Anda di halaman 1dari 7

Nama : Naharuddin SR

Nim : 19.2100.026

Prodi : Hukum Keluarga Islam

Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak Dalam Pendekatan Budaya Bugis

Penyelesaian sengketa merupakan satu tahap penting dan menentukan. Hukum


internasional memainkan peran esensial, yakni membrikan pedoma, aturan, dan cara
bagaimana suatu sengketa dapat diselesaikan oleh para pihak secara damai. 1 Dalam proses
penyelesaian sengketa itu melalui dua metode yaitu melalui pengadilan dan luar pengadilan.
Adapaun fokus pembahasan kita kali ini adalan menyelesaiakan sengketa melalui luar
pengadilan2. Perlu diapahami bahwa penyelesaian sengketa dilaksanakan diluar pengadilan
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase.3

Anak adalah aset masa depan umat mengharuskan semua pihak memberikan perhatian
penuh kepada anak agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang
berkualitas prima4. Anak merupakan suatu anugerah Allah yang sangat besar yang harus dijaga
dengan baik agar menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, kedua
orang tua harus mengasuh, mendidik, memelihara, melindungi dan menumbuh kembangkan
anak dengan baik. 5Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan
lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang dimaksud bisa berupa
keluarga (orang tua) atau bahkan tampa orang tua bagi mereka yang hidupnya mengelandang.
Sepanjang rentang anak senang tiasa memerlukan bantuan pengasuhan baik secara lansung
saat anak sakit maupun tidaklangsung dengan melakukan bimbingan antisipasi pada orang
tuanya. Anak memerlukan bantuan pengasuhan dalam keadaan sehat optimal (Yupi, 2004). 6
Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun14 , termasuk anak
yang masih dalam kandungan yang selalu menjadi bagian dari keluarga dan masyarakat. Hak
seorang anak adalah memperoleh kasih sayang, perlidungan serta pendidikan dari orang tua.

1
Adolf, Huala. Hukum penyelesaian sengketa internasional. Sinar Grafika, 2020.
2
Nugroho, S. A., & SH, M. (2017). Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya. Kencana.
3
Muryati, Dewi Tuti, dan Heryanti, BR (2011). Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Nonlitigasi di Bidang
Perdagangan. Jurnal Dinamika Sosbud , 3(1), 49-65.
4
MOHAMMAD IQBAL, AK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA GOWA
5
Mansari, Iman Jauhari, Iman Jauhari, Azhari Yahya & Muhammad Irvan Hidayana, HAK ASUH ANAK PASCA TERJADINYA
PERCERAIAN ORANGTUA DALAM PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH SYA’IYAH BANDA ACEH. Vol. 4, No. 2, September 2018.
6
NIRWAN. TRANSFORMASI POLA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA ETNIS BUGIS DAN MAKASSAR (Studi Kasus Di Kelurahan
Tamalanrea Indah Kota Makassar) TRANSFORMATION OF CHILDREN CARE PATTERNS IN BUGIS AND MAKASSAR ETHNIC
FAMILIES (Case Study On Tamalanrea Indah Village Makassar City).
Perceraian merupakan hal yang akan menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara
psikis seorang anak yang akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga anak merupakan pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orang
tuanya.7

Perkawinan merupakan saran terbaik untuk mewujudkan rasa kasih saying kepada
sesame manusia diharapkan dapat melahirkan keluarga sebuah unit kecil sebagai dari
kehidupan dalam masyarakat. Dalam kehidupan berkeluarga tentunya tidak selalu berjalan
mulus sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan, namun ternyata dalam beberapa faktor
lain yang secara sengaja dan tidak sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga
tersebut sehinnga berjung pada sengketa hak asuh anak. 8Hak Asuh Anak adalah seseorang
sebagai pemegang kedudukan yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting bagi masa
depan anak. Pemegang hak asuh anak berkewajiban mengasuh, memelihara dan mendidik anak
baik yang terkait dengan pendidikan, agama, kesehatan, moralitas dan integritas anak. 9
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan pada
pasal 45 yang menyatakan bahwa: “Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka
sebaik-baiknya. kewajiban itu berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri
meskipun orang tua sudah bercerai.10 Sementara dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh
orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah me-nunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan
terakhir Perceraian11.

Dalam perspektif hukum islam sebagaimana yang kita maklum bersama bahwa bahwa
kewajiban memelihara, mendidik, dan mengasuh anak adalah menjadi tanggung jawab kedua
orang tuanya, hal demikian tentunya kalua kondisi kedua orang tua adalah harmonis akan
tetapi jika yang terjadi adalah disharmonisasi kedua orang tuanya (terjadi perceraian), maka
yang paling berhak diantara mereka menurut Prof. Dr. Satria Efendi dibedakan menjadi
Sebelum mumayyiz adalah masa diamana seorang anak belum dapat membedakan mana yang
bermanfaat bagi dirinya dan mana yang berharga bagi dirinya; Jika demikian maka 1. Tidak
diperkenankan memisahkan anak dengan ibunya, jika tidak ingin dipisahkan Allah di hari Kiamat
( Hr. Abu Daud).2. Hadits Abdullah Bin Umar Ibunya lebih berhak selama belum menikah
dengan laki-laki lain.3. Keputusan Abu Bakar tentang kasus Umar bin Khattab dimana Umar

7
Muhamad Jefri Ananta, Perceraian dan Akibat Hukumnya terhadap Anak dan Harta Bersama Menurut Hukum Adat Osing di
Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwang, entera Hukum, Volume 4, Issue 3 (2017).
8
Alara Tasya Jihan Mai Dianti, Penyelesaian Sengka Hak Asuh Anak Akibat Perceraian Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974
9
Fanani, AZ (2017). Sengketa Hak Asuh Anak Dalam Hukum Keluarga
10
Khair, U. (2020). Pelaksanaan Hak Asuh Anak Setelah Terjadinya Perceraian. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 5(2), 291-306.
11
Efendi, Z. (2020). Pelaksanaan Eksekusi Hak Asuh Anak (Hadhanah) Terhadap Isteri Yang Murtad Dalam Perkara Nomor:
398/P. dt. G/2013/PA. Pbr Di Pengadilan Agama Pekanbaru. TERAJU: Jurnal Syariah dan Hukum, 2(01), 1-34.
hendak mengambil anaknya ketika pergi ke Quba tetapi Abu Bakar memutuskan yang berhak
mengasuh anak adalah Ibunya 4.Islam memandang bahwa seorang ibu lebih faham dan
mengerti akan kebutuhan anak.begitu juga pendapat pakar Islam lainya As Shan`ani,Sayyid
Sabiq, Muhammad Jawad Mugniyah termasuk As Syafi`i,dan Mazhab Hanafi. Hal demikian
tentunya jika seorang ibu memenuhi syarat sebagai pengasuh dan pemelihara anak kata Ibnu
Qudama`. x Mumayyiz yakni massa dimana seorang anak telah mulai dapat membedakan mana
yang membahayakan dirinya dan mana yang bermanfaat bagi dirinya ( + umur 7 tahun sampai
menjelang balig) yang demikian didasarkan pada pada hadist Abu Hurairah yakni kasus tentang
seorang anak yang kedua orang tuanya telah bercerai dimana anak tersebut sudah mampu
membantu Ibunya mengambil air dari sumur anak tersebut dipandang nabi sebagai anak yang
mumayyiz karena telah dapat membantu ibunya yang pada gilirannya sang anak memilih
ibunya.12

Sistem pengasuhan anak adalah salah satu fungsi keluarga dan terkait dengan
sosialisasi. Keluarga bertanggungjawab mempersiapkan anak-anaknya menjadi anggota
masyarakat yang baik, keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dan
kehidupan sosial dan norma sosial; sehingga kehidupan di sekitar dapat dimengerti oleh anak,
dapat berpikiran dan berbuat positif terhadap lingkungannya. Jane C. Ollenburger (1996)
berpendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari istri memiliki beban ganda dalam
keluarganya, yaitu beban memberikan pengasuhan kepada anaknya tanpa pamrih dan beban
untuk memberikan kelangsungan perekonomian kepada anaknya. 13 Pola Pengasuhan anak pada
dasarnya merupakan tanggung jawab bersama oleh ayah dan ibu 14namun ketika muncul
sengketa terkait dengan hak asuh anak maka yang mana didahulukan untuk mengasuh anak ?

Adapun putusan pengadilan yang berbentuk “putusan” diatur pula dalam pasal 60 UU
No.7 Tahun 1989, yakni “putusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya
sengketa”. Lazimnya gugat yang bersifat sengketa atau mengandung sengketa disebut gugat
contentiosa. Gugat yang bersifat contentiosa tidak terbatas jangkauannya. Meliputi seluruh
bidang perkara perdata yang bertujuan untuk menetapkan kedudukan dan hak, sekaligus orang
mengakui dan memenuhi apa yang digugat dan dihukumkan kepada orang yang digugat.
Sumber gugat yang bersifat contentiosa disebabkan ada “persengketaan” hak atas suatu barang
antara seseorang dengan yang lain. setiap gugat yang bersifat contentiosa pada prinsipnya akan
mewujudkan putusan pengadilan yang bersifat condemnatoir dan berkekuatan
“eksekutorial”.Dalam masyarakat, senantiasa terjadi hubungan hukum timbal balik. Misalnya,

12
Hervina Puspitosari, PENYELESAIAN SENGKETA PEMELIHARAAN ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN OLEH
PENGADILAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF FEMINIS YURISPRUDENCE.
13
Nirwan, N. (2020). TRANSFORMASI POLA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA ETNIS BUGIS DAN MAKASSAR (STUDI KASUS
DI KELURAHAN TAMALANREA INDAH KOTA MAKASSAR) (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
14
Maida, N. (2016). Pengasuhan anak dan budaya 3s (sipakatau, sipakainge dan sipakalebbi) di perkotaan. In Prosiding Seminar
Nasional Himpunan Sarjana Ilmu-ilmu Sosial (Vol. 2, pp. 327-334).
hubungan hukum suami istri dalam bentuk perkawinan, suami melanggar hak dan kewajiban,
sehingga menimbulkan perselisihan dan pertengkaran. Pada peristiwa selanjutnya suami
melakukan penganiayaan terhadap istrinya. Kaitannya dengan persoalan ini tentu saja suami
dapat dituntut karena melakukan kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana yang diatur
dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 15

Dalam proses perkembangan hak asuh anak ternyata berdampak terhadap budaya.
Salah satu budaya yang dimaksud adalah budaya bugis. Dalam berbagai literatur, disebutkan
bahwa suku bangsa Bugis memiliki kekhasan budaya dan peradaban tersendiri yang
membedakan dengan berbagai budaya bangsa lain yang wujud di persada dunia. Orang Bugis
pada awalnya hanya berdomisili di tanah Bugis dan Makassar. Dalam perkembangan
selanjutnya, sebagian orang Bugis-Makassar meninggalkan kampung halamannya pergi
merantau ke pelbagai wilayah dan negara. Mereka berkreasi menciptakan dan
mengembangkan kebudayaannya. Secara geografis, dewasa ini tanah Bugis dan Makassar
terletak di Propinsi Sulawesi Selatan, Kawasan Indonesia Bagian Timur. 16 Berdasarkan hal
tersebut maka sudah bisa dipastikan bahwa hak asuh anak berdampak langsung terhadap
budaya bugis di Sulawesi Selatan meskipun dalam perkembangan zaman banyak yang
merantau kedaerah lain.

Menurut Koentjaraningrat kebudayaan itu sendiri minimal harus mempunyai 3 wujud,


yaitu: pertama, kebudayaan berwujud sebagai gagasan, ide, nilai-nilai, norma dan peraturan.
Kedua, kebudayaan berwujud sesuatu yang kompleks terkait dengan kegiatan manusia didalam
kehidupan masyarakat. Dan ketiga bahwa budaya merupakan wujud dari hasil karya manusia
yang berupa benda. Oleh karena itu, Siri’ termasuk wujud ide pada poin nomor satu, maka
perlu diuraikan secara singkat. Kebudayaan ide bisa disebut juga sebagai adat tata-kelakuan.
Wujud ide kebudayaan bersifat abstrak atau tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada
didalam kepala, yaitu dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang
bersangkutan hidup.17

Karakter bangsa tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya. Budaya didefinisikan sebagai
seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat yang diperoleh dengan cara belajar
termasuk pikiran dan tingkah laku (Kasnawi & Asang, 2014). Bahwa budaya adalah keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk menginterpretasikan dan

15
Fikri, REFLEKSI SISTEM PANGNGADERRENG DALAM SOSIAL BUDAYA BUGIS-MAKASSAR: ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN
AGAMA, Jurnal Al-‘Adl, No. 2, Juli 2016.
16
Bandung, A. T. B. (2020). Budaya Bugis Dan Persebarannya Dalam Perspektif Antropologi Budaya. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Budaya, 15(1).
17
MUHAMMAD AQSA, IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM BUDAYA SIRI’ MASYARAKAT BUGIS DAN
RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, SURABAYA 2020
memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya
kelakuan(Nirwan, 2021).18

Laki-laki dan perempuan dalam budaya Bugis memiliki tugas dan fungsi masing-masing,
yang saling melengkapi. 19Namun dalam keluarga terkadang terdapat permasalahan yang
berujung pada perceriaian sehingga mengakibatkan klaiman soal hak asuh anak. Dalam proses
penyelesaian sengketa hak asuh anak di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan tentunya tidak
lepas dari budaya bugis. Timbul sebuah pertanyaan bahwa bagaiman proses hak asuh anak di
Sulawesi selatan ? bagaimana proses penyelesaian sengketa hak asuh anak dalam budaya
bugis ? itulah yang akan kita bahas dan kaji kali ini. Sebetulnya dalam proses penyelesaian
sengketa di hak asuh anak di tanah bugis itu lebih banyak menggunakan pendekatan budaya.
Ulama ushul fiqh juga mengakui keberadaan budaya sebagai hukum sebagaimana kaidah
mengatakan bahwa al-adatul muhakkamah “adat kebiasan bias dijadikan sebagai hukum”.20

Adapun sengketa hak asuh anak pada umumnya diselesaikan di pengadilan. Ketentuan
hukum sengketa hak asuh anak dipilih untuk dikaji, disamping agar mendapatkan pembahasan
yang mendalam dan fokus, juga dikarenakan sengketa hak asuh anak merupakan ketentuan
hukum yang perkaranya banyak terjadi di Pengadilan Agama dan umumnya selalu menjadi
perhatian publik atau masyarakat luas.21 Ternyata bentuk perhatian public itulah yang
menyebabkan penyelesaian sengketa hak asuh anak merembek sampai kepada budaya bugis.

Dalam hasil observasi saya dilapangan, ternyata proses penyelesaian sengketa hak asuh
anak melahirkan beragam solusi misalnya diasuh oleh ayah, ibu dan juga neneknya. Intinya
proses penyelesaian sengketa tesrbut tergantung konteksnya. Budaya bugis pada intinya tidak
lepas dari budaya siri’ sehingga dalam proses penyelesaian sengketa apapun tetap menjunjung
nilai-nilai budaya siri’.22 Laica (1995:114) menjelaskan bahwa konsep siri’ mempunyai dua
kandungan nilai, yaitu nilai malu dan nilai harga diri.23

18
Nirwan, TRANSFORMASI POLA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA ETNIS MAKASSAR DI PERKOTAAN (Studi Kasus Pada
Keluarga Etnis Makassar Di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan), Sosioreligius VolumeVI Nomor 2 Desember 2021.
19
Taibe, P., & Psi, S. (2011). PENGARUH POLA PENGASUHAN BUDAYA BUGIS TERHADAP KECENDERUNGAN CINDERELLA
COMPLEX PADA PEREMPUAN BUGIS THE EFFECTS OF BUGIS CULTURE UPBRINGING PATTERN TO CINDERELLA COMPLEX
TENDENCY IN BUGIS WOMEN Oleh. LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS 45 MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO KM. 4
MAKASSAR TLP/FAX. 0411-452901/424568, 133.
20
Marom, M. N. (2019). TRADISI MEMUTUS BENANG DAN TUMPENGAN DALAM PPERNIKAHAN NGLANGKAHI KAKAK KANDUNG
MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DIDESA BUGOHARJO KECAMATAN PUCUK KABUPATEN LAMONGAN) (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Sultan Agung).

21
Ahmad Zaenal Fanani, SENGKETA HAK ASUH ANAK DALAM HUKUM KELUARGA PERSPEKTIF KEADILAN JENDER
22
Syarif, E., Sumarmi, S., Fatchan, A., & Astina, I. K. (2016). Integrasi nilai budaya etnis Bugis Makassar dalam proses
pembelajaran sebagai salah satu strategi menghadapi era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Jurnal Teori Dan Praksis
Pembelajaran IPS, 1(1), 13-21.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa pola pengasuhan yang dilakukan oleh
keluarga buruh migran perempuan di Kabupaten Soppeng sebagai berikut: 24

 Pertama, pola pengasuhan yang diberikan kepada anak usia sekolah 7-14 tahun
dan masih tinggal bersama dengan ayahnya sendiri. Pola ini dipilih karena ayah
dan ibu dari anak telah bercerai dan masing-masing telah memiliki keluarga.
Kondisi ini membuat ibu dengan senang hati memberikan peran pengasuhan
kepada ayah kandung dari anak ini, karena ada perempuan (istri dari ayah
kandung anak) yang dianggap akan bisa memenuhi kebutuhan harian anaknya.
 Kedua, yaitu pengasuhan oleh nenek di keluarga muda, menengah, dan tua. Pola
pengasuhan ini dialami oleh anak usia 7-14 tahun dan 15-18 tahun
 Ketiga, yaitu pengasuhan oleh paman atau tante di keluarga muda, menengah,
dan tua. Pola ini dialami oleh anak buruh migran perempuan yang berusia 7-14
tahun dan juga usia 15-18 tahun.
 Keempat, pengasuhan anak pesantren pada keluarga muda, menengah, dan tua.
Pola ini dilakukan oleh keluarga buruh migran yang anaknya diasuh oleh nenek
atau tante dan paman baik dari ayah atau ibu yang tinggal di sekolah agama
berasrama (pesantren).
 Kelima, pengasuhan kolaborasi pada keluarga menengah dan tua. Pengasuhan
ini melibatkan nenek dari ibu sebagai pengasuh utama, tetapi dibantu oleh ayah
anak yang tidak merantau ke Malaysia.
 Keenam, pengasuhan mandiri pada keluarga menengah. Anak buruh migran
perempuan yang mengalami pola pengasuhan ini telah berusia 15-18 tahun,
sehingga dianggap telah mandiri untuk mengurus dirinya.
 Ketujuh, pengasuhan oleh kakak pada keluarga tua. Keluarga dalam pola
pengasuhan ini telah memiliki anak yang telah berumah tangga, sehingga bagi
anak usia 15-18 tahun yang duduk di bangku SMA dalam keluarga ini tinggal
bersama saudara kandung dan keluarganya.

Berdasarkan hal tersebut bahwa terdapat metode dalam pola asuh anak dan terkhusus
pada pola pertama diatas maka pada usia 7-14 tahun maka menurut Selvy Anggriani Syarif
dalam jurnalnya bahwa anak tersebut boleh tinggal bersama ayahnya berdasarkan syarat-syarat
yang harus terpenuhi.

Perlu juga dipahami bahwa dari sengketa hak asuh anak ternyata berdampak juga
terhadap kelangsungan kehidupan anak, salah satunya adalah pendidikan. Dari sejak dini

23
Bandung, A. T. B. (2020). Budaya Bugis Dan Persebarannya Dalam Perspektif Antropologi Budaya. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Budaya, 15(1).
24
Selvy Anggriani Syarif. POLA PENGASUHAN DAN PEMENUHAN HAK DASAR ANAK BURUH MIGRAN PEREMPUAN. Jurnal Al-
Maiyyah, Volume 11 No. 2 Juli-Desember 2018.
seorang anak harus didik dengan baik namun apakah itu dapat terpenuhi dengan baik ketika
hanya ayah yang mengasuh ataupun hanya ibu yang mengasuh ? tentu itu tidak kan maksimal
padahal perlu dipahami bila orang tua dalam mendidik anaknya juga mengedepankan nilai
agama. Dengan mengajarkan nilai agama maka anak akan senantiasa mengingat bahwa dunia
hanya sesaat dan akhirat selamanya. Akhirnya yang terjadi adalah didikan (agama) terhadap
anak akan kurang terpenuhi.25

25
Abdul Rahman, Nurlela, Mauliadi Ramli. Habituasi Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis Bagi Keluarga Petani di Desa Bulutellue
Kabupaten Sinjai. Volume 2 No. 1, Mei 2021.

Anda mungkin juga menyukai