Anda di halaman 1dari 15

Jurnal An-Nahl

p-ISSN: 2355-2573 |e-ISSN: 2723-4053


Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144

Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah


Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam
Yuni Harlina1, Siti Asiyah2
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia
e-mail: yuni.harlina@uin0-suska.ac.id

ABSTRAK. Anak merupakan sebuah anugerah dari Allah Swt yang harus disyukuri, dijaga dan
dipelihara dengan baik agar menjadi anak yang berguna bagi negara dan agama. Oleh karena itu,
kedua orang tua harus mengasuh, mendidik, memelihara, melindungi dan menumbuh kembangkan
anak dengan baik. Tanggung jawab pemeliharaannya tidak hanya ketika kedua orang tuanya masih
hidup rukun dalam ikatan perkawinan maupun ketika mereka gagal karena terjadi perceraian.
Penentuan hadhanah pasca perceraian sangat ditentukan oleh putusan hakim. Adakalanya hak asuh
anak diberikan kepada ibu, atau diberikan kepada ayah. Pengadilan harus memiliki konsekuensi
hukum atas setiap putusan yang diputuskannya. Untuk menjamin perlindungan terbaik bagi anak
dalam setiap putusan hakim tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek yang mempengaruhi
demi keselamatan dan kemaslahatan anak.

Kata kunci: Hadhanah, Pasca Perceraian, Islam.

ABSTRACT. Children are a gift from Allah SWT that must be grateful, guarded and cared for properly in order
to become useful children for the state and religion. Therefore, both parents must nurture, educate, nurture, protect and
develop children properly. The responsibility for caring for her is not only when both parents are still living harmoniously
in the marriage bond or when they fail because of a divorce. The determination of hadhanah after divorce is largely
determined by the judge's decision. Sometimes custody of the child is given to the mother, or given to the father. The
court must have legal consequences for every decision it renders. To ensure the best protection for children in every
decision of the judge, of course, must consider various aspects that affect the safety and benefit of the child.

Keywords: Hadhanah, Post Divorce and Islam.

PENDAHULUAN perkawinan seseorang akan terpelihara dari


Pernikahan merupakan sunnatullah yang perbuatan zina (Rasjid, 2001).
umum dan berlaku pada semua makhluk- Islam menginginkan perkawinan yang
Nya. Dalam Undang-Undang Republik harmonis antara suami dan isteri, terpenuhi
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang semua hak dan kewajiban anggota keluarga.
Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin Dalam kenyataannya tidak semua perkawinan
antara seorang pria dengan seorang wanita dapat berlangsung dengan langgeng dan
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk tentunya tidak ada seorang pun yang ingin
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan perkawinannya berakhir dengan jalan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2 perceraian. Terjadinya perceraian ini
Kompilasi Hukum Islam menyebutkan membawa konsekuensi logis yang harus
bahwa definisi perkawinan menurut hukum diterima masing-masing pihak yang paling
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang dirugikan. Salah satu hal penting yang
sangat kuat atau mitsaqon ghalizhan untuk mungkin kurang dipertimbangkan ketika
mentaati perintah Allah Swt dan terjadi perceraian adalah tanggung jawab
melaksanakannya merupakan ibadah. kedua orang tua terhadap anak, baik ketika
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kedua orang tuanya masih hidup rukun dalam
kehidupan rumah tangga yang sakinah, ikatan perkawinan maupun ketika mereka
mawaddah, dan rahmah. Selain itu dengan gagal karena terjadi perceraian. Pemeliharaan

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 130


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

ini meliputi berbagai hal, diantaranya masalah membutuhkan pengawasan, penjagaan,


ekonomi, pendidikan dan masalah-masalah pendidikan, dan pelaksanaan urusannya.
lain yang menjadi kebutuhan pokok anak. Kedua orang tua harus mengasuh anak-anak
Pemeliharaan anak dalam bahasa arab yang masih kecil karena hukumnya wajib, dan
disebut dengan istilah hadhanah. Hadhanah mengabaikannya berarti menghadapkan
ialah memelihara anak-anak yang belum anak-anak pada kebinasaan (Manan, 2008).
dapat mengurus diri sendiri, mendidik dan Dalam kitab fikih sunnah Sabiq
mengasuhnya serta menghindarkannya dari (2012) mengatakan bahwa jika terjadi
segala bencana yang dapat memelaratkannya perceraian antara suami istri dan mereka
(Ash-Shidieqy, 2011). Para ulama fikih mempunyai anak, maka orang yang berhak
mendefinisikan hadhanah sebagai tindakan mengasuhnya adalah ibu. Alasan ibu
pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, didahulukan dalam mengasuh dan menyusui
baik laki-laki maupun perempuan atau yang anak, karena ibu lebih bijak, lebih mampu,
sudah besar tapi belum mumayyiz, lebih sabar dalam mendidik anak
menyediakan sesuatu yang menjadikan dibandingkan dengan ayah. Selain itu, ibu
kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang memiliki waktu luang dari pada ayah.
menyakiti dan merusaknya, mendidik Fenomena kelalaian dan penelantaran
jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu anak merupakan permasalahan yang sering
berdiri sendiri menghadapi hidup dan terjadi dalam masyarakat, sebaliknya juga
memikul tanggung jawab (Tihami & Sahrani, perebutan anak antara orang tua sering kali
2014). terjadi seakan-akan anak adalah harta benda
Pemeliharaan anak atau hadhanah yang dapat dibagi-bagi, dan setelah dibagi
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1 huruf seolah putuslah ikatan orang tua yang tidak
(g) adalah kegiatan mengasuh, memelihara mendapatkan hak asuhnya. Walaupun
dan mendidik anak hingga dewasa atau sebenarnya masalah kedudukan anak dan
mampu berdiri sendiri. Sebagaimana firman kewajiban orang tua terhadap anak ini telah di
Allah SWT dalam QS. al-Tahrim : 6, atur dalam berbagai peraturan perundang-
:Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, undangan dan hukum Islam.
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka Akibat putusnya perkawinan karena
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; perceraian menurut Undang-Undang Nomor
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 41
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang ialah (Subekti & Sudiro, 1999): 1) Baik ibu
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu atau bapak tetap berkewajiban memelihara
mengerjakan apa yang diperintahkan” dan mendidik anak-anaknya semata-mata
(Departemen Agama RI, 2007). berdasarkan kepentingan anak. Bilamana ada
Pada ayat ini, orang tua diperintahkan perselisihan mengenai penguasaan anak-anak
Allah Swt untuk memelihara keluarganya dari pengadilan memberi keputusan; 2) Bapak
api neraka, dengan berusaha agar seluruh yang bertanggung jawab atas semua biaya
anggota keluarganya itu melaksanakan pemeliharaan dan pendidikan yang
perintah-perintah dan meninggalkan diperlukan anak itu. Bilamana bapak dalam
larangan-larangan Allah, termasuk anggota kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban
keluarga dalam ayat ini adalah anak. tersebut, Pengadilan dapat menentukan
Anak adalah seseorang yang belum bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; dan
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk 3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada
yang masih dalam kandungan. Sedangkan bekas suami untuk memberikan biaya
menurut Kompilasi Hukum Islam, anak penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
adalah orang yang belum genap 21 (dua puluh kewajiban bagi bekas isteri.
satu) tahun dan belum pernah menikah dan Dari ketentuan Pasal 41 Undang-
karenanya belum mampu untuk berdiri Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
sendiri. Pemeliharaan terhadap anak Perkawinan tersebut diatas dapat dipahami
merupakan hak bagi anak karena ia bahwa ada perbedaan antara tanggung jawab

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 131


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

pemeliharaan yang bersifat material dengan Tuntutan moral agar hakim berlaku
tanggung jawab pengasuhan. Pasal 41 ini adil dalam memutuskan perkara adalah
lebih menfokuskan kepada kewajiban dan berkaitan erat dengan ideal hukum bahwa
tanggung jawab material yang menjadi beban setiap produk pengadilan, termasuk
suami atau bekas suami jika ia mampu, dan Pengadilan Agama harus memenuhi rasa
sekiranya ia tidak mampu Pengadilan Agama keadilan yang hidup dalam masyarakat yang
dapat menentukan lain sesuai kemampuannya pada akhirnya bisa menciptakan suasana
(Manan, 2005). kehidupan yang tenang dan tenteram.
Kemudian dalam pasal 45 Undang- Dalam putusan perkara nomor
Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan 1044/Pdt.G/2017/PA.Pbr mengenai cerai
bahwa: 1) Kedua orang tua wajib memelihara gugat, hakim mengabulkan gugatan
dan mendidik anak-anak mereka sebaik- penggugat yang berisikan menjatuhkan talak
baiknya; dan 2) Kewajiban orang tua yang satu ba’in sughra tergugat terhadap
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku penggugat, menetapkan penggugat sebagai
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri pemegang hak pengasuhan dan pemeliharaan
sendiri, kewajiban yang mana berlaku terus terhadap kedua anak mereka. Berdasarkan
meskipun perkawinan antara kedua orang tua dalam persidangan, kedua anak penggugat
putus. dan tergugat saat ini berada dalam
Dalam Kompilasi Hukum Islam pengasuhan tergugat sebagai ayahnya. Bahwa
Pasal 105 huruf (a), menyebutkan bahwa sebelum adanya putusan pengadilan
dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan mengenai gugatan perceraian ini, salah satu
anak yang belum mumayyiz atau belum anak dari pihak penggugat dan tergugat lebih
berusia 12 tahun adalah hak ibunya. dulu dibawa oleh tergugat. Kemudian pada 12
Sedangkan pemeliharaan anak yang sudah Juli 2017 tergugat mengambil anak yang
mumayyiz diserahkan kepada anak untuk keduanya lagi dengan tanpa sepengetahuan
memilih antara ayah dan ibunya sebagai penggugat.
pemegang hak pemeliharaannya. Kemudian, Dihubungkan dengan prinsip hukum
dalam pasal 156 huruf (a), akibat putusnya Islam dalam hal terjadi perceraian, seorang
perkawinan karena perceraian ialah anak yang ibu lebih layak dan lebih berhak untuk
belum mumayyiz berhak mendapatkan memelihara anak yang usianya kurang dari 12
hadhanah dari ibunya. tahun. Jika nanti anak-anak tersebut
Apabila masalah hadhanah tidak mencapai umur 12 tahun maka harus diberi
dapat diselesaikan secara kekeluargaan maka hak untuk memilih ikut ayahnya atau ibunya.
penyelesaiannya adalah melalui pengadilan. Untuk menjalankan pengasuhan dan
Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga pemeliharaan anak-anak harus didukung
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi pencari dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kriteria,
keadilan yang beragama Islam. Lembaga yaitu 1) kasih sayang, 2) kemampuan
tersebut mempunyai tugas dan wewenang keuangan, dan 3) kesempatan/kelapangan
untuk memberikan pelayanan hukum dan waktu. Jika dilihat kepada Tergugat kriteria
keadilan dalam bidang perdata tertentu di pertama dan ketiga dapat berjalan, namun
kalangan orang-orang yang beragama Islam kriteria kedua dapat disimpulkan bahwa tidak
yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. bakal berjalan karena Tergugat dalam posisi
Hakim sebagai penegak hukum dan pengangguran. Sedangkan penggugat dapat
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memenuhi ketiga kriteria tersebut meskipun
memahami nilai-nilai hukum yang hidup kriteria ketiga tidak sepenuhnya.
dalam masyarakat, begitu juga dalam hukum Penggugat mengajukan perkara baru
acara di Pengadilan Agama. Dengan demikian nomor 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr yang
maka putusan hakim akan memberikan rasa mana gugatan ini tidak dapat dipisahkan
keadilan yang memuaskan para pencari (assessor) dengan perkara gugatan cerai
keadilan yang beragama Islam. nomor 1044/Pdt.G/2017/PA.Pbr. Pada
Putusan Pengadilan Agama Pekanbaru

132 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

Nomor 1044/Pdt.G/2017/PA.Pbr tanggal maupun perempuan atau yang sudah besar


20 November 2017 Penggugat telah tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu
ditetapkan sebagai pengasuh (hadhanah) yang menjadikan kebaikannya, menjaganya
kedua anak Penggugat dengan Tergugat, akan dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya,
tetapi amar putusan tersebut tidak diikuti mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar
dengan amar putusan condemnatoir, sehingga mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan
kedua orang anak tersebut yang dibawa oleh memikul tanggung jawab (Tihami & Sahrani,
Tergugat tidak dapat dieksekusi. 2014).
Bahwa pada prinsipnya, kedua orang Pemeliharaan anak adalah
tua wajib mengasuh dan memelihara anak- pemenuhan untuk berbagai aspek kebutuhan
anaknya dengan baik. Dalam hal terjadi primer dan sekunder anak. Pemeliharaan
perceraian, sebagaimana diatur dalam anak juga meliputi berbagai aspek yaitu
Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi pendidikan, biaya hidup, kesehatan,
Hukum Islam apabila terjadi perceraian maka ketentraman dan segala aspek yang berkaitan
tidak mengakibatkan terjadinya perceraian dengan kebutuhannya. Dalam Islam
dengan anak-anak, anak-anak tidak diungkapkan bahwa tanggung jawab ekonomi
semestinya dijadikan bahan perebutan. berada dipundak suami sebagai kepala rumah
Apabila dalam perkara perceraian pengadilan tangga, dan tidak tertutup kemungkinan
menetapkan ibu sebagai pemegang hak tanggung jawab itu beralih kepada istri untuk
pengasuhan (hadhanah) terhadap anak-anak membantu suaminya apabila suami tidak
mereka, hal tersebut tidak mengakibatkan mampu melaksanakan kewajibannya. Oleh
terhapusnya hak seorang bapak dalam karena itu, amat penting mewujudkan
mengasuh dan memelihara anak-anak kerjasama dan saling membantu antara suami
tersebut. Bahwa pengasuhan dan istri dalam memelihara anak sampai dewasa.
pemeliharaan anak-anak mereka merupakan Hal yang dimaksud pada prinsipnya adalah
tanggung jawab bersama antara ibu dan tanggung jawab suami istri kepada anak-
bapak, bukan merupakan tanggung jawab anaknya (Ali, 2009).
yang dipikul oleh salah satu pihak saja. Dalam ensiklopedi hukum Islam
Problematika kasus inilah yang akan dibahas dijelaskan, hadhanah yaitu mengasuh anak
dalam tulisan ini kecil atau anak normal yang belum atau tidak
dapat hidup mandiri, yakni dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN memenuhi kebutuhan hidupnya, menjaganya
Dasar Hukum dan Tinjauan Umum dari hal yang membahayakan. Memberi
tentang Hadhanah pendidikan fisik maupun psikis,
Hadhanah diambil dari kata al-hidhnu mengembangkan kemampuan intelektual
yang artinya pendamping. Arti kata hadhanah agar sanggup memikul tanggung jawab hidup
adalah murabbiyatu atau pengasuh, jika ditinjau (Dahlan, dkk, 1997).
dari segi Bahasa (al-Fauzan, 2005). Adapun Dalam istilah Fiqih, digunakan dua
secara syara’ hadhanah artinya pemeliharaan kata namun ditujukan untuk maksud yang
anak bagi orang yang berhak untuk sama yaitu kafalah dan hadhanah. Yang
memeliharanya, atau bisa juga diartikan dimaksud dengan hadhanah atau kafalah dalam
memelihara atau menjaga orang yang tidak arti yang sederhana adalah “pemeliharaan” atau
mampu mengurus kebutuhannya sendiri “pengasuhan”. Untuk hadhanah diartikan
karena tidak mumayyiz seperti anak-anak, sebagai upaya pemeliharaan anak, mengasuh
orang dewasa tetapi gila. Pemeliharaan disini dan mendidik anak yang masih kecil setelah
mencakup urusan makanan, pakaian, urusan terjadinya perceraian (Syarifudin, 2006).
tidur, membersihkan, memandikan, mencuci Pemeliharaan anak (hadhanah) dalam
pakaian dan sejenisnya (az-Zuhaili, 2011). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak
Para ulama fikih mendefinisikan disebutkan secara jelas melainkan hanya
hadhanah sebagai tindakan pemeliharaan disebutkan tentang kewajiban orang tua
anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki untuk memelihara anaknya. Pasal 45 ayat (1)

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 133


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

menyebutkan bahwa “kedua orang tua wajib dalam anggota keluarga dalam ayat ini adalah
memelihara dan mendidik anak-anak mereka anak.
sebaik-baiknya”. Pemeliharaan anak atau Sedangkan dalam hadis Rasulullah Saw.
hadhanah dalam Kompilasi Hukum Islam bersabda :
pasal 1 huruf (g) adalah kegiatan mengasuh, ‫س ْو َل‬
ُ ‫ يَا َر‬: ‫ت‬ ْ َ‫ أ َ هن أ َ ْم َرأَة ً قَا ل‬,‫ع ْم ٍرو‬ َ ‫َع ْن‬
ِ ‫ع ْب ِد ه‬
َ ‫َّللا ب ِْن‬
memelihara dan mendidik anak hingga ْ
‫ َو‬,‫ َو ثَدْيِي لَهُ ِسقَا ًء‬,‫هللاِ إِ هن ا ْبنِي َهذَا َكانَ بَطنِي لَهُ ِو َعا ًء‬
dewasa atau mampu berdiri sendiri. ,‫عهُ ِمنِي‬ َ ‫ َو أ َ َرادَ أ َ ْن َي ْنت َِز‬,‫طلهقَ ِني‬ َ ُ ‫ َو ِإ هن أ َ َباه‬,‫جْري لَهُ ِح َوا ًء‬ ِ ‫ِح‬
Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang- ‫ت أ َح ُّق بِ ِه َما‬َ َ ‫ه‬
ِ ‫ أ ْن‬: ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫فَقَا َل لَ َها َر‬
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang ‫لَ ْم ت َ ْن ِك ِحي‬
perlindungan anak dikatakan bahwa Dari Abdillah bin Amru: Ada seorang
perlindungan anak adalah segala kegiatan wanita bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasul,
untuk menjamin dan melindungi anak dan anakku ini dulu keluar dari perutku, susuku
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, sebagai minuman baginya, dan pangkuanku sebagai
berkembang dan berpartisipasi secara optimal tempat tidurnya. Ayahnya sekarang telah menthalak
sesuai dengan harkat dan martabat serta ingin meminta anak ini dariku.” Rasulullah
kemanusiaan serta dapat perlindungan dari kemudian bersabda kepada sang wanita, “Kamu
kekerasan dan diskriminasi. lebih berhak atas anakmu selama kamu belum
Dari berbagai definisi tersebut menikah. (al-Albani, 2006)”
menurut penulis, hadhanah adalah mendidik Pentingnya mewujudkan kerjasama dan
dan memelihara anak, mengurus makan, saling membantu antara suami dan istri dalam
minum, pakaian, kebersihan, pendidikan, memelihara anak sampai dewasa. Hal ini
kebutuhan materiil atau spiritual, sehingga dimaksud pada prinsipnya adalah tanggung
anak tersebut selamat dan mampu mengurus jawab suami istri terhadap anak-anaknya.
dirinya sendiri untuk hidup dan bertanggung KHI menjelaskan sebagai berikut dalam Pasal
jawab atas dirinya sendiri. Hukum mengasuh 98 KHI: 1) Batas usia anak yang mampu
anak, baik laki-laki atau perempuan adalah berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,
wajib. Hal itu karena menganggap remeh sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik
dalam hal pengasuhan anak-anak, sama saja maupun mental atau belum pernah
dengan menghancurkan dan menelantarkan melangsungkan perkawinan; 2) Orang tuanya
mereka mewakili anak tersebut mengenai segala
Pada prinsipnya hukum merawat dan perbuatan hukum di dalam dan di luar
mendidik anak adalah kewajiban bagi kedua pengadilan; dan 3) Pengadilan Agama dapat
orang tuanya. Adapun dasar hukum menunjuk salah seorang kerabat terdekat
hadhanah (pemeliharaan anak) diantaranya yang mampu menunaikan kewajiban tersebut
adalah firman Allah Swt. dalam QS. Al- apabila kedua orang tuanya meninggal.
Tahrim (66): 6. Artinya: “Hai orang-orang yang Pasal 98 tersebut memberikan isyarat
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari bahwa kewajiban kedua orang tua adalah
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia mengantarkan anak-anaknya, dengan cara
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang mendidik, membekali dengan ilmu
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah pengetahuan untuk menjadi bekal mereka di
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada hari dewasanya. Secara khusus al-Qur’an
mereka dan selalu mengerjakan apa yang menganjurkan kepada ibu agar menyusui
diperintahkan”. anak-anaknya secara sempurna (sampai usia
Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap dua tahun). Namun, al-Qur’an juga
manusia mukmin mempunyai beban menginsyaratkan kepada ayah atau ibu supaya
kewajiban dan tanggung jawab memelihara melaksanakan kewajibannya berdasarkan
diri dan keluarga dalam bentuk apapun dari kemampuannya, dan sama sekali al-Qur’an
api neraka. Berusaha agar seluruh anggota tidak menginginkan ayah dan ibu menderita
keluarganya melaksanakan perintah dan kepada anaknya. Apabila orang tua tidak
meninggalkan larangan Allah Swt. termasuk mampu memikul tanggung jawab terhadap

134 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

anaknya, maka tanggung jawab dapat bila ibunya telah meninggal dunia, maka
dialihkan kepada keluarganya (Ali, 2009). kedudukannya digantikan oleh: a) Wanita-
Perceraian adalah pintu daruratnya dari wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; b)
sebuah perkawinan demi sebuah keselamatan Ayah; c) Wanita-wanita dalam garis lurus ke
bersama. Beban berat sesungguhnya akan atas dari ayah; d) Saudara perempuan dari
terjadi pada anak pasca perceraian, padahal anak yang bersangkutan; e) Wanita-wanita
secara umum anak memiliki hak yang sama kerabat sedarah menurut garis samping dari
seperti pada saat ketika orang tua belum ibu; dan f) Wanita-wanita kerabat sedarah
bercerai, antara lain kasih sayang meskipun menurut garis samping dari ayah; 2) Anak
orangtua sudah bercerai, pendidikan, yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk
perhatian kesehatan, tempat tinggal yang mendapatkan hadhanah dari ayah atau
layak (Tektona, 2012). ibunya; 3) Apabila pemegang hadhanah
Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
Perkawinan pada pasal 41 disebutkan bahwa, jasmani dan rohani anak, meskipun biaya
akibat putusnya perkawinan karena nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka
perceraian ialah: 1) Baik ibu atau bapak tetap atas permintaan kerabat yang bersangkutan
berkewajiban memelihara dan mendidik Pengadilan Agama dapat memindahkan hak
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan hadhanah kepada kerabat lain yang
kepentingan anak, bila ada perselisihan mempunyai hak hadhanah pula; 4) Semua
mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi
memberikan keputusan; dan 2) Bapak yang tanggung jawab ayah menurut
bertanggung jawab atas semua biaya kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai
pemeliharaan dan pendidikan anak itu, anak tersebut dewasa dan dapat mengurus
bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat diri sendiri (21 tahun); 5) Bilamana terjadi
memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul anak, Pengadilan Agama memberikan
biaya tersebut (Subekti & Tjitrosudibio, putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c),
1999). dan (d); dan 6) Pengadilan dapat pula dengan
Kemudian dalam pasal 45 disebutkan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan
bahwa: 1) Kedua orang tua wajib memelihara jumlah biaya untuk pemeliharaan dan
dan mendidik anak-anak mereka sebaik- pendidikan anak-anak yang tidak turut
baiknya; dan 2) Kewajiban orang tua yang padanya.
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku Tampak bahwa tanggung jawab
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri seorang ayah kepada anaknya tidak dapat
sendiri, kewajiban yang mana berlaku terus gugur walaupun ia sudah bercerai dengan
meskipun perkawinan antara kedua orang tua istrinya atau ia sudah kawin lagi. Ketika anak
putus. itu masih kecil (belum baligh) maka
Disebutkan juga dalam Kompilasi pemeliharaannya merupakan hak ibu, namun
Hukum Islam (KHI) pasal 105 yang biaya ditanggung oleh ayahnya. Selain itu,
berbunyi, dalam hal terjadi perceraian: 1) anak yang belum mumayyiz maka ibu
Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz mendapat prioritas utama untuk mengasuh
atau belum berumur 12 tahun adalah hak anaknya. Apabila anak sudah mumayyiz maka
ibunya; 2) Pemeliharaan anak yang sudah sang anak berhak memilih diantara ayah atau
mumayyiz diserahkan kepada anak untuk ibunya yang ia ikuti. Tergantung dari anak
memilih diantara ayah atau ibu sebagai dalam menentukan pilihannya.
pemegang hak pemeliharaannya; dan 3) Biaya Lain halnya bila orang tua lalai dalam
pemeliharaannya ditanggung oleh ayah. melaksanakan tanggungjawab, baik dalam
Kemudian dalam pasal 156, akibat merawat atau mengembangkan harta
putusnya perkawinan karena perceraian ialah: anaknya. Orang tua yang demikian dapat
1) Anak yang belum mumayyiz berhak dicabut atau dialihkan kekuasaannya bila ada
mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali alasan-alasan yang menuntut pengalihan

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 135


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 49 atau bersama orang yang suka marah kepada
Undang-Undang Perkawinan yang berbunyi anak-anak, sekalipun kerabat anak kecil itu
sebagai berikut: 1) Salah seorang atau kedua sendiri (Thalib, 2007); 3) Amanah dan
orang tua dapat dicabut kekuasaannya berakhlak, sebab orang yang curang tidak
terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu dapat dipercaya menunaikan kewajibannya
yang tertentu atas permintaan orang tua yang dengan baik. Bahkan dikhawatirkan bila nanti
lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas si anak dapat meniru atau berkelakuan seperti
dan saudara kandung yang telah dewasa atau kelakuan orang yang curang ini (Sabiq, 2008);
pejabat yang berwenang dengan keputusan 4) Beragama Islam. Disyaratkan oleh
Pengadilan dalam hal-hal: a) Ia sangat kalangan Mazhab Syafi’i dan Hanafiah. Oleh
melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; karena itu, bagi seorang kafir tidak ada hak
dan b) Ia berkelakuan buruk sekali; dan 2) untuk mengasuh anak yang muslim, karena
Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, ditakutkan akan membahayakan aqidah
mereka masih tetap berkewajiban untuk akhlak anak tersebut. Selain itu agama anak
memberi biaya pemeliharaan kepada anak dikhawatirkan terpengaruh oleh pengasuh,
tersebut. karena akan berusaha keras mendekatkan
Undang-undang Perlindungan Anak anak tersebut dan mendidiknya berdasarkan
memberi amanat bahwa orang yang diberi agamanya; dan 5) Ibu tidak bersuami lagi.
hak asuh anak harus bisa menjamin bahwa Syarat ibu tidak bersuami ini berdasarkan
hak-hak anak sebagaimana diuraikan dalam sabda Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi :
ِ‫عن عب ِد ه‬
ْ َ‫ أَ هن أ َْمَرأَةً قَا ل‬,‫اَّلل بْ ِن َع ْم ٍرو‬
pasal 4 sampai dengan 19 Undang-Undang ‫ ََي َر ُس ْوَل‬: ‫ت‬
Nomor 23 Tahun 2002 terpelihara dengan َْ ْ َ
baik. Disamping itu, pemegang hak asuh anak ,ً‫ َو ثَ ْديِي لَهُ ِس َقاء‬,ً‫هللا إِ هن ابِِْن َه َذا َكا َن بَطِِْن لَهُ ِو َعاء‬ ِ
juga harus mampu menjaga dan memelihara
hak-hak asasi anak sebagaimana diuraikan ‫ َو أ ََر َاد أَ ْن‬,‫ َو إِ هن أ َََبهُ طَله َق ِِن‬,ً‫َو ِح ْج ِري لَهُ ِح َواء‬
dalam pasal 52 sampai dengan 66 Undang- ِ
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak ‫صلَى هللاُ َعلَْي ِه َو َسله َم‬ ِ
َ ‫ فَ َق َال ََلَا َر ُس ْو ُل هللا‬,‫يَنْ تَ ِز َعهُ م ِِِن‬
Asasi Manusia (Fanani, 2015).
Adapun, untuk kepentingan anak dan
‫َح ُّق بِِه َما ََلْ تَنْ ِك ِحي‬ ِ
َ ‫ أَنْت أ‬:
pemeliharaannya diperlukan syarat-syarat Dari Abdillah bin Amru: Ada seorang wanita
bagi hadhinah dan hadhin. Syarat-syarat itu bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasul,
ialah: 1) Baligh dan berakal; hak hadhanah anakku ini dulu keluar dari perutku, susuku
anak diberikan kepada orang yang berakal sebagai minuman baginya, dan pangkuanku sebagai
sehat dan tidak terganggu ingatannya, sebab tempat tidurnya. Ayahnya sekarang telah menthalak
hadhanah itu merupakan pekerjaan yang serta ingin meminta anak ini dariku.” Rasulullah
penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, kemudian bersabda kepada sang wanita, “Kamu
seorang ibu yang mendapat gangguan jiwa lebih berhak atas anakmu selama kamu belum
atau gangguan ingatan tidak layak melakukan menikah.”
hadhanah. Imam Ahmad bin Hambal Ada beberapa hambatan yang
menambahkan agar yang melakukan menyebabkan dilarangnya mengasuh anak,
hadhanah tidak mengidap penyakit menular yaitu:
(M. Zein, 2005); Mampu mendidik yaitu suatu Pertama, perbudakan. Barangsiapa yang
usaha untuk mengantarkan anak kearah memiliki status sebagai seorang budak, maka
kedewasaan baik secara jasmani maupun tidak punya hak mengasuh sedikit pun.
rohani. Tidak boleh menjadi pengasuh bagi Karena mengasuh anak termasuk hak dari
orang yang buta atau rabun, sakit menular seorang wali, sedangkan budak tidak memiliki
atau sakit yang melemahkan jasmaninya hak sebagai wali karena ia senantiasa
untuk mengurusnya (anak), bukan orang yang disibukkan untuk melayani majikannya.
mengabaikan urusan rumah tangga Kedua, kefasikan. Orang yang fasik
merugikan anak kecil yang di asuh atau bukan tidak bisa diberi kepercayaan dalam
ditinggal bersama orang yang sakit menular mengasuh anak. Ia sangat membahayakan

136 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

anak asuh, dikarenakan buruknya didikan dan yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk
perilakunya. mendapatkan hadhanah dari ayah atau
Ketiga, kekafiran. Seorang yang kafir ibunya; 3) Apabila pemegang hadhanah tidak
tidak berhak mengasuh seorang muslim. dapat menjamin keselamatan jasmani dan
Karena kedudukan orang yang kafir dalam hal rohani anak, meskipun biaya nafkah dan
mengasuh anak lebih jauh dari pada seorang hadhanah telah dicukupi, maka atas
yang fasik, sebab bahaya yang ditimbulkan permintaan kerabat yang bersangkutan
lebih parah dibanding dengan orang yang Pengadilan Agama dapat memindahkan hak
fasik (az-Zuhaili). Seorang yang berhak dan hadhanah kepada kerabat lain yang
berkewajiban memelihara anak jika terjadi mempunyai hak hadhanah pula; 4) Semua
perceraian secara rinci disebutkan didalam biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi
pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tanggung jawab ayah menurut
bahwa: 1) Pemeliharaan anak yang belum kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai
mumayyiz atau belum berusia 12 tahun anak tersebut dewasa dan dapat mengurus
adalah hak ibunya; 2) Pemeliharaan anak yang diri sendiri (21 tahun); 5) Bila terjadi
sudah mumayyiz diserahkan kepada anak perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah
untuk memilih diantara ayah atau ibu sebagai anak, Pengadilan Agama memberikan
pemegang hak pemeliharaannya. Biaya putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c) dan
pemeliharannya ditanggung oleh ayah. (d); dan 6) Pengadilan dapat pula mengingat
Dari pasal tersebut dapat dipahami kemampuan ayahnya menetapkan jumlah
bahwa yang paling berhak mengasuh anak biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan
yang belum mumayyiz ketika terjadi anak-anaknya tidak turut padanya (Alam &
perceraian adalah ibunya, sedangkan upah Fauzan, 2008).
hadhanah tetap kewajiban ayahnya. Jika anak Jika pendidik dan pemelihara anak itu
telah mumayyiz maka anak telah memiliki hak laki-laki disyaratkan sama agama si anak
untuk dapat menentukan sendiri ibu atau dengan hadhin. Sebab laki-laki yang boleh
ayah sebagai pemegang hak pemeliharaan. sebagai hadhin adalah laki-laki yang ada
Sedangkan apabila kedua orang tua hubungan waris-mewarisi dengan si anak
tidak dapat melaksanakan tugas tersebut, (Ghazaly, 2003). Apabila anak tersebut tidak
maka hak hadhanah dapat beralih kepada memiliki kerabat perempuan diantara
keluarga yang lain yang memiliki hak yang mahram-mahramnya atau punya tetapi tidak
sama terhadap hadhanah tersebut. Sesuai pandai melakukan hadhanah, tugas tersebut
pasal 156 yang menjelaskan tentang salah satu barulah berpindah kepada ashabah yang laki-
akibat yuridis dari terjadinya perceraian, yang laki dari mahram-mahramnya sesuai dengan
didalamnya menjelaskan siapa saja yang urutan dalam hukum waris.
berhak melakukan hadhanah jika ibunya Jika tidak ada seorang pun kerabat
meninggal dunia atau tidak mampu dari mahram laki-laki tersebut, atau ada tetapi
melakukan hadhanah (Manan, 2002). tidak bisa mengasuh anak, maka hak
Pasal tersebut berbunyi, akibat pengasuhan itu beralih kepada mahramnya
putusnya perkawinan karena perceraian ialah: yang laki-laki selain kerabat dekat yaitu: 1)
1) Anak yang belum mumayyiz berhak Ayah ibu; 2) Saudara laki-laki ibu; 3) Anak
mendapat hadhanah dari ibunya kecuali laki-laki saudara laki-laki seibu; 4) Paman
ibunya telah meninggal dunia maka seibu dengan ayah; 5) Paman sekandung
kedudukannya digantikan oleh: a) Wanita- dengan ayah; 6) Paman seayah dengan ayah;
wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; b) dan 7) Paman yang seayah dengan ibu
Ayah; c) Wanita-wanita dalam garis lurus ke (Ayyub).
atas dari ayah; d) Saudara perempuan dari Selanjutnya jika anak tersebut tidak
anak yang bersangkutan; e) Wanita-wanita memiliki kerabat sama sekali, maka
kerabat sedarah menurut garis samping dari pengadilan dapat menetapkan siapakah
ibu; f) Wanita-wanita kerabat sedarah perempuan yang menjadi hadhinah (ibu
menurut garis samping dari ayah; 2) Anak asuhnya) yang menangani pendidikannya.

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 137


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

Dalam hal ini didahulukan para walinya berhak mengasuh anaknya yang laki-laki atau
karena wewenang untuk memelihara perempuan hingga haid atau bermimpi,
kebaikan anak kecil tersebut adalah menjadi disertai dengan mumayyiz dan kesehatan
wewenangnya. Jika sudah tidak ada satupun badan (Mathlub, 2005).
kerabatnya, maka pengadilan (hakim) Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama
bertanggung jawab untuk menetapkan siapa Pekanbaru Nomor
orang-orang yang patut menangani hadhanah 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr tentang
ini. Penetapan Hadhanah Pasca Perceraian
Hadhanah sangat terikat dengan tiga Perkara gugatan ini terdaftar di
hak : hak wanita yang mengasuh, hak anak kepaniteraan Pengadilan Agama Pekanbaru
yang diasuh, dan hak ayah atau orang yang dengan register nomor
menempati posisinya. Jika masing-masing ini 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr pada tanggal 31
dapat disatukan, maka itulah jalan yang Januari 2018. Penetapan majelis hakim
terbaik dan harus ditempuh. Jika masing- dilakukan pada 31 Januari 2018 dengan
masing hak bertentangan, maka hak anak menetapkan Ahmad Anshary M, S.H., M.H.
harus didahulukan dari pada yang lainnya (al- sebagai hakim ketua majelis, Drs. Asfawi,
Fauzan, 2005). Soal menentukan M.H. dan Drs. Barmawi, M.H. masing-
kemaslahatan si anak, hal ini diserahkan masing sebagai hakim anggota, serta dengan
kepada hakim yang menangani perselisihan. dibantu oleh Hj. Yulia Apriyanti, S.Ag., M.H.
Hakim harus berusaha keras untuk sebagai panitera pengganti.
mengedepankan kepentingan si anak, serta Hakim harus merumuskan
harus menjatuhkan putusan sesuai dengan pertimbangan dalam setiap putusan untuk
kemaslahatan anak. Apabila hukum-hukum dapat dipertanggung jawabkan kepada para
itu tidak maslahat bagi si anak, hakim harus pencari keadilan terkait putusannya. Hal ini
meninggalkan hukum-hukum itu untuk sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7
kemudian mengambil pendapat yang dapat Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal
melahirkan kemaslahatan untuk si anak 62 ayat (1), oleh karenanya setiap putusan
(Mathlub, 2005). yang diadili hakim harus disertai oleh
Adapun dalam hal masa hadhanah ini pertimbangan-pertimbangan yang
para ulama berbeda-beda dalam menentukan mendukung putusan tersebut.
umur asuhan. Dalam Mazhab Hanafi, akhir Adapun pertimbangan majelis hakim
asuhan seorang anak laki-laki yaitu ketika dalam salinan putusan Pengadilan Agama
mencapai umur tujuh tahun, sedangkan Pekanbaru dengan nomor
sembilan tahun untuk anak perempuan. 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr adalah sebagai
Mazhab Syafi’i, sang ibu berhak mengasuh berikut:
anaknya laki-laki atau perempuan hingga Menimbang, bahwa Penggugat
berumur tujuh tahun. Apabila salah satu dari mengajukan perubahan gugatan pada tanggal
anaknya mencapai umur tujuh tahun (atau 26 Januari 2018, dalam melakukan perubahan
pada riwayat lain delapan tahun) dan ia telah gugatan merujuk kepada tiga asas, yaitu: 1)
berakal maka ia diperintahkan untuk memilih tidak menyimpang dari kejadian materi, 2)
bersama ibu atau bapaknya. perubahan tidak boleh merugikan Tergugat,
Dalam Mazhab Hambali tempo asuh 3) memberi kesempatan kepada Tergugat
untuk anak laki-laki atau perempuan adalah untuk membela diri (Harahap, 1997).
tujuh tahun. Apabila ia mencapai umur tujuh Perubahan ini tidak melanggar asas tersebut
tahun, ia diperintahkan untuk memilih di dan dapat dibenarkan.
antara kedua orang tuanya. Mazhab Maliki Adapun yang menjadi masalah pokok
asuhan anak laki-laki yaitu hingga ia baligh, dalam perkara ini adalah Penggugat
sedangkan bagi anak perempuan yaitu hingga mengajukan gugatan karena pada Putusan
ia dicampuri suaminya, kecuali jika ada Pengadilan Agama Pekanbaru Nomor
sesuatu yang ditakutkan setelah baligh. Ibnu 1044/Pdt.G/2018/PA.Pbr tanggal 20
Hazm berpendapat bahwa seorang ibu lebih November 2017 Penggugat telah ditetapkan

138 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

sebagai pengasuh (hadhanah) kedua orang samping itu seorang anak yang berumur di
anak Penggugat dan Tergugat, akan tetapi bawah 12 tahun dibawah asuhan ibunya yang
amar putusan tersebut tidak diikuti dengan telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku.
amar putusan condemnatoir, sehingga kedua Seorang anak yang belum mumayyiz sangat
orang anak tersebut yang dibawa oleh membutuhkan belaian kasih sayang ibunya,
Tergugat tidak dapat dieksekusi, oleh karena dari pada ayahnya.
itu Penggugat bermohon agar amar putusan Dalam pertimbangan ini majelis hakim
condemnatoir untuk menghukum Tergugat berpendapat berdasarkan hadis Nabi Saw:
supaya menyerahkan kedua orang anak
tersebut kepada Penggugat dapat dikabulkan.
‫ َجاءَ َر ُج ٌل إِ ََل َر ُس ْوِل‬: ‫َع ْن أَِِب ُهَريَْرَة َر ِض َي هللاُ َعْنهُ قَ َال‬
Hakim membebankan kepada para ِ ‫ َي رسوَل‬: ‫هللا صلهى هللا علَي ِه و سلهم فَ َق َال‬
‫ َم ْن‬،‫هللا‬ ِ
pihak untuk menghadirkan bukti-bukti, ُْ َ َ َ َ َ َْ ُ َ
َ ‫ص َحابَِِت؟ قَ َال أ ُُّم‬ ِ ِ ‫اَح ُّق الن‬
penggugat harus membuktikan gugatannya ‫ قَ َال ُثُه َم ْن؟‬،‫ك‬ َ ‫هاس ِبُ ْس ِن‬ َ
dan tergugat membuktikan dalil-dalil
bantahannya (Bintania, 2013). Menimbang, ‫ قَ َال ُثُه َم ْن؟ قَ َال‬،‫ك‬ َ ‫ قَ َال ُثُه َم ْن؟ قَ َال أ ُُّم‬،‫ك‬ َ ‫قَ َال أ ُُّم‬
bahwa berdasarkan alat bukti P.1 dimana
Penggugat dengan Tergugat telah bercerai,
.‫أَبُ ْو َك‬
dan selama perkawinan telah dikaruniai dua Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata:
orang anak yang masih dibawah umur 12 Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan
tahun. Dalam bukti P.2 dinyatakan bahwa berkata: ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku
kedua orang anak Penggugat dengan harus berbakti pertama kali?’ Nabi saw. menjawab,
Tergugat tersebut di bawah ‘Ibumu!’ dan orang tersebut kembali bertanya,
asuhan/hadhanah Penggugat, namun ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab,
kenyataannya kedua orang anak tersebut ‘Ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali,
dibawah asuhan Tergugat. Kemudian pada ‘Kemudian siapa lagi?’, Nabi saw. menjawab,
bukti P.2 tidak ada amar putusan condemnatoir, ‘Ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali,
untuk menghukum Tergugat agar ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab,
menyerahkan kedua orang anak tersebut ‘Kemudian ayahmu’.(HR. Bukhari dan Muslim)
kepada Penggugat, maka majelis hakim Nabi Saw. menyebutkan ibu sebanyak
berpendapat sesuai dengan ketentuan Pasal tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali.
156 ayat (e) Kompilasi Hukum Islam, patut Karena kesulitan dalam menghadapi masa
mengabulkan petitum gugatan Penggugat hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan
poin 3 menghukum Tergugat untuk kesulitan pada saat menyusui dan merawat
menyerahkan kedua anak Penggugat dengan anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga
Tergugat masing-masing bernama: kehormatan itu hanya dimiliki seorang ibu,
Muhammad Fayyadh Kurniawan dan seorang ayah tidak memilikinya. Hakim
Muhammad Fawwaz Kurniawan kepada mempertimbangkan putusannya berdasarkan
Penggugat. fakta-fakta dan bukti yang terungkap di
Putusan yang berkekuatan hukum tetap persidangan bahwa Tergugat memutuskan
merupakan putusan Pengadilan Agama yang semua jalur komunikasi antara Penggugat
diterima oleh kedua bela pihak yang dengan anak-anak mereka serta menanamkan
berperkara, putusan perdamaian, putusan stigma-stigma negatif tentang Penggugat
verstek yang terhadap putusan itu tidak sebagai ibunya yang seharusnya provokasi
diajukan verzet atau banding, putusan tersebut tidak sewajarnya bagi anak-anak
Pengadilan Tinggi Agama yang diterima oleh mereka.
kedua belah pihak dan tidak dimohonkan Menimbang, bahwa Penggugat
kasasi dan putusan Mahkamah Agung dalam menuntut kepada Tergugat agar segera
hal kasasi. Penggugat menuntut kepada menyerahkan anak tersebut kepada
Tergugat agar segera menyerahkan anak Penggugat, dan apabila Tergugat tidak
tersebut kepada Penggugat dalam rangka menyerahkan segera anak tersebut maka
melaksanakan putusan pengadilan, di Tergugat akan membayar uang paksa
(Dwangsom) sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 139


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

lima ratus ribu rupiah) setiap hari atas berdasarkan ketentuan Pasal 149 R.Bg dan
kelalaiannya terhitung sejak setelah selesai Pasal 105 huruf (a) KHI.
aanmaning, dengan demikian perkara a quo Berdasarkan pertimbangan majelis
uang paksa (Dwangsom) dapat diterapkan. hakim gugatan penggugat untuk seluruhnya
Majelis hakim berpendapat dengan dikabulkan. Diantaranya gugatan yang
penghasilan dan kemampuan Tergugat dikabulkan oleh hakim adalah sebagai
meskipun tidak diketahui jumlahnya serta bila berikut: 1) Menyatakan sah dan berharga
dikaitkan dengan aspek kepatutan, kelayakan diktum amar putusan yang menyatakan
serta untuk memenuhi rasa keadilan, maka Penggugat diterapkan sebagai pemegang hak
uang paksa (Dwangsom) ditetapkan sebesar pengasuhan dan pemeliharaan anak-anak
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap hari dalam putusan nomor
atas kelalaiannya terhitung sejak setelah 1044/Pdt.G/2017/PA.Pbr; 2) Menghukum
selesai aanmaning. Tergugat untuk menyerahkan anak
Dwangsom adalah suatu hukum Penggugat dengan Tergugat kepada
tambahan pada orang yang dihukum untuk Penggugat masing-masing bernama: a)
membayar sejumlah uang selain yang telah Muhammad Fayyadh Kurniawan (laki-laki),
disebutkan dalam hukuman pokok dengan lahir di Pekanbaru tanggal 15 Mei 2009; b)
maksud agar ia bersedia melaksanakan Muhammad Fawwaz Kurniawan (laki-laki),
hukuman pokok sebagaimana mestinya dan lahir di Pekanbaru tanggal 15 Mei 2009; 3)
tepat waktunya. Majelis hakim dalam Menghukum Tergugat untuk membayar uang
memeriksa tuntutan dwangsom ini harus paksa (dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,-
memperhatikan hal-hal berikut : 1) beralasan (saju juta rupiah) kepada Penggugat setiap
hukum atau tidaknya tuntutan dwangsom itu, 2) hari yang dilalaikan oleh Tergugat, terhitung
boleh atau tidaknya dwangsom ditetapkan sejak hari berikutnya setelah aanmaning; dan 4)
dalam perkara tersebut, 3) kondisional Menetapkan putusan ini dapat dijalankan
tergugat bagaimana, apakah memungkinkan dengan serta merta (uitvoerbaar bijvoorraad),
secara ekonomis melaksanakan tuntutan meskipun ada upaya hukum dari Tergugat.
dwangsom itu. Hakim hanya membantu para pencari
Putusan ini dapat dijalankan dengan keadilan dan berusaha mengatasi segala
serta merta (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun hambatan dan rintangan untuk dapat
ada upaya hukum oleh Tergugat, adalah tercapainya peradilan. Dalam setiap sengketa
dalam rangka melaksanakan putusan sesegera dipengadilan, disitu ada permohonan yang
mungkin, agar tidak hilang kasih sayangnya diajukan oleh penggugat. Hakim tidak
pada ibu kandungnya. Putusan ini sesuai diperkenankan untuk menjatuhkan putusan
dengan ketentuan Surat Edaran Mahkamah atas perkara yang tidak dituntut atau
Agung RI Nomor 3 Tahun 2000 Tentang mengabulkan lebih dari pada yang dituntut
Petunjuk Penetapan putusan serta merta (Sanjaya, 2015). Suatu putusan Hakim tidak
angka 4 huruf (f) “Gugatan berdasarkan ada artinya apabila tidak di eksekusi. Oleh
putusan yang telah memperoleh kekuatan karena itu, putusan Hakim itu mempunyai
hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk
mempunyai hubungan dengan pokok dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam
gugatan yang diajukan”, putusan yang telah putusan ini secara paksa oleh alat-alat negara.
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah Suatu putusan hakim itu dapat dilakukan
putusan Pengadilan Agama Pekanbaru dengan dua cara, yaitu (Manan, 2008):1)
Nomor 1044/Pdt.G/2018/PA.Pbr. Secara sukarela, adalah putusan yang mana
Dikarenakan gugatan penggugat telah oleh para pihak yang kalah dengan sukarela
beralasan dan tidak melawan hukum yang menaati putusan tanpa pihak yang menang
dihubungkan dengan Tergugat yang tidak harus meminta bantuan pengadilan atau
pernah hadir dalam persidangan, maka mengeksekusi putusan tersebut; dan 2) Secara
Majelis Hakim memberi kesimpulan dapat paksa, adalah putusan yang mana pihak yang
mengabulkan gugatan Penggugat menang dengan bantuan alat negara atau

140 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

pengadilan untuk melaksanakan putusan, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
apabila pihak yang kalah tidak mau yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
melaksanakan secara sukarela. penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
Pengadilan Agama yang berwenang dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
melaksanakan eksekusi hanyalah Pengadilan diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
tingkat pertama. Pengadilan Agama tersebut mengerjakan apa yang diperintahkan”.
merupakan Pengadilan yang menjatuhkan Pada ayat ini, orang tua diperintahkan
putusan. Pengadilan Tinggi Agama tidak Allah Swt untuk memelihara keluarganya dari
berwenang untuk melalukan eksekusi. api neraka, dengan berusaha agar seluruh
Mengenai pelaksanaan putusan hakim yang anggota keluarganya melaksanakan perintah-
tidak dilaksanakan, Pasal 196 HIR perintah dan meninggalkan larangan-larangan
menjelaskan bahwa: “Jika pihak yang Allah, termasuk dalam ayat ini adalah anak.
dikalahkan tidak mau atau lalai untuk Islam mengajarkan tentang tanggung jawab
memenuhi isi keputusan itu dengan damai, orang tua terhadap anak disamping yang
maka pihak yang menang memasukkan bersifat material, juga bertanggung jawab
permintaan, baik dengan lisan maupun membekali anak dengan pengetahuan dan
dengan surat kepada ketua pengadilan negeri kecakapan yang berguna bagi anak agar dapat
yang tersebut pada ayat pertama pasal 195 berdiri sendiri di tengah masyarakat. Jika
HIR, untuk menjalankan putusan itu ketua dalam perkawinan hadhanah menjadi hak
menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan bersama antara anak dan orang tua, lalu
itu serta memperingatkan, supaya ia bagaimana setelah orang tua dalam keadaan
memenuhi keputusan itu didalam tempo yang telah bercerai. Para fuqaha umumnya sepakat
ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya bahwa pada prinsipnya hadhanah dasarnya
delapan hari”. Jadi, seorang anak yang adalah untuk kemaslahatan anak. Dengan
dikuasai oleh salah satu orang tuanya yang demikian meskipun terjadi perceraian antara
tidak berhak sebagai akibat dari putusnya seorang bapak dan ibu demi kemaslahatan,
perceraian, maka Pengadilan Agama dapat maka kedua orang tua itu sama-sama
mengambil anak tersebut dengan upaya paksa bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.
dan menyerahkan kepada salah satu orang tua Tetapi dengan mempertimbangkan berbagai
yang berhak untuk mengasuhnya. hal, jika diperbandingkan antara bapak dan
Analisis Hukum Islam terhadap Putusan ibu dalam hal pengasuhan anak, maka para
Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru ahli fiqh pada umumnya menyepakati untuk
Nomor 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr memberikan hak asuh itu kepada ibu dan
tentang Penetapan Hadhanah Pasca keluarga ibu jika si ibu tersebut berhalangan
Perceraian dengan mengutamakan mengasuh anak yang
Islam pada prinsipnya menyerahkan belum mumayyiz (Rohidin, 2005).
tanggung jawab mengasuh, memelihara dan Dalam hukum Islam, hal yang dijadikan
mendidik anak kepada kedua orang tua. pertimbangan dalam memutus hukum pada
Orang tua menurut Islam juga bertanggung perkara hadhanah adalah kemaslahatan anak
jawab untuk mengawasi, melindungi dan itu sendiri, di samping kemaslahatan ibu dan
memberi pelayanan yang layak serta ayahnya. Putusan hakim Pengadilan Agama
mencukupi kebutuhan anak. Tanggung jawab yang berhubungan dengan sengketa
ini bersifat permanen dan berkelanjutan hadhanah, harus lebih mengedepankan
hingga anak mencapai batas usia hukum maslahah. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat
sebagai orang mampu memenuhi (12) Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002
kebutuhannya sendiri. Sebagaimana al- tentang Perlindungan Anak. Dimaksudkan
Qur’an menyebutkan bahwa orang tua agar kepentingan masa depan anak tidak
diperintahkan untuk memelihara keluarganya, terabaikan oleh kepentingan sesaat dari kedua
dalam hal ini anak termasuk di dalamnya. orang tua yang tidak bertanggung jawab.
Firman Allah Swt. dalam QS. Al-Tahrim (66): Dalam kasus ini Tergugat terbukti bahwa
6. Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sejak adanya putusan Pengadilan Agama

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 141


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

tertanggal 31 Januari 2018 sampai putusan itu dipersilahkan untuk memilih antara ayah dan
dijatuhkan oleh PA Pekanbaru, Tergugat ibunya. Ia berhak ikut siapa saja di antara
telah memutuskan hubungan silaturrahmi mereka yang ia pilih (Yanggo, 2010).
atau kasih sayang antara ibu dengan anak Tujuan puncak adanya hukum Islam
kandungnya sendiri. Sikap dan perilaku adalah untuk kemaslahatan, kemaslahatan itu
memutuskan hubungan silaturrahmi antara mengacu pada lima hal pokok yang
sesama muslim, terlebih antara ibu dengan diantaranya adalah menjaga akal dan
anaknya adalah perbuatan dan sikap yang keturunan. Dalam hal ini hakim harus
bertentangan dengan norma-norma Islam mempertimbangkan kemaslahatan anak.
sebagaimana sabda Nabi Saw. yang berbunyi: Oleh karena Tergugat memiliki sifat yang
‫ َم ْن‬: ‫صلهى هللاُ َعلَْي ِه َو َسله َم يَ ُق ْو ُل‬ ِ ِ bertentangan dengan norma-norma Islam
َ ‫ت َر ُس ْو ُل هللا‬ ُ ‫ََس ْع‬ yang dapat mempengaruhi jiwa dan
‫ْي أ َِحبهتِِه‬ ِ ِ ِ ‫فَ هر َق بْي‬
ََْ‫ فَ هر َق هللاُ بَْي نَهُ َو ب‬،‫الوال َدة َو َولَد َها‬
َ َْ َ
kepribadian anaknya, maka sudah seharusnya
hadhanah itu memang kepada Penggugat.
‫يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة‬ Dengan demikian, dalam perkara ini ibu lebih
Artinya: Saya mendengar Rasulullah Saw. berkata: tepat untuk melakukan hadhanah terhadap
Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, anak-anaknya, dengan memenuhi sekurang-
maka Allah Swt. akan memisahkan dia dengan kurangnya kriteria berikut, yaitu kasih sayang,
orang yang dicintainya kelak dihari kiamat. (HR. kemampuan keuangan dan kelapangan
Imam Tirmidzi) waktu. Dalam perkara ini anak-anak tersebut
Hadis di atas mengandung makna insya’ juga merupakan anak-anak yang berada pada
yaitu larangan memisahkan ibu dengan posisi belum mumayyiz yang mana ibu lebih
anaknya. Apabila terjadi, maka mendapatkan diutamakan untuk mengasuh dan memelihara
ancaman dari Allah Swt. kelak di hari kiamat anak-anaknya.
akan dipisahkan dengan orang yang Ibunya lebih berhak mengasuh dan
dicintainya. Para ulama mensyaratkan bahwa memelihara anak-anaknya karena tujuan
seorang pengasuh itu harus amanah dan hadhanah adalah untuk kemaslahatan dan
berbudi. Orang yang curang tidak aman bagi kesejahteraan anak. Hal ini juga sesuai dengan
diri dan jiwa si anak, dan ia tidak dapat tujuan adanya hukum Islam, Undang-Undang
dipercaya untuk bisa menunaikan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
kewajibannya dengan baik. Terlebih nantinya Islam serta Undang-Undang RI No. 23
si anak dapat meniru atau berkelakuan seperti Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
kelakuan orang yang curang itu. Ulama Berdasarkan putusan nomor
memberikan urutan dan skala prioritas 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr menyatakan
hadhanah bagi para wanita, sesuai dengan bahwa menghukum Tergugat untuk
kemaslahatan anak. Ketika pengasuhan menyerahkan anak kepada penggugat. Pada
menjadi hak dasar ibu, maka para ulama putusan sebelumnya nomor
menyimpulkan bahwa kerabat ibu lebih 1044/Pdt.G/2017/PA.Pbr menyatakan
diutamakan dari pada kerabat ayah. bahwa hak asuh anak jatuh kepada
Islam menetapkan bahwa wanita Penggugat, dan dalam putusan ini tidak
adalah orang yang sesuai dengan syarat-syarat disertai dengan amar menghukum Tergugat
melakukan hadhanah. Dimana wanita lebih untuk menyerahkan anak. Dikarenakan
dalam hal mempunyai kasih sayang, hakim telah memutuskan dalam putusan
kesabaran dan waktu yang cukup untuk nomor 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr, maka
melakukan tugas ini. Hak ibu lebih kuat dari Tergugat harus menyerahkan anak tersebut
pada hak ayah. Menurut Mazhab Imam kepada Penggugat. Hal ini juga didukung oleh
Syafi’i, masa hadhanah anak-anak baik laki- kaidah berikut:
laki maupun perempuan, berakhir ketika ‫اْلَاكِ ِم بَ ْع َد ا ْْلُ ْك ِم‬ ِ ‫الَ ََيوُز نَ ْق‬
ْ ‫ضى ُح ْك َم‬ ُْ
sampai usia tujuh tahun atau delapan tahun.
“Tidak boleh menentang keputusan hakim setelah
Jika telah sampai usia tersebut dan ia
diputuskan (dengan keputusan yang tepat)”
termasuk yang berakal sehat, maka ia

142 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144


Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru tentang Hadhanah Pasca Perceraian Menurut Perspektif Hukum Islam

Berdasarkan kaidah diatas, sudah menuntut Tergugat untuk menjalankan


seharusnya Tergugat menjalankan putusan putusan sebagaimana yang telah ditetapkan,
hakim PA Pekanbaru untuk menyerahkan karena hal ini sesuai dengan kaidah “tidak
anak-anaknya kepada Penggugat selaku boleh menentang keputusan hakim setelah
ibunya sebagaimana ketentuan yang telah diputuskan (dengan keputusan yang tepat)”.
diputuskan oleh hakim. Dengan demikian,
hakim PA Pekanbaru dalam memutuskan REFERENSI
perkara hadhanah ini telah sesuai dengan
hukum Islam, karena para hakim PA Alam, A., S. & Fauzan, M. (2008). Hukum
Pekanbaru menitikberatkan masalah ini Pengangkatan Anak Perspektif Islam.
adalah pada keseamtan dan kemaslahatan Jakarta: Kencana.
anak-anak itu sendiri. Selain itu dalam perkara al-Fauzan, S. (2005). Fiqih Sehari-hari,
ini, Tergugat sebagai ayah juga memutuskan Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
semua jalur komunikasi antara Penggugat Jakarta: Gema Insani Press.
(ibu) dengan anak-anaknya dan menanamkan Ali, Z. (2009). Hukum Perdata Islam di
kepada anak-anak mereka stigma-stigma Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
negatif tentang ibunya yang mana stigma- Al-Imam Al-Hafiz Abi Isa Muhammad bin
stigma tersebut dapat merusak hubungan ibu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi.
dengan anak-anak tersebut. Beirut: Dar al-Arabi al-Ilmiyyah, tt.
Ayyub, S., H. (2001). Fikih Keluarga Islam,
KESIMPULAN Penerjemah: Abdul Ghaffar EM. Jakarta:
Adapun kesimpulan yang dapat diambil Pustaka Azzam.
dari analisis terhadap pertimbangan putusan Ayyub, S., H. (2008). Fikih Keluarga Panduan
hakim Pengadilan Agama Pekanbaru nomor Membangun Keluarga Sakinah Sesuai
0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr sebagai berikut: Syari’at. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
1) Hakim memutuskan perkara nomor Az-Zuhaili, W. (2011). Fiqih Islam Wa
0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr dengan Adillatuhu 10. Penerjemah: Abdul Hayyie
menggunakan pertimbangan yang al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani.
berlandaskan atas fakta hukum yang terjadi di Bintania, A. (2013). Hukum Acara Peradilan
persidangan. Selain itu majelis hakim Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha.
memutus perkara ini dengan menggunakan Jakarta: Rajawali Pers.
hukum positif, yaitu Pasal 105 dan 156 Dahlan, A. A. (1997). Ensiklopedi hukum
Kompilasi Hukum Islam, SEMA RI nomor 3 Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
tahun 2000 tentang petunjuk penetapan Departemen Agama RI. (2007). Al-Qur’an dan
putusan serta merta dan Pasal 149 R.Bg serta Terjemahnya. Jakarta: Darus Sunnah.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Djazuli, H. A. (2010). Kaidah-kaidah fikih.
Perlindungan Anak. Dalam putusan perkara Prenada Media.
ini pemegang hak hadhanah adalah Fanani, A., Z. (2015). Pembaruan Hukum
Penggugat yang merupakan ibu, karena ibu Sengketa Hak Asuh Anak di Indonesia
lebih mampu untuk memelihara anaknya (Perspektif Keadilan Gender). Yogyakarta:
dengan baik sesuai dengan putusan hakim UII Press.
pada perkara perceraian nomor Ghazaly, A., R. (2003). Fiqh Munakahat,
1044/Pdt.G/2017/PA.Pbr. Dengan adanya Jakarta: Pranada Media Group.
putusan nomor 0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr Harahap, Am., Y. (1997). Kedudukan
maka putusan ini dapat dijalankan dengan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
serta merta; dan 2) Putusan Pengadilan Jakarta: Pustaka Kartini.
Agama Pekanbaru nomor Manan, A. (2002). Pokok-pokok Hukum
0198/Pdt.G/2018/PA.Pbr mengenai Perdata Wewenang Peradilan
penetapan hadhanah adalah sesuai dengan Agama. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
ketentuan hukum Islam untuk lebih Manan, H. A., & SH, S. (2016). Penerapan
mendahulukan kepentingan dan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
kemaslahatan anak. Dalam hal ini hakim juga

Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144 | 143


Yuni Harlina1, Siti Asiyah2

Peradilan Agama Ed. 2. Jakarta: Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang


Kencana. Perlindungan Anak. Bandung: PT.
Manan, H. A., & SH, S. (2017). Aneka masalah Citra Umbara, 2003.
hukum perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Wafa’ binti Abdul Aziz As-Suwailim. (2013).
Prenada Media. Fikih Ummahat (Himpunan Hukum Islam
Mathlub, A. M. M., & Majid, A. (2005). Khusus Ibu). Penerjemah: Umar Mujtahid.
Panduan Hukum Keluarga Jakarta: Ummul Qura.
Sakinah. Surakarta: Era Intermedia. Yanggo, H., T. (2010). Fikih Perempuan
Muhammad Nasiruddin al-Albani. (2006). Kontemporer. Jakarta: Ghalia
Shahih Sunan Abu Daud (Seleksi dari Indonesia.
Kitab Sunan Abu Daud), Penerjemah: Zein, S., E., M. (2005). Problematika Hukum
Abd. Mufid Ihsan dan M. Soban Rohman. Keluarga Islam Kontemporer. Jakarta:
Jakarta: Pustaka Azzam. Kencana.
Mushofa. (2005). Kepaniteraan Peradilan
Agama. Jakarta: Kencana. Ed. 1. Cet.
Ke-1.
R. Subekti, R. Tjitrosudiro. (1999). Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Dilengkapi Undang-Undang Pokok Agraria
dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta:
Pradya Paramita, 1999. Cet. Ke-30.
Rasjid, S. (2001). Fiqh Islam. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Rohidin. (2005). Pemeliharaan Anak Dalam
Perspektif Fiqh dan Hukum Positif,
Jurnal Hukum, 12(29).
Sabiq, S. (2012). Fikih Sunnah, Penerjemah M.
Ali Nursyidi dan Hunainah M. Thahir
Makmun. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Sabiq, S. (2012). Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid
2. Jakarta: Al I’tishom.
Sanjaya, U., H. (2015). Keadilan Hukum Pada
Pertimbangan Hakim Dalam Memutus
Hak Asuh Anak. Yuridika. 30(2).
Syarifudin, A. (2006). Hukum Perkawinan Islam
di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan.
Jakarta: Kencana.
Tektona, R. I. (2012). Kepastian Hukum
terhadap Perlindungan Hak Anak
Korban Perceraian, Muwâzâh, 4(1).
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy.
(2011). Koleksi Hadits-hadits Hukum Jilid
4. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Thalib, M. (2007). Manajemen Keluarga Sakinah.
Yogyakarta: Pro-U.
Tihami, S., S. (2014). Fikih Munakahat Kajian
Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali
Pers.

144 | Jurnal An-Nahl, Vol. 7, No. 2, Desember 2020, 130 – 144

Anda mungkin juga menyukai