Anda di halaman 1dari 17

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
JL. RAYA BEJI KARANGSALAM PURWOKERTO

NASKAH PUBLIKASI

MELALAIKAN KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB SUAMI ISTRI


SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
(Studi Putusan Nomor 359/Pdt.G/2013/PA.Clp

Oleh :
Prahoro Febri Aryanto
NPM. 1111017922

Pembimbing Utama, Pembimbing Pembantu

Wiwin Muchtar W, SH.,M.Hum. Elisabeth Pudyastiwi, SH., MH


NIS. 6100711042 NIS. 6100711053
2

A. Latar Belakang Masalah


Perkawinan dalam Islam bukanlah sekedar perbuatan perdata semata,
melainkan merupakan ikatan suci yang terkait dengan keyakinan dan keimanan
Kepada Allah, dengan tujuan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera sakinah
(tentram), mawaddah (saling mencintai), dan warrahmah (saling mengasihi)
(Djubaedah, dkk, 2005: 55).
Tujuan perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua individu yang
sudah memasuki kehidupan berumah tangga pasti mengiginkan terciptanya suatu
rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh
keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya. Tentu saja dari keluarga yang
bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis dan akan tercipta
masyarakat rukun, damai, adil dan makmur. Meskipun demikian, tidak setiap
perkawinan akan mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga kebahagiaan yang
diinginkan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membagi
sebab-sebab putusnya perkawinan ke dalam 3 (tiga) golongan, sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 38 yakni sebagai berikut:
a. Karena kematian salah satu pihak;
b. Perceraian; dan
c. Putusan pengadilan.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian ada dua
macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah perceraian atas
kehendak suami. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 39
menyatakan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami istri itu tidak dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri.
Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Pasal
76 menegaskan bahwa:
3

1. Apabila gugatan perceraian didasarkan atas


alasan syiqaq maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus
didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-
orang yang dekat dengan dengan suami isteri.
2. Pengadilan Agama setelah mendengar
keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami isteri dapat
mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak atau
orang lain untuk menjadi hakam.

Dalam perkara perdata Nomor 359/Pdt.G/2013/PA.Clp. Majelis Hakim


Pengadilan Agama Cilacap mengabulkan cerai gugat oleh pemohon di depan
sidang Pengadilan Agama Cilacap. Hal tersebut menarik untuk diteliti, dengan
meneliti tinjauan tentang dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus
perceraian dalam permohonan cerai gugat di Pengadilan Agama Cilacap.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan
tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perceraian
dalam permohonan cerai gugat di Pengadilan Agama Cilacap dalam putusan
perkara perdata nomor 359/Pdt.G/2013/PA.Clp?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujua penelitian yang diharapkan
oleh peneliti adalah : Ingin mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam
memutus perceraian dalam permohonan cerai gugat di Pengadilan Agama Cilacap
dalam putusan perkara perdata nomor 359/Pdt.G/2013/PA.Clp.
D. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis
normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legistis positivistis.
Konsep legistis positivistis adalah norma-norma tertulis yang dibuat dan
diundangkan oleh pejabat yang berwenang dan memandang hukum sebagai
suatu sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari
kehidupan masyarakat nyata (Soemitro, 1988 : 11).
4

2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang dipakai adalah clinical legal research yaitu penelitian
untuk menerapkan hukum in abstracto dalam perkara in concreto yaitu dalam
perkara perdata No. 359/Pdt.G/2013/PA.Clp.
3. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa Putusan Pengadilan Agama Cilacap No. 359/Pdt.G/2013/PA.Clp.
peraturan perundang-undangan, makalah-makalah dan buku-buku literatur yang
berhubungan dengan materi penelitian.
4. Metode Pengumpulan data
Data sekunder ini diperoleh dengan melakukan inventarisasi terhadap
putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, dan buku-buku literatur.
5. Metode Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dicatat berdasarkan
relevansinya dengan pokok permasalahan untuk kemudian dikaji sebagai suatu
kesatuan yang utuh dan sistematis.
6. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode silogisme dan cara berpikir
deduktif, dengan menggunakan cara berpikir umum ke khusus sampai pada
suatu kesimpulan. Hukum Perkawinan dalam hal ini sebagai premis mayor
(umum) ditarik pada putusan hakim tentang putusan haim dalam memutus
tuntutan para pihak terhadap pemohon cerai gugat.

E. Hasil Penelitian
Hasil penelitian didasarkan pada putusan perkara perdata Nomor:
359/Pdt.G/2013/PA.Clp. sebagai berikut:
1. Subjek Hukum
a. Ny. AS, umur 33 tahun, agama Islam, pendidikan SMA,
Pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Kabupaten Cilacap,
memberi kuasa kepada Rabun Edi Ismanto, S.H., Advokat yang berkantor di
Jl. Sadang No. 44 Gumilir Cilacap, berdasarkan surat Kuasa Khusus tanggal
10 Januari 2013, yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat.
5

b. Tn BA, umur 31 tahun, Agama Islam, Pekerjaan buruh,


Bertempat tinggal di Kabupaten Demak, yang selanjutnya disebut sebagai
Tergugat.
2. Peristiwa Hukum
a. Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah dan telah menikah di
hadapan pegawai pencatat nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilacap
Selatan, Kabupaten Cilacap, pada tanggal 06 Desember 2003, sebagaimana
tercatat dalam Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan
Agama Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap tertanggal 05
Desember 2003.
b. Setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal bersama di rumah orang
tua Tergugat di Semarang selama 2 tahun/atau sampai sekitar tahun 2005,
kemudian pindah dan tinggal bersama di rumah orangtua Penggugat di
Cilacap selama 2 tahun/ atau sampai sekitar tahun 2007 kemudian pindah
dan tinggal bersama dirumah kontrakan di Semarang sampai sekitar bulan
Juli 2012, Bada Dukhul dan belum mempunyai anak.
c. Pada mulanya rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun dan harmonis,
namun sejak sekitar akhir tahun 2007, rumah tangga mulai retak sering
terjadi perselisihan dan pertengkaran dikarenakan Tergugat lebih
mementingkan dan mengurus kepentingan keluarga Tergugat sendiri
sehingga Tergugat mengabaikan kepentingan rumah tangganya dan keluarga.
Tergugat juga selalu ikut campur / atau ikut mengatur terhadap urusan rumah
tangga antara Penggugat dengan Tergugat namun kalau Penggugat
mengingatkan Tergugat lebih membela / memihak kepada keluarga Tergugat,
selain itu Tergugat juga tidak terbuka dengan hasil kerjanya sehingga sering
terjadi Perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat.
d. Dari permasalahan sebagaimana posita 3 (tiga) sehingga Pengugat merasa
Tertekan dan tidak tahan dengan sikap Tergugat yang lebih memihak /
membela keluarga Tegugat dan akhirnya pada sekitar bulan Juli 2012
Pengugat pulang kerumah orangtua Penggugat di Cilacap, Sejak itulah antara
6

Penggugat dan Tergugat berpisah tempat tinggal sampai dengan sekarang


selama 6 bulan dan tidak ada komunikasi.
e. Pada sekitar bulan September 2012 / atau ketika hari raya idul fitri
Penggugat menemui Tergugat di Semarang, dan Tergugat sudah menata baju-
baju milik Pengugat sehingga sudah tertata rapi / siap dikemas dan Tergugat
juga sama sekali tidak berusaha menghalang-halangi Penggugat untuk
pulang ke Cilacap sehingga Pengguat berketetapan hati memilih jalan
perceraian untuk mengakhiri perkawinannya dengan Tergugat.
f. Dengan demikian Penggugat berkeyakinan telah cukup alasan untuk
mengajukan Gugatan Cerai ini sesuai dengan yang diatur dalam PP No.9
Tahun 1975 pasal; 19 huruf ( f ) jo pasal 116 huruf ( f ) Kompilasi Hukum
Islam.
g. Berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,
kami mohon kehadapan Bapak Ketua Pengadilan Agama Cilacap berkenan
untuk menerima Gugatan Perceraian ini, kemudian memanggil kedua belah
pihak untuk diperiksa perkaranya, selanjutnya mengadili dan menjatuhkan
Putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
1) Mengabulkan Gugatan Perceraian Penggugat untuk seluruhnya.
2) Menjatuhkan talak satu bain sughra dari Tergugat Tergugat kepada
Penggugat Penggugat atau menceraikan Penggugat dari Tergugat.
3) Membebankan semua biaya yang timbul dalam perkara ini sesuai
ketentuan hukum yang berlaku
Apabila pengadilan berpendapat lain maka mohon putusan yang seadil-
adilnya.
3. Alat Bukti
a. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk an Penggugat yang dikeluarkan oleh
Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cilacap, tanggal 25
Oktober 2012, Bukti P.1;
b. Fotocopy Kutipan Akta Nikah yang diikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama
Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap tanggal 06 Desember 2003,
Bukti P.2;
7

4. Saksi-Saksi
a. Saksi I, umur 35 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Buruh, tempat
tinggal di Kabupaten Cilacap, memberikan keterangan di bawah sumpah
pada pokoknya.
1) Saksi sebagai tetangga Penggugat kenal dengan Penggugat dan
Tergugat;
2) Sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulanya
rukun dan belum dikaruniai anak, namun sejak sekitar tahun 2007
yang lalu rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak
harmonis lagi hal ini karena antara Penggugat dan Tergugat sering
terjadi perselisihan dan pertengkaran namun saksi tidak mengetahui
apa yang menjadi permasalahannya, kemudian antara Penggugat dan
Tergugat sekarang sudah berpisah tempat tinggal sampai sekarang
sudah 6 bulan lamanya;
3) Pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan
Tergugat namun tidak berhasil.
b. Saksi II, umur 60 tahun, Agama Islam, Tidak bekerja, tempat tinggal di
Kabupaten Cilacap, memberikan keterangan di bawah sumpah pada
pokoknya:
1) Saksi sebagai ibu kandung Penggugat kenal dengan Penggugat dan
Tergugat
2) Sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulanya
rukun dan belum dikaruniai anak, namun sejak sekitar tahun 2007 yang
lalu rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis lagi
hal ini karena antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran masalah. Tergugat lebih mementingkan kepentingan
orang tua Tergugat dibanding kepentingan keluarga Penggugat dan
Tergugat, kemudian antara Penggugat dan Tergugat sekarang sudah
berpisah tempat tinggal sampai sekarang sudah 6 bulan lamanya;
3) Pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan Tergugat
namun tidak berhasil.
8

atas keterangan saksi-saksi tersebut di atas, pihak Penggugat


membenarkannya dan menyatakan tidak mengajukan apapun serta mohon
kepada Pengadilan supaya dijatuhkan putusannya.
5. Pertimbangan Hukum Hakim
a. Sesuai Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, perkara ini menjadi wewenang Pengadilan Agama, dalam hal ini
Pengadilan Agama Cilacap;
b. Majelis Hakim tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak
karena Tergugat tidak menghadiri persidangan;
c. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2008
kewajiban para pihak menempuh Mediasi apabila kedua belah pihak hadir,
oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat Mediasi tidak dapat
dilaksanakan karena pihak Tergugat tidak hadir;
d. Pengadilan telah berusaha menasehati Penggugat supaya
bersabar dan dapat rukun kembali dengan Tergugat namun tidak berhasil,
karenan Penggugat tetap berkeras hati bercerai dengan Tergugat.
e. Dengan telah dilakukan upaya perdamaian oleh Majelis, maka
telah terpenuhi ketentuan pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 jo Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang
telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006;
f. Tergugat meskipun telah dipanggil dengan sah dan patut
ternyata tidak menghadap dan tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya
untuk menghadap di persidangan, sedangkan tidak ternyata bahwa tidak
datangnya itu disebabkan oleh suatu halangan yang sah, dengan demikian
Tergugat dinyatakan tidak hadir dan perkara ini dapat diputus verstek (vide
Pasal 125 HIR);
g. Dengan tidak hadirnya pihak Tergugat meskipun telah
dipanggil secara sah dan patut, maka Tergugat dianggap telah mengakui
seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat atau setidak-tidaknya
Tergugat tidak mau menggunakan haknya di depan Pengadilan, namun
demikian oleh karena perkara ini menyangkut sengketa perkawinan maka
9

Pengadilan memandang perlu memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh


Penggugat untuk menilai apakah gugatan beralasan dan tidak melawan
hukum;
h. Berdasarkan bukti (P) harus dinyatakan terbukti bahwa antara
Penggugat dengan Tergugat adalah suami isteri yang sah;
i. Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan oleh Penggugat
dalam surat gugatannya ditemukan fakta di persidangan yang dapat
disimpulkan bahwa kondisi rumah tangga Penggugat dengan Tergugat
setelah menikah pernah hidup bersama, telah berhubungan kelamin dan
belum dikaruniai anak;
j. Sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat
mulanya rukun dan harmonis namun sejak sejak sekitar tahun 2007 yang
lalu rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis lagi hal ini
karena antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran masalah Tergugat lebih mementingkan kepentingan orang tua
Tergugat dibanding kepentingan keluarga Penggugat dan Tergugat,
kemudian antara Penggugat dan Tergugat sekarang sudah berpisah tempat
tinggal sampai sekarang sudah 6 bulan lamanya
k. Berdasarkan fakta kejadian tersebut di atas maka dapat
dijadikan petunjuk bahwa kondisi rumah tangga kedua belah pihak sudah
pecah dan ada indikasi yang mengarah bahwa kedua belah pihak sudah tidak
mungkin untuk didamaikan lagi, dengan demikian Pengadilan berpendapat
bahwa apabila tetap dipertahankan justru hanya akan menambah beban
penderitaan lahir maupun batin bagi Penggugat dan tidak membawa manfaat
karena terbukti keduanya sudah sama-sama melalaikan kewajiban dan
tanggung jawabnya sebagai suami istri;
l. Pada prinsipnya perkawinan bertujuan untuk membentuk
rumahtangga yang bahagia dan kekal serta untuk mewujudkan keluaerga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana dikehendaki oleh
Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, namun
kondisi rumahtangga Pemohon dan Termohon justru sebaliknya telah lari
10

dari prinsip-prinsip tersebut di atas. Oleh karenanya Pengadilan berpendapat


bahwa perceraian adalah jalan terbaik untuk mengakhiri sengketa rumah
tangga yang berkepanjangan dan untuk menghindari timbulnya mudharat
yang lebih besar lagi bagi keduabelah pihak. Hal ini sejalan dengan ibarat
yang termuat dalam Kitab Fikih Sunah Juz II halaman 290
m. Oleh karena dalil-dalil yang disampaikan oleh Penggugat telah
terbukti dan alasan-alasan yang diajukan oleh Penggugat tidak bertentangan
dengan ketentuan hukum, maka gugatan Penggugat untuk bercerai dengan
Tergugat menurut hukum dapat dibenarkan sesuai ketentuan Pasal 39 ayat
(2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo Pasal 19 (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi hukum
Islam;
n. Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan Menimbang, bahwa sesuai
dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989,
yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, maka
semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Penggugat.
6. Putusan Hakim
a) Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk
datang dipersidangan tidak hadir;
b) Mengabulkan gugatan Penggugat dengan Verstek;
c) Menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat terhadap Penggugat;
d) Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 591.000,- (Lima ratus
sembilan puluh satu ribu rupiah) kepada Penggugat.

F. Pembahasan
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sebuah perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Berdasarkan data hasil penelitian pada poin 3 huruf a dan poin 4 huruf b
diketahui bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah dan telah
11

menikah di hadapan pegawai pencatat nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan


Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, pada tanggal 06 Desember 2003,
sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap tertanggal 05
Desember 2003.
Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia,
artinya pikiran mereka suatu angan-angan untuk hidup bersama selama-lamanya.
Keinginan untuk membentuk keluarga yang kekal itu adalah idealisme tiap
keluarga. Namun, idealisme lantas luntur, ada saja penyebabnya. Mungkin tidak
terdapat lagi kesepakatan atau kerukunan antara suami dan isteri, malah mungkin
terjadi perselisihan yang berkepanjangan, walaupun telah diusahakan
penyelesaiannya, atau mungkin telah terjadi pertengkaran yang terus menerus atau
pertentangan yang tidak mungkin didamaikan kembali (Prodjohamidjojo, 2011:
39).
Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk
melakukan perceraian juga harus dengan cukup alasan bahwa sudah tidak terdapat
lagi kecocokan dan persamaan tujuan dalam membina rumah tangga, artinya
sudah tidak dapat hidup rukun kembali sebagai sepasang suami istri.
Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan perceraian,
sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU No.1 tahun 1974
tentang Perkawinan, dan diulang lagi yang sama bunyinya dalam Pasal 19
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 adalah :
a. Salah satu pihak berbuat zinah atau
menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya serta sukar
disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan yang
lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut, tanpa izin pihak yang lain dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman
penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung.
12

d. Salah satu pihak melakukan


kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap
pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat
badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami atau istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus
terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian pada poin 3 huruf b, c, d dan huruf e, poin 5
huruf a angka 2) dan huruf b angka 2) diketahui bahwa sejak sekitar tahun 2007,
rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis lagi hal ini karena
antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran
masalah.
. Akibat perkawinan terhadap suami isteri menimbulkan hak dan kewajiban
antara suami isteri. Sebagai suami istri, keduanya memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga, yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Berdasarkan Pasal 78 Kompilasi Hukum Islam, suami isteri harus mempunyai
tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh suami isteri secara bersama.
Berdasarkan pada hasil penelitian pada poin 2 huruf c diketahui bahwa
perselisihan dan pertengkaran dikarenakan Tergugat lebih mementingkan dan
mengurus kepentingan keluarga Tergugat sendiri sehingga Tergugat mengabaikan
kepentingan rumah tangganya dan keluarga. Tergugat juga selalu ikut campur /
atau ikut mengatur terhadap urusan rumah tangga antara Penggugat dengan
Tergugat namun kalau Penggugat mengingatkan Tergugat lebih membela /
memihak kepada keluarga Tergugat, selain itu Tergugat juga tidak terbuka dengan
hasil kerjanya sehingga sering terjadi Perselisihan antara Penggugat dengan
Tergugat. Berdasarkan hasil penelitian poin 5 huruf k diketahui bahwa keduanya
sama-sama melalaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai suami istri
Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka suami atau istri dapat
mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama
setempat, yaitu untuk mengajukan cerai talak atau cerai gugat (Saleh, 1980: 38).
13

Berdasarkan pada hasil penelitian pada poin 1 diketahui bahwa yang mengajukan
perceraian adalah pihak istri sehingga merupakan cerai gugat.
Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan
bahwa cerai gugat yaitu gugatan perceraian yang diajukan oleh isteri (penggugat)
terhadap suami (tergugat) kepada Pengadilan Agama dan berlaku pula pengajuan
gugatan terhadap suami oleh isteri Perkawinan yang buruk keadaannya itu tidak
baik dibiarkan berlarut-larut, sehingga demi kepentingan kedua belah pihak,
perkawinan demikian itu lebih baik diputuskan. Sabda Nabi Muhammad SAW
berbunyi sesuatu yang halal tetapi sangat tidak disukai Allah adalah talaq.
Hukum Islam menganggap perceraian pada hakekatnya adalah hal yang tidak baik
(Prodjohamidjojo, 2011: 39).
Berdasarkan pada hasil penelitian poin 5 huruf c diketahui bahwa hakim
sudah berusaha menjadi mediator untuk mendamaikan suami istri, namun tidak
berhasil, karena tergugat tidak hadir. Berdasarkan hasil penelitian poin 5 huruf k
diketahui bahwa kondisi rumah tangga kedua belah pihak sudah pecah dan ada
indikasi yang mengarah bahwa kedua belah pihak sudah tidak mungkin untuk
didamaikan lagi, dengan demikian Pengadilan berpendapat bahwa apabila tetap
dipertahankan justru hanya akan menambah beban penderitaan lahir maupun batin
bagi Penggugat dan tidak membawa manfaat.
Gugatan Penggugat untuk bercerai dengan Tergugat menurut hukum dapat
dibenarkan sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun
1974 Jo Pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf
(f) Kompilasi hukum Islam.

G. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
pertimbangan hukum hakim dalam memutus perceraian dalam permohonan cerai
gugat di Pengadilan Agama Cilacap dalam putusan perkara perdata nomor
359/Pdt.G/2013/PA.Clp. adalah karena terbukti keduanya sama-sama sudah
melalaikan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai suami istri.. Gugatan
Penggugat untuk bercerai dengan Tergugat menurut hukum dapat dibenarkan
sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo Pasal
14

19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Djubaedah, N, Sulaikin L, Farida P, 2005. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia


Jakarta Hecca Mitra Utama.

Kartasapoetra, Rien, G, 1988. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, Penerbit Bina Aksara,
Jakarta,

Rafiq, Ahmad, 2000, Hukum Islam di Indonesia, Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Ramulyo, Mohd. Idris, 2002. Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta.

Rasyid, Lili 1982. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia,
Alumni, Bandung,

Saleh, K. Kwantjik, 1980, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Satrio, J, 1993. Hukum Harta Perkawinan. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Sunggono, Bambang 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1985, Metode Penetitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soemiyati, 1982, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan,


Liberty, Yogyakarta.

Sutanto, Retnowulan, 1989. Wanita dan Hukum, Himpunan Karangan Hukum yang
Penting Bagi Kaum Wanita, Penerbit Alumni, Bandung,

Syaukani, Imam, 2006. Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia dan Bagi
Pembangunan Hukum Nasional,: Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Kompilasi Hukum Islam Bab II tentang Dasar-Dasar Perkawinan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan dari


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
MELALAIKAN KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB SUAMI ISTRI
SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
(Studi Putusan Nomor 359/Pdt.G/2013/PA.Clp

ABSTRAKSI SKRIPSI

Oleh :
Prahoro Febri Aryanto
NPM. 1111017922

UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2015

Anda mungkin juga menyukai