Anda di halaman 1dari 15

Sidang Munaqosyah

Skripsi
Perceraian Perspektif Hukum Islam
Faktor Ekonomi Putusan No.
0933/Pdt.G/2017/PAJP

Oleh
Mus’ab
14.01.1163
Latar Belakang Masalah
• Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tanggga.
Perceraian ada karena adanya perkawinan. Meskipun tujuan
perkawinan bukan perceraian, perceraian merupakan sunnatullah,
dengan penyebab yang berbeda-beda.
• Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
pasal 39 ayat 2 “bahwa untuk melakukan perceraian harus ada
cukup alasan yaitu antara suami dan istri itu tidak akan dapat lagi
hidup rukun sebagai suami istri”.
• Salah satu alasan perceraian yang dicantumkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya
disingkat menjadi PP No.9 Tahun 1975) adalah karena
meninggalkan pasangan tanpa alasan yang sah dalam jangka
waktu dua tahun berturut-turut.
Rumusan Masalah
• Apakah dengan suami tidak bekerja atau
pengangguran dapat menjadi suatu alasan
percerraian ?
• Apakah kurang terpenuhnya nafkah lahir dari
suami, pihak istri bisa menggugat cerai di
Pengadilan Agama?
• Alasan Hakim memberikan putusan dalam
bentuk talak satu ba’in sughro dalam putusan
No. 0933/Pdt.G/2017/PA.JP?
Tujuan Penelitian
• Untuk menggali dan mengetahui data-data
tentang konsep dasar perceraian.
• Untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perceraian di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
• Untuk mengetahui gambaran perceraian
karena beberapa faktor serta dampak faktor-
faktor tersebut terhadap perceraian di
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Metode Penelitian
• Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analitis yang dilakukan melalui
pendekatan kualitatif. Metode deskritif analitis yaitu
metode yang menggambarkan dan memberikan analisa
terhadap kenyataan di lapangan. Sedangkan yang
dimaksud dengan penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis dan
lisan dari prilaku (orang) yang diamati.
Duduk Perkara No. 0933/Pdt.G/2017/PA.JP (Putusan Cerai Gugat
dengan Alasan Suami Tidak Memberi Nafkah)
• Dalam duduk perkara kasus cerai gugat dengan alasan perselisihan
dan percekcokkan terus menerus akibat tergugat (suami) tidak bisa
memberikan nafkah lahir secara layak kepada penggugat (istri) dan
anaknya, nafkah yang tergugat berikan kepada anak sering tidak
cukup, sehingga penggugat harus menutupinya, dengan nomor
perkara 0933/Pdt.G/2017/PA.JP yang bertindak sebagai Penggugat
adalah istri yang bernama :
Emmy Fahdarini binti Moh. Yunus, umur 29 tahun, agama islam,
tempat tinggal di jalan Percetakan Negara GG. Dahlan 1 RT. 005
RW. 010 No. 5 Kelurahan Cempaka Putih Barat, Kecamatan Putih
kota Jakarta Pusat.
Adapun tergugat dalam kasus ini yaitu suami yang bernama Billy
Reinhard Adrian bin R. Robert Timbul. L.T, umur 33 tahun, agama
islam, Pendidikan S1, pekerjaan karyawan swasta, tempat tinggal di
jalan H. Mugeni 1 RT. 008 RW. 004 No. 23 Kelurahan Pisangan
Timur, Kecamatan Pulo Gadong kota Jakarta Timur.
Analisis Nomor 0933/Pdt.G/2017/PA.JP Menurut Hukum
Islam

• Dalam perkara cerai gugat yang dilakukan dari pihak istri


kepada suaminya ini, dapat diketahui dengan seksama
alasan-alasan yang membuat pihak penggugat selaku
istri menuntut cerai dari suaminya selaku tergugat, yaitu
tidak lagi menjalani kewajibannya layaknya kepala rumah
tangga. Tergugat (suami) tidak bisa memberikan nafkah
lahir secara layak kepada penggugat dan anaknya,
sehingga penggugat harus bisa menutupi setiap
kebutuhannya. Akan tetapi, tergugat juga membatasi
penggugat dalam bekerja, tergugat hanya membolehkan
penggugat untuk bekerja sampai jam 5 sore, yang
mengakibatkan penggugat dan tergugat sering
bertengkar.
• Bahwa akibat tindakan tersebut penggugat telah
menderita lahir bathin dan penggugat tidak ridho
atas perlakuan tergugat terhadap penggugat,
akhirnya penggugat tidak sanggup lagi untuk
melanjutkan rumah tangganya. Penggugat
berkesimpulan satu-satunya jalan keluar yang
terbaik bagi penggugat dan anaknya adalah
bercerai dengan tergugat.
• Mengenai amar putusan hakim, putusan hakim itu
bersifat constitutif, yaitu putusan yang bersifat
menghentikan atau menimbulkan hukum baru. Dalam
putusan ini suatu keadaan hukum tertentu dihentikan
atau ditimbulkan suatu keadaan hukum baru, misalnya
memutuskan suatu ikatan perkawinan. Dalam putusan
constitutif biasanya tidak diperlukan pelaksanaan
dengan paksaan, karena dengan diucapkannya putusan
itu sekaligus keadaan hukum lama terhenti dan timbul
keadaan hukum baru.
Kesimpulan
Setelah menjabarkan dan memaparkan dari semua
pembahasan apa yang menjadi variabel dalam penelitian
skripsi ini, maka penulis mencoba menyimpulkan semua
variabel tersebut dalam bab ini, dengan membuat
beberapa poin-poin :
1. Talak atau perceraian merupakan sebuah institusi yang
digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan.
Dengan demikian ikatan perkawinan sebenarnya dapat
putus dan tata cara telah diatur baik di dalam Fiqih
maupun di dalam UUP melalu prosedur Pengadilan
Agama.
2. Kadar memberikan nafkah suami terhadap istri dan keluarganya tidak
diatur secara rinci, sehingga masing-masing orang mempunyai
tanggapan yang berbeda, kadar nafkah yang tertera dalam Al-quran,
hadist, maupun dalam Perundang-undangan Perkawinan,
memberikan penjelasan dan pengertian yang sangat bijak. Yang pada
intinya, seorang suami memberikan harus sesuai dengan kemampuan
padanya, mengerahkan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah
tangga dalam menjaga keseimbangan roda bahtera yang dijalani
antara pihak istri, sehingga ekonomi dan kebutuhan bisa mencukupi
bagi keluarga. Majelis Hakim sendiri mengatakan bahwa tidak ada
aturan seberapa banyak ukuran harus memberi nafkah, sesuai
dengan kemampuannya suami, sebagai contoh kecil misalnya kalau
dia (suami) bekerja sebagai jasa Ojol (ojek online), maka nafkahnya
pun harus sesuai dengan hasil dari pendapatannya sebagai jasa
Ojoltersebut.
Atau sebaliknya jika si suami bekerja sebagai manajer di
perusahaan, itu juga harus sesuai dengan penghasilan, tidak logis
seorang manajer perusahaan memberikan nafkah dari hasil
pendapatannya disamaratakan layaknya sesuai dengan hasil Ojol
tersebut. Akan tetapi bukannya memberikan hak kemudahan serta
keluasaan semaunya bagi suami, dengan tidak ada niat untuk
memperbaiki keadaan kebutuhan ekonomi istri dan anak-anaknya,
dan tidak melihat nasib jangka panjang bagi keluarganya. Dalam hal
ini Pengadilan memutuskan suatu perkara perceraian
mengisyaratkan bahwa perkara yang diterima di Pengadilan Agama
merupakan suatu bentuk rumah tangga yang tidak harmonis dan
sudah tidak sehat lagi.
3. Ekonomi keluarga merupakan bagian yang terpenting bagi
keutuhan dalam rumah tangga, akan tetapi sering kita lihat
dari pihak istri dan anak-anak tidak mengetahui kesulitan
yang dihadapi kaum laki-laki (suami). Mereka acapkali
menuntut dibelikan ini dan itu. Terkadang kaum laki-laki
memenuhi begitu saja permintaan tersebut sehingga
uangnya ludes. Ini jelas sebuah kekeliruan. Adapun laki-laki
yang cerdas dalam mengatur kehidupan ekonoominya selalu
berusaha memberi dan membeli sesuatu yang lebih penting
ketimbang yang tak penting. Ia lebih memprioritaskan
segenap hal penting dan bersifat primer sesuai dengan
kemampuannya.
4. Istri yang merasa sudah tidak diberikan haknya, seperti nafkah
(materi) dapat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama.
Dan itu pun harus sesuai dengan prosedur Pengadilan. Pemberian
nafkah terkait dengan masalah ekonomi yang secara garis besar
merupakan sendi-sendi kehidupan.
5. Dalam putusan No. 0933/Pdt.G/2017/PA.JP, hakim memberikan
putusan dalam bentuk talak bai’n sughro yaitu talak yang
membolehkan suami untuk rujuk atau kembali kepada istrinya
dengan syarat harus ada akad nikah baru. Alasan hakim
memberikan putusan dengan talak satu ba’in sughro adalah
berdasarkan pertimbangan hukum dari Majelis Hakim dan putusan
ini diputus dengan seadil-adilnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai