Anda di halaman 1dari 10

Desain Riset :

“Faktor Penyebab Tingginya Permohonan Isbat Nikah Di Pengadilan

Agama Kota Samarinda Pada Tahun 2021”

Oleh :

Nadia (1908016107)

Di bawah Bimbingan :

Rahmawati Al Hidayah, S.H.,L.L.M, Dyah Octorina Susanti, S.H.,M.Hum, Dr.

Abdul Kadir S, S.H.,S.Ag., dan Dr. Mahendra Putra Kurnia,S.H.,M.H.

A. Latar Belakang

Dalam Pasal 1 Undang-undang Perkawinan menjelaskan perkawinan

merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan

dalam Pasal 2 ayat (1), sebuah perkawinan bisa dikatakan sah apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan juga menurut

kepercayaannya. Hal ini berarti jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat

dan rukun nikah yang telah dilaksanakan sesuai ketentuan agama islam

maka perkawinan tersebut sah dimata agama dan kepercayaan masyarakat

sekitar. Tetapi sahnya suatu perkawinan dimata agama dan kepercayaan

masyarakat perlu adanya pengesahan oleh negara, dalam hal ini diatur di

PasaL 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang didalamnya memuat aturan mengenai pencatatan

perkawinan. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjamin kepastian


hukum dan ketertiban di lingkungan masyarakat. Pencatatan perkawinan

dilakukan upaya untuk mengatur melindungi martabat dan kesucian suatu

perkawinan dan terlebih khusus lagi bagi perempuan dalam kehidupan

berumah tangga. Melalui pencatatan perkawinan dapat dibuktikan dengan

adanya akta nikah, yang masing-masing suami dan istri jika salah satunya

tidak bertanggung jawab atas kewajiban serta hak masing-masing suami istri

maka dapat dilakukan dengan upaya hukum guna mempertahankan serta

memperoleh hak masing-masing.

Tetapi dalam kenyataannya banyak masyarakat memunculkan suatu

persoalan ketika perkawinan tersebut dilaksanakan oleh kedua belah pihak

tetapi perkawinan tersebut tidak dicatatkan akibatnya tidak mendapatkan

akta nikah dari perkawinan tersebut. Dalam pasal 5 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam menegaskan bahwa agar terjaminnya ketertiban suatu

perkawinan perlu adanya pencatatan perkawinan. Di dalam pasal 6 Kompilasi

Hukum Islam juga ditegaskan mengenai ketentuan dari yang diatur di pasal

5, yaitu setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah

pegawai pengawasan pencatat nikah dan perkawinan yang dilakukan diluar

pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Isbat nikah adalah suatu permohonan untuk pengesahan penetapan

pernikahan yang tidak terdaftar di pengadilan agama setempat. Jika suatu

perkawinan suami istri dilangsungkan tanpa adanya akta nikah karena suatu

sebab, maka kompilasi hukum islam membuka kesempatan bagi pasangan

suami istri untuk mengajukan permohonan isbat nikah kemuka pengadilan

agama sehingga perkawinan tersebut dapat berkekuatan hukum.


Dengan faktanya banyak masyarakat baru menyadari dari pentingnya

pencatatan perkawinan ketika dihadapkan dengan problematika hukum

misalnya, jika terjadi kematian maka akan sulit bagi istri untuk mendapatkan

hak waris dari kekayaan yang suami miliki dan juga akan sulit atas

pembagian harta bersamanya, dan masih banyak lagi. Dengan demikian

isbat nikah sangatlah penting bagi setiap warga negara yang tidak terdaftar

dalam pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Di

pengadilan agama kota Samarinda terdapat data bahwa terjadi kenaikan

permohonan isbat nikah yang semula nya pada tahun 2020 terdapat 20

permohonan untuk mengajukan pengesahan nikah akan tetapi di tahun 2021

terjadi kenaikan sebanyak 25 permohonan terkait pengesahan nikah atau

isbat nikah. Maka dari itu perlu adanya penelitian terkait apa yang menjadi

faktor dari penyebab naiknya kasus dari pengesahan nikah di Pengadilan

Agama Kota Samarinda.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka penulis dapat memberikan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apa saja faktor dan penyebab terjadinya kenaikan kasus permohonan

pengesahan nikah di Pengadilan Agama Kota Samarinda ?

2. Bagaimana peran Pengadilan Agama Kota Samarinda dalam mengatasi

tingginya permohonan pengesahan nikah ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui faktor dan penyebab dari terjadinya kenaikan kasus

permohonan pengesahan nikah di Pengadilan Agama Kota Samarinda.

2. Untuk mengetahui peran Pengadilan Agama Kota Samarinda dalam

mengatasi tingginya permohonan pengesahan nikah di Kota Samarinda.

D. Landasan Teori

1. Pengertian Isbat Nikah

Isbat nikah berasal dari bahasa arab yang artinya penetapan,

penyugguhan, penentuan. Sedangkan mengisbatkan artinya

menyugguhkan, menentukan, (kebenaran sesuatu). Menurut fiqih nikah

artinya bersenggama atau bercampur. Beberapa ulama fiqih memberikan

pendapat yang berbeda-beda sehingga secara keseluruhan dapat

diberikan kesimpulan dari semua pendapat para ulama fiqih, nikah

berarti akad nikah yang ditetapkan oleh syara’ bahwa seorang suami

dapat memanfaatkan dan bersenang-senang dengan kehormatan

seorang istri serta seluruh tubuhnya. Sedangkan menurut hukum positif

nya yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Jadi, pada dasarnya isbat nikah adalah penetapan perkawinan antara

suami dan istri yang sudah dilangsungkan sesuai dengan ketentuan

agama islam yaitu sudah terpenuhinya syarat dan rukun nikah dalam

agama islam. Tetapi pernikahan yang dilakukan tersebut tidak catatkan

ke pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah pejabat KUA (Kantor

Urusan Agama) yaitu Pegawai Pencatat Nikah (PPN).


2. Syarat-syarat Isbat Nikah

Terkait syarat isbat nikah ini tidak dijelaskan dalam kitab fiqih klasik

maupun kontemporer. Akan tetapi syarat isbat nikah ini dapatdiartikan

dengan syarat pernikahan. Hal ini karena isbat nikah pada dasarnya

adalah penetapan suatu perkawinan yang telah dilakukan sesuai dengan

ketentuan yang terdapat di dalam syariat islam. Bahwa perkawinan ini

telah dilakukan dengan sah yaitu telah sesuai dengan syarat dan rukun

nikah akan tetapi pernikahan ini belum dicatatkan ke pejabat yang

berwenang yaitu Pegawai Pencatatan Nikah. Maka untuk mendapatkan

penetapan harus mengajukan perkara permohonan isbat nikah ke

Pengadilan Agama.

3. Dasar Hukum Isbat Nikah

Pada dasarnya kewenangan perkara isbat nikah bagi pengadilan

agama dalam sejarahnya adalah diperuntukkan bagi mereka yang

melakukan perkawinan di bawah tangan sebelum diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 di pasal 49 ayat (2), Jo. Pasal 64

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Namun kewenangan ini

berkembang dan diperluas dengan dipakainya Kompilasi Hukum Islam

pada pasal 7 ayat (2) dan (3).

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, penelitian yang telah

ada sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis

adalah :
a. M. Dewo Ramadhan, 2019, Analisis Dampak Penolakan Itsbat Nikah

Terhadap Status Perkawinan Dan Anak, Program Studi Al Ahwal Al

Syakhsiyah, Fakultas Syariah, Universitar Negeri Raden Intan

Lampung.

b. Trisnawati, 2015, Nikah Siri Dan Faktor Penyebabnya Di Kelurahan

Lajangiru Kecamatan Ujung Pandang, Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, Uin Alauddin Makassar.

Berdasarkan penulisan penelitian terdahulu terdapat kesamaan didalam

penulisan mengenai objek penelitian yaitu mengenai itsbat nikah dan nikah

sirih namun penelitian ini terdapat perbedaan mengenai pembahasan yang

menjadi faktor penyebab tingginya permohonan istbat nikah yang dilakukan

di Pengadilan Agama Kota Samarinda kurun dari waktu 2020 sampai 2021.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan empiris

adalah suatu metode penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris

yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang didapat

dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui

pengamatan langsung. Penelitian empiris juga digunakan untuk

mengamati hasil dari perilaku manusia yang berupa peninggalan fisik

maupun arsip.

2. Sumber Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum empiris ini

terdapat 3 (tiga) teknik yang digunakan, baik terdapat sendiri-sendiri


atau terpisah maupun digunakan secara bersama-sama sekaligus. Ketiga

teknik tersebut adalah wawancara, angket atau kuisioner dan observasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 2 jenis data, yaitu

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung

dari lapangan berdasarkan dari responden dan narasumber.

Pengumpulan data dilapangan oleh peneliti dengan cara wawancara.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data dalam studi pustaka ini dilakukan penelitian

dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data yang

berhubungan dengan objek penelitian. Data-data tersebut diperoleh

dari buku-buku kepustakaan, peraturan perundang-undangan,

browsing internet, dan dokumen-dokumen lainnya. Dalam hal ini

peneliti mencari buku-buku yang dibutuhkan.

Data sekunder dikelompokkan menjadi tiga jenis bahan hukum,

yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat

atau bahan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang

diteliti, yaitu :

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang

Perkawinan.
c) Kompilasi Hukum Islam.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan terkait

bahan hukum primer, yaitu :

a) Buku-buku yang berkaitan dengan judul dan permasalahan

yang akan dikaji dalam penulisan penelitian ini.

b) Hasil penelitian dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan

penulisan penelitian ini.

c) Makalah-makalah terkait dengan penulisan penelitian ini.

d) Jurnal hukum dan literatur yang terkait dengan penulisan

penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memeberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, yaitu :

a) Kamus Hukum.

b) Kamus Bahasa Indonesia.

3. Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan analisis data

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian, baik

wawancara dengan isntansi terkait maupun masyarakat Kota Samarinda

yang pernah melakukan isbat nikah di Pengadilan Agama Kota

Samarinda kemudian dianalisis secara deksriptif kualitatif, yaitu suatu


metode analisis data dengan cara menelompokkan dan menyeleksi data

yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya.

Kemudian data tersebut dihubungkan dengan teori-teori dan peraturan

perundang-undangan yang diperoleh dari studi dokumen, sehingga

diperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.

4. Alokasi Waktu

Pelaksanaan penelitian selama 6 bulan yang dimulai dari penyusunan

desain riset hingga penyusunan laporan dan publikasi.

G. Daftar Referensi

Buku

Mukti fajar dan Yulianto Achmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Empiris

& Normatif. Pustaka Belajar.

Skripsi

M. Dewo Ramadhan, 2019. Analisis Dampak Penolakan Itsbat Nikah

Terhadap Status Perkawinan Dan Anak. Skripsi Mahasiswa pada

Fakultas Syariah Lampung : tidak diterbitkan.

Trisnawati, 2015. Nikah Siri Dan Faktor Penyebabnya Di Kelurahan Lajangiru

Kecamatan Ujung Pandang. Skripsi Mahasiswi pada Fakultas Syariah

dan Hukum Makassar : tidak diterbitkan.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai