¹nilnasabila2801@gmail.com, ²salsabilasyafiyyah88@gmail.com,
³nadiaelfarid05@gmail.com
Abstrak
Pendahuluan
1
harta dalam perkawinan yang mengikat bagi mereka dan pihak ketiga. Artinya
pembuatan perjanjian perkawinan di Indonesia secara sah hanya boleh dibuat
sebelum perkawinan di langsungkan. Jika ada perjanjian perkawinan dilakukan
setelah adanya perkawinan dimungkinkan terjadi tetapi itu semua harus didasari
atas putusan hakim di pengadilan.1
1
Umar Haris Sanjaya and Aunur Rahin Faqih, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Asy-
Syir’ah. Vol. 46, 2017, 88.
2
Abdurrahman Kasdi, “Maqasid Syariah Perspektif Pemikiran Imam Syathibi Dalam Kitab
Muwafaqat”, YUDISIA Vol. 5 No. 1 (Juni 2014), hlm. 56
3
Ismail Tanimi dan Titin Samsudin, Perspektif Hakim Agama Gorontalo Tentang Perjanjian Pra
Nikah,‖ Jurnal Hukum Islam Vol. 1 (2021): 34.
2
teruskan. Bahkan dimasa sekarang ini dengan semakin lunturnya nilai-nilai
agama, norma dan etika yang ada di masyarakat, tidak jarang suatu perkawinan itu
di latarbelakangi oleh suatu kepentingan tertentu, yakni demi status, kepentingan
bisnis, mendapat perlindungan dan lain sebainya. Sejak dahulu lembaga
perkawinan masyarakat kita sudah mengenal adanya percampuran harta
pernikahan. Dengan mengandalkan asas saling percaya satu sama lain antara
kedua mempelai, dengan berkembangnya zaman yang semakin pesat dan modern
telah mempengaruhi cara berfikir manusia menjadi kritis. Budaya asing yang
dikenal bersifat individualistis dan individualistis masuk ke indonesia.
Metode Penelitian
3
sumber-sumber yang relevan dengan objek spesifiknya.4 Dengan demikian,
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks bukan peristiwa
yang terjadi di lapangan. Sedangkan sifat penelitian ini adalah kualitatif dimana
peneliti tidak menggunakan mekanisme statistik saat mengolah data. Adapun
pendekatan yang digunakan dalam artikel ini menggunakan pendekatan metode
tafsir maudhu’i.
Kontrak pra nikah adalah perjanjian yang dibuat oleh kedua calon
pasangan suami-istri sebelum pernikahan dilangsungkan, dan masing-masing
calon mempelai berjanji akan menaati apa yang tercantum di dalam perjanjian
tersebut dan disahkan oleh pegawai pencatat pernikahan.5 Pakar hukum juga
sudah menguraikan istilah perjanjian. Berikut beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ahli hukum, yaitu:
1. Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan Kabul dengan cara yang
dibenarkan syariat yang menetapkan akan adanya akibat-akibat hukum
pada objeknya.6
2. Akad atau perikatan adalah suatu ikatan antara kedua belah pihak atau
lebih tentang suatu urusan tertentu yang dimulai dengan kehendak salah
satu pihak, kemudian disetujui oleh pihak lain sehingga merupakan
kesepakatan semua pihak yang bersangkutan dan mereka terikat
karenanya.7
3. Akad adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau beberapa
orang lainnya untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Kalau perbuatan
4
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), 134
5
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munahakat. (Jakarta: Prenada Media Group, 2012). 119.
6
Ahmad Ahar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). (Yogyakarta: UII
Press, 2010), 78
7
Dadan Muttqien, Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan perjanjian, (Yogyakarta: Insania Cita
Press, 2006). 44.
4
tersebut mempunyai akibat hukum, maka perbuatan tersebut diistilahkan
dengan perbuatan hukum.8
Kontrak pra nikah berlaku sejak ijab kobul dilangsungkan dan isi dari perjanjian
tersebut biasanya mengatur tentang bagaimana harta kekayaan suami istri akan
dibagi jika terjadinya perceraian, dan kematian dari salah satu pasangan.
Perjanjian juga memuat bagaimana semua urusan keuangan keluarga yang akan
diatur atau ditangani selama pernikahan berlangsung. Secara umum kontrak pra
nikah berisi tentang mengatur harta kekayaan calon suami istri, atau dengan kata
lain perjanjian tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengatur akibat-akibat
pernikahan yang menyangkut tentang harta kekayaan.10 Dengan demikian, sebuah
perjanjian harus dilandasi dengan ketaatan terhadap hukum yang berlaku,
kerelaan, dan kejelasan poin-poin yang sudah disepakati.
Jika ditinjau dalam hukum Islam, perjanjian bisa disebut dengan akad atau
dalam bahasa Inggris yaitu prenuptial agreement. Akad berasal dari al-aqd yang
berarti mengikat, menyambung, atau menghubungkan.11 Perjanjian ( َيت َ َعاقَد- َ )ت َ َعاقَ َد
juga bisa disebut dengan kontrak yang berarti mengikat suatu perjanjian yang
tercatat.12 Kontrak pra nikah perlu diberlakukan apabila dikhawatirkan suatu saat
nanti pernikahan akan mengalami perceraian, maka hukum Islam
8
Ibid, 45.
9
Ibid, 46.
10
Ahmad Rofiq, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta, Raja Grifindo Persada, 2006).
160.
11
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalah.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 68.
12
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-indonesia. (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997). 68.
5
mengantisipasinya dengan memperbolehkan membuat kontrak pra nikah sebelum
pernikahan dilangsungkan.
Sebenarnya kontrak pra nikah itu sama dengan ta’lik talak. Yang membuat
keduanya berbeda adalah kontrak pra nikah bisa dirubah sesuai dengan keinginan
kedua belah pihak, sedangkan ta’lik talak tidak bisa dicabut kembali. Adanya
komitmen tersebut yang tertera di dalam perjanjian membuat semuanya terang
dan tenang, sehingga pasangan suami Istri bisa melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa adanya kekhawatiran penyelewengan.
13
Abdul Manan, Masalah Ta’lik Talak Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia. (Jakarta: Al-
Hikmah, 1995), 103.
14
Ahmad Fauzan, Urgensi Perjanjian Perkawinan Dalam Membentuk Keluarga Harmonis (Studi
Pada Kua Sumbersari Kabupaten Jember), Skripsi Universitas Islam Negeri Kyai Haji Achmad
Siddiq Jember Fakultas Syariah, 2023, 57-60.
6
1. Sebagai dorongan agar saling terbuka dalam pemikiran antar pasangan.
2. Mengantisipasi terjadinya peristiwa buruk akibat perceraian.
3. Tidak hanya ijab qabul saja, melainkan sebagai komitmen secara jelas
dengan kesepakatan diatas kertas.
4. Dengan adanya perjanjian diatas kertas akan menjadi pengingat bagi kedua
pasangan agar lebih memiliki rasa tanggung jawab dan sama-sama
berjuang dalam membangun keluarga yang harmonis.
5. Sebagai bentuk pembelajaran setelah banyaknya kejadian perceraian diluar
sana.
6. Sebagai penyemangat bahwa keluarga adalah segalanya.
Ayat tersebut biasa dikutip dan dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan
tujuan pernikahan, dari ayat di atas jelas bahwa Alquran menginginkan kehidupan
yang sakinah dalam pernikahan, timbulnya kedamaian antara suami-istri yang
saling mengasihi dan menyayangi, poin yang dapat diambil dari ayat tersebut
adalah bahwa rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah.
7
perjanjian kesepakatan menjalin persekutuan, perserikatan, dan hal-hal lainnya
yang menyangkut akad syariat tentang segala hal yang halal dan haram. Serta
akad yang dilakukan manusia dengan yang lain dalam transaksi jual beli, akad
pernikahan, dan lain sebagainya. Bahkan hal ini dikuatkan dalam hadis Rasulullah
yang diriwayatkan ‘Uqbah bahwa syarat yang lebih berhak dipenuhi adalah syarat
yang berkaitan untuk menghalalkan kehormatan wanita.
ْ ش ُر ْو ِطَأ َ ْنت ُ َوفُّ ْوَبِ ِهَ َماا ْستَحْ لَلت ُ ُمَبِ ِه
ََالفُ ُر ْو َج ِ أ َ َح ُقَ َماا َ ْوفَ ْيت ُ ْم
ُّ َمنَ َال
“Syarat yang lebih berhak untuk kamu penuhi adalah syarat yang dapat kamu
jadikan untuk menghalalkan kemaluan/ kehormatan (syarat nikah).” (HR. Bukhari
Muslim).
َهيَماَيشترطهَاحدَالزوجينَعلىَألخرمماَلهَفيهَغرض:َالشروطَفيَالزوج
“Syarat dalam pernikahan adalah sesuatu yang disyaratkan oleh salah satu pihak
yang melakukan akad atas pihak yang lain dengan tujuan tertentu.”
Syarat dalam pernikahan adalah sesuatu yang disyaratkan oleh salah satu
pihak yang melakukan akad atas pihak lain dengan tujuan tertentu, syarat yang
dimaksudkan adalah syarat yang berkaitan dengan ijab qabul maksudnya ijab akan
terjadi bersamaan dengan sebuah syarat. Sebelum dilangsungkannya pernikahan
terkadang terdapat beberapa pihak yang mengajukan persyaratan atau perjanjian
pernikahan, hal ini diadakan dengan tujuan untuk kebaikan keduanya dalam
menjalani kehidupan rumah tangga, perjanjian perkawinan hukumnya boleh, tidak
diwajibkan ataupun diharamkan seseorang boleh memilih apakah ia mau
mengadakan perjanjian atau tidak.
15
Wahbah az-Zuhaili, al-fiqh al-Islami wa Adillatuhu juz 7, (Damaskus: Dar al-Fikri, 1985), 53.
8
itu semua maka jika perjanjian pranikah diperlukan melihat dengan kondisi dan
keadaan pasangan maka boleh saja selama tidak melanggar syariat. Seperti contoh
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perjanjian perkawinan bukan
menyangkut masalah harta saja akan tetapi terdapat beberapa hal lain seperti
pernikahan monogami, hak dan kewajiban anggota keluarga, dan bukan hanya
tentang masalah kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam membuat perjanjian pranikah harus sesuai dengan syariat yang ada,
jika perjanjian tersebut menyalahi aturan syari’at dengan menghalalkan suatu
yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal maka perjanjian tersebut tidak
boleh dipenuhi misalnya seperti syarat seorang istri agar suami tidak
menggaulinya, atau menceraikan istri-istrinya yang lain, ataupun syarat untuk
membatalkan pernikahan dalam batas waktu tertentu dan lain sebagainya. Jika
pasangan memberikan syarat seperti yang telah disebutkan sebelumnya maka
pasangan yang lain tidak boleh memenuhi dan mematuhi syarat tersebut karena
hal ini menyangkut hal yang diharamkan oleh syari’at.
16
Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Dhawabith al-Maslahah fi al-Syari’ah alIslamiah, (Beirut:
Dar al-Fikr, 2018), 37.
9
untuk tidak memberi mahar atau tidak menafkahi, kemudian yang terakhir adalah
syarat yang membatalkan pernikahan seperti syarat menikah dengan batas waktu
tertentu.17
17
Wahbah Zuhaili, Fiqih al-Islam wa Adillatuhu jilid 9, (Jakarta: Gemam Insani, 2011), 65.
10
Kemudian pada rujukan yang lain Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa
syarat yang disebutkan dalam akad nikah lebih besar pengaruhnya dari pada syarat
dalam akad jual beli, sewa menyewa atau akad yang lain, karenanya kewajiban
menepati persyaratan tersebut lebih ditekankan dan ditegaskan, yakni syarat-
syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah syarat dalam pernikahan karena
urusannya lebih hati-hati dan persoalannya lebih rumit, jadi persyaratan atau
perjanjian pranikah memiliki kekuatan yang sama dengan perjanjian yang lain
seperti syarat pada akad jual beli, sewa-menyewa, dan akad yang lain.
Daftar Pustaka
Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Basyir, Ahmad Ahar, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). Yogyakarta:
UII Press, 2010.
Al-Buthi, Muhammad Sa’id Ramadhan, Dhawabith al-Maslahah fi al-Syari’ah alIslamiah,
Beirut: Dar al-Fikr, 2018.
Fauzan, Ahmad, Urgensi Perjanjian Perkawinan Dalam Membentuk Keluarga Harmonis
(Studi Pada Kua Sumbersari Kabupaten Jember), Skripsi Universitas Islam
Negeri Kyai Haji Achmad Siddiq Jember Fakultas Syariah, 2023.
Ghozali, Abdul Rahman, Fiqh Munahakat. Jakarta: Prenada Media Group, 2012.
Kasdi, Abdurrahman, “Maqasid Syariah Perspektif Pemikiran Imam Syathibi Dalam
Kitab Muwafaqat”, YUDISIA Vol. 5 No. 1, Juni 2014).
Manan, Abdul, Masalah Ta’lik Talak Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta:
Al-Hikmah, 1995.
Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Arab-indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997.
Muttqien, Dadan, Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan perjanjian, Yogyakarta: Insania
Cita Press, 2006.
11
Rofiq, Ahmad, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grifindo Persada,
2006.
Tanimi, Ismail dan Titin Samsudin, Perspektif Hakim Agama Gorontalo Tentang
Perjanjian Pra Nikah, Jurnal Hukum Islam Vol. 1 (2021).
Sanjaya, Umar Haris and Aunur Rahin Faqih, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,
Asy-Syir’ah. Vol. 46, 2017.
Az-Zuhaili, Wahbah, al-fiqh al-Islami wa Adillatuhu juz 7, Damaskus: Dar al-Fikri, 1985.
12