Anda di halaman 1dari 15

Peran Pengadilan Agama Dalam Implementasi Hukum

Pemberian Nafkah Terhadap Anak Pasca Perceraian Dan


Problematikanya

MAKALAH

“Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lembaga dan Pranata Hukum
Keluarga Islam Di Indonesia”

Disusun oleh:

Erika Nur Jannah 22507003

Dosen Pengampu:

Dr. Abdullah Taufik, S.H, M.H.

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dewasa ini banyak sekali kita mendengar kabar perceraian, baik
dari lingkungan sekitar maupun dari sosial media. Perceraian yang telah
marak terjadi sudah bukan merupakan hal yang tabu lagi di masyarakat,
dimana hal tersebut terjadi tidak hanya pada pasangan yang masih muda,
karena bahkan yang sudah lama menikah pun bisa gagal dalam
mempertahankan hubungan pernikahannya dan berakhir dengan
perceraian, begitu pula yang pernikahannya masih tergolong sebentar.
pada umumnya perceraian disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
Ekonomi, perselingkuhan, perbedaan visi misi pasangan, dan lain
sebagainya.
Menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan
dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan
itu. Sedangkan latar belakang perceraian dapat kita pahami melalui
penjelasan Soemiyati, bahwa dalam melaksanakan kehidupan berumah
tangga suami istri tentu tidak selalu mengalami situasi yang damai,
melainkan tak jarang pula kesalahpahaman timbul hingga salah satu pihak
melalaikan kewajibannya atau bahkan hilangnya rasa saling mempercayai
antara suami dan istri. Keadaan tersebut terkadang masih bisa dihadapi
dan diselesaikan oleh pasangan suami istri hingga berujung pada
perdamaian dan rumah tangga dapat dipertahankan. Tetapi sebaliknya,
kadang pula terjadi kondisi dimana ketidaksepahaman suami istri tidak
dapat lagi diselaraskan hingga rumah tangga tersebut terpaksa harus karam
dan berujung pada perceraian.1
Perceraian akan mengakibatkan terputusnya ikatan antara sepasang
suami istri, namun tidak akan pernah menimbulkan putusnya ikatan antara
orang tua dengan anak sehingga kewajiban pemberian nafkah tetap
berlangsung hingga anak mencapai usia tertentu dan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, sesuai dengan pasal 41 undang-undang Nomor 1

1
Muhammad Syaifuddin,, DKK, Hukum Perceraian (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 11.

1
Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi bahwa “perceraian tidak
menghapus kewajiban ayah dan ibu untuk memelihara dan mendidik anak-
anaknya”. Selain itu, Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan dalam
pasal 156 huruf (d) bahwa “semua biaya hadhanah dan nafkah anak
menjadi tanggung Jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-
kurangnya sampai anak tersebut dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).2
Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa negara telah
mengupayakan sedemikan rupa untuk terpenuhinya hak anak pasca
perceraian kedua orang tuanya. Namun bagaimana eksekusi dari pasal
tersebut kembali lagi pada pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu
dalam makalah ini, penulis ingin membahas tentang bagaimanakah
problematika pengadilan agama sebagai lembaga penegak hukum Islam
dalam eksekusi pemberian nafkah anak pasca perceraian di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis menyusun beberapa rumusan
masalah dalam makalah ini, yaitu:
a. Bagaimanakah tinjauan nafkah anak dalam pandangan hukum Islam
dan hukum positif Indonesia ?
b. Bagaimanakah problematika eksekusi putusan Pengadilan Agama
tentang pemberian nafkah anak pasca perceraian di Indonesia?

3. Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan nafkah anak dalam pandangan hukum Islam dan hukum
positif Indonesia;
b. Menjelaskan problematika eksekusi putusan Pengadilan Agama
tentang pemberian nafkah anak pasca perceraian di Indonesia.

2
Hidayat Al-Anam. SKRIPSI: Implementasi Pemberian Hak Nafkah Anak Pasca Perceraian Tahun
2014-2015 (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Agama Ambarawa) (Semarang:
Universitas Islam Negeri Walisongo, 2016), 4.

2
B. PEMBAHASAN
1. Nafkah anak Dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Di
Indonesia
a. Tinjauan Umum Tentang Nafkah
Secara etimologi, nafkah (‫ )نفقة‬berasal dari kata -‫ينفق‬-‫انفق‬-‫نفقة‬
‫ انفاقا‬yang bermakna pembelanjaan. Sedangkan menurut syara’, seperti
yang disebutkan oleh al-Munawiy yaitu sesuatu yang harus
dibayarkan oleh seseorang untuk kehidupan orang yang menjadi
tanggungannya. Nafkah yang diberikan oleh seseorang kepada orang
lain terjadi karena tiga hal yaitu perkawinan, kekerabatan, dan
hubungan kepemilikan (tuan kepada budaknya). Salah satu nafkah
yang disebabkan oleh perkawinan adalah nafkah anak, yang mana
meskipun terjadi perceraian tetap wajib dibayarkan sampai anak
tersebut dewasa atau mandiri.3

b. Dasar Hukum Pemberian Nafkah Anak

1) firman Allah SWT dalam Q.S al-Isra’ ayat 29 yaitu:


ُ ‫س ِط فَتَ ْقعُ َد َملُ ْو ًما َّم ْح‬
‫س ْو ًرا‬ ْ ‫س‬
ْ َ‫ط َها ُك َّل اْلب‬ ُ ‫َو ََل ت َْج َع ْل يَ َد َك َم ْغلُ ْولَةً اِلَى ُعنُ ِق َك َو ََل تَ ْب‬
Artinya :
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat
pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal”

Maksud dari ayat tersebut adalah jangan terlalu kikir dan


jangan pula terlalu pemurah, karena berlaku kikir dalam memberi
nafkah keluarga sangat dikecam oleh Rasullah SAW, sebagaimana
dijelaskan dalam hadits yang artinya: “cukup besar dosa seseorang
bila ia menahan nafkah terhadap orang yang ia miliki” (Hadts
Riwayat Muslim. An-Nasa’i, dan Abu Dawud). Menurut lafaz

3
Muhammad Zakaria, Nurhadi, Nafkah Anak Perspektif Dual Sistem Hukum Di Indonesia (TT:
Guepedia, 2021), 62-63.

3
yang diketengahkan oleh Abu Dawud menyebutkan, “cukup besar
dosa seseorang bila ia menelantarkan orang yang wajib ia nafkahi”
(Zaerodin, 2012:40).4

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan


Pasal 41:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-
anak, Pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut,
Pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya
tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu
kewajiban bagi bekas isteri.5

Pasal 49:

(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut


kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu
yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga
anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang telah
dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan
Pengadilan dalam hal-hal:
a. Ia sangan melalaikan kewajibannya terhadap anaknya
b. Ia berkelakuan buruk sekali

4
Muhamad Latif, SKRIPSI: Pemberian Nafkah Anak oleh Ayah Kandung Setelah
Perceraian (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa di MAN Salatiga) (Salatiga:
Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2015) hlm. 23-24.
5
Republik Indonesia: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

4
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih
berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada anak
tersebut.

3) Kompilasi Hukum Islam


Pasal 105:
Dalam hal terjadinya perceraian:
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyis atau berumur 12
tahun adalah hak ibunya
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyis diserahkan kepada
anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai
pemegang hak pemeliharaannya.
c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 6

4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Pasal 14:
(1) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali jika ada alasan dan atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir
(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) , anak tetap berhak:
a. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap
dengan kedua oran tuanya
b. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan
perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua
orang tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya

6
Republik Indonesia: Kompilasi Hukum Islam.

5
c. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya;
dan
d. Memperoleh hak anak lainnya. 7

Berdasarkan Peraturan-Peraturan di atas, menujukkan bahwa


status perceraian hanya berlaku bagi pasangan suami-istri dan tidak
akan menghilangkan hubungan orang tua dengan anak. Dalam
memutuskan suatu perkara perceraian, tak luput dari tugas Pengadilan
Agama untuk memutuskan hadhanah (pemeliharaan anak) oleh orang
tuanya. Ayah diwajibkan atas biaya pemeliharaan sang anak meskipun
anak tersebut hak pengasuhan/pemeliharaannya berada ditangan
ibunya. Kendati demikian, ternyata dalam fenomena yang terjadi di
masyarakat Indonesia masih ada orang tua yang tidak mematuhi
putusan dari Pengadilan Agama dan Undang-Undang yang berlaku di
Indonesia dengan menelantarkan anak-anaknya pasca perceraian.

C. Dampak Perceraian Terhadap Kondisi Ekonomi Anak


Dalam hal dampak perceraian terhadap anak, dari hasil-hasil
penelitian dapat diketahui hampir selalu buruk. Lesley (1967)
mengungkapkan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai sering
hidup menderita khususnya dalam hal keuangan dan rasa aman yang
mempengaruhi kondisi emosionalnya. Selain itu, menurut Bumpass dan
Rindfuss, dari beberapa studi ditemukan fakta di lapangan bahwa anak-
anak yang orang tuanya melakukan perceraian cenderung akan mengalami
pencapaian tingkat pendidikan dan kondisi ekonomi yang relatif rendah,
hal tersebut khususnya akan dialami oleh anak-anak yang berada di bawah
pengasuhan ibu dan berasal dari strata bawah.8

7
Republik Indonesia: Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
8
T.O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), 161.

6
2. Peran Pengadilan Agama Dan Problematikanya Dalam Mengatur
Pemberian Nafkah Anak Pasca Perceraian Di Indonesia
a. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama
Pengadilan Agama adalah lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman, Tugas Pengadilan Agama yaitu memeriksa,
mengadili, memutus dan menyelesaikan terhadap perkara perdata
tertentu, dengan menganut asas personalitas keislaman, asas
personalitas keislaman dimaksud adalah bagi orang-orang yang
beragama Islam dan bagi orangorang non Islam yang tunduk pada
hukum Islam. Kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana tersebut
pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009, antara lain yaitu; bidang Perkawinan,
Kewarisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shodaqoh, Ekonomi
Syariah dan kewenangan lainnya yang ditentukan oleh undang-
undang.
Kedudukan Pengadilan Agama dengan Pengadilan Negeri
adalah setara, tidak ada disparitas diantara keduanya, yang
membedakan adalah secara kewenangan mengadili, dimana
Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan mengadili perkara
perdata khusus (tertentu), sedangkan kewenangan Pengadilan Negeri
adalah berwenang memeriksa dan mengadili perkara pidana umum
dan perdata umum.
kewenangan Pengadilan Agama dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1) Perkawinan:
a) Ijin poligami beserta penetapan harta dalam perkawinan
poligami;

7
b) Ijin kawin apabila orang tua calon suami/ isteri tidak
mengijinkan sementara calon suami/ isteri di bawah usia 21
tahun;
c) Dispensasi kawin bagi calon suami/ isteri yang beragama
Islam dan belum mencapai usia 19 dan 16 tahun;
d) Penetapan wali adlol jika wali calon isteri menolak
menikahkannya;
e) Permohonan pencabutan penolakan perkawinan oleh KUA;
f) Permohonan pencegahan perkawinan;
g) Pembatalan perkawinan;
h) Permohonan pengesahan nikah/ istibat nikah;
i) Pembatalan penolakan perkawinan campuran (perkawinan
antar warga negara yang berbeda);
j) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami isteri;
k) Cerai talak (perceraian yang diajukan suami);
l) Cerai gugat (perceraian yang diajukan isteri);
m) Talak khuluk (perceraian yang diajukan oleh isteri dengan
membayar tebusan kepada suami);
n) Li’an (cerai talak atas dasar alasan isteri berzina dengan
pembuktian beradu sumpah antara suami isteri);
o) Syiqaq (cerai gugat atas dasar alasan perselisihan suami isteri
dengan penunjukan hakam (juru damai) dari keluarga kedua
belah pihak);
p) Kewajiban nafkah dan mutah bagi bekas isteri;
q) Gugatan harta bersama termasuk hutang untuk kepentingan
keluarga;
r) Gugatan penyangkalan anak;
s) Permohonan/gugatan asal usul/pengakuan anak;
t) Gugatan hak pemeliharaan anak;
u) Gugatan nafkah anak;

8
v) Permohonan pencabutan kekuasaan orang tua terhadap
pemeliharaan anak;
w) Permohonan perwalian;
x) Gugatan pencabutan kekuasaan wali;
y) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak
yang ada dibawah kekuasannya;
z) Pengangkatan anak oleh WNI yang beragama Islam terhadap
anak WNI yang beragama Islam.
2) Kewarisan:
a) Permohonan penetapan ahli waris dan bagiannya masing-
masing;
b) Gugatan waris;
c) Akta dibawah tangan mengenai keahli warisan;
d) Akta komparasi tentang pembagian harta waris di luar
sengketa.
3) Wasiat:
a) Gugatan pengesahan wasiat;
b) Gugatan pelaksanaan wasiat;
c) Gugatan pembatalan wasiat.
4) Hibah:
a) Gugatan pengesahan hibah;
b) Gugatan pembatalan hibah.
5) Wakaf:
a) Sengketa sah tidaknya wakaf;
b) Sengketa pengelolaan harta wakaf;
c) Sengketa keabsahan dan kewenangan nadlir wakaf;
d) Gugatan sengketa wakaf oleh kelompok (class action);
e) Zakat, Infaq, dan Shadaqah;
f) Sengketa antara Muzakki dengan BAZIZ;
g) Sengketa antara Pejabat pengawas dengan BAZIZ;
h) Sengketa antara Mustahik dengan BAZIZ;

9
i) Sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan baik sendiri
maupun class action dengan BAZIZ.
6) Ekonomi Syariah:
a) Bank Syariah;
b) Lembaga Keuangan Makro dan Mikro Syariah;
c) Asuransi Syariah;
d) Reasuransi Syariah;
e) Reksadana Syariah;
f) Obligasi Syariah;
g) Sekuritas Syariah;
h) Pembiayaan Syariah;
i) Pegadaian Syariah;
j) Dana pensiun Syariah;
7) Bisnis Syariah (segala kegiatan usaha yang dilakukan oleh antara
orang-orang Islam dan atau orang non Islam yang tunduk pada
hukum Islam dalam bisnis tersebut).9

b. Eksekusi Pemberian Nafkah Anak Pasca Perceraian


Menurut UU perkawinan walaupun orang tua sudah bercerai,
mereka masih terikat pada kewajiban untuk memelihara anak-anak
yang telah lahir dari perkawinan mereka. Juga dapat diketahui bahwa
baik ibu ataupun bapak mempunyai hak yang sama terhadap
pemeliharaan anak. Dalam hal ini dengan siapapun anak ikut, ayah
sebagai mantan suami tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada
anak untuk biaya hidup dan pendidikannya sampai anak menjadi
dewasa atau anak tersebut telah kawin. Namun demikian ibu juga
dapat ditetapkan untuk ikut memikul beban biaya pemeliharaan anak
tersebut.10

9
Mahmud Hadi Riyanto, “Kedudukan Dan Keprotokolan Pengadilan Agama”.
10
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/eksekusi-putusan-kewajiban-
ayah-atas-nafkah-anak-pasca-perceraian-oleh-joni-s-h-i-m-h-i-1-rifqi-qowiyul-iman-lc-m-si-9-11,
diakses pada tanggal 12 Mei 2023 pukul 21:46 WIB.

10
Pengadilan agama memiliki peran penting dalam hal pemberian
nafkah anak pasca perceraian, yaitu memberikan putusan pembebanan
biaya nafkah anak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tuntutan
nafkah anak disertakan dalam gugatan dan penggugat harus dapat
membuktikan bahwa tuntutan nafkah yang diajukan sesuai dengan
kemampuan suami. Pembuktian tersebut mutlak diajukan di persidangan.
Pengadilan akan menetapkan jumlah biaya anak setiap bulan sampai anak
dewasa. Bilamana putusan pengadilan tersebut tidak dijalankan oleh
pihak ayah maka sang ibu dapat meminta pelaksanaan tuntutan biaya
nafkah terhadap ayahnya melalui pengadilan. Justru sita akan memanggil
sang ayah untuk datang memenuhi isi putusan.
Ironisnya implementasi putusan tersebut tidak dapat dilakukan
dengan maksimal, masih sangat banyak hak nafkah anak pasca
perceraian yang diabaikan, kalaupun ada yang melaksanakan tetap
tidak sepenuhnya atau tidak mencukupi biaya kehidupan yang
diperlukan oleh anak, dan tidak sesuai dengan isi putusan. Pihak ibu
dalam hal ini sebagai pihak yang dimenangkan dapat mengajukan
gugatan pemenuhan kewajiban pemberian nafkah pemeliharaan anak
tersebut ke Pengadilan Agama, dan selanjutnya menunggu keputusan
ketua Pengadilan Agama terhadap permohonan tersebut.11
Namun terdapat Beberapa permasalahan yang timbul dalam
eksekusi putusan pemberian nafkah anak pasca perceraian, diantaranya
yaitu:
1. Pihak yang mendapat tanggunan biaya nafkah anak dengan sengaja
melalaikan kewajibannya. Banyak diantara tergugat (ayah) yang
masih sadar akan tanggung jawabnya untuk memberikan nafkah anak
setiap bulan, tetapi tidak pada besaran yang telah ditetapkan dalam
amar putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama. Padahal dalam
memutuskan suatu gugatan ataupun permohonan, Majelis Hakim

11
Joni, Rifqi Qowiyul Iman, “Eksekusi Putusan Kewajiban Ayah Atas Nafkah Anak Pasca
Perceraian” https://badilag.mahkamahagu ng.go.id/.

11
sudah mempertimbangkan berdasarkan bukti dan saksi yang sah
bahwa pihak ayah dipandang mampu untuk melaksanakan kewajiban.
2. Pihak mantan istri tidak mengetahui kondisi ekonomi mantan suami
pasca perceraian dan sebaliknya.
3. Bila mengajukan permohonan eksekusi putusan, biaya eksekusi
lebih mahal dari besaran nafkah yang wajib dibayarkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa meskipun
hukum Islam dan hukum positif telah mengatur pemberian nafkah
terhadap anak pasca perceraian dan Pengadilan Agama sebagai salah
satu lembaga penegak hukum Islam di Indonesia telah berupaya
sedemikan rupa melalui putusan pembebanan nafkah anak dalam
putusan perceraian, hingga bahkan dapat diajukannya permohonan
eksekusi putusan, namun pada kenyataannya pelaksanaan pemberian
nafkah terhadap anak pasca perceraian masih belum bisa terlaksana
dengan baik, sehingga hal tersebutlah yang menjadikan banyak anak
dari keluarga broken home kurang mendapatkan kesejahteraan
ekonomi.

12
D. PENUTUP
Kesimpulan
1. Nafkah merupakan sesuatu yang harus dibayarkan oleh seseorang untuk
kehidupan orang yang menjadi tanggungannya. Hukum Islam dan hukum
positif di Indonesia telah mengatur mengenai nafkah anak, bahkan nafkah
anak pasca perceraian orang tua juga bisa dicantumkan dalam gugatan
perceraian di Pengadilan dan hakim bisa memutuskannya berdasarkan
pasal-pasal dalam Undang-Undang yang berlaku.
2. hukum Islam dan hukum positif telah mengatur pemberian nafkah
terhadap anak pasca perceraian dan Pengadilan Agama telah berupaya
sedemikan rupa melalui putusan pembebanan nafkah anak dalam putusan
perceraian, hingga bahkan dapat diajukannya permohonan eksekusi
putusan, namun pada kenyataannya pelaksanaan pemberian nafkah
terhadap anak pasca perceraian masih belum bisa terlaksana dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Anam, Hidayat, SKRIPSI: Implementasi Pemberian Hak Nafkah Anak Pasca


Perceraian Tahun 2014-2015 (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan
Agama Ambarawa) (Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo,
2016).

Joni, Iman, Rifqi Qowiyul, “Eksekusi Putusan Kewajiban Ayah Atas Nafkah
Anak Pasca Perceraian” https://badilag.mahkamahagu ng.go.id/.

Syaifuddin, Muhammad, DKK, Hukum Perceraian (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).

Ihromi, T.O., Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 1999).

Republik Indonesia: Kompilasi Hukum Islam.

Republik Indonesia: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Republik Indonesia: Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.

Riyanto, Mahmud Hadi, “Kedudukan Dan Keprotokolan Pengadilan Agama”

Zakaria, Muhammad, Nurhadi, Nafkah Anak Perspektif Dual Sistem Hukum Di


Indonesia (TT: Guepedia, 2021).

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/eksekusi-putusan-
kewajiban-ayah-atas-nafkah-anak-pasca-perceraian-oleh-joni-s-h-i-m-h-i-
1-rifqi-qowiyul-iman-lc-m-si-9-11, diakses pada tanggal 12 Mei 2023
pukul 21:46 WIB.

14

Anda mungkin juga menyukai