Anda di halaman 1dari 4

HAK ASUH ANAK DAN ADOPSI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah

“BAHASA INDONESIA”

Dosen Pengampu

Dr. Moh Mukhlas, M.Pd.

Disusun Oleh :

Aziz Sulton Bahtiar (101180027)

Kelas :

HKI-A

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

2019
A. PENDAHULUAN

Pada masa sekarang ini banyak terjadi kasus pernikahan dini dan pernikahan online.
Ini merupakan sarana yang mempermudah proses pernikahan. Namun, hal ini
mempunyai dampak negatif setelahnya, karena seharusnya pernikahan harusnya
disiapkan secara matang. Pada akhirnya banyak terjadi kasus perceraian. Berdasarkan
data yang dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), ada 419.268 pasangan yang
bercerai sepanjang tahun 2018. Akhirnya bagi pasangan yang telah memiliki keturunan
pun harus memikirkan pula bagaimana nasib dari anak-anak yang telah lahir setelah
hubungan mereka.

Seharusnya penikahan itu disiapkan secara matang, memiliki umur yang cukup,
mempunyai pekerjaan yang mapan, memiliki ilmu pengetahuan agama juga yang cukup
agar kelak setelah pernikahan pasangan dapat hidup berbahagia. Dan kedepanya
pasangan ini dapat hidup berdampingan dengan anak-anaknya.

B. PEMBAHASAN

Dalam bahasa Arab, istilah pengasuhan anak disebut dengan al-hadhanah yang
berasal dari akar kata al-hidhnu. Menurut fuqaha, hadhanah adalah aktivitas unuk
menjaga anak laki-laki dan perempuan atau orang idiot yang tidak mumayiz dan tidak
mandiri, serta aktivitas untuk menjamin kemaslahatan anak-anak, menjaganya dari
segala sesuatu yang menyakiti dan membahayakan, mendidik jiwa, raga, dan akalnya
agar ia bisa bangkit dalam menghadapi realitas kehidupan dan dapat melaksanakan
tanggung jawabnya dengan baik.1 Adopsi adalah pengambilan anak yang dilakukan
oleh seseorang terhadap anak yang belum jelas nasabnya. Lalu anak itu dia nasabkan
kepada dirinya. Nasab tidak pernah bisa dihapuskan tidak pula bisa diputuskan.2

Hukum mengasuh anak, baik anak laki-laki atau perempuan adalah wajib. Hal itu
karena menganggap remeh dalam hal pengasuhan anak-anak sama saja dengan
1
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid 4, ( Tinta Abadi Gemilang 2013 ), 21
2
Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga ( Bandung:CV. Pustaka Setia 2011 ), 273
menelantarkan mereka. Pengasuhan anak merupakan hak bagi setiap anak karena
mereka sangat membutuhkan kepada orang yang menjaga, melindungi, serta memenuhi
kebutuhan dan pendidikan mereka. Sementara itu, ibu dari anak-anak lebih berhak
daripada orang lain dalam mengasuh mereka. Rasulallah saw. Bersabda, “kamu (kaum
ibu) lebih berhak dalam mengasuh anakmu”. Jika pengasuhan anak merupakan hak
bagi si anak, maka ibunya wajib mengasuhnya apabila hanya sang ibu yang sah untuk
mengasuhnya. Jika tidak ada orang lain yang sah mengasuhnya maka otomatis si anak
hanya bisa bertumpu kepada ibunya, agar ia tidak kehilangan haknya dalam
memperoleh pendidikan dan pengajaran.

Jika terjadi perceraian antara suami-istri, sedangkan mereka memiliki seorang anak,
maka yang berhak mengasuhnya adalah sang ibu, selama tidak ada hal yang
menghalangi haknya untuk mengasuh dan mendidik anaknya, seperti syarat-syarat
pengasuhan tidak terpenuhi. Atau si anak diberikan kebebasan untuk menentukan
pilihanya. Alasan didahulukanya ibu dalam mengasuh dan menyusui si anak adalah
karena ia lebih bijak, lebih mampu dan lebih sabar dalam mengasuh anak daripada
kaum laki-laki. Selain itu, ibu lebih banyak memiliki waktu luang bagi si anak daripada
ayahnya.3

Tentang adopsi (pengangkatan anak) maksudnya adalah mengangkat anak,


memungut anak atau menjadikan anak. Di Indonesia kebanyakan masyarakatnya
cenderung mengangkat anak dari keluarga dekatnya misalnya ponakannya, ponakan
istri atau suami atau anak dari misananya dan sebagainya. Tetapi setelah berdiri
beberapa lembaga yang mengurusi anak yatim dan anak-anak yang terlantar, maka
masyarakat sudah mulai menyadari bahwa upaya pengangkatan anak tidak harus berasal
dari keluarga dekatnya tetapi mereka melihatnya sebagai sesama manusia yang harus
tolong-menolong dalam kehidupan serta pendidikannya. Bahkan sekarang ini lebih
berkembang lagi upaya-upaya untuk membantu anak-anak yang tidak mampu dengan
istilah program anak asuh anak adopsi yang menyamakan statusnya dengan anak
kandung masih berlangsung di masyarakat di daerah Indonesia. Oleh karena itu sebagai

3
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah…
orang Islam dapat diperhatikan ketentuan agama yang mengatur tentang pengangkatan
anak.

Ada beberapa motivasi yang melandasi pengangkatan anak di Indonesia sehingga


merupakan suatu kebutuhan hidup masyarakat antara lain : karena tidak mempunyai
anak, karena kasih sayang terhadap anak yang tidak memiliki orang tua atau anak dari
orang tua yang tidak mampu, karena ia hanya mempunyai anak perempuan sehingga
mengangkat anak laki-laki atau sebaliknya, dan yang terakhir untuk menambah jumlah
keluarga karena mungkin berkaitan dengan keperluan tenaga kerja dan sebagainya.
Pengangkatan anak dengan motivasi berbeda maka Islam sangat perlu menata kembali
tata cara pengangkatan anak sehingga tetap dapat dibedakan antara anak kandung
dengan anak angkat pertama hak-hak yang berkaitan dengan pewarisan, hubungan
mahram dan status perwalian dalam masalah perkawinan karena hal ini terkait dengan
masalah ibadah antara lain misalnya hubungan mahram dapat membatalkan wudhu
antara bapak angkat dengan anak angkatnya yang perempuan adalah anak kandung
tidak demikian halnya.4

C. PENUNTUP

Istilah pengasuhan anak disebut dengan al-hadhanah yang berasal dari akar kata al-
hidhnu. Menurut fuqaha, hadhanah adalah aktivitas unuk menjaga anak laki-laki dan
perempuan atau orang idiot yang tidak mumayiz dan tidak mandiri, serta aktivitas untuk
menjamin kemaslahatan anak-anak, menjaganya dari segala sesuatu yang menyakiti dan
membahayakan, mendidik jiwa, raga, dan akalnya agar ia bisa bangkit dalam
menghadapi realitas kehidupan dan dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan
baik Adopsi adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak
yang belum jelas nasabnya. Lalu anak itu dia nasabkan kepada dirinya. Nasab tidak
pernah bisa dihapuskan tidak pula bisa diputuskan

4
Mahjuddin, Masail Al Fiqh Kasus-kasus Aktual Dalam Hukum Islam ( Jakarta Pusat : Kalam Mulia 2014 ), 96-
102

Anda mungkin juga menyukai