Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dilahirkannya manusia di dunia ini sebagai makhluk sosial telah

dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dan saling membutuhkan

antara satu sama lain. Tuhan telah menciptakan segala sesuatu saling berpasangan,

ada laki-laki dan perempuan. Untuk tetap mempertahankan generasi dan

keturunannya maka manusia mewujudkannya dengan melangsungkan perkawinan,

perkawinan merupakan satu-satunya cara untuk membentuk keluarga.

Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan manusia, dimana

perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita

untuk menjadi suami istri yang bertujuan membentuk keluarga bahagia kekal abadi

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Indonesia sebagai negara hukum telah mengatur undang-undang tentang

perkawinan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dilengkapi

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku secara

nasional dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

(KHI) bagi semua warga negara Indonesia yang beragama Islam dan peraturan

lainnya mengenai perkawinan.

1
2

Adapun perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, akad yang

sangat kuat untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan

ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah (ketenangan hati), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang).1

Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh 3 (tiga)

sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris tersebut adalah, sistem Hukum

Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam.2 Hukum waris menduduki

tempat yang amat penting dalam hukum Islam.3

Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar, karena pembagian

warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga

yang ditinggal mati oleh pewarisnya. Naluriah manusia yang menyukai harta benda

tidak jarang memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk

mendapatkan harta benda tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan

pewarisnya sendiri.4

Ketentuan kewarisan dalam hukum Islam telah diamanatkan Allah SWT guna

mencegah terjadinya pertengkaran dan perpecahan diantara anggota keluarga ketika

pewaris meninggal dunia. Namun keadaan saat ini menggambarkan ketentuan

pewarisan yang telah diamanatkan Allah SWT guna memberikan keadailan bagi

setiap umat manusia yang telah jarang diterapkan di dalam kehidupan saat ini.
1
Tim Redaksi Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Nuansa Aulia, Jakarta, 2008, hal. 2.
2
Wery Gusmansyah, Pluralisme Hukum Waris Di Indonesia, Manhaj, Vol. 1, Nomor 2, Mei-
Agustus, 2013, hal. 153.
3
KH Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, UII Press, Yogyakarta, 2001, hal. 3.
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Grafindo, Jakarta, 2008,
hal. 355.
3

Seseorang yang meninggal dunia paling tidak akan meninggalkan 2 (dua) hal

yaitu Pertama meninggalkan ahli waris dan yang kedua meningggalkan harta

peninggalan. Harta peninggalan dari si mati, belum dapat dibagi sebab dalam hal

tersebut harus dikurangi biaya penyelenggaraan jenazah, melunasi hutang dan

wasiat.5

Pada akhirnya, harta bersama dan harta warisan akan menjadi awal

persengketaan dan tidak dapat dipungkiri lembaga peradilan akan sangat berperan

dalam proses penyelesaian persengketaan dimaksud. Lembaga peradilan akan

menjadi media bagi keluarga yang bersengketa untuk menuangkan segala

argumentasinya, khususnya dalam rangka mewujudkan keinginan masing-masing

pihak untuk menguasai harta tersebut.

Dasar Hukum Islam di Indonesia yang dijadikan pijakan oleh hakim Pengadilan

Agama yaitu dengan dikeluarkannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diatur

dalam Inpres No. 1 Tahun 1991. Lahirnya KHI, merupakan salah satu bentuk untuk

membantu lancarnya persidangan di Pengadilan Agama. Sedangkan, eksistensi

Pengadilan Agama yang diakui dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun

1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006, dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.6

Dalam hubungannya dengan harta perkawinan banyak fakta tak terbantahkan

bahwa hak istri atas harta perkawinan sering kali diabaikan oleh para suami.

5
Wahyu Muljono, Hukum Waris Islam dan Pemecahannya, Magister Ilmu Hukum FH-UJB,
Yogyakarta, 2010, hal. 12.
6
Rachmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hal. 4.
4

Ketentuan tersebut juga dimungkinkan terjadi dalam perkawinan pada poligami.

Harta perkawinan sering disalah tafsirkan kepemilikannya, apalagi jika yang bekerja

atau yang berusaha mencari nafkah hanya suami saja. Kemudian terlebih jika ketika

kepemilikannya hanya didaftarkan atas nama pasangan suami. Padahal, harta

perkawinan tetaplah merupakan harta yang dimiliki oleh suami dan istri secara

bersama-sama yang terikat dalam satu perkawinan baik itu monogami dan poligami,

meskipun istri tidak turut andil dalam mencari uang (nafkah) tersebut.

Harta perkawinan bukanlah masalah selama menjadi kesepakatan antara suami

istri. Biasanya sengketa harta perkawinan akan timbul jika terjadi perselisihan antara

suami istri atau perceraian. Terlebih apabila tidak ada perjanjian pemisahan harta

dalam perkawinan. Kadangkala, masing-masing pihak mengklaim atas harta

perkawinan tesebut menjadi harta bawaan atau harta perolehannya atau, pihak istri

dirugikan dan mengalami ketidakadilan dalam pembagian harta bersama berdasarkan

putusan pengadilan, inilah yang bakal terjadinya perselisihan harta perkawinan.

Salah satu perselisihan yang terjadi yaitu warisan yang dikuasai oleh istri kedua

terdapat dalam Putusan Nomor : 2581/Pdt.G/2010/PAJT dengan duduk perkara :

Mieke Anggreni Dewi, SH, M.Hum. Binti R. Sriyanto, SH. anak sah satu-satunya

dari suami istri yang sah R. Sriyanto, SH. dan Sri Moerjani kemudian Ibu Sri

Moerjani binti Naftali (Ibu Penggugat) meninggal dunia karena sakit di Semarang

pada tanggal 23 Mei 1987 kemudian orangtua Penggugat (Bapak Sriyanto, SH.)

menikah dengan seorang wanita bernama Ibu Siti Muaroh Alias Wiwik (Tergugat)

pada tanggal 26 Nopember 1993 sebagaimana dalam kutipan Akta Nikah No.
5

1156/5/XII/1993 yang dikeluarkan KUA Kecamatan Jatinegara, Kabupaten/

Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta, tertanggal 6 Desember 1993 dan

selama pemikahan antara Bapak Sriyanto, SH dengan Ibu Siti Muaroh Alias Wiwik

tidak dilahirkan anak kandung.

Setelah menikah selanjutnya orangtua Penggugat (Bapak R. Sriyanto, SH.)

dengan Ibu Siti Muaroh Alias Wiwik (Tergugat) bertempat-tinggal di Rumah

Orangtua Penggugat (Bapak R. Sriyanto, SH.) yaitu bertempat tinggal di Objek

Warisan kemudian pada tanggal 28 Juli 1998 orangtua Penggugat (Bapak R. Sriyanto,

SH.) meninggal dunia karena sakit di Jakarta sebagaimana dalam Surat Laporan

Kematian No. 65/1.755.2/1998 yang dikeluarkan oleh Kepala Kelurahan Pondok

Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Kotamadya Jakarta Timur.

Dengan meninggalnya Bapak R. Sriyanto SH. (Orangtua Penggugat)

meninggalkan ahli waris adalah Penggugat dan Tergugat dan selama hidupnya

meninggalkan harta warisan yaitu Objek Warisan yang sekarang dalam penguasaan

Tergugat (Ibu Siti Muaroh Alias Wiwik)

Karena Penggugat (Mieke Anggraeni Dewi, SH., M.Hum.) merupakan satu-

satunya anak dari Bapak R. Siyanto, SH., maka Penggugat memohon kepada Bapak

Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk menetapkan bahwa Penggugat adalah

satu-satunya Ahli Waris yang berhak atas Objek Warisan. Berdasarkan Hukum

Kewarisan, Buku II Kompilasi Hukum Islam, dalam Pasal 180 menyatakan: Janda

mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak dan Bila pewaris

meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.


6

Penggugat sebagai ahli waris sudah mencoba melakukan pembicaraan dengan

Tergugat secara baik-baik, namun tergugat dengan alasan yang tidak jelas dan bahkan

menolak untuk bermusyawarah menyerahkan dan/atau pembagian harta peninggalan

Bapak R. Sriyanto SH., sampai gugatan ini diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta

Timur.

Berdasarkan uraian di atas maka diadakan pembahasan dalam bentuk penelitian

yang berjudul “ANALISIS HUKUM TERHADAP GUGATAN HARTA

WARISAN YANG DIKUASAI OLEH ISTRI KEDUA (Analisis Putusan Nomor

: 2581/Pdt.G/2010/PAJT)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah berikut ini :

1. Bagaimana ruang lingkup pengajuan gugatan dalam perspektif hukum acara

peradilan?

2. Bagaimana pengaturan kewarisan dalam hukum islam ?

3. Bagaimana analisis hukum terhadap putusan Nomor :

2581/Pdt.G/2010/PAJT tentang gugatan harta warisan yang dikuasai oleh

istri kedua?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitiannya berikut ini :

1. Untuk mengetahui ruang lingkup pengajuan gugatan dalam perspektif

hukum acara peradilan.


7

2. Untuk mengetahui pengaturan kewarisan menurut hukum islam.

3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap putusan Nomor :

2581/Pdt.G/2010/PAJT tentang gugatan harta warisan yang dikuasai oleh

istri kedua.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Manfaat akademis menceritakan sebagai syarat dalam menyelesaikan

program pendidikan sarjana hukum di Universitas Pembangunan Panca Budi

Medan.

2. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis bersifat pengembangan ilmu pengetahuan, khasanah dan

wawasan serta peningkatan mutu pengetahuan yang berhubungan dengan analisis

hukum terhadap gugatan harta warisan yang dikuasai oleh istri kedua.

3. Manfaat Praktis

Manfaat praktis diharapkan dapat diambil oleh pemerintah pembuat

kebijakan, penegakan hukum dan masyarakat secara keseluruhan, yang artinya

bahwa penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-

hari.

E. Keaslian Penelitian

Judul skripsi yang penulis ajukan, yaitu ANALISIS HUKUM TERHADAP

GUGATAN HARTA WARISAN YANG DIKUASAI OLEH ISTRI KEDUA


8

(Analisis Putusan Nomor : 2581/Pdt.G/2010/PAJT), belum pernah diajukan

sebagai judul sebelumnya dan merupakan penelitian asli.

Skripsi ini merupakan karya yang ditulis secara objektif, ilmiah, serta melalui

pemikiran refensi dari buku, peratuan perundang-undangan, internet dan sumber

lainnya yang dapat memberikan informasi yang akurat sehingga skripsi ini dapat

dipetanggungjawabkan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu :

1. IAIN PONOROGO, Dewi Fatimah Nur Sulistyani, 2018, meneliti tentang

Analisis Yuridis Perkara Gugatan Waris Dalam Putusan Nomor

341/Pdt.G/2016/PA.Mn di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun, rumusan

masalah yaitu :

a. Bagaimana analisis yuridis perkara gugatan waris dalam putusan nomor

341/Pdt.G/2016/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama Kabupaten Madiun?

b. Bagaimana analisis yuridis terhadap konsekuensi penolakan gugatan waris

nomor 341/Pdt.G/2016/PA.Kab.Mn?

2. UIN, Ahmad Ferizqo Achdan, 2018, meneliti tentang Pembagian Harta Bersama

dan Warisan Perkawinan Poligami (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung

Nomor 489/K/Ag/2011), rumusan masalah yaitu :

a. Bagaimana pembagian harta bersama dan warisan dari perkawinan

poligami?

b. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim mengenai harta bersama dan

warisan dari perkawinan poligami pada Putusan Mahkamah Agung Nomor

489/K/Ag/2011?
9

3. UIN, Nadia Akass, 2012, meneliti tentang Tinjauan Yuridis Terhadap

Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Dalam Perkawinan Poligami Menurut

Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia No. 224/K/AG/2011), rumusan masalah yaitu :

a. Bagaimana pengaturan pembagian harta warisan dalam hal terjadinya

poligami menurut perspektif Hukum Waris Islam?

b. Bagaimana pelaksanaan pembagian harta warisan dalam perkawinan

poligami berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

No.224/K/AG/2011?

c. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara No.224/K/

AG/2011?

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Gugatan

Dalam perundang-undangan, istilah yang digunakan adalah gugatan

perdata atau gugatan saja, diantaranya ketentuan Pasal 118 ayat (1) dan Pasal 120

HIR menggunakan istilah gugatan perdata. Gugatan yang diajukan melalui kuasa

hukum, dengan surat kuasa khusus. Pengadilan berwenang memerintahkan

pemberi kuasa yang harus memenuhi syarat yang digariskan pada Pasal 123 HIR

jo. SEMA Nomor 1 Tahun SEMA Nomor 4 Tahun 1996.7

7
M. Anshary, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama Dan Mahkamah Syar‟iyah, CV.
Mandar Maju, Bandung, 2017, hal.19.
10

Gugatan merupakan suatu perkara yang mengandung sengketa atau konflik

antara pihak-pihak yang menuntut pemutusan dan penyelesaian pengadilan.8

Gugatan adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan

perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main

hakim sendiri (eigenrichting).9

Gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung sengketa antara 2

(dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana

salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain sebagai

tergugat.10

Gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada ketua

Pengadilan Negeri yang berwenang, mengenai suatu tuntutan terhadap pihak

lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan, serta

diambil putusan terhadap gugatan tersebut.11

2. Pengertian Harta Warisan

Harta dalam bahasa arab disebut al-Mal yang berarti condong, cenderung

atau miring. Oleh sebab itu manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai

harta sedangkan menurut pengertian etimologi adalah sesuatu yang dibutuhkan

oleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang,

8
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008,
hal. 229.
9
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2002, hal. 52.
10
Firef, Pengertian Gugatan, <https://www.google.com/search?client=firefox-b-
d&q=pengertian+GUGATAN>, Diakses Pada Tanggal 20 Maret 2019, Pukul 13.00 WIB.
11
Mulyadi, Tuntutan Provisionil Dalam Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta, 2006,
hal. 15-16.
11

tumbuh-tumbuhan, maupun manfaat dari barang seperti kendaraan, pakaian dan

tempat tinggal.12

Warisan berasal dari bahasa arab, artinya yang tinggal. Orang yang berhak

mendapat pusaka disebut waris, karena dialah yang tinggal sesudah mewarisinya.

Orang yang diwarisinya dari kata “muwarist” artinya orang yang meninggalkan

harta warisan yaitu orang yang diwarisi.13 Harta warisan adalah harta bawaan

ditambah bagian dari harta bersama14

Harta warisan adalah salah satu bagian dari rukun kewarisan, selain

pewaris dan ahli waris, yang harus dipenuhi (adanya) dalam proses perpindahan

hak dan kepemilikan seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.

Tanpa adanya, berarti waris mewarisi (pewarisan) menjadi batal. Sebab warisan,

adalah ungkapan dari perolehan hak seseorang terhadap harta orang lain karena

bagian, ashabah, atau rahim. Jika salah satu dari hal itu tidak ada maka tidak ada

warisan.15

3. Pengertian Istri

Istri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita (perempuan)

yang telah menikah atau yang bersuami dan wanita yang dinikahi.16

12
Abdullah Syah, Butir-Butir Fiqh Harta, Wal Ashri Publishing, Medan, 2009, hal. 9.
13
M. Hasballah Thaib, Hukum Benda Menurut Islam, Fakultas Hukum Universitas
Dharmawangsa, Medan, 2002, hal. 20
14
M. Fahmi Al Amruzi, Harta Kekayaan Perkawinan Studi Komparatif Fiqh, KHI, Hukum
Adat dan KUH Perdata, Cetakan Ke-I, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hal. 29.
15
Abdul Hayyie Al Kattani, dkk., Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf,
Warisan, Cetakan Pertama, Gema Insani Darul Fikir, Jakarta, 2011, hal. 346.
16
KBBI, Pengertian Istri, <https://kbbi.web.id/istri>, Diakses Pada Tanggal 01 Maret 2019,
Pukul 09.00 WIB.
12

Istri adalah salah seorang pelaku pernikahan yang berjenis kelamin wanita.

Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu upacara

pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya

sebagai seorang suami. Dalam berbagai agama biasanya seorang wanita hanya

boleh menikah dengan satu pria. Dalam budaya tertentu, pernikahan seorang pria

dengan banyak wanita diperbolehkan. Hal ini dinamakan poligami, sedangkan

pernikahan seorang wanita dengan banyak pria disebut poliandri.17

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriptif, yaitu

penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin

tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya dimana bertujuan untuk

memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum

kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.18 Penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum

objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah

17
Wiki, Pengertian Istri, <https://id.wikipedia.org/wiki/Istri>, Diakses Pada Tangal 01 Maret
2019, Pukul 10.00 WIB.
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan Ke-11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 13.
13

hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sebagai salah satu tahapan dalam penelitian,

yang merupakan unsur sangat penting karena data merupakan fenomena yang

akan diteliti. Untuk memperoleh gambaran dari fenomena yang diteliti sehingga

dapat ditarik suatu kesimpulan, maka tidak terlepas dari kebutuhan akan suatu

data-data yang vailid. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah

Penelitian Kepustakaan (Library Research).

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder, yaitu

data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan

dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan

peraturan perundang-undangan. Data sekunder terdiri atas :

a. Bahan Hukum Primer : Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-

undangan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

dan Kompilasi Hukum Islam.

b. Bahan Hukum Sekunder : Bahan hukum yang terdiri dari literatur buku,

tulisan ilmiah hukum dan internet yang berkaitan dengan objek penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier : Bahan hukum yang terdiri dari kamus hukum.
14

5. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisa kualitatif berupa

deskriptif analisis yaitu pembahasan yang mendalam terhadap isi suatu informasi

tertulis atau data-data yang terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi.

Penerapannya dengan cara mengumpulkan dan menyusun data-data yang terkait

dengan tema yang diteliti, dan berbagai permasalahan yang terkait untuk

kemudian di analisis. Setelah data-data berhasil dikumpulkan dengan lengkap

dan dipisah-pisahkan atau diklasifikasikan sesuai dengan relevansi pokok

permasalahan kemudian dilakukan analisa data secara normatif kualitatif, yaitu

untuk membahas bahan penelitian yang datanya mengarahkan pada kajian yang

bersifat teoritik tentang konsep-konsep, kaidah hukum, dan bahan hukum

lainnya.

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.19

19
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cetakan IV, Alfabeta,
Bandung, 2010, hal. 244.
15

H. Sistematika Penulisan

Bab I berisi Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II berisi Ruang Lingkup Pengajuan Gugatan Dalam Perspektif Hukum

Acara Peradilan terdiri dari Gugatan Dalam Perspektif Hukum Acara Peradilan,

Prosedur Pengajuan Gugatan, dan Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Jakarta

Timur.

Bab III berisi Pengaturan Kewarisan Menurut Hukum Islam terdiri dari

Ketentuan Mewarisi Harta Warisan Menurut Hukum Islam, Harta Bersama Dalam

Perkawinan dan Hak Istri Kedua Atas Harta Warisan.

Bab IV berisi Analisis Putusan Nomor : 2581/Pdt.G/2010/PAJT Terhadap

Gugatan Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Istri Kedua terdiri dari Duduk Perkara,

Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor : 2581/Pdt.G/2010/PAJT Terhadap

Gugatan Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Istri Kedua dan Analisis Putusan Nomor

: 2581/Pdt.G/2010/PAJT Terhadap Gugatan Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Istri

Kedua.

Bab V berisi Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.


16

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Amruzi, M. Fahmi Al, 2013, Harta Kekayaan Perkawinan Studi Komparatif


Fiqh, KHI, Hukum Adat dan KUH Perdata, Cetakan Ke-I, Aswaja
Pressindo, Yogyakarta.

Aulia, Tim Redaksi, 2008, Kompilasi Hukum Islam, Nuansa Aulia, Jakarta.

Anshary, M, 2017, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama Dan Mahkamah


Syar‟iyah, CV. Mandar Maju, Bandung.

Basyir, KH Ahmad Azhar, 2001, Hukum Waris Islam, UII Press, Yogyakarta.

Bisri, Cik Hasan, 2008, Peradilan Agama di Indonesia, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Kattani, Abdul Hayyie Al, dkk , 2011, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Hak-Hak
Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan, Cetakan Pertama, Gema Insani Darul Fikir,
Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,


Yogyakarta.

Muljono, Wahyu, 2010, Hukum Waris Islam dan Pemecahannya, Magister Ilmu
Hukum FH-UJB, Yogyakarta.

Mulyadi, 2006, Tuntutan Provisionil Dalam Hukum Acara Perdata, Djambatan,


Jakarta.

Rofiq, Ahmad, 2008, Hukum Islam Di Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Grafindo,
Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Cetakan Ke-11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
17

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta,


Bandung.

Syah, Abdullah, 2009, Butir-Butir Fiqh Harta, Wal Ashri Publishing, Medan.

Thaib, M. Hasballah, 2002, Hukum16 Benda Menurut Islam, Fakultas Hukum


Universitas Dharmawangsa, Medan.

Usman, Rachmadi, 2009, Hukum Kewarisan Islam, CV. Mandar Maju,


Bandung.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam.

C. Jurnal

Gusmansyah, Wery, 2013, Pluralisme Hukum Waris Di Indonesia, Manhaj, Vol.


1, Nomor 2, Mei-Agustus.

D. Internet

Firef, Pengertian Gugatan, <https://www.google.com/search?client=firefox-b-


d&q=pengertian+GUGATAN>, Diakses Pada Tanggal 20 Maret 2019,
Pukul 13.00 WIB.

KBBI, Pengertian Istri, <https://kbbi.web.id/istri>, Diakses Pada Tanggal 01


Maret 2019, Pukul 09.00 WIB.

Wiki, Pengertian Istri, <https://id.wikipedia.org/wiki/Istri>, Diakses Pada Tangal


01 Maret 2019, Pukul 10.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai