Anda di halaman 1dari 23

A.

Latar Belakang Masalah

Perkawinan ditujukan kepada ikatan lahir bathin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Suatu ikatan perkawinan yang sah dapat rusak atau putus sebagai akibat

terjadinya hal-hal tertentu yang menyebabkan timbulnya perselisihan dalam

perkawinan, bahkan perselisihan tersebut berlarut-larut hingga terjadinya

perpecahan dalam rumah tangga tersebut. Perselisihan dalam perkawinan

dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun esternal, apabila tidak

diselesaikan secara tepat akan menimbulkan masalah-masalah baru seperti

timbulnya penyelewangan suami/istri dan tidak terawatnya anak-anak

mereka. Bagi suami istri yang belum dapat mengatasi perselisihan masalah.

Jangan terlalu cepat mengambil keputusan untuk bercerai karena harus

diingat walaupun perceraian adalah sesuatu yang dihalalkan tetapi

merupakan perbuatan yang dibenci tuhan.1

Perceraian merupakan perbuatan yang halal namun sangat di benci

Allah SWT. Allah memang menbenci perceraian akan tetapi apabila

terjadinya perselisihan yang bila mana dipertahankan juga dalam

perkawinan itu akan lebih besar mudharatnnya daripada manfaatnya, maka

perceraian itu diperbolehkan. Dalam Undang-Undang Perkawinan,

perceraian pada dasarnya tidak dilarang apabila alasan-alasan putusnya

hubungan tersebut sesuai berdasarkan membentuk keluarga yang bahagia,

harmonis dan kekal hingga akhir hayat, maka dari itu UU ini lebih

1
Nunung Rodliyah. “Akibat hukum perceraian berdasarkanUndang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan”.

1
2

menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian. Perceraian pada

dasarnya merupakan peristiwa hukum yang merupakan suatu kejadian yang

akan menimbulkan dan menghilangkan hak maupun kewajiban.2

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

bahwa dalam (pasal 38) disebutkan perkawinan dapat putus karena

kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. Perceraian tentunya

juga melahirkan konsekuensi akibat putusnya ikatan perkawinan yaitu

masalah suami-istri, pembagian harta bersama, nafkah dan hak asuh anak

(hadhanah) juga pemeliharaan bagi kelangsungan hidup anak-anak mereka.3

Terjadinya perceraian dalam perkawinan mesti kita banyak

menjumpai pasangan yang sudah memiliki anak dalam pernikahannya, hal

ini tentu mengakibatkan munculnya beberapa konsekuensi diantaranya hak

asuh anak. Hak asuh anak yang masih di bawah umur (Hadhanah) pasti

sering jatuh kepada Ibu kandungnya. Karena ibu dianggap orang yang

paling dekat dengan anak tersebut, ibu juga yang melahirkan, dan mampu

mengurus segala kebutuhan hidup anaknya. Maka dari itu hak asuh anak di

bawah umur (belum Mumayyiz) mutlak jatuh ke tangan ibunya, dengan

catatan selama sang Ibu belum meninggal dan tidak memenuhi kriteria

untuk mendapatkan hak asuh anaknya. Seorang Ibu bisa dikatakan tidak

layak mendapatkan hak asuh anak dikarenakan beberapa faktor. Salah satu

faktornya sang Ibu lebih memilih karier atau pekerjaannya ketimbang

mengasuh anak atau karena faktor lainnya seperti memiliki keterbelakangan

kesehatan fisik, mental, intelektual, kemandirian.

2
Ibid
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
3

Anak ialah anugrah Allah SWT. yang wajib dijaga, di didik, di rawat,

di asuh, dan dilindungi dengan baik dan benar karna ia akan berguna bagi

bangsa dan negara. Orang tua merupakan orang yang paling dekat dan

bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pendidikan anak serta

berbagai biaya pemeliharaannya yang merupakan hak bagi tiap anak dalam

keluarga. Disebuah rumah dalam rumah tanggalah dijadikan tempat tinggal

dan tumbuh kembangnya suatu keluarga yang harmonis, namun tidak

sedikit anak juga yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua

lainnya karena berbagai hal yang dikehendaki pasangan itu diluar kehendak

mereka berdua. Tetapi sering kali permasalahan yang terjadi mengakibatkan

sebuah rumah tangga yang tidak harmonis lagi sehingga menyebabkan

perceraian.

Anak merupakan pihak yang dirugikan akibat perceraian yang terjadi

diantara orang tuanya. Dari segi psikologis perkembangan mental dan jiwa

si anak dalam menghadapi hal yang baru tentu belum pernah dirasakan

sebelumnya, anak sangat bergantung pada orang tua terutama anak yang ada

di usia 7 sampai 13 tahun yang mulai merasakan perbedaan ketika orang

tuanya mendadak terpisah. Seringkali orang tua menganggap asal dapat

mengatur pertemuan antara ayah dan ibunya dilakukan dengan baik, maka

anak tidak merasakan perubahan tersebut, padahal hal ini sangat berdampak

pada psikologi anak.

Dalam KUH Perdata penghentian perkainan itu diatur dalam pasal

199, dimana didalamnya terdapat 4 alasan perkainan dihentikan yaitu,

pertama, karena kematian. Kedua, karena kepergian salah seorang pihak


4

selama 10 tahun dan diikuti dengan pernikahan pihak lainnya dengan orang

lain. Ketiga, karena putusan hakim setelah adanya perpisahan ranjang dan

pembukuan. Keempat, karena perceraian. Untuk alasan perceraian harus ada

alasanalasan tertentu serta dilakukan di dean sidang pengadilan. 4 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memiliki prinsip mempersukar

terjadinya perceraian sebagaimana tercermin di dalam pasal 39 ayat 2

bahwasannya “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa

antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”.5

Penjelasan ini dipertegas dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 yaitu hal-hal yang dapat dijadikan alasan untuk perceraian

yaitu:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar untuk disembuhkan

2. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung

3. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut

tanpa izin pihak llain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

diluar kemampuannya

4. Antara suami istri terus meneruh terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

Pada pasal 105 Komplikasi Hukum Islam (KHI) mengatakan anak

yang belum mumayyiz di bawah usia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah

4
Hizkia Immanuel Toban, dkk. “Pertimbangan Hakim Dalam Hak Asuh Anak Di Bawah
Umur Akibat Terjadinya Perceraian.”
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
5

anak tersebut berusia 12 tahun maka anak tersebut diberikan kebebasan

memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya. Mengacu pada point-point

diatas tidak serta merta ibu memiliki hak asuh pada anak sepenuhnya, serta

merta dapat dikatakan bahwa anda sebagai seorang ibu memiliki kelakuan

yang tidak baik yang bisa menghilangkan hak asuh anak yang belum

dewasa.6

Dari banyaknya putusan Pengadilan Agama yang majlis hakim

memutuskan hak asuh anak diberikan kepada ayahnya sebagai pemohon,

yaitu seperti dalam putusan Pengadilan Agama Kelas 1A pada nomor

883/Pdt.G/2019/PA.TPI yang memberikan hak asuh anaknya kepada orang

tua laki-laki (Ayah kandung) anak tersebut. Hal ini tidak lepas dari

pertimbangan-pertimbangan dan fakta-fakta yang terungkap ke persidangan

yang disampaikan oleh suami atau istri dalam memperebutkan hak

Hadhanah kepadanya.

Hakim yang akan menentukan ibu atau ayah yang cocok dan sesuai

dengan kualifikasi pengasuh yang sesuai dengan ajaran agama islam. Oleh

karena itu dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang

putusan Nomor 883/Pd.G/PA.TPI mengenai keputusan hakim dalam

memutuskan perkara ini dan mengkajinya pada skripsi yang berjudul

“Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Hak Asuh Anak Yang Jatuh

Di Tangan Ayahnya Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam

(Studi Perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI Di Pengadilan Agama

Kelas 1A Tanjungpinang)”
6
Mansari, dkk. “Hak Asuh Anak Pasca Terjadinya Perceraian Orangtua Dalam Putusan
Hakim Makamah Sya’iyyah Banda Aceh”, Jurnal
6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis Hakim Pengadilan agama Tanjungpinang dalam

menyelesaikan putusan perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI ?

2. Bagaimana analisis pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor

883/Pdt.G/2019/PA.TPI ditinjau dari hukum positif dan hukum Islam ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Adapun tujuan dari penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengatahui uraian Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan

perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengambil putusan

terhadap perkara ini dari tinjauan Hukum Positif dan Hukum Islam

b. Adapun kegunaan penelitian terbagi menajadi dua, yakni :

1. Kegunaan ilmiah yaitu hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan juga

memberikan konstribusi bagi perkembangan pada prodi Hukum Keluarga

Islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Untuk memenuhi syarat kelulusan Sekolah Tinggi Agama islam

Negeri Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau guna mendapat gelar S1

b. Sebagai sarana untuk mengembangkan potensi diri dan menambah

wawasan pola pikir penulis mengenai putusan hakim dalam

memutuskan putusan terutama dalam hal hak asuh anak yang jatuh

ditangan ayahnya.

D. Kajian Pustaka
7

Adanya tujuan dibuatnya kajian pustaka ialah metode umum yang

digunakan untuk mendapatkan teori terdahulu. Kajian terdahulu yang

relevan mempunyai beberapa kegunaan diantaranya yaitu untuk

menyediakan informasi tentang penelitian-penelitian sebelumnya yang ada

kaitanya dengan judul yang diangkat dan sesuai dengan masalah yang akan

dibahas selanjutnya kemudian akan menjadi pembeda antara penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang akan dikaji oleh penulis.

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Diana Yulita Sari mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat

Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 Tentang

Perlindungan Anak (Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor

349 K/AG/2006) skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

memusatkan perhatian pada prinsip umum yang mendasari perwujudan

satuan-satuan gejala yang ada di kehidupan manusia. Penelitian ini

membahas tentang ruang lingkup hak asuh anak dibawah umur dalam

hukum perkawinan yang ada di Indonesia pada dasaranya tidak memntukan

siapa yang paling berhak dalam mendapatkan pengasuh anak. Hal ini

kembali kepada kepentingan anak yang didasari pada putusan pengadilan.

Majlis hakim memutusan perkara mahkamah agung nomor 349/K.AG/2006

tentang hak asuh anak, dalam perihal ini hak asuh anak diberikan kepada

ayah karena sang ibu dari anak tersebut bekerja sebagai publik figur yang

sibuk dengan pekerjaannya, bahkan pergi dari pagi hari hingga sore hari,

bahkan terkadang juga pulang malam hari. Sehingga anak tersebut akan

kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari ibunya. Sesungguhnya


8

dinyatakan siapapun yang dapat memegang hak asuh anak harus bisa

menjamin kelayakan dan kebutuhan hidup anak baik dai pendidikan,

ekonomi, dan segala sesuatu yang menjadikan kebutuhannya. Apabila sang

ibu tidak dapat menjamin kebutuhan dan bahkan menelantarkan anaknya

maka demi kepentingan anak baik secara mental maupun fisik,

pemeliharaan itu lebih di tangan bapak.7

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Ika Riani Pasaribu mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Medan tahun 2019, Tinjauan

Yuridis Tentang Hak Asuh Anak Dibawah Umur Kepada Ayah Akibat

Perceraian (Analisis Putusan Nomor : 1723/Pdt.G/2017/PA.Mdn). Skripsi

ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang

ditujukan menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan

bahan-bahan hukum tertulis. Dalam penelitian ini menjelaskan bahasannya

dalam komplikasi hukum silam pasal 105, bahwasannya yang menyatakan

anak dibawah umur 12 tahun menjadi hak ibu, namun dalam beberapa

perkara majlis hakim tidak menjatuhkan hadhanah kepadaibunya melainkan

kepada ayahnya, salah satu contoh dalam perkara perceraian dalam putusan

Nomor : 1734/Pdt.G/2017/PA.Mdn. dalam putusan ini hakim menjatuhkan

hak Hadhanah kepada ayahnya dikarenakan sang ibu tidak memenuhi syarat

mutlak. selain alasan itu sang anak juga sangat dekat dengan sang ayah

karena selama ibunya meningggalkan rumah anak tersebut diasuh dan

dirawat oleh ayahnya. oleh dari itu hl tersebut dapat menggugurkan hak

7
Diana Yulita Sari, “Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak (Analisis Putusan Perkara
Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006)”, Skripsi, Program Studi Perbandingan Madzah
Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010,
hlm. 77
9

asuh seorang ibu, seperti yang terdapat dalam Kitab Kifayatun Ahyar seperti

berakal sehat, merdeka, beragama islam, memelihara kehormatannya, dapat

dipercaya, tinggal menetap, dan tidak bersuami baru.8

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Andi Tenri Sucia, mahasiswa

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Alauddin Makassar dengan judul

penelitian “Kedudukan Hak Asuh Anak Pasca Terjadinya Perceraian

Karena Salah Satu Orang Tuanya Murtad Menurut Hukum Positif Dan

Hukum Islam (Studi Perbandingan Pengadian Negeri dan Pengadilan

Agama Di Makassar)”. Dalam penelitian ini Andi menggunakan

pendekatan normatif-empiris, yang menkaji aturan hukum positif dan

hukum islam serta penerapannya dalam putusan hakim di pengadilan. Jeneis

penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) serta

penelitian pustaka (library research), yakni meneliti secara lansung

pelaksanaan kedudukan hak asuh anak pasca terjadinya perceraian karena

salah satu orang tuanya murtad.9

Hasil dari penelitian ini bahwa tidak semua perkara hadhanah jatuh di

tangan ibu. Karena dalam hukum positif lebih luas mengatur ketentuan

tentang hak asuh anak dibandingkan dengan hukum islam.

Yang membedakan antara penelitian diatas, dari masing-masing

memiliki kasus studi perkara yang berbeda-beda dan juga dari aspek

8
Ika Riani Pasaribu, “Tinjauan Yuridis Tentang Hak Asuh Anak Dibawah Umur Kepada
Ayah Akibat Perceraian (Analisis Putusan Nomor : 1723/Pdt.G/2017/PA.MDN)” skripsi, Fakultas
Hukum Universitas Sumatra Utara Medan , 2019, hlm. 96
9
Andi Tenri Sucia, “Kedudukan Hak Asuh Anak Pasca Terjadinya Perceraian Karena
Salah Satu Orang Tuanya Murtad Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam (Studi Perbandingan
Pengadian Negeri dan Pengadilan Agama Di Makassar)”, Sripsi, Prodi Hukum Acrara Peradilan
pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Alauddin Makassar, 2017
10

tinjauan yang berbeda. Penelitian ini membahas hak asuh anak yang jatuh di

tangan ayahnya ditinjau dari hukum positif dan juga hukum islam.

E. Landasan Teori

1. Teori Hak Asuh Anak Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

Dalam Islam hak asuh anak di disebut Hadhanah yang berasal dari

kalimat al-hidhn yang artinya bagian yang berada dari bawah ketiak

sampai pinggul, yang maknanya seperti seorang Ibu yang mengimpit

anaknya. Sama halnya seekor induk burung yang mengimpit telur

dibawah sayapnya. Ibu adalah orang pertama yang memiliki hak

memelihara anaknya yang masih belum mumayyiz. Hal ini dimaksudkan

pada seorang anak yang masih kecil yang membutuhkannya dan tidak

ada orang lain bisa melakukannya.10

a. Dalam Hukum Islam

Hukum memelihara anak adalah wajib dalam hukum islam, karena

mengabaikannya berarti menghadapi anak dalam marabahaya. Mengasuh

anak terkandung makna pemeliharaan jasmani maupun rohani yang

dilakukan oleh keluarga si anak kecuali anak tersebut tidak memiliki

keluarga, maka dilakukan hadhanah oleh kerabat. Hadhanah diartikan

haknya orang tua.11 Hak anak yang masih kecil harus sangat di perhatikan

karna ia masih membutuhkan pengawasan, penjagaan, terlaksana

urusannya dan mendidiknya.

Pendidikan ini wajib diberikan dari ayah maupun ibunya karena anak

masi dalam pangkuan mereka, dengan adanya pengawasan dan perlakuan


10
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2004, ) hal .237
11
Tihami dan Sohari Sahrani. Fiqih Munakahat : Kajian Fiqih Nikah Lengkap.
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010), cetakan ke-2. hlm. 216-217
11

ibu-bapaknya terhadap anak tersebut maka akan menumbuhkan jasmani

dan akalnya, sehingga ia siap mengahadapi kenyataan dan dapat

menjalankan kehidupannya di masa yang akan datang.

Adapun syarat-syarat hak asuh anak antara lain sebagai berikut :

1. Tidak terikat pada satu pekerjaan hingga seluruh waktunya dipakai

untuk bekerja, dan tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik

dalam mengurus hadhanah.

2. Hendaklah ia seorang muslim/mukhalaf, yaitu orang telah baliq,

berakal, dan tidak terganggu ingatannya. Karna dalam mengurus

hadhanah harus bertang gungjawab.

3. Mempunyai kemampuan melakukan hadhanah.

4. Hendakalah ia menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak terutama

dalam hubungan budi pekerti. Tidak pantas melakukan hadhanah

orang yang tidak memiliki budi pekerti, seperti pezina dan pencuri.

5. Hendaklah ia bersuamikan dari mahram si anak tersebut.

6. Bukan orang yang memiliki dendam atau membenci si anak, karena

dikhawatirkan anak tersebut berada dalam kesengsaraan.

Para ulama berpendapat dalam siapa yang berhak terhadap hadhanah.

Pengikut Mazhab Imam Hanafi hak asuh anak itu adalaha hak anak,

sedangkan Pengikut Mazhab Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan sebagian

Pengikut Imam Maliki yang berhak atas hak asuh anak adalah hadhin.

b. Hak Asuh Anak Dalam Hukum Positif

1. Komplasi Hukum Islam


12

Dalam kompilasi hukum islam mengenai hak asuh anak terdapat

pada pasal 105. Adapun dalam pasal 105 dijelaskan dalam hal

terjadinya perceraian: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz

atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, b. Pemeliharaan

anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih

di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya,

c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

2. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perkawinan

Dalam undang-Undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pada

pasal 45 tentang hak keajiban antara orang tua dan anak dalam

point pertama yang berbunyi “Kedua orang tua wajib memelihara

dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Dan point kedua

“kewajiban orang tuayang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Keajiban

mana berlaku terus meskipun perkawinan antar kedua orang tua

putus”.12 Bahwa mengenai kewajiban pemeliharaan dan pendidikan

anak dilakukan dengan sebaik-baiknya terutama pada anak di

bawah umur atau yang belum mumayyiz. Meskipun salah satu

orang tua tersebut memiliki perlakuan yang kurang bagus harus

tetap berkewajiban membiayakan pemeliharaan anaknya. Seperti

dijelaskan dalam pasal 49 ayat 1 dan 2 sebagai berikut, ayat 1

“Salah seorang atau kedua orang dapat dicabut kekuasaannya

terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas

12
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkainan dan Pengangkatan Anak,
(Bandung: Fokusmedia, 2010), hlm. 13
13

permintaan orang tua lainnya, keluarga anak dalam garis lurus

keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang

berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal : a. Ia

sangat melalikan keajiban terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan

buruk sekali.” Ayat 2 “Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya,

mereka masih tetap berkeajiban untuk memberi biaya pemeliharaan

kepada anak tersebut.”13

Disebut juga dalam Undang-Undang perlindungan Anak Nomor 23

Tahun 2002 dalam Pasal 26, pasal 30, pasal 31, dan pasal 32.14

2. Teori Putusan Hakim

Dalam putusan hakim mesti memiliki pertimbanga-pertimbangan

dalam memutuskan suatu perkara. Dalam Putusan Perkara Nomor

883/Pdt.G/2019/PA.TPI mengenai mengabulkan permohonan pemohon

sebagai suami untuk menjauhkan talak Raj’i terhadap termohon sebagai

istri di depan Hakim Pengadilan Agama Tanjungpinang, menetapkan hak

asuh anak terhadap anak pemohon dan termohon pada asuhan pemohon

sebagai suami, dan membebankan biaya perkara menurut hukum.

Selama dalam persidangan termohon tidak pernah hadir dan hanya

pemohon saja, upaya mediasi puntidak dapat terlaksana. Meskipun telah

dipanggil secara resmi termohon tetap tidak hadir, ternyata alasan

ketidakhadirannya disebabkan alasan halangan yang sah. Selama

persidangan berlangsung pemohon mengajukan bukti-bukti dan bukti

13
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan dan Pengangkatan Anak,
(Bandung: Fokusmedia, 2010), hlm. 14-15
14
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang Perlindungan Anak,
(Bandung: Fokusmedia, 2010), hlm. 13
14

tersebut tidak pernah dibantah oleh termohon maka di anggap telah

diakui kesalahannya.

Hakim meminta pemohon mengajukan bukti surat yaitu fotokopi

Kartu Keluarga, fotokopi Kartu Tanda Penduduk, fotokopi buku nikah,

dan fotokopi Akta Kelahiran Anak. Pada bukti kutipan akta Kelahiran

dinyatakan benar bahwa anak itu adalah anak sah dari pasangan pemohon

dan termohon, hal tersebut sesuai ketentuan pasal 99 huruf a Kompilasi

Hukum Islam.

Sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

agar terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, namun

suami istri tidak lagi menjalankan kewajibannya masing-masing. Agar

tidak adanya kemaslahatan bagi suami ataupun istri dengan melihat

kondisi rumah tangga tersebut, maka alasan perceraian dalam perkara ini

dianggap telah memenuhi ketentuan dan patut dikabulkan dan diberikan

izin pemohon untuk menjatuhkan talak raj’i pada termohon.

Sesuai ketentuan Kompilasi Hukum Islam pasal 105 tentang

pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

terhadap anak sah pemohon dan termohon, dan selama tidak adanya

bantahan dari termohon dari selama keluar rumah dan tak pernah kembali

sampai kini dan yang memelihara mendidik anak tersebut dilakukan

dengan baik dan sabar oleh pihak pemohon. Maka Hakim mengabulkan

dengan demi kepentingan anak tersebut diberikan hak pemeliharaannya

kepada pemohon selaku ayah kandungnya.15

F. Metode Penelitian
15
Putusan Perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI
15

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research) yang

datanya dilakukan berdasarkan karya-karya tulis yang bersumber dari

kepustakaan. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yaitu

penelitian norma hukum yang terdapat peraturan perundan-undangan dan

putusan pengadilan juga nomra yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat.16 Dalam hal ini peneliti akan membaca dan memahami buku-

buku maupun literatur yang berkaitan dengan hak asuh anak tinjauan

hukum islam dan hukum positif, dan juga menelaah putusan hakim dalam

Putusan Perkara Nomor 883//Pdt.G/2019/PA.TPI.

Penelitian ini juga menggunakan penelitian lapangan (field research)

agar memperoleh informasi yang akurat dari tempat penelitian untuk

mengumpulkan data-data dari Pengadilan Agama.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dikaji menggunakan pendekatan yudiris normatif yaitu

metode penelitian yang diteliti dengan menggunakan bahan pustaka atau

sekunder.17 Peenelitian terhadap sistematika hukum menggunakan

peraturan perundang-undangan tertentu dan hukum tertulis dengan tujuan

untuk mengidentifikasikan masalah terhadap pengertian pokok hak dan

kewajiban, hubungan hukum dan objek hukum. Pengertian pokok/dasar

memiliki arti dalam kehidupan hukum mencakup keadaan kejadian dan

perilaku dan sikap tindak hukum.18

16
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm. 105
17
Henni Muchtar, (Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah Dengan Hak
Asasi Manusia), Jurnal Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, hlm. 84
18
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm. 25-26
16

3. Sumber data

a. Bahan primer, yaitu sumber yang langsung diberikan dari tangan

pertama. Dalam penelitian ini sumber primer diperoleh dari

Pengadilan Agama Kelas IA Tanjungpinang berupa putusan hakim

Nomor Perkara 883/Pdt.G/2019/PA.TPI, Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, dan Kompilasi Hukum Islam

Nomor 105.

b. Bahan sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari pihak lain,

seperti mengutip dari sumber lain. Penulisan penelitian ini juga di

peroleh dari kepustakaan, buku-buku tentang hadhanah (Hak Asuh

Anak), fiqih sunnah, dan jurnal yang bersangkutan.

c. Bahan tersier, yaitu sumber data yang menjelaskan data primer dan

data sekunder dalam penelitian yang bersumber dari Ensiklopedia

maupun Kamus Bahasa Indonesia.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data ialah langkah utama yang paling penting

dalam sebuah penelitian karena tjuan utama daripeneltian ialah mencari

data permasalahan yang akan di angkat.19

a. Dokumentasi, ialah mencari data dari sumber tulisan seperti buku-

buku, gambar atau dokumen penting yang bersangkutan dengan

penelitian ini. Adapun yang dibutuhkan dalam penelitian ini seperti

dokumen putusan perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI.

19
Prof. Dr. Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif , (Jakarta:Alfabeta, 2018), hlm. 104
17

b. Studi Kepustakaan, ialah memperoleh data melalui penelitian

kepustakaan yang berkaitan dengan metode putusan hakim dalam

Putusan Perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI dengan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam Nomor 105, Undang-Undang Nomor 23 Tentang

Perlindungan Anak

5. Teknik analisis data

Teknik analisis data deskriptif kualitatif merupakan salah satu metode

digunakan dalam penelitian dengan mempelajari hubungan antar bebrapa

variabel penelitian dengan tujuan untuk memahami peristiwa yang

sedang diteliti dengan dasar teori tertentu.20

G. Sistematika Pembahasan

Agar mendapatkan gambaran dari penelitian ini, maka perlu kiranya

penulis menyusun sistematika pembahasan agar menjadi sub bab yang

masing-masing bab saling terkait satu sama lainnya21, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pembahasan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan

teori, metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, pendekatan

penelitian, sumber data, tekhnik pengumpulan data, tekhnik analisis data,

dan sistematika penulisan.

20
https://dqlab.id/penelitian-kualitatif-teknik-analisis-data-deskriptif
21
Immatul Azimmah, “Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Analisis Putusan
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor 0305/Pdt.G/2010/PA.JS)” Skrips, Prodi
Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011, hlm. 13
18

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG HAK ASUH ANAK

(HADHANAH)

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang definisi hadhanah, syarat-syarat

hadhanah dan hadhin, hukum hadhanah, yang berhak atas hak asuh anak.

BAB III HAK ASUH ANAK YANG JATUH DI TANGAN AYAHNYA

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Pada bab ini penulis mendeskripsikan hak asuh anak dari Hukum Islam,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam Nomor 105, Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Pada bab ini penulis memberi gambaran umum permasalahan mengenai

Perkara Putusan Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI, duduknya perkara,

pertimbangan hakim, dan analsis penulis dalam perkara tersebut.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari kesimpulan sebuah jawaban terhadap rumusan

masalah yang telah dinyatakan dalam bab pendahuluan dan saran dibuat

sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi dalam hasil penelitian.

H. Kerangka Skripsi
19

Kerangka ini disusun agar dalam melangsungkan penelitian menjadi

tersusun secara sistematis dan dapat dipahami. Adapun yang akan di bahas

oleh penulis sebagai berikut:

HALAMAN JUDUL SKRIPSI...............................................................

HALAMAN SURAT PERNYATAAN..................................................

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................

HALAMAN SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI..................................

NOTA DINAS PEMBIMBING..............................................................

HALAMAN MOTTO.............................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................

HALAMAN ABSTRAK.........................................................................

HALAMAN KATA PENGANTAR.......................................................

HALAMAN DAFTAR ISI......................................................................

TRANSLITERASI..................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................

B. Rumusan Masalah............................................................................

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.....................................................

D. Kajian Pustaka..................................................................................

E. Landasan Teori ................................................................................

F. Metode Penelitian.............................................................................

G. Sistematika Pembahasan..................................................................

H. Kerangka Skripsi..............................................................................

BAB II : GAMBARAN UMUM MASALAH.................................................


20

A. Hak Asuh Anak..........................................................................................

B. Hukum Hadhanah.......................................................................................

C. Syarat Hadhanah.........................................................................................

D. Yang Berhak Atas Hadhanah......................................................................

BAB III : DESKRIPSI KASUS........................................................................

A. Hukum Islam.............................................................................................

B. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan...................

C. Kompilasi Hukum Islam Nomor 105........................................................

D. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ....

E. Kewajiban Orang Tua Bagi Yang Mendapatkan Hak Asuh Tersebut.......

BAB VI : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ..........................................

A. Gambaran Umum Permasalahan...............................................................

B. Duduknya Perkara.....................................................................................

C. Pertimbangan Hakim.................................................................................

D. Analisis Penulis Dalam Perkara Putusan...................................................

BAB V : PENUTUP ..........................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................

B. Saran .............................................................................................................

Daftar Pustaka ....................................................................................................

Lampiran-Lampiran
21
Daftar Pustaka

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan dan Pengangkatan

Anak, Bandung: Fokusmedia, 2010

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang Perlindungan

Anak, Bandung: Fokusmedia, 2010

Sabiq, Sayyid . Fiqih Sunnah, Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara, 2004

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Alfabeta, 2018.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017)

Henni Muchtar, Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah

Dengan Hak Asasi Manusia, Jurnal: Fakultas Ilmu Sosial, Universitas

Negeri Padang

Immatul Azimmah, Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian

(Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara

Nomor 0305/Pdt.G/2010/PA.JS)

Mansari, dkk, Hak Asuh Anak Pasca Terjadinya Perceraian Orangtua Dalam

Putusan Hakim Makamah Sya’iyyah Banda Aceh.

Toban, Hizkia Immanuel, dkk, Pertimbangan Hakim Dalam Hak Asuh

Anak Di Bawah Umur Akibat Terjadinya Perceraian.

Pasaribu, Ika Riani Pasaribu, “Tinjauan Yuridis Tentang Hak Asuh Anak

Dibawah Umur Kepada Ayah Akibat Perceraian (Analisis Putusan

Nomor: 1723/Pdt.G/2017/PA.MDN)” skripsi, Fakultas Hukum Universitas

Sumatra Utara Medan , 2019.


Rodliyah, Nunung. Akibat hukum perceraian berdasarkanUndang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Sari, Diana Yulita, “Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan

Anak (Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor

349K/AG/2006)”, Skripsi, Program Studi Perbandingan Madzah Hukum

Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010.

Sucia, Andi Tenri, “Kedudukan Hak Asuh Anak Pasca Terjadinya

Perceraian Karena Salah Satu Orang Tuanya Murtad Menurut Hukum

Positif Dan Hukum Islam (Studi Perbandingan Pengadian Negeri dan

Pengadilan Agama Di Makassar)”, Sripsi, Prodi Hukum Acrara

Peradilan pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Alauddin

Makassar, 2017.

Putusan Perkara Nomor 883/Pdt.G/2019/PA.TPI

https://dqlab.id/penelitian-kualitatif-teknik-analisis-data-deskriptif

Anda mungkin juga menyukai