Anda di halaman 1dari 26

Proposal Skripsi

CERAI GUGAT AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA
STUDI PUTUSAN HAKIM NOMOR: 214/PDT.G/2016/PA.GS
DI PENGADILAN AGAMA GRESIK

Proposal ini Diajukan kepada Program studi Hukum Keluarga (Ahwal Al-
Syakhsiyyah) Fakutas Agama Islam
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Program Skripsi

Disusun Oleh :
Imam Rofiqin
NIM: 1215001
NIMKO: 2015.4.033.0603.1.000226

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2017
10

PERSETUJUAN

Proposal yang berjudul : “Cerai Gugat Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Studi Putusan Hakim Nomor: 214/pdt.g/2016/pa.gs
Pengadilan Agama Gresik”
Ditulisoleh : Imam Rofiqin
NIM/NIRM : 1215001
Program Studi : Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyyah)
Fakultas : Agama Islam
Perguruan Tinggi : Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang
Setelah diteliti dan diadakan perbaikan seperlunya, kami dapat
menyetujuinya untuk dipertahankan di depan siding tim penguji proposal Fakultas
Agama Islam Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang.
Jombang,

Pembimbing I Pembimbing II

Moh. Makmun M.H.I HM. Samsukadi, Lc. M.Th.I


NIY. NIY.

Mengetahui
Ketua Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyyah)
Fakultas Agama Islam
Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang

Agus Mahfuddin, M.HI


NIPY.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia yang

menjalaninya, tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk keluarga

yang harmonis sehingga membentuk suasana bahagia menuju terwujudnya

ketenangan, kenyamanan bagi suami istri serta anggota keluarga. Islam

dengan segala kesempurnanya memandang perkawinan adalah suatu peristiwa

penting dalam kehidupan manusia, karena Islam memandang perkawinan

merupakan kebutuhan dasar manusia, juga merupakan ikatan tali suci atau

merupakan perjanjian suci antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu,

perkawinan merupakan sarana yang terbaik untuk mewujudkan rasa kasih

sayang sesama manusia dari padanya dapat diharapkan untuk melestarikan

proses historis keberadaan manusia dalam kehidupan di dunia ini yang pada

akhirnya melahirkan keluarga sebagai unit kecil sebagai dari kehidupan dalam

masyarakat.1

Di era kemajuan sekarang ini, semakin banyak persoalan-persoalan

baru yang melanda rumah tangga, seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Akibatnya tuntutan terhadap setiap pribadi dalam rumah tangga

untuk memenuhi kebutuhan semakin jelas dirasakan. Kebutuhan hidup yang

tidak terpenuhi akan berakibat menjadi satu pokok permasalahan dalam

keluarga, semakin lama permasalahan meruncing sehingga dapat menjadikan

1
Djamal Latief, Aneka Hukum Peceraian di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 12.

1
2

kearah perceraian bila tidak ada penyelesaian yang berarti bagi pasangan

suami isteri.

Perceraian pada hakikatnya adalah suatu proses dimana hubungan

suami isteri tatkala tidak ditemui lagi keharmonisan dalam perkawinan.

Mengenai definisi perceraian Undang-Undang perkawinan tidak mengatur

secara tegas, melainkan hanya menetukan bahwa perceraian hanyalah satu

sebab dari putusnya perkawinan, disamping sebab lain yakni kematian dan

putusan pengadilan.

Soebakti SH mendefinisikan perceraian adalah “Perceraian ialah

penghapusan perkawinan karena keputusan hakim atau tuntutan salah satu

pihak dalam perkawinan.”2 Dengan berlakunya UU Nomor 1 tahun 1974 dan

Kompilasi Hukum Islam, dimana peraturan itu juga dijadikan sebagai hukum

positif di Indonesia, maka terhadap perceraian diberikan pembatasan yang

ketat dan tegas baik mengenai syarat-syarat untuk bercerai maupun tata cara

mengajukan perceraian, Hal ini di jelaskan dengan ketentuan pasal 39 UU No

1 Tahun 1974 yaitu:

1. “Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan


setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak .”
2. “Untuk melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa antara
suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami
isteri.”3
3. “Tata cara di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan
sendiri.”

2
Soebekti SH. Prof, Pokok-Pokok Hukum Perdata,. Cet XX1: PT Inter Massa, 1987, 247.
3
Ibid, 247.
3

Meski diperbolehkan untuk bercerai, tetapi hal itu suatu perbuatan yang

paling dibenci oleh Islam karena akan menghilangkan kemaslahatan antara

suami isteri.4

Saat masalah yang sudah ada tidak dapat diselesaikan dengan upaya

perdamaian maka Islam memberikan solusi dengan dibolehkannya perceraian.

Cerai atau putusnya perkawinan dapat terjadi atas kehendak suami ataupun

kehendak isteri. Hal ini karena karakteristik hukum Islam dalam perceraian

memang menghendaki demikian, sehingga proses perceraiannya pun berbeda.5

Perceraian atas kehendak suami disebut cerai thalaq, dan perceraian atas

kehendak isteri disebut cerai gugat.

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas

pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang ada pada akhirnya dapat terjadi

kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau

ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga

tersebut.6

Kekerasan adalah tindakan dan serangan terhadap seseorang yang

kemungkinan dapat melukai fisik, psikis, dan mental, serta menyebabkan

penderitaan dan kesengsaraan.7

Kekerasan dalam rumah tangga biasanya disebabkan oleh faktor tidak

siapnya pasangan dalam menempuh kehidupan berumah tangga yang

4
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973), cet. Ke-2, h. 9.
5
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), 206.
6
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Visimedia,
2007), 68-69.
7
Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama RI, Pembaharuan Dalam Islam, h. 35.
4

kemudian disalurkan ke dalam kehidupan rumah tangga, dan seringkali yang

menjadi korban adalah dari pihak isteri dan anak-anaknya.8 Kekerasan dalam

rumah tangga menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 23 tahun 2004,

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa

kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan

secara fisik, seksual psikologis atau penelantaran rumah tangga, termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Adapun

bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga seperti yang disebut di atas dapat

dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk:

1. Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

2. Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,

dan lain-lain.

3. Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak

wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial,

atau tujuan tertentu.

4. Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya,

yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. 9

Berdasarkan hal-hal tersebut maka penulis mencoba untuk meninjau

lebih jauh melalui penulisan skripsi dengan Judul “Cerai Gugat Kekerasan
8
Noelle Nelson, Bagaimana Mengenali dan Merspon Sejak Dini Gejala Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Jakarta: Gramedia, 2009), 6.
9
Ibi. 6.
5

Dalam Rumah Tangga Studi Putusan Hakim Nomor: 214/pdt.g/2016/pa.gs

Pengadilan Agama Gresik”

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian diperlukan adanya penekanan batasan

lokasi, waktu atau sektor dan variabel-variabel yang dibahas. Hal ini sangat

diperlukan agar peneliti tidak keluar dari wilayah yang ditelitinya.

Ada beberapa komponen yang terkandung didalam ruang lingkup ini

adalah:

1. Putusan Hakim Nomor: 214/pdt.g/2016/pa.gs adalah Putusan yang

dinyatakan hakim dan di sahkan secara administrasi maupun Undang-

Undang dalam kasus Perceraian.

2. Lokasi penelitian Di Pengadilan Agama Gresik

3. Penelitian ini dilaksanakan pada waktu semester genap (Maret - Juni

2018)

4. Cerai Gugat adalah gugatan pihak istri yang telah melangsungkan

perkawinan menurut ajaran agama Islam.

5. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan yang berakibat penderitaan.

6. Pengadilan Agama adalah pengadilan tingkat pertama yang melaksanakan

kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan

di kabupaten atau kota.


6

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas maka terdapat

beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan

perkara No. 214/Pdt.G/2016/PA.Gs ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi dasar keputusan Hakim dalam

mengabulkan Gugatan Cerai tersebut ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan salah satu

pihak melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

2. Untuk mendiskripsikan pertimbangan hakim dalam menyelesaikan perkara

cerai gugat akibat kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Agama

kota Gresik.

E. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis ini adalah :

a. Menambah konstribusi pengetahuan tentang cerai gugat akibat

kekerasan dalam rumah tangga. Dan juga Pertimbangan Hakim dalam

memutuskan suatu perkara cerai gugat.

b. Menambah dan memperkaya teori kepustakaan hukum khususnya

hukum Islam dan Hukum Acara Peradilan Agama.

2. Manfaat Praktis ini adalah:

Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pemecahan masalah

yang di hadapi oleh Pengadilan Agama dalam penyelesaian kasus cerai


7

gugat karena kekerasan dalam rumah tangga khususnya di wilayah hukum

Gresik.

F. Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang penulisan Proposal skripsi ini, penulis melakukan

tinjauan pustaka terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan judul

skripsi ini. Terdapat penelitian yang relevan diantaranya:

1. Kesetaraan gender dan gugatan cerai di Pengadilan Agama Cilacap (Studi

kasus perceraian di Pengadilan Agama Cilacap). Penulis Kasyono dari

fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,

pada skripsi ini penulis memaparkan Eksitensi Hakim Pengadilan Agama

dalam memutuskan proses perkara cerai gugat.

2. Penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga di luar pengadilan.

Penulis Marisa Kurnianingsih dari fakultas hukum Universitas

Muhammadiyah Surakarta Jawa Tengah 2010, pada skripsi ini penulis

memaparkan tentang kekerasan dalam rumah tangga yang diselesaikan di

luar pengadilan yang lebih mementingkan untuk mengupayakan

perdamaian terlebih dahulu adanya putusan hakim yang menjadi mediator

dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa skripsi yang penulis

ajukan tidak sama sekali sama dengan skripsi tersebut. Pada skripsi ini penulis

meneliti tentang bagaimana putusan hakim pengadilan agama Gresik dalam

memutuskan perkara cerai gugat tanpa harus menghilangkan hak-hak yang


8

didapatnya dan tanpa harus mendikriminasikan kaum perempuan ketika terjadi

perceraian yang diselesaikan di pengadilan agama Gresik.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan

penulisan penelitian, maka secara garis besar dapat di gunakan sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, Pada bab ini terdiri dari tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode pembahasan serta

sistematika penyusunan.

BAB II: Landasan Teori, Merupakan bab yang membahas tentang Cerai Gugat

dan faktor penyebabnya, dan juga membahas tentang Kekerasan Dalam

Rumah Tangga beserta faktor penyebabnya.

BAB III: Metode Penelitian

Pada bab ini mencakup Jenis penelitian, Lokasi dan sumber data penelitian,

Teknik Pengumpulan data, Populasi dan Sampel penelitian, Validasi Data dan

Teknik Analisa Data.

BAB IV: Bab ini menguraikan dan menganalisis putusan hakim Pengadilan

Agama Gresik dalam Putusan Perkara Perceraian Nomor:

214/Pdt.G/2016/PA.GS, terhadap kesetaraan dan keadilan gender perempuan

di pengadilan agama Gresik dalam kasus cerai gugat. Dan memaparkan yang

meliputi pandangan hakim pengadilan agama Gresik terhadap konsep

kesetaraan dan keadilan gender perempuan dalam putusan majelis hakim

pengadilan agama Gresik.


9

BAB V: Merupakan bab terakhir yang berisi tentang penutup. Bab ini terdiri

dari dua pembahasan yaitu kesimpulan dari hasil proses penelitian yang

dilakukan mulai dari awal penelitian judul sampai penentuan akhir yaitu

kesimpulan serta berisi tentang saran-saran konstruktif kepada pihak yang

berkaitan dengan penelitian.


BAB II
CERAI GUGAT DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Cerai Gugat Menurut Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974

1. Pengertian Cerai Gugat

Istilah gugatan berasal dari kata “gugat” yang mendapatkan akhiran

“an”, sehingga menjadi “Gugatan”. Gugatan sendiri mempunyai pengertian

untuk memulai dan menyelesaikan perkara perdata diantara anggota

masyarakat. Salah satu pihak yang bersengketa harus mengajukan permintaan

pemeriksaan kepada Pengadilan. Para pihak yang dilanggar haknya dalam

perkara perdata disebut penggugat yang mengajukan gugatan di Pengadilan

dan ditujukan pada pihak yang melanggar (tergugat) dengan mengemukakan

duduk perkara (posita) dan dan disertai apa yang menjadi tuntutan

penggugat.10

Isi gugatan dinamakan dengan istilah Dakwaan. Sedangkan menurut

bahasa gugatan adalah tuntutan, kritikan, senggahan, dan celaan.11 Menurut

istilah, Mukti Arto S.H dalam bukunya yang berjudul praktek perkara perdata,

gugatan adalah tuntutan hak yang didalamnya mengandung sengketa.12

Teungku Muhammad Hasbi Ash-siddieqy mengartikan lain tentang gugatan

sebagai pengaduan yang dapat diterima oleh Hakim, dimaksudkan untuk

10
Gatot Supramono, Hukum Pembuktian di Pengadilan Agama (Bandung: Alumni, 2009),14.
11
Ibid.,
12
Ibid.,

8
9

menuntut hak pada pihak lain.13 Adapun cerai gugat ialah pemutusan

perkawinan dengan putusan Pengadilan atau gugatan pihak istri yang telah

melangsungkan perkawinan menurut ajaran agama Islam.

Apabila istri khawatir kalau suaminya tidak menunaikan kewajibannya

yang telah ditetapkan oleh syariat Islam dalam perkawinan mereka, maka dia

akan melepaskan diri dari jalinan itu dengan mengembalikan sebagian atau

seluruh harta yang diterimanya kepada suaminya, tetapi apabila istri gagal

memberikan pembayaran ini maka masih ada jalan lain yang memutuskan

ikatan pernikahan itu melalui mubarat, yaitu tidak ada pembayaran yang harus

diberikan dan perceraian sendiri itu sah semata-mata dengan persetujuan

kedua belah pihak.

2. Alasan Penyebab Cerai Gugat

Alasan Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) menurut

pasal 116 UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan terdapat 8 poin sebagai

berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain

sebagainya yang sulit disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturutturut

tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya.

13
Teungku Muhammad Hasbi Ash- siddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam (Bandung: Alumni,
2009),14.
10

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman berat yang membahayakan pihak

yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan akibatnya tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan untuk rukun kembali dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklit-talak.

h. Peralihan agama yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam

rumah tangga.

3. Dasar Hukum Cerai Gugat

Menurut Jumhur ‘Ulama Gugat Cerai atau dalam bahasa arab yakni

khulu’ adalah boleh atau mubah. Istri boleh saja mengajukan Gugat Cerai atau

Khulu’ manakala ia merasa tidak nyaman apabila tetap hidup bersama

suaminya, baik karena sifat buruk suaminya ataupun si suami tidak

memberikan hak-haknya kembali.

Dasar dari ketidakbolehanya tersebut terdapat dalam Al-Qur’an Surat

Al-Baqarah ayat 229, yaitu :

   


   
 
   
11

   


    
 
 
Artinya: jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah
orang-orang yang zalim.14

B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Secara etimologi kekerasan berasal dari kata “keras” yang berarti padat

dan tidak mudah pecah sedangkan kata “kekerasan” itu sendiri adalah perihal

(yang bersifat dan berciri) keras, perbuatan seseorang atau sekelompok orang

yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan fisik

atau barang orang lain, serta paksaan.15

Kekerasan dalam Kamus Besar bahasa Indonesia berarti:16

a. Perihal yang bersifat, berciri keras

b. Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cidera

atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang

orang lain.

Menurut para ahli kriminologis, kekerasan yang mengakibatkan

terjadinya kekerasan fisik adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum.


14
Al-Qur’an: 02 (Al-Baqarah), 229.
15
Fathul Djannah, Dkk, Kekerasan Terhadap Isteri, (Yogyakarta: Lkis, 2003). 11.
16
Ibid.,
12

Oleh karena itu, kekerasan merupakan kejahatan. Berdasarkan pengertian

inilah sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah

tangga dijaring dengan Pasal-Pasal KUHP tentang kejahatan. Sedangkan

dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 Pasal 1 disebutkan yang

berbunyi :

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap


seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.17

Undang-undang diatas menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam

rumah tangga adalah segala jenis kekerasan (baik fisik maupun psikis) yang

dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain (yang

dapat dilakukan suami kepada isteri dan anknya, atau oleh ibu kepada

anaknya, atau bahkan sebaliknya). Meskipun demikian korban yang dominan

adalah kekerasan terhadap isteri dan anak oleh sang suami.18

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga karena faktor gender dan

patriaki, relasi kuasa yang timpang, dan role modelling (perilaku hasil

meniru).19 Gender dan patriaki akan minumbulkan relasi kuasa yang tidak

17
Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (Bandung: Lima Bintang, 2004), 3.
18
Ibid., 5.
19
Aina Runiati Aziz, Perempuan Korban Di Ranah Domestik (Jakarta: Prima Pusaka, 2011), 2.
13

setara karena laki-laki dianggap lebih utama daripada perempuan berakibat

pada kedudukan suami pun dianggap mempunyai kekusaan untuk mengatur

rumah tanggnya termasuk isteri dan anak-anaknya. Anggapan bahwa isteri

milik suami dan seoarang suami mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi

daripada anggota keluarga yang lain menjadikan laki-laki berpeluang

melakukan kekerasan.

Sementara itu Aina Rumiati Aziz menambahkan faktor cara pandang

atau pemahaman terhadap agama yang dianut. Berikut faktor-faktor penyebab

terjadinya kekerasan terhadap perempuan yang dikemukakan oleh Aina

Rumiati Aziz:20

a. Budaya patriaki yang mendudukan laki-laki sebagai makhluk superior dan

perempuan sebagai makhluk interior.

b. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap

laki-laki boleh menguasi perempuan.

c. Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul,

biasanya akan meniru perilaku ayahnya.

Dari beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap

perempuan seperti telah disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah

budaya patriaki. Budaya patriaki ini mempengaruhi budaya hukum

masyarakat. Selain itu kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi dewasa ini

berupa kekerasan seksual yang dikenal dengan pelecehan seksual, menurut

20
Ibid.,
14

kriminolog, pada umumnya terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah:

a. Pengaruh perkembangan budaya yang nakin tidak menghargai etika

berpakaian yang menutup aurat, yanv dapat merangsang pihak lain untuk

berbuat tidak senonoh dan jahat.

b. Gaya hidup diantara laki-laki dan perempuan yang semakin bebas, tidak

atau kurang bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjain

dengan yang dilarang dala hubungannya dengan kaidah akhlak hubungan

laki-laki dengan perempuan sehingga terjadi seduktif rape.

c. Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma

keagamaan yang semakin terkikis dimasyarakat atau pola relasi horizontal

yang cenderung semakin meniadakan seseorang berbuat jahat dan

merugikan orang lain.

d. Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai

perilaku diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma

keagamaan kurang mendapatkan respon dan pengawasan dari unsur-unsur

masyarakat.

e. Putusan hakim yang cenderung tidak adil, misalnya putusan yang cukup

ringan dijatuhkan pada pelaku. Hal ini dimungkinkan mendorong anggota

masyarakat lainnya untuk berbuat keji dan jahat. Artinya mereka yang

hendak berbuat jahat tidak merasa takut lagi dengan sanksi hukum yang

akan diterimanya.
15

f. Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu

seksualnya. Nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya

untuk dicari kompensasi pemuasnya.

g. Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam

terhadap sikap, ucapan dan perilaku korban yang dianggap menyakiti dan

merugikan sehingga menimbulkan anga rape.21

21
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Perempuan Korban Kekerasan
Seksual: Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan (Bandung: Rafika Aditima, 2014), 72.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Mengingat dalam karya ilmiah, metode merupakan strategis yang utama

dan mempunyai peran yang sangat penting, karena dalam penggunaan metode

adalah upaya untuk memahami dan menjawab persoalan yang akan diteliti.

Untuk itu penulis menggunakan metode Normatif dengan Pendekatan Kasus atau

Case Approach.

Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus

terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi

di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam

pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan

pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.22 (Ibid., 2011 : 94)

Secara praktis ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai

kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut merupakan

referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu

pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus

(case study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus

22
Marzuki,Peter mahmud. Penelitian Hukum,(Jakarta: Kencana. 2011), 94.

16
17

ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus

merupakan suatu studi dari berbagai aspek hukum.23

B. Sumber Data

Adapun sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data primer

Adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan yang

diperoleh melalui hasil wawancara. Para informan sumber data dalam

penelitian ini adalah 1 istri yang melalukan gugatan cerai, 1 wanita yang

belum pernah melakukan pernikahan, seorang suami, 1 anak korban

perceraian dan 2 pejabat Pengadilan Agama Gresik. Selain itu, sumber

permasalahanya adalah Putusan hakim Pengadilan Agama Nomor:

214/pdt.g/2016/pa.gs Pengadilan Agama Gresik.

2. Data sekunder

Adalah data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumbernya.

Dalam penelitian ini, sumber data sekunder adalah data tertulis seperti sumber

buku,arsip dokumen dan kepustakaan yang berkenaan dengan masalah ini.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan

Penelitian ini juga melakukan studi kepustakaann, yakni penelitian

keperpustakaan dengan cara mengumpulkan sumbersumber yang berkaitan

dengan aspek-aspek permasalahan, mengambil data, meneliti dan mengkaji

23
Marzuki,Peter mahmud, 94.
18

literatul, pendapat para ahli yang terdapat dalam buku-buku, surat kabar,

majalah dan lain sebagainya yang dapat menunjang dan membantu penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

Atas dasar bahan-bahan hukum yang diuraikan diatas, maka dengan

sendirinya peneliti peneliti secara sadar memilih dan menggunakan metode

penelitian hukum normatif,36 atau disebut juga metode yuridis formal.37

Pembahasan akan dilakukan secara analitis, dengan demikian maka metode

ini disebut juga normatif analitis.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode penelitian yang meliputi

pengumpulan data melalui interaksi verbal langsung antara wawancara

dengan responden. Pengumpulan data ini dilakukan dengan bertanya, namun

dalam pelaksanaannya ada dua cara dilakukan yaitu sexara lisan dan

menggunakan tulisan.24 Teknik wawancara yang eneliti lakukan adalah tanya

jawab langsung kepada informan berdasarkan pada tujuan penelitian dengan

cara mencatat berdasarkan pedoman pada daftar pertanyan yang telah

disisipkan sebelumnya dan pertanyan spontan. Wawancara ini dilakukan

beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan

kejelasan dan memantapkan masalah yang dijeajahi.

24
Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: urnia Salam Semesta, 2011), 10.
19

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorng. Dokumen yang berbentuk tuisan misalnya catatan harian,

sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang

berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi

dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif.25

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif,

artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-

kalimat (deskritif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari analisis

empiris, yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisis Yuridis normatif.

Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara dedukatif, yaitu cara berpikir

yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum untuk kemudian ditarik

suatu kesimpulan bersifat khusus.26

Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

Miles dan Huberman yang membaginya menjadi tiga bagian, yaitu:27

1. Data reduction (reduksi data)

25
Sugiyono, Metode Kuantitatif kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2012), 240.
26
Ibid. 35.
27
Ibid, 35.
20

Data yang diperoleh dari lapangan dirangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya dan bila perlu. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan

dipandu oleh tujuan yang akan dicapai.

2. Data display (penyajian data)

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya atau penyajian data

dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan

memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

3. Conclusion (kesimpulan)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemui maupun ditemui bukti-bukti kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dengan demikian

kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak. Kesimpulan

dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya

belum pernah ada.

Sebelum data dari hasil penelitian diuraikan dan dianalisa, dilakukan

terlebih dahulu keabsahan data, dimana pemeriksaan keabsahan data yang


21

digunakan adalah menggunakan derajat kepercayaan (credibility) yang dilakukan

dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsaan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.28

Maka dalam penelitian ini keabsahan data yang telah terkumpul diuji

dengan teknik pemeriksaan triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari hasil

wawancara dan angket melalui para praktisi Pengadilan Agama Gresik dan

Masyarakat.

28
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian, 37.
Daftar Pustaka

Wahid, Abdul. Muhammad Irfan. 2014. Perlindungan Terhadap Perempuan Korban


Kekerasan Seksual Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan. Bandung: Rafika
Aditima.

Aziz, Aina Runiati. 2011. Perempuan Korban Di Ranah Domestik. Jakarta: Prima
Pusaka.

Fardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi. Jakarta: Indeks.

Latief, Djamal. 2003. Aneka Hukum Peceraian Di Indonesia. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Dudung, Abdurrahman. 2012. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: urnia


Salam Semesta.

Djannah, Fathul. Dkk. 2003. Kekerasan Terhadap Isteri. Yogyakarta: Lkis.

Supramono, Gatot. 2015. Hukum Pembuktian di Pengadilan Agama. Bandung:


Alumni.

Nelson, Noelle. 2009. Bagaimana Mengenali dan Merspon Sejak Dini Gejala
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Gramedia.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang nomor 23 Tahun 2004 Tentang


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: Lima Bintang.

Sugiyono. 2012. Metode Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Ash- siddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2009. Peradilan dan Hukum Acara
Islam. Bandung: Alumni.

16

Anda mungkin juga menyukai