Anda di halaman 1dari 17

PENERIMA HAK HADHANAH ANAK DALAM HUKUM ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Syarat Ujian Komperhensif

Oleh:

MIA RUFIDA

1617302027

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAEFUDDIN ZUHRI

2021

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang kita ketahui anak merupakan titipan yang diberikan oleh
Allah SWT kepada pasangan suami isteri untuk melengkapi kehidupan rumah
tangga mereka, saat pasangan suami isteri sudah menjadi orang tua mereka
memiliki kewajiban untuk mengasuh, menyangani dan memberikan
pendidikan yang baik kepada anak, rumah merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan, karena berawal dari rumah/keluarga anak
mendapat pendidikan awal.

Keluarga merupakan media pendidikan yang utama bagi


perkembangan anak dalam mengembangkan potensi diri baik lahir maupun
batin, peran orang tua yang paling penting adalah mendidik, mengajar dan
malatih anak dengan harapan dia bisa menjadi anak yang memiliki etika yang
baik, penyayang dan berpendidikan yang baik.1

Tetapi dalam rumah tangga tidak semua berjalan sesuai dengan apa
yang kita inginkan, terkadang akan ada konflik baik internal maupun eksternal
yang jika pasangan suami isteri tidak dapat menyelesaikan konflik tersebut
maka akan membuat sebua keluarga menjadi retak dan berakhir dengan
percerain. Adanya perceraian dapat mendatangkan berbagai masalah dalam
keluarga salah satunya tentang hadhanah, anak yang lahir dari perkawinan
memiliki hak dan kewajiban kepada orang tua begitupun sebaliknya, orang tua
juga memiliki hak dan kewajibannya sendiri terhadap anak. Tetapi jika orang
tua tidak sanggup mengasuh anak mereka hadhanah bisa diberikan kepada
keluarga yang dianggap bisa dan sanggup untuk mengasuh sang anak.

1
Syaifullah dan Sarfika Datumula Adopsi dan Pemeliharaan Anak Dalam Hukum Islam
Journal Masawa, Vol.13, No.1, Juni 2021, hlm 1

2
Siapa saja keluarga yang berhak atau dapat melakukan hadhanah, dan
bagaimana syarat-syaratnya. Dari uraian diatas maka pemakalah merumuskan
judul Penerima Hak Hadhanah dalam Islam, karena menurut pemakalah
materi ini menarik untuk dibahas dan dapat dijadikan bahan pembelajaran
bersama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian dan dasar hukum hadhanah dalam islam?
2. Apa saja hak yang harus diberikan kepada seorang anak?
3. Siapa saja yang berhak melakukan hadhanah dalam keluarga?

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadhanah dan Dasar Hukum Hadhanah


Hadhanah berasal dari kata hadhana-yahdhunu-hadhanan wa
hadhanah wa hadhanah yang mempunyai arti lain yaitu, memelihara,
mendidik, mengurus, mengatur, segala kepentingan anak-anak yang belum
mumayyiz. Hadhanah menurut Bahasa, berarti meletakan sesuatu didekat
tulang rusuk atau di pangkuan karena seorang ibu saat menyusui melerakan
anaknya diatas pangkuannya, seakan dia sedang melindungi dan memlihara
anaknya, sehingga hadhanah dijadikan istilah sebagai pendidikan dan
pemeliharaan anak sejak lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus
dirinya yang dilakuka oleh kerabat anak itu. 2
Dari segi terminologi, hadhanah memiliki defnisi yang berbeda-beda,
imam abu hanifah mendeskripsikan hadhanah sebagai usaha mendidik anak
yang dilakukan oleh seorang yang mempunyai hak mengasuh. Sedangkan
imam syafi,I bependapat bahwa hadhanah adalah mendidik orang yang tidak
dapat mengurus dirinya sendiri dengan apa yang bermaslahat baginya dan
memeliharanya dari apa yang membahayakannya, meskipun orang tesebut
telah dewasa.3
Para ulama fiqih mendefinisikan hadhanah sebagai tindakan
pemelihaaan anak-anak yang masih kecil baik laki-laki atau perempuan
menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu
yang menyakiti dan merusaknnya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar

2
Tihami dan sohari sahrani Fiqih Munakahat “Kajian Fikih Nikah Lengkap” (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2018) hlm 215
3
Ahmah Muhajir Hadhanah Dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak Dalam Sektor Pendidikan
Rumah Tangga) Jeournal SAP Vol.2 NO.2 Desember 2017, hlm 166

4
mampu menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab. 4 Sedangkan
menurut Dr. Sa’id Abu Habib memilki definisi syar’i al-hadhanah dengan
batasan: pemeliharaan dan pendidikan siapa saja yang tidak bisa mengurus
dirinya sendiri, dengan apa yang bisa menjadikannya baik melindunginya dari
5
apa yang membahayakan, meski orang itu sudah besar tapi gila.
Hadhanah merupakan suatu kewenangan untuk merawat dan
mendidik orang yang belum mumayyiz atau orang dewasa tetapi kehilangan
akal. Munculnya persoalan hadhanah biasanya disebabkan oleh perceraian
atau karena meninggal dunia dimana anak belum dewasa dan tidak mampu
mengurus diri mereka sehingga diperlukan adanya orang dewasa yang
bertanggung jawab untuk merawat dan mendidik anak tersebut hingga dia bisa
mengurus dirinya sendiri. 6
Hadhanah sendiri berbeda dengan pendidikan (tarbiyah) karena
hadhanah merupakan pemeliharaan atau pendidikan baik jasmani maupun
rohani yang hanya bisa dilakukan oleh keluarga si anak seperti ibu dan
anggota kerabat yang lain, sedangkan pendidikan (tarbiyah) bisa dilakukan
oleh siapa saja yang memiliki profesi sebagai pendidik bisa keluaga atau
bukan keluaga.
Dalam islam, hadhanah wajib bagi orang tua sebagaimana wajib
memeliharanya selama dalam ikatan perkawinan. Karenanya anak yang
diasuh akan terancam masaa depannya apabla tidak mendapatkan pengasuhan
dan pemeliharaan yang baik dari kedua orang tua, dasar hukum
disyariatkannya hadhanah terdapat dalam surat At- Tahrim ayat 6:

َ ‫اس َو ْٱل ِح َج‬


....ُ‫ارة‬ ً ‫س ُك ْم َوأَ ْه ِلي ُك ْم ن‬
ُ َّ‫َارا َوقُودُهَا ٱلن‬ ۟ ُ‫يَٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
َ ُ‫وا قُ ٓو ۟ا أَنف‬
4
Ahmah Muhajir Hadhanah Dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak Dalam Sektor Pendidikan
Rumah Tangga)….. hlm 216
5
Lalu Muhammad Ariadi Hadhanah di Dunia Islam Pada Era Kontemporer; Kebijakan
Hukum di Timur Tengah dan Asia Tenggara, journal Maqosid, Vol.8, No.2, Juli 2016, hlm 80
6
Hasanatul mahmudah, juhriyati dan zahrah Hadhanah Anak Pasca Putusan Perceraian
(Studi komparatif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia) journal Pemikiran Syariah dan Hukum,
Vol.2, No.1, Maret 2018, hlm 63

5
“Hai orang-orang yang beriman, pelihaalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”
Pada ayat diatas dijelaskan bahwa orang tua diperintahkan Allah SWT
untuk memelihara keluarganya dari api neraka dengan cara berusaha agar
semua anggota keluarganya dapat menjalankan semua perintah dan menjauhi
larangannya.
Hadhanah merupakan kewajiban bagi orang tua selama mereka masih
dalam ikatan perkawinan. Tetapi jika terjadi perceraian baik bapa ataupun ibu
tetap memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, walaupun
setelah perceraian yang berhak mengasuh anaknya adalah isterinya atau ibu
dari anaknya.7
B. Hak-hak yang harus diberikan kepada Anak
Mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, karena jika
mengabaikannya akan menghadapkan mereka kepada bahaya-bahaya dari
dunia luar. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak agar dapet diperlakukan
secara baik oleh orang yang akan mangasuhnya. Diantara hak-hak yang
diberikan kepada anak-anak adalah:8
1. Hak pangan
Setiap anak mempunyai hak untuk diberikan asupan yang bergizi
untuk kesehatan dan pertumbuhannya agar menjadi anak yang sehat dan
cerdas. Kewajiban untuk memberikan hak pangan kepada seorang anak
diberikan kepada seorang ayah, karena ayah adalah orang yang berkewajiban
mencari nafkah dalam keluarga
2. Hak sandang
Anak-anak behak mendapat sangan yang layak untuk kenyamanan
kehiduapannya agar dia dapat berinteraksi baik dengan orang lain maupun

7
Hasanatl mahmudah, juhriyati dan zahrah Hadhanah Anak Pasca Putusan Perceraian (Studi
komparatif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia) .…. hlm 64
8
Cholil Nafis Fiqih Keluarga, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2009) hlm 239

6
teman-temannya tanpa memiliki rasa minder atau rendah diri. Sandang yang
layak tidak perlu mewah atau mahal melainkan sandang yang sopan dan
bersih.
3. Hak tempat tinggal
Hak tempat tinggal disini merupakan tempat tinggal yang layak
bagi anak-anak. Tempat tinggal yang layak merupakan tempat tinggal bersih
dan nyaman untuk ditinggali.
4. Hak pelayanan kesehatan
Setiap anak berhak mendapat pelayanan kesehatan dan
mempeoleh standar pelayanan kesehatan medis baik berupa imunisasi untuk
pencegahan dan rehablitasi untuk pengobatan atau penyembuhan. Bahkan
sejak dalam kandugan seorang anak sudah mendapatkan hak kesehatannya
yaitu dengan memeriksa kesehatan kehamilan ibunya.
5. Hak Pendidikan dan Mengembangkan Diri
Setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak terutama
untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya, oleh karena itu
orang tua harus memperhatikan keinginan, minat dan bakat seorang anak
agar dapat memberikan yang terbaik untuknya. Selain pelajaran yang
diambil disekolah oang tua juga harus bisaa mengajakan mengenai nilai-nilai
kehidupan yang lebih dulu harus diajarkan oleh orang tua, misal seperti
pendidikan tentang agama, sopan santun, dan budaya dimasyarakat.
6. Hak mendapat perlindungan
Tedapat 4 jenis hak perlindungan bagi seorang anak, yaitu: 9
a. Perlindungan fisik
Bagi siapaun yang mengasuh seorang anak baik itu orang tua maupun
sodara yang sudah mendapat haddanah anak tidak dibenarkan untuk
menggunakan kekerasan dan menganiaya seorang anak sekalipun untuk

9
Cholil Nafis Fiqih Keluarga,… hlm 43

7
mendisiplinkan anak. Banyak hal yang dapat dilakukan selain
menggunakan kekerasan dalam mendisiplinkan seorang anak, misal
menggunakan system rewad dengan memberikan respon yang positif
pada setiap hal baik yang telah dilakukan oleh anak.
b. Perlindungan emosional
Orang dewasa terutama orang tua tidak boleh memaki-maki anak,
menyeutnya dengan julukan-julukan yang bersifat negatif maupun
ungkapan erbal yang bersifat melecehkan. Orang tua atau penerima
haddanah anak untuk meluapkan kemarahan yang meluap karena
berbagai hal menjadi alasan untuk melampiaskan kemarahan kepada
seorang anak karena itu akan berdampak kepada psikologis sang anak.
c. Perlindungan seksual
Tubuh merupakan bagian penting yang termasuk wilayah pibadi pada diri
seseoang, sehingga harus dijaga dan dihomati. Begitupula dengan tubuh
anak-anak, seorang anak harus diajarkan untuk menghormati dirinya
sendiri sehingga dia juga bisa belaja untuk menghormati orang lain.
Terdapat beberapa cara untuk meberikan pelindungan seksual kepada
seorang anak, yaitu :10
1) Mengajakan anak untuk menolak perlakuan buruk terhadap tubuhnya
2) Mengajarkan anak untuk memakai minimal ditutup rapat dengan
handuk saat keluar dari kamar mandi
3) Mengajarkan anak untuk berpakaian sopan saat keluar rumah dan
menutup auratnya
4) Menajarkan anak mengenai batasan-batasan bersentuhan kedapa
siapapun terutama kepada lawan jenis.
d. Perlindungan dari penelantaran

10
Cholil Nafis Fiqih Keluarga…hlm 245

8
Penelantaran merupakan kasus yang kerap kali terjadi pada seorang anak
yang diakibatkan oleh kelalaian orang tua. Kurangnya perhatian dari
orang tua, memberiarkan seorang anak tanpa pengawasan, bermain
sendiri, tidak ada tegur sapa bahkan diajak untuk bermain besama.
Hal ini dapat mengakibatkan seorang anak menjadi tertutup tidak mau
bercerita apapun kepada orang tua karena merasa tidak dekat.
7. Hak Bermain
Anak-anak berhak mendapat waktu untuk bermain dan menikamti
leisue timenya. Anak-anak yang menjadi korban ambisi orang tua akan
lebih ditekan untuk belajar atau bekerja tanpa henti sehingga mereka tidak
memiliki waktu untuk diri mereka sendiri seperti bermain dengan teman
sebayanya. Padhal bermain tidak sepenuhnya merupakan hal yang
negative karena bemain juga dapat mengembangkan sosialisasi,
kreativitas dan potensi anak, juga dapat menjadi rilekasi tersendiri bagi
anak saat sudah merasa lelah karena belajar atau bekerja.
8. Hak berpartisipasi
Sudah seharusnya seoran anak sejak kecil anak diperkenalkan
dengan haknya untuk berpatisipasi dari menawakan atau memberkan
pilihan kepada seorang anak terutama aktifitas yang ingin dia laukan.
Orang tua harus belaja untuk menghagai pilihan anak dan tidak boleh
meremehkan pendapat seorang anak hanya karena dia masih kecil.
C. Siapa yang berhak melakukan hadhanah
Hadhanah diartikan semacam kekuasaan, namum pada dasarnya
hadhanah lebih layak bagi perempuan karena mereka lebih mengerti kasih
sayang kepada seorang anak, lebih tepatnya seorang perempuan lebih tepat
dalam mendidik dan lebih tabah dalam melaksanakan tugas mengasuh dan
lebih dekat dengan seorang anak. Sedangkan seorang ayah lebih cenderung
kepada pembiayaan karena tugas seorang ayah adalah mencari nafkah untuk
keluarganya. Oleh karena itu apabila seorang laki-laki bercerai dengan

9
isterinya, maka isterinya atau ibu dari anaknya lah yang berhak mengasuh
anaknya dari pada ayahnya. 11
Syaikh Abu Syujak penah bekata dalam kitabnya “Khifayatul Akhyar”
Fasal Perihal Hadhanah bahwasannya apabila lelaki bercerai dengan isterinya
dan ia mempunya anak dengan isterinya itu, maka si isteri lebih berhak
mengasuh anaknya itu hingga umur tujuh tahun. Kemudian anak itu diberi
pilihan antara ibu dan bapa, dan siapa yang dipilihnya anak itu diserahkan
kepadanya.
Dalam mendahulukan ibu syaikh abu sajuk berpegang kepada apa
yang diriwayatkan oleh amr bin syuaib dari ayahnya yang diterima dari
kakeknya, beliau berkata:12

َ‫سو َل هللا! ِإ َّن ا ْب ِني َهذَا َكان‬ ُ ‫ار‬


َ ‫ َي‬: ‫ت‬ْ َ‫ فَقَال‬,ٌ‫س ْو ُل هللاِ ﷺ خَا َءتْهُ ْام َر أ َة‬ُ ‫اَ َّن َر‬
‫طلَّقَ ِني َوأَ َرادَ أَ ْن‬
َ ُ‫ َو ِإ َّن أَ َباه‬,‫و ِح ْج ِري لَهُ ِح َوا ٌء‬,َ ‫سقَا ٌء‬ ْ ‫َب‬
َ ُ‫ َوثَ ْد ِيي لَه‬,‫ط ِني لَهُ ِو َعا ٌء‬
ُّ ‫ت أ َ َح‬
‫ق ِب ِه َما لَ ْم ت َ ْن ِك ِحي (رواه أبو داود‬ ِ ‫ أَ ْن‬: ‫هللاﷺ‬
ِ ‫سو ُل‬ َ ‫ فَقَا َل لَ َه‬,‫َي ْن ِز َعهُ ِمنِي‬
ُ ‫ار‬
)‫واالحاكم‬

“bahwa seorang perempuan datang kepada rosuullah S.A.W ia berkata : hai


rosulullah! Sungguh anaku ini dulu dalam perutku di mana dia bernaung
didalamnya, air susuku yang diminumnya dan dipangkuanku dia beinduk.
Dan kini bapanya telah menceraikanku, dan dia bermaksud merampasnya
dariku. Lalu rosulullah berkata kepadanya: engkau lebih berhak padanya
selama engkau tidak menikah lagi."(H.R. Abu Daud dan Hakim)
Kemudian telah ditentukan bahwa anak tersebut diserahkan kepada
ibunya, dan bukan bapanya, apabila anak itu masih kecil dan belum mengerti

11
Al-Qadhi Abu Syujak Ahmad al-Husain Kifayatul Akhyar, Terj. Syarifuddin Anwar dan
Misbah Musthafa (Surabaya: Bina Imam, 2007) hlm 310
12
Al-Qadhi Abu Syujak Ahmad al-Husain Kifayatul Akhyar, Terj. Syarifuddin Anwar dan
Misbah Musthafa …. Hlm 311

10
kepentingan dirinya. Apabila anak itu sudah mengerti dia boleh diberi pilihan
untuk memilih antara bapa dan ibunya.
Menurut imam malik dalam kitab mutawaththa dari yahya bin said
dari qasim bin Muhammad dari asham bin umar, ia berkata bahwa umah r.a
menikah kemudian bercerai. Pada suatu waktu, umar pegri ke quba dan
menemui anaknya itu sedang bermain-main di dalam masjid. Umar
mengambil anaknya itu lantas meletakannya diatas kudanya. Pada saat itu
datanglah neneknya, uma berkata, “anakku”. Wanita itu berkata pula
“anakku”. Maka dibawalah perkara itu kepada khalifah abu bakar. Abu bakar
memberi keputusan bahwa anak umar itu akan ikut ibunya, beliau berkata:13
“ibu lebih lembut (kepada anaknya), lebih halus, lebih pemurah, lebih
baik, dan lebih penyayang. Ia berhak atas anaknya (selama dia belum menikah
dengan laki-laki lain).
Seorang anak dalam kehidupan awalnya akan memerlukan orang lain
untuk membantunya dalam kehidupannya, seperti makan, berpakaian,
membersihkan diri, bahkan saat akan tidur maupun bangun tidur. Oleh karena
itu seorang yang menjaganya harus memiliki kasih sayang, kesabaran dan
memiliki keinginan agar anak itu menjadi anak yang berbakti dan baik dimasa
depan. Seorang yang mengasuh seorang anak juga harus memiliki waktu yang
cukup untuk melakukan tugas tersebut, dan kebanyakan yang memiliki syarat-
syarat tersebut adalah perempuan. sehingga agama menetapkan bahwa
perempuan adalah orang yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Menurut hadis-hadis diatas dapat ditetapkan bahwa ibu merupakan
orang yang paling berhak melakukan hadhanah selama dia dalam masa idah
talak raj,i, talak ba’in atau talah habis masa idahnya, tetapi dia belum kawin

13
Tihami dan sohari sahrani Fiqih Munakahat “Kajian Fikih Nikah Lengkap” hlm 218

11
dengan laki-laki lain. Jika ibu tidak ada, orang yang berhak menjadi hadhin
adalah ibu dari ibu (nenek) dan seterusnya ketas.

Dasar urutan orang-orang yang berhak melakukan hadhanah ialah:14

1. Kerabat pihak ibu didahulukan sebelum kerabat dari pihak ayah jika
tingkatan dalam kekerabatan adalah sama
2. Nenek perempuan didahulukan atas saudara perempuan, karena nenek
merupakan bagain dari kakek sehingga nenek lebih berhak dibandingkan
saudara perempuan
3. Kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang bukan sekandung dan
kerabat seibu lebih didahulukan atas kerabat seayah
4. Dasar urutan disini merupakan urutan kerabat yang berhubungan dengan
mahram, dengan ketentuan bahwa pada tingkatan yang sama pihak ibu
didahulukan atas pihak bapak
5. Apabila kerabat yang ada hubungan mahram tidak ada, maka hak
hadhanah pindah kepada kerabat yang tidak ada hubungan mahram.

Menurut syekh abu syajuk dalam kitab kifyatul akhyar beliau berkata:15
“syarat menjadi pengasuh ada tujuh, yaitu: berakal, merdeka, beragama,
dapat menjaga kehormatan dirinya, dapat dipercayai, tidak bersuami,
dan tinggal menetap. Jika satu syarat kurang maka gugurlah
pencalonannya untuk menjadi pengasuh”

14
Ibid hlm 220
15
Al-Qadhi Abu Syujak Ahmad al-Husain Kifayatul Akhyar, Terj. Syarifuddin Anwar dan
Misbah Musthafa … hlm 313

12
Dan apabila seorang ibu ingin memperoleh hak itu harus dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:16

1. Keadaan berakal. Seorang ibu yang ingin memiliki hak


hadhanahnya dia harus tidak gila. Ibu yang gila atau tidak berakal
tidak dapat melakukan hadhanah karena dia tidak dapat menjaga
dan memelihara anak, bahka dia sendiri membutuhkan orang lain
untuk menjaganya.
2. Merdeka. Perempuan budak atau hamba sahaya tidak memiliki hak
hadhanah karena dia tidak boleh mengasuh dalam artian dia
mengabdi untuk tuannya, karena itu dia tidak boleh disibukan oleh
adanya anak karena seorang budak tidak memiliki kekuasaan
untuk mengasuh anak.
3. Seorang ibu harus islam. Jika anaknya islam dan bapanya islam
tetapi ibunya bukan islam maka hak hadhanah akan diberikan
kepada bapanya.
4. Menjaga kehormatan dan dapat dipercaya. Dengan demikian ibu
yang fasik tidak berhak mengasuh anaknya. Karea tidak ada
jaminan bahwa pengasuh yang fasik tidak akan berkhianat atau
memanfaatkan si anak demi kepentingannya sendiri tetapi
merugikan anak tesebut karena dia memiliki hak hadhanah.
5. Ibu tidak bersuami lagi. Nabi Muhammad S.A.W bersabda:

....‫ت أ َ َح ُّق بِ ِه َما لَ ْم تَ ْن َك ِحي‬


ِ ‫أَ ْن‬
“ engkau perempuan lebih berhak akan anak itu selama engkau
tidak menikah lagi.
Hal ini ditakutkan bahwa sang ibu akan disibukkan dengan suami
barunya dan kurang memperhatikan sang anak.

16
Ibid hlm 313

13
6. Tinggal menetap. Seorang ibu lebih berhak mengasuh anaknya
apabila dia menetap dinegara yang sama dengan bapanya dan tidak
sedang melakukan perkejaan atau kegiatan diluar negeri.

Apabila kedua orang tua tidak dapat mengasuh anaknya maka hak
hadhanah anak itu akan jatuh kepada kerabat dekat dari ibu sebagai yang
utama seperti nenek dan seterusnya. berikut syarat-syarat menjadi Hadhin,
yaitu:

a. Tidak terikat dengan satu pekerjaan yang menyebabkan ia tidak


melakukan Hadhanah dengan baik seperti bekerja ditempat yang
jauh atau waktu yang dimiliki dihabiskan untuk bekerja.
b. Seorang hadhin harus orang yang mukalaf, yaitu orang yan telah
baligh, berakal, dan tidak terganggu ingatannya
c. Memiliki kemampuan melakukan Hadhanah
d. Dapat menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, terutama
tentang budi pekerti dan sopan santun.
e. Seorang hadhin merupakan kerabat dari anak tersebut
f. Seorang hadin bukan orang yang memiliki dendam atau kebencian
terhadap sang anak.

Sedangkan para ulama memiliki pendapat berbeda tentang siapa yang


berhak terhadap hadhanah. Imam Hanafi berpendapat bahwa hadhanah itu
merupakan hak anak, sedangkan menurut imam syaf,I dan imam maliki
berpendapat bahwa yang behak terhadap hadhanah adalah Hadhin. Pada
dasarnya Hadhanah merupakan hak bagi Hadhin dan juga si anak, tetapi
dalam pelaksanaannya diperlukan kebijakan sehingga tidak memberatkan
salah satu satu pihak.

KESIMPULAN

14
Hadhanah merupakan kewajiban bagi orang tua karena anak
merupakan amanah yang kita jaga dan lindungi, menjaga mereka dan
mengajarkan mereka berbagai hal antara baik dan buruk, salah dan benar, dan
mengajakan mereka tentang agama apa yang wajib dilakukan dan apa yang
dilarang oleh Allah.

Tetapi apabila terjadi sesuatu pada kehidupan rumah tangga yang


mangakibatkan perceraian, hak hadhanah akan jatuh kepada ibunya apabila
anak itu masih kecil atau belum mumayyiz. Hak hadhanah diberikan kepada
ibunya karena menurut beberapa ulama ibu merupakan seoang yang lemah
lembut, penyayang dan lebih sabar perangainya, sehingga seorang ibu diangap
lebih tepat untuk menerima hak hadhanah, apabila seorang ibu tidak dapat
mengasuh anaknya dengan baik maka hak hadhanah akan diberikan kepada
bapanya.

Dan apabila kedua orang tua tidak dapat mengasuh anaknya, maka hak
hadhanah akan diberikan kepada kerabat dengan mendahulukan kerabat dari
pihak ibu sebagai yang utama. Seperti nenek dari pihak ibu, saudara
sekandung dari pihak ibu, dan apabila kerabat dari pihak ibu tidak dapat juga
menerima hadhanah maka akan diberikan kepada keluarga dari pihak bapa
dengan mendahuluan perempuan, seperti nenek dari pihak bapa, saudara
sekandung perempuan dari pihak bapa dan seterusnya.

Hak hadhanah diberikan kepada seorang ibu atau perempuan karena


seorang yang mengasuh anak terutama anak kecil harus memiliki banyak
watku untuk mereka dan memiliki keinginan untuk mendidik anak tersebut
menjadi orang yang memiliki kepribadian baik dan sabar dalam
mengasuhnya. Dan kebanyakan yang memiliki syarat tersebut adalah
perempuan, sehingga yang diberikan hak hadhanah diutamakan adalah
perempuan.

15
DAFTAR PUSTAKA

16
Syaifullah dan Sarfika Datumula Adopsi dan Pemeliharaan Anak Dalam Hukum Islam
Journal Masawa, Vol.13, No.1, Juni 2021

Tihami,sohari sahrani Fiqih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:


RajaGrafindo Persada, 2018
Muhajir, Ahmah Hadhanah Dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak Dalam Sektor
Pendidikan Rumah Tangga, Jeournal SAP Vol.2 NO.2 Desember 2017, hlm
166

Ariadi, Lalu, Muhammad Hadhanah di Dunia Islam Pada Era Kontemporer;


Kebijakan Hukum di Timur Tengah dan Asia Tenggara, journal Maqosid,
Vol.8, No.2, Juli 2016
Mahmudah, Hasanatul, dkk, Hadhanah Anak Pasca Putusan Perceraian (Studi
komparatif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia) journal Pemikiran
Syariah dan Hukum, Vol.2, No.1, Maret 2018, hlm 63
Nafis, Cholil Fiqih Keluarga, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2009
Al-Qadhi Abu Syujak Ahmad al-Husain Kifayatul Akhyar, Terj. Syarifuddin Anwar
dan Misbah Musthafa, Surabaya: Bina Imam, 2007

17

Anda mungkin juga menyukai