kecemaran keluarganya.
Hadhanah menurut bahasa berarti “meletakan sesuatu dekat tulang rusuk
atau dipangkuan”, karena ibu waktu menyusuhkan anaknya meletakkan anak itu
di pangkuan-nya, seakan-akan ibu disaat itu melindungi dan memelihara
anaknya, sehingga “hadhanah” dijadikan istilah yang maksudnya: pendidikan dan
pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggupberdiri sendiri mengurus
dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan, hadhanah yaitu mengasuh


anak kecil atau anak normal yang belum atau tidak dapat hidup mandiri, yakni
dengan memenuhi kebutuhan hidupnya, menjaga dari hal-hal yang
membahayakan, memberinya pendidikan fisik maupun psikis, mengembangkan
kemampuan intelektual agar sanggup memikul tanggung jawab hidup.

2
*Dasar hukum Hadhanah

Kewajiban orang tua kepada anaknya meliputi berbagai aspek, namun


jika disederhanakan aspek tersebut terdiri atas dua yaitu, kewajiban moril dan
meteriil. Dalam Islam kewajiban tersebut merupakan kewajiban bersama, jadi
tidak hanya ditujukan kepada ayah, namun ibu juga harus membantu dalam
memikul dan erusaha melakukan yang terbaik bagi anak-anaknya. Ketika kedua
orang tua masih hidup dalam satu ikatan perkawinan, pemeliharaan anak dapat
dilakukan bersama-sama namun jika terjadi perceraian antar keduanya, maka hak
pengasuhan jatuh kepada ibu, tetapi ayah juga masih bertanggung jawab terhadap
biaya pemeliharaannya, tanggung jawab seorang ayah tidak hilang karena terjadi
perceraian, kewajiban memlihara (hadhanah) didasarkan pada al Qur‟an dan
hadits.
1. Alquran
Yang artinya: Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang telah diperintahkan. (Q.S. At-tahrim :
2. Hadist
Yang Artinya :“Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa perempuan
bertanya : “Ya Rasullulah, sesungguhnya bagi anak laki-lakiku ini perutkulah
yang menjadi bejananya, lambungku yang menjadi pelindungnya dan usukku
yang menjadi minumannya, tetapi taba-tiba ayahnya merasa berhak untuk
mengambil dariku, maka sabdanya “Engkau lebih berhak terhadapnya selama
engkau belum kawin dengan orang lain.

* Syarat-Syarat Hadhanah

Seorang hadhin (pengasuh anak) yang menangani dan menyelenggarakan


anak kecil yang diasuhnya, yaitu adanya kecukupan dan kecakapan yang
memerlukan syarat-syarat tertentu jika syarat-syarat tertentu ini tidak terpenuhi
satu saja maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanahnya.
Syaratsyaratnya itu adalah :

3
1. Berakal, tidak terganggu ingatannya Sebab hadhanah merupakan
pekerjaan yang penuh tanggung jawab oleh sebab itu seorang ibu yang
mendapat gangguan jiwa atau gangguan ingatan tidak layak melakukan
tugas hadhanah.

2. Dewasa Sebab anak kecil sekalipun mumayyiz tetapi ia tetap


membutuhkan orang lain yang mengurusi urusannya dan mengasuhnya
karena itu dia tidak boleh menangani urusan orang lain.
3. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan
mendidik makhdun (anak yang diasuh), dan tidak terikat dengan suatu
pekerjaan yang bias mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar.
4. Amanah dan berbudi Orang yang curang tidak aman bagi anak kecil
dan tidak dapat dipercaya akan dapat menunaikan kewajibannya dengan
baik, orang yang rusak akhlaknya tidak dapat memberikan contoh yang
baik kepada anak yang diasuh, oleh karena itu ia tidak layak
melaksanakan tugas ini.
5. Islam Seorang non muslim tidak berhak dan tidak boleh di tunjuk
sebagai pengasuh. Tugas mengasuh termasuk ke dalamnya usaha
mendidik anak menjadi muslim yang baik, dan hal itu jadi kewajiban
mutlak atas kedua orang tua6. Belum kawin lagi, jika yang melakukan
hadhanah itu ibu kandung dari anak yang diasuhnya. Dasarnya adalah
penjelasan Rasulullah bahwa seorang ibu hanya punya hak hadhanah
bagi anaknya selama belum menikah dengan laki-laki lain (HR. Abu
Dawud). Namun ahli-ahli fiqih tidak menggugurkan hak hadhanah pada
ibu jika ia menikah dengan kerabat dekat si anak yang memperlihatkan
kasih sayang dan tanggung jawabnya.
7. Merdeka, karena seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-
urusan degan tuannya sehingga ia tidak ada kesempatan untuk mengasuh
anak kecil.

Urutan Orang yang Melakukan Hadhanah Sebagaiman orang yang berhak mengasuh anak
adalah ibu, maka para fuqoha‟ menyimpulkan, keluarga ibu dari seorang anak lebih
berhak dari pada keluarga bapak. Urutan mereka yang berhak mengasuh anak adalah
sebgai berikut :

1. Ibu
2. Nenek dari pihak ibu dan seterusnya ke atas

4
3. Nenek dari pihak ayah
4. Saudara kandung perempuan anak tersebut
5. Saudara perempuan se ibu
6. Saudara perempuan se ayah
7. Anak perempuan ibu yang sekandungnya
8. Anak perempuan ibu yang seayah
9. Saudara perempuan ibu yang sekandungnya
10. Saudara perempuan ibu yang se ibu (bibi)
11. Saudara perempuan ibu yang se ayah (paman)
12. Anak perempuan dari saudara perempuan se ayah
13. Anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung
14. Anak perempuan dari saudara lai-laki se ibu
15. Anak perempuan dari saudara laki-laki se ayah
16. Saudara perempuan ayah yang sekandung
17. Saudara perempuan ayah yang seibu
18. Saudara perempuan ayah yang se ayah
19. Bibinya ibu dri pihak ibunya
20. Bibinya ayah dari pihak ibunya
21. Bibinya ibu dari pihak ayahnya
22. Bibinya ayah dari pihak ayahnya, nomor 19 sampai dengan 22
dengan mengutamakan yang sekandung pada masing-masingnya.

Jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat perempuan dari kalangan muhrim di atas,
atau ada juga tetapi tidak mengasuhnya, maka pengasuhan anak tersebut beralih kepada
kerabat laki-laki yang masih muhrimnya atau berhubungan darah (nasab) dengannya
sesuai dengan urutan masing-masing dalam persoalan waris, yaitu pengasuhan anak
beralih kepada.

1. Ayah anak tersebut


2. Kakek dari pihak ayah tersebut dan seterusnya ke atas
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki se ayah
5. Anak laki-laki dari anak laki-laki sekandung
6. Anak lakilaki- dari anak laki-laki se ayah

5
7. Paman yang sekandung dengan ayah

8. Paman yang seayah dengan ayah


9. Pamannya ayah yang sekandung
10. Pamannya ayah yang searah dengan ayah.

jika tidak ada seorang pun kerabat dari muhrim laki-laki tersebut, atau ada tetapi tidak
bisa mengasuh anak, maka hak pengasuhan anak itu beralih kepada muhrim-muhrimnya
yang laki-laki selain kerabat dekat, yaitu :

1. Ayahnya ibu (kakek)


2. Saudara laki-laki se ibu
3. Saudara laki-laki dari saudara laki-laki se ibu
4. Paman yang seibu dengan ayah
5. Paman yang sekandung dengan ibu
6. Paman yang seayah dengan ibu Dan selanjutnya, jika anak tersebut
tidak mempunyai kerabat sama sekali, maka hakim yang akan menunjuk
seoarang wanita yang sanggup dan patut untuk mengasuh dan
mendidiknya.

B. Anak dalam persepektif islam

Pengertian Anak Menurut Hukum Islam Pada umumnya anak diartikan sebagai
seseorang yang lahir dari hubungan biologis antara pria dan wanita. Ada juga yang
mengartikan bahwa anak adalah seorang lelaki dan perempuan yang belum dewasa atau
belum mengalami masa pubertas (masa ketika seorang anak mengalami perubahan
fisik,psikis dan pematangan fungsi seksual). Anak adalah “kado termahal” dari Tuhan
bagi setiap pasangan yang telah menikah. Kado tersebut bukanlah semacam cek kosong
yang orang tuanya diberi kebebasan untuk mengisinya dalam jumlah yang tidak terbatas,
melainkan sebagai titipan atau amanah yang nantinya harus diserahkan kembali kepada
Tuhan disertai “lampiran pertanggungjawabannya”. Sebagai anamah anak harus dijaga
dan dilindungi segala kepentingannya, fisik, psikis, intelektual, hak-haknya, harkat dan
martabatnya. Melindungi anak bukan hanya kewajiban orang tuanya saja melainkan
menjadi kewajiban kita semua. Sebagai agama yang sarat dengan kasih sayang (rahmatan
lil alamin), islam memberikan perhatian khusus terhadap anak, mulai anak masih dalam
kandungan ibunya sampai anak menjelang dewasa. Kewajiban menyusui (radha’ah),
mengasuh (hadhanah), kebolehan ibu tidak puasa saat hamil dan menyusui, kewajiban
memberi nafkah yang halal dan bergizi, berperilaku adil dalam permberian, memberi

6
nama yang baik, mengakikahkan, mengkhitankan, mendidik, merupakan wujud dari kasih
sayang tersebut amun kenyataanya betapa banyak anak yang terlantar, putus sekolah,
mengalami gizi buruk, diekspoitasi, menjadi korban kejahatan seksual, kejahatan
narkoba, kecelakaan, pembunuhan, dan tindak kekerasan lainnya. anak-anak yang
demikian biasanya berasal dari keluarga yang tidak mampu, anakyang kurang
mendapatkan perhatian dari kedua orang tua, anak yang lahir dari zina, dan ada juga yang
terkena dampak poligami ayahnya,dan lainlain.4 Dalam konteks inilah anak memerlukan
perlindungan hukum, karena anak selain merupakan aset keluarga, juga sebagai aset
bangsa. Sebenarnya negara bahkan dunia internasional telah merumuskan aturan tentang
perlindungan anak. Hanya saja dalam prakteknya belum maksimal. Disinilah peran
agama dalam hal ini agama Islam, perlu lebih ditonjolkan mengingat sebagian besar
masyarakat perlindungan terhadap anak.Seorang anak akan menjadi karunia atau nikmat
manakala orang tua berhasil mendidiknya menjadi orang baik dan berbakti. Namun jika
orang tua gagal mendidikya anak bukan menjadi karunia atau nikmat melainkan menjadi
malapetaka bagi orang tuanya. Oleh sebab itu di dalam Al-Qur’an Allah SWT pernah
menyebutkan anak itu sebagai perhiasan hidup dunia, sebagai penyejuk mata atau
permata hati orang tuanya. Bersamaan itu pula Allah mengingatkan , anak itu sebagai
ujian bagi orang tuanya, bahkan terkadang anak itu bisa berbalik menjadi musuh orang
taunya.

Didalam Al-Qur’an di sebutkan ada empat tipologi anak:

a. Anak sebagai Perhiasan Hidup di Dunia Anak adalah perhiasan dalam kehidupan
rumah tangga. Dalam Al Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 46 dijelaskan
‫المال والبنون زينة الحيوةالدنيا والبقيت الصلحت خيرعند ربك ثوابا وخير امال‬
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, namun amal yang
kekal dan shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan” (QS: Al Kahfi:46).
b. Anak sebagai penyejuk hati Dalam Al-Qur’an dinyatakan anak sebagai penyejuk
mata atau hati (qurrata a’yun). Dikatakan demikian karena ketika mata memandang
seorang anak akan timbul rasa bahagia. Oleh sebab itu anak merupakan harta yang
tidak ternilai harganya bagi orang tua.Ada ungkapan yang mengatakan, “Anakku
permataku”. Sebagaimana yang tertera dalam Al Quran Surat Al-Furqan ayat 7
c. Anak sebagai ujian Allah berfirman, “Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu
itu hanyalah ujian.” (QS: Al-Anfal: 28
d. Anak sebagai Musuh Orang Tua

7
Jika orang tua keliru dan salah dalam mendidik anak-anaknya, maka anak tersebut
akan menjadi musuh bagi kedua orang tuanya. Inilah yang diisyaratkan Al-Qur’an
dalam Al-Qur’an Surat At-Taghabun Ayat 14

C. Macam-Macam Hak-Hak Anak Dalam Islam Dalam agama Islam,

seorang anak juga mendapatkan hak-haknya. Hakhak anak dalam pandangan Islam antara
lain

1. Hak Hidup
Islam sangat menjunjung tinggi hak hidup setiap manusia, bahkan janin yang
masih di dalam kandungan. Banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan larangan
untuk membunuh jiwa manusia, baik itu anak sendiri ataupun orang lain. Hal itu
seperti yang dinyatakan dalam QS: Al An’am:15
2. Hak Mendapat Pengakuan Nasab
Hak anak memperoleh pengakuan dalam silsilah keturunan (nasab) merupakan
hak terpenting dan memiliki faidah yang sangata besar bagi kehidupannya.
Penisbatan anak kepada bapaknya akan menciptakan pengakuan yang pasti dari
masyarakat, dan lebih memperluat dalam mewujudkan perasaan aman dan tenang
pada jiwa anak itu sendiri. Penisbatan ini juga menunjukkan bahwa anak tersebut
benar-benar keturunannya. berkenaan dengan hal ini Allah SWT berfirman dalam
QS: Al-Ahzab:5
3. Hak Mendapatkan Nama Yang Baik
Peraturan yang dibuat oleh manusia tidak terlalu memperhatikan tentang
pemberian nama yang baik kepada seorang anak karena beranggapan bahwa
masalah tersebut bukanlah hal yang penting. Oleh karena itu Rasulullah SAW
menyuruh untuk mencaridan menyeleksi nama-nama yang baik, sebagaimana
sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud “Sesungguhnya kalian semua pada
hari kiamat akan dipanggil dengan nama kalian dan nama bapak kalian. Maka
baguskanlah nama kalian”
4. Hak Mendapatkan Penyusuan
Setelah anak yang dikandung seorang wanita lahir, hak seorang nak untuk dijaga
keberlangsungan hidupnya antara lain dengan diberinya hak untuk disusui. Hal
ini sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Al-Baqarah:233
5. Hak Memperoleh Pengasuhan dan Perawatan
Mengasuh dan merawat anak adalah wajib, sebagaimana wajibnya orang tua
memberikan nafkah yang baik kepada anak. Semua ini mesti dilakukan demi

8
kemaslahatan dan keberlangsungan hidup anak itu sendiri. Seperti yang
dinyatakan dalam QS Al-Ankabut:8
6. Hak Mendapatkan Nafkah (Biaya Hidup
Seorang anak berhak untuk diberi nafkah dan dibiayai segala kebutuhan
pokoknya oleh si bapak, sebagaimana hak isteri untuk memperolah nafkah dari
suaminya. Bahkan jika seorang suami (bapak) tidak memberi nafkah yang cukup
untuk isteri dan anaknya, si isteri diperbolehkan untuk mengambil harta si suami
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anaknya. Hal itu sebagimana yang
dinyatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh jama’ah, kecuali Al-
Turmudzi sebagai berikut: “ Dari ‘Aisyah, bahwasanya Hindun binti ‘Utbah
berkata “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang laki-laki yang pelit
dan tidak memberiku (nafkah) yang mencukupi (kebutuhan)ku dan anakku,
kecualijika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya.” Rasulullah
kemudian bersabda, “Ambillahyang mencukupi kebutuhanmu dan kebutuhan
ankmu dengan baik.”
7. Hak Memperoleh Pendidikan dan Pengajaran
Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman menjelaskan satu bab tersendiri
tentang hak-hak anak dan anggota keluarga. Di antara hak-hak tersebut adalah:
a. Dibacakan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri pada anak yang
baru dilahirkan;
b. Di tahnik (diberi kunyahan kurma atau manisan dan digosokkan pada langit-
langit mulut anak yang baru dilahirkan;
c. Dilaksanakan aqiqah pada hari ketujuh dari kelahirannya;
d. Dicukur rambutnya bersamaan dengan pelaksanaan aqiqah. Dalam suatu
riwayat dari Muhammad bin Ali dari bapaknya (Ali), dia menyatakan bahwa
Fathimah binti Rasulullah SAW menimbang rambut Hasan, Husain, zainab, dan
Ummu Kultsum, kemudian bersedekah senilai timbangan rambut tersebut dengan
harga perak;
e. Diberi nama dengan nama yang baik;
f. Dikhitan;

g. Diberikan pengajaran dan pendidikan sesuai dengan perkembangan usia si


anak;
h. Dinikahkan ketika sudah sampai umurnya

9
8. Hak Diperlakukan Secara Adil

Seorang anak berhak memperoleh perlakuan yang adil dari orang tuanya,
baik dalam hal materi maupun dalam hal yang bersifat non materi,

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir Bapaknya


berkata: “sesungguhnya aku memebrikan seorang udak kepada anak laki-lakiku
ini.” Rasulullah SAW bertanya : “ Apakah seua anakmu kamu beri sepertiyang
kamu berikan kepada anakmu ini?” Bapaknya menjawab : “ Tidak” Rasulullah
SAW kemudian bersabda : “(kalau begitu) ambillah kembali pemberianmu itu”

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadhanah adalah merawat dan mendidik atau mengasuh bayi/ anak kecil yang
belum mampu menjaga dan mengatur diri sendiri.
Anak adalah “kado termahal” dari Tuhan bagi setiap pasangan yang telah
menikah. Kado tersebut bukanlah semacam cek kosong yang orang tuanya
diberi kebebasan untuk mengisinya dalam jumlah yang tidak terbatas,
melainkan sebagai titipan atau amanah yang nantinya harus diserahkan kembali
kepada Tuhan disertai “lampiran pertanggungjawabannya”
Macam macam hak anak dalam islam
1. Hak hidup
2. Hak mendapat pengakuan nasab
3. Hak mendapatkan nama yang baik
4. Hak mendapat penyusuan
5. Hak memproleh pengasuhan dan perawatan
6. Hak mendapatkan nafkah
7. Hak memproleh pendidikan dan pengajaran
8. Hak di perlakukan secara adil

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamdani, Risalah Nikah,(Jakarta: Pustaka amani,2001)

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 2, (Jakarta : Pena Pundi Akara, 2007

Abd rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta : Prenada Media, 2013

“Hadhanah” dalam Harun Nasution, dkk, ed. Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta:
Djambatan, 1992)

Departemen Agama Republik Indonesia, AlQur’an dan Terjemah, Surabaya,

Liza Agnesta Krisna, Panduan Memahami Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum,
Deepublisher, Yogyakarta,2018

Muhammad Zaki, Perlindungan Anak Dalam Prespekif Islam Juli2014,

12

Anda mungkin juga menyukai