Anda di halaman 1dari 24

1

A. Latar Belakang

Agama Islam, melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah mengatur setiap


sendi-sendi kehidupan manusia. Namun, perkembangan kehidupan manusia
yang semakin modern tidak bisa dielakkan dari banyaknya permasalahan baru
yang muncul dan belum dijumpai hukumnya dari sudut pandang Islam. Salah
satu permasalahan yang muncul di era modern ini adalah di bidang kewarisan.

Dalam kewarisan Islam, seseorang bisa mendapatkan harta waris jika


memenuhi syarat-syarat, yaitu pewaris telah meninggal dunia atau telah
dinyatakan meninggal oleh keputusan hakim, ahli waris masih hidup ketika
pewaris meninggal, diketahui adanya sebab warisan pada ahli waris serta tidak
terdapat penghalang mendapat waris.1

Salah satu faktor yang menjadi penghalang waris ialah karena perbedaan
agama. Jumhur ulama’ telah sepakat bahwa antara orang muslim dan non
muslim tidak bisa saling mewarisi. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

‫س ْي ٍن بْ ِن عُ َم َربْ ِن عُثْ َما ْن َع ْن‬ ِ ٍ ِ ِ


َ ‫َع ْن اَبُ ْو َعا ص ْم َع ِن ابْ ِن ُج َريْ ٍج َع ْن ابْ ِن ش َهاب َع ْن َعلي بْ ِن ُح‬
‫الم ْسلِ ُم‬
ُ ‫ث‬ ُ ‫ ََليَ ِر‬: ‫ال‬َ َ‫ص َّل اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ٍ
َ ‫اُ َس َامةَ بْ ِن َزيْد َرض َي اهللُ َع ْن ُه َمااَ َّن الْنَّبِ ُّي‬
)‫ (متفق عليه‬.‫الم ْسلِ َم‬ ِ ِ
ُ ‫ال َكاف َرَوََلال َكاف ُر‬
Artinya:
Diriwayatkan Abu Asim dari Juraij dari bin Sihab dari Ali bin Husain bin
Umar bin Utsman dari Usamah bin Zaid r.a, Nabi SAW bersabda: Orang
muslim tidak dapat mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang
muslim. (HR. Bukhari)2

Bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam penyelesaian perkara


waris secara hukum menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama. Salah
satu sumber hukum yang berlaku di Pengadilan Agama adalah Inpres Nomor

1
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 20-21.
2
Al-Iman Al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari,
(Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008), hlm. 11.
2

1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Permasalahan timbul


ketika perkara waris melibatkan orang muslim dan non muslim, terutama
berkaitan dengan kewenangan peradilan yang menangani dan pedoman hukum
yang digunakan untuk menyelesaikan perkara tersebut.3

Dalam hukum Islam seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa antara
orang muslim dan non muslim tidak bisa saling mewarisi, baik itu antara orang
tua dengan anak maupun suami dengan istri. KHI juga menerangkan bahwa
pewaris dan ahli waris harus beragama Islam. Akan tetapi, hakim di Pengadilan
Agama Klaten memutuskan memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris non
muslim, yaitu putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan putusan Nomor
1884/Pdt.G/2018/PA.Klt.

Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt ialah putusan mengenai


gugatan harta waris yang diputus tanggal 8 November 2018. Putusan tersebut
menerangkan bahwa pewaris bernama Trumpang, beragama Islam telah
meninggal dunia pada 20 April 1979. Pewaris semasa hidupnya menikah
dengan Laginem yang telah meninggal pada 24 Desember 1994. Pewaris
memiliki 5 orang anak kandung bernama Sugiharti, Wiryadi, Wiyono, Widoyo
dan Santoso, di mana dua di antaranya beragama Kristen (Sugiharti dan
Santoso). Wiryadi, Wiyono dan Widoyo telah meninggal dunia dan masing-
masing memiliki anak kandung. Pewaris meninggalkan harta warisan yang
dikuasai oleh istri dan anak dari almarhum Wiyono.

Maka Sugiharti dan Santoso selaku anak kandung pewaris bersama cucu
pewaris (anak kandung almarhum Wiryadi dan Widoyo) mengajukan gugatan
harta waris ke Pengadilan Agama Klaten. Pengadilan Agama Klaten
memutuskan bahwa ahli waris dari Trumpang yaitu anak-anak almarhum
Wiyono mendapat bagian 1/3, anak-anak almarhum Wiryadi mendapat 1/3, dan

3
Ninda Cahya Rosanda, “Penetapan Ahli Waris Muslim Dari Pewaris Non Muslim (Studi
Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg)”, Skripsi, tidak diterbitkan, Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2018, hlm. 1-2.
3

anak-anak almarhum Widoyo juga mendapat 1/3 dari harta waris mereka
semua sebagai ahli waris pengganti bagi orang tuanya serta memberikan
wasiat wajibah kepada Sugiharti dan Santoso yang beragama Kristen sebesar
1/3 dari harta waris.4

Putusan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt ialah putusan mengenai


gugatan harta waris yang diputus tanggal 17 Juni 2019. Putusan tersebut
menerangkan bahwa pewaris bernama Hartini binti Harto Satoto, beragama
Islam telah meninggal dunia pada 20 April 2016. Pewaris semasa hidupnya
telah menikah dan tidak mempunyai anak kandung, suami pewaris juga telah
meninggal dunia. Pewaris memiliki anak angkat bernama Indah Pujiastuti dan
empat saudara kandung di mana tiga saudara kandungnya telah meninggal
dunia, hanya saudara kandung bernama Sunarsih yang memiliki anak. Pewaris
meninggalkan harta warisan yang dikuasai oleh anak angkatnya, Indah
Pujiastuti.

Maka saudara kandung pewaris yang masih hidup bernama Sriyati,


beragama Kristen dan keponakan pewaris (anak-anak dari almarhumah
Sunarsih) mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Klaten agar harta
warisan tersebut bisa dibagikan. Pengadilan Agama Klaten memutuskan
bahwa ahli waris Hartini ialah anak-anak dari almarhumah Sunarsih mendapat
bagian 1/2, anak angkat Hartini (Indah Pujiastuti) mendapat wasiat wajibah 1/3
bagian, dan Sriyati yang beragama Kristen mendapat wasiat wajibah 1/6 bagian
dari harta waris.5

Di dalam KHI sendiri hanya menjelaskan mengenai wasiat wajibah yang


diberikan kepada anak angkat atau orang tua angkat dan tidak menerangkan
pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim. Maka penulis tertarik
melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul

4
Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt.

5
Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt.
4

“Penetapan Ahli Waris Non Muslim dan Bagiannya Melalui Wasiat


Wajibah di Pengadilan Agama Klaten (Analisis Putusan Nomor
0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt).

B. Rumusan Masalah
1. Apa landasan atau dasar pertimbangan hakim yang digunakan dalam
memutuskan Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor
1884/Pdt.G/2018/PA.Klt?
2. Bagaimana analisis Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Putusan
Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt ditinjau dari (a) Kompilasi Hukum Islam;
(b) KUHPerdata; dan (c) Hukum Adat Jawa?

C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui landasan atau dasar pertimbangan hakim yang
digunakan dalam memutuskan Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt
dan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt.
2. Untuk mengetahui analisis Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan
Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam,
KUHPerdata dan Hukum Adat Jawa.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini bermanfaat sekurang-kurangnya


dalam dua hal sebagai berikut ini:

1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memperluas pengetahuan hukum, yaitu hak keperdataan Islam
tentang waris, khususnya warisan kepada non muslim melalui wasiat
wajibah.
5

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang ingin


meneliti tentang masalah waris khususnya kewarisan dalam Islam.
2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi


bagi masyarakat luas mengenai masalah warisan dalam Islam dan orang
non muslim yang mendapat bagian waris melalui wasiat wajibah beserta
bagian yang didapatkannya.

E. Kerangka Teori

Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak


pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.6 Di Indonesia
sendiri belum adanya unifikasi Sistem Hukum Waris Nasional Indonesia yang
berlaku bagi semua warga Negara Indonesia, sehingga di Indonesia masih
berlaku beberapa hukum waris, yaitu:

1. Hukum Waris Islam

Hukum kewarisan sering disebut dengan istilah faraidh. Kata


fara’idh adalah bentuk plural dari kata faridhah, turunan dari kata fardh
yang berarti ketentuan. Dalam istilah syariat, fara’idh berarti bagian yang
telah ditentukan untuk ahli waris. Ilmu yang berbicara tentang fara’idh
disebut dengan ilmu mirats (ilmu waris) atau ilmu fara’idh. 7 Hukum
tentang kewarisan Islam semua telah diatur di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Di dalam Al-Qur’an yang menerangkan mengenai masalah waris
yaitu terdapat dalam Q.S. An-Nisaa’ 4:7, Q.S. An-Nisaa’ 4: 11-12, Q.S.

6
Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam.
7
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, terj.
Ahmad Tirmidzi, dkk, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017), hlm. 961.
6

An-Nisaa’ 4:19, Q.S. An-Nisaa’ 4:176, Q.S. Al-Anfal 8: 75, dan Q.S. Al-
Ahzab 33: 6, dll. 8

Agama Islam telah mengatur berbagai macam hal yang berkaitan


dengan waris. Salah satunya mengenai sebab-sebab seorang mendapatkan
harta waris dan penghalang mendapatkan harta waris. Ada tiga sebab
seseorang bisa mendapatkan harta waris, yaitu:9
a. Hubungan nasab hakiki. Berdasarkan firman Allah SWT QS. Al-Anfal
8:75.
Artinya:
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagaimananya
lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)
menurut kitab Allah.

b. Nasab secara hukum (al-wala’), yaitu seseorang memerdekakan budak,


kemudian jika yang dimerdekakan (mantan budak) meninggal, maka
orang yang memerdekakan mewarisi harta budak tersebut. Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya:
Wala’ adalah darah daging, sama dengan darah dagingnya nasab.
(HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim, di mana Al-Hakim
menshahihkannya)

c. Hubungan pernikahan yang shahih. Berdasarkan QS. An-Nisaa’4:12.


Artinya:
Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu.

Selain ada syarat yang menyebabkan seseorang mendapatkan hak


waris, Islam juga mengatur mengenai sebab-sebab seseorang ahli waris itu
tidak mendapatkan warisan, yaitu:
a. Perbudakan

8
Beni Ahmad Saebani, cet. 4, Fiqh Mawaris, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2019),
hlm. 61-78.
9
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq…, hlm.
963-964.
7

Seseorang yang berstatus menjadi budak tidak berhak mewarisi harta


sekalipun harta milik saudaranya, sebab budak itu milik tuannya dan
segala sesuatu yang dimiliki budak adalah milik tuannya.
b. Karena membunuh
Ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak mendapatkan warisan
dari pewaris yang dibunuhnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:
Artinya:
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi SAW,
beliau bersabda: orang yang membunuh tidak berhak menerima
warisan sedikitpun. (HR. Abu Dawud)

c. Perbedaan agama
Orang muslim tidak saling mewarisi terhadap orang kafir, hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
Diriwayatkan Abu Asim dari Juraij dari bin Sihab dari Ali bin Husain
bin Umar bin Utsman dari Usamah bin Zaid r.a, Nabi SAW bersabda:
Orang muslim tidak dapat mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak
mewarisi orang muslim. (HR. Bukhari)10

Berdasarkan hadis tersebut para ulama mazhab sepakat bahwa antara


orang Islam tidak bisa mewarisi orang kafir dan sebaliknya. Akan tetapi
ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa orang kafir tidak bisa
menerima harta waris dari orang Islam, namun orang Islam boleh
menerima harta waris dari orang kafir. Pandangan yang paling rajih
ialah bahwa orang Islam tidak bisa bisa saling mewarisi terhadap orang
kafir, sedangkan antara orang Yahudi dan Nasrani bisa saling mewarisi,
karena keduanya kafir. Allah SWT telah berfirman dalam Q.S Yunus
10:32.

)23:‫صَرفُو َن(يونس‬ َّ ‫ُاح َّقُفَ َما َذابَ ْع َداْ َح ِّقُاََِّّل‬


ْ ُ‫الضلَ ُلُفَاَ ََّّنُت‬
ِ
َ ‫فَ َذال ُك ُُمُاهللُ َُربُّ ُك ُم‬
Artinya:
10
Al-Iman Al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari...,
hlm. 11.
8

Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada
setelah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu
berpaling (dari kebenaran)?

Berdasarkan ijma’ para ulama, murtad merupakan kategori dalam


perbedaan agama sehingga orang yang murtad tidak bisa saling
mewarisi terhadap orang Islam.11

Di Indonesia sendiri sudah ada peraturan mengenai kewarisan Islam


yaitu KHI. Di dalam KHI, pembahasan mengenai kewarisan terdapat
dalam Buku II tentang Hukum Kewarisan yang dimuat dalam Pasal 171
sampai Pasal 214. Berdasarkan pasal 171 huruf b KHI, pewaris adalah
orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal
berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris
dan harta peninggalan. Sedangkan berdasar pasal 171 huruf c KHI, ahli
waris adalah orang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.12

Pasal 173 KHI:


Seseorang terhalang menajdi ahli waris apabila dengan putusan Hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dihukum karena:
a. dipermasalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat pada pewaris.
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa
pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan
hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Di dalam KHI juga menjelaskan mengenai wasiat secara umum dan


wasiat wajibah, walaupun di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah tidak

11
Beni Ahmad Saebani, cet. 4, Fiqh Mawaris…, hlm. 112-118.
12
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, (Bandung: PT Bale Bandung,
1986), hlm. 89-90.
9

diterangkan mengenai wasiat wajibah. Wasiat wajibah adalah wasiat yang


dalam pelaksanaannya tidak dipengaruhi pada kehendak orang yang
meninggal dunia. Wasiat wajibah ini tetap harus dilakukan walaupun tidak
dikehendaki oleh orang yang meninggal dunia.13 Dalam wasiat wajibah ini
posisi negara memiliki wewenang untuk memaksa atau memberi surat
putusan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu.14 Di KHI wasiat
wajibah diatur di dalam Pasal 209:15

a. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai


dengan Pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat
yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.
b. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua
angkatnya.

Hukum waris Islam dan hukum waris yang diatur di dalam KHI
digunakan penulis untuk menganalisis Putusan Nomor
0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Putusan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Kl dari
tinjauan KHI.

2. KUHPerdata

Di Indonesia bagi selain umat Islam dalam hal kewarisan berlaku


hukum di dalam KUHPerdata atau yang disebut dengan Burgerlijk
Wetboek Voor Indonesie (BW). Dalam KUHPerdata diterangkan mengenai
empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta warisan, yakni

13
Yusuf Sowaminata, “Wasiat Wajibah: Konsep dan Pelaksanaannya dalam Hukum Positif
di Indonesia”, Al-Qalam, Vol. 25, No. 1 (Januari-April 2008), hlm. 2-4.

14
Aunur Rahim Faqih, Mawaris (Hukum Waris Islam), (Yogyakarta: UII Press, 2017),
hlm. 78.

15
Kompilasi Hukum Islam.
10

golongan kesatu sebagai golongan terkuat, yang akan menutup hak


golongan kedua hingga ke empat. Jika golongan kesatu tidak ada, hak
waris pindah kepada golongan kedua, demikian seterusnya. KUHPerdata
tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan. Di dalam
KUHPerdata dijelaskan mengenai syarat-syarat seseorang bisa mewarisi
orang yang meninggal dunia, yaitu:16

a. Harus ada orang yang meninggal dunia (pasal 830)


b. Harus ada ahli waris pada saat pewaris meninggal dunia.
c. Seseorang harus cakap serta berhak mewaris.

Dalam KUHPerdata juga dijelaskan mengenai sebab-sebab seorang


ahli waris tidak bisa menerima warisan, yaitu:17

a. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena
dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya mencoba membunuh
pewaris.
b. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena
dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris bahwa pewaris
difitnah melakukan kejahatan yang diancam pidana penjara empat
tahun atau lebih.
c. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau
mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat.
d. Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan dan
memalsukan surat wasiat.

Di dalam KUHPerdata juga mengenal wasiat yang disebut dengan


testamen dan diatur dalam buku kedua bab ketiga belas. Dalam Pasal 875
KUHPerdata, disebutkan mengenai pengertian surat wasiat, yaitu: Surat
wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang

16
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia: Dalam Perspektif Islam, Adat. Dan BW, edisi
revisi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2018), hlm. 29-31.

17
Ibid., hlm. 38.
11

tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia


dan dapat dicabut kembali.

KUHPerdata membedakan wasiat menjadi tiga dan semua jenis surat


wasiat itu harus dengan kehendak orang yang meninggal dunia, yaitu: 1)
wasiat Olografis; 2) wasiat umum; dan 3) wasiat rahasia.18 Hukum waris
yang terdapat di dalam KUHPerdata digunakan penulis untuk menganalisis
kedua putusan tersebut dari tinjauan KUHPerdata.

3. Hukum Adat

Di Indonesia masyarakatnya juga masih ada yang menggunakan


hukum adat dalam sistem pembagian waris. Hukum adat itu sendiri di
berbagai daerah berbeda-beda sesuai dengan sistem kekeluargaan yang
dianut. Di Indonesia sistem kekeluargaannya dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:19

Sistem patrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis


keturunan dari pihak nenek moyang laki-laki. Sistem kekeluargaan ini
terdapat di tanah Gayo, Alas, Batak, Ambon, Irian dan Bali.

a. Sistem matrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis


keturunan pihak nenek moyang perempuan. Sistem kekeluargaan ini
hanya terdapat di Minangkabau.
b. Sistem parental atau bilateral, yaitu sistem yang menarik garis
keturunan dari dua sisi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Sistem seperti ini terdapat di Jawa, Madura, Sumatera Timur, Riau,
Aceh, Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan, seluruh Sulawesi,
Ternate dan Lombok.

18
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia…, hlm. 105.

19
Ibid., hlm. 16-19.
12

Masyarakat di Jawa menganut sistem kekeluargaan parental atau


bilateral, yang menjadi ahli warisnya adalah anak laki-laki dan anak
perempuan. Hukum waris adat Jawa mengenal ahli waris sedarah dan ahli
waris tidak sedarah. Ahli waris sedarah seperti anak kandung, orang tua,
saudara dan cucu. Ahli waris tidak sedarah, yaitu anak angkat dan
janda/duda. Jenjang atau urutan ahli waris, yaitu: pertama, anak; kedua,
orang tua apabila tidak ada anak; dan ketiga, saudara jika tidak ada orang
tua.20 Di Jawa bagi anak perempuan dapat menutup hak mendapat bagian
harta peninggalan kakek-neneknya dan saudara-saudara orang tuanya
apabila tidak ada anak laki-laki. 21 Hukum adat Jawa sendiri ada yang
terpengaruh oleh hukum Islam, yaitu mengenai bagian anak laki-laki dan
perempuan dikenal dengan segendong sepikul, bagian anak laki-laki dua
kali bagian anak perempuan. Namun, dalam masyarakat Jawa juga ada
pembagian yang sama antara anak laki-laki dan perempuan, yaitu 1:1.22

Hukum adat di Indonesia tidak mengenal ahli waris tidak mendapat


warisan karena berbeda agama maupun murtad, tetapi dalam hukum adat
ahli waris tidak mendapat warisan karena sengaja membunuh pewaris.23 Di
beberapa daerah di Jawa akibat pengaruh hukum Islam mengenal sebab
ahli waris tidak mendapat warisan karena ahli waris berpindah agama,
yaitu daerah Cisarua, Leuwiliang, Cileungsi, Banjar, Ciamis, Cikoneng dan
Cianjur.24 Di daerah Jawa Barat sangat umum dan sering dijumpai hibah
wasiat dalam hal warisan. Wasiat di Jawa Barat ini biasanya diberikan
pewaris kepada ahli warisnya atau orang tertentu dengan alasan: pertama,

20
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia…, hlm. 57-59.

21
C. Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2018), hlm. 73.

22
Ahmad Badawi, Warisan Menurut Hukum Islam & Adat Jawa: Studi Kasus di
Kecamatan Medan Sunggal, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 5.
23
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia…, hlm. 143-144.

24
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia…, hlm. 61.
13

untuk menghindarkan persengketaan; kedua, perwujudan kasih sayang dari


pewaris; ketiga, pewaris merasa ajalnya sudah dekat; dan keempat, pewaris
akan melaksanakan ibadah haji. Wasiat di Jawa Barat biasanya dibuat
langsung oleh pewaris secara lisan atau tertulis. Wasiat di Jawa Barat tidak
ada batasan jumlah harta yang diwasiatkan, hanya menurut kebiasaan
masyarakat setempat saja.25

Hukum waris adat Jawa digunakan penulis untuk menganalisis kedua


putusan tersebut dari tinjauan hukum adat Jawa.

F. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris non


muslim sejauh pengamatan penulis telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, baik itu berbentuk skripsi, artikel jurnal ilmiah maupun dalam
bentuk karya ilmiah lainnya. Penulis mencoba mengelompokkan karya tulis
ilmiah yang membahas mengenai wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim
menjadi tiga kelompok dan penulis juga memberikan sudut pandang perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan penulis sekarang. Pengelompokkan
penelitian terdahulu:

Skripsi yang membahas tentang putusan yang memberikan wasiat


wajibah bagi ahli waris non muslim di Pengadilan Agama lain.

1. Skripsi yang ditulis oleh Neneng Kosyatillah pada tahun 2014 dengan judul
“Penetapan Bagain Warisan Non Muslim Dengan Wasiat Wajibah Di
Pengadilan Agama Jakarta Barat Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam
(Analisis Penetapan Nomor 86/Pdt.p/2012/PA.JB)”. Penelitian Neneng
Kosyatillah membahas mengenai dasar pertimbangan hakim dalam
memutus perkara yaitu dengan secara tekstual berdasarkan Pasal 209 KHI
dan hadis Rasulullah SAW. Pandangan Hukum Islam dan KHI mengenai
putusan tersebut ialah bahwa anak non muslim bukan merupakan bagian

25
Ibid., hlm. 132-133.
14

dari ahli waris sehingga hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat


memberikan hak wasiat wajibah pada anak tersebut. Selain itu, dalam
penelitian ini juga membahas mengenai dasar pembagian wasiat wajibah
menurut KHI yang terdapat dalam Pasal 209.26 Perbedaan dengan penelitian
penulis ialah penulis menganalisis Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt
dan Putusan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt berdasarkan tinjauan KHI,
KUHPerdata dan hukum adat Jawa.
2. Skripsi yang ditulis oleh Rahmad Setyawan pada tahun 2017 dengan judul
“Kewarisan Beda Agama Perspektif Maqasid Asy-Syariah (Studi Analisis
Putusan Pengadilan Agama Kabanjahe Nomor: 2/Pdt.G/2011/PA-Kbj)”.
Penelitian Rahmad Setyawan membahas mengenai dasar pertimbangan
hakim dalam memutus perkara tersebut adalah Pasal 171 huruf c KHI dan
Yurisprudensi MA RI Nomor: 51K/AG/1999. Berdasarkan tinjauan
maqasid asy-syari’ah yang dikemukakan Imam Syatibi bahwa non muslim
tidak dijadikan ahli waris, tetapi diberi wasiat wajibah dengan alasan supaya
tercapainya tujuan syariah yang bersifat daruriyyat untuk menjaga agama,
keturunan, dan harta.27 Perbedaan dengan penelitian penulis ialah penulis
menganalisis kedua putusan tersebut berdasarkan tinjauan KHI,
KUHPerdata dan hukum adat Jawa.
3. Skripsi yang ditulis oleh Roihan Firdaus Nuris pada tahun 2018 dengan
judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jember
Tentang Penetapan Status Ahli Waris Non Muslim (No.
1050/Pdt.G/2016/PA.Jr)”. Penelitian Roihan Firdaus Nuris membahas
mengenai dasar pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam
memutus perkara tersebut adalah Pasal 171 huruf (c) KHI, Pasal 176 KHI

26
Neneng Kosyatillah, “Penetapan Bagian Warisan Non Muslim Dengan Wasiat Wajibah
Di Pengadilan Agama Jakarta Barat Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Analisis Penetapan
Nomor 86/Pdt.p/2012/PA.JB)”, Skripsi, tidak diterbitkan, Program Studi Hukum Keluarga UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.

27
Rahmad Setyawan, “Kewarisan Beda Agama Perspektif Maqasid Asy-Syari’ah (Studi
Analisis Putusan Pengadilan Agama Kabanjahe Nomor: 2/Pdt.G/2011/PA-Kbj)”, Skripsi, tidak
diterbitkan, Jurusan Hukum Keluarga Islam IAIN Surakarta, Surakarta, 2017.
15

dan Yurisprudensi MA RI tentang wasiat wajibah. Serta peneliti membahas


mengenai analisis hukum Islam terhadap pertimbangan putusan tersebut
bahwa antara orang Islam dan orang kafir tidak bisa saling mewarisi
sehingga peneliti tidak sependapat dengan ulasan hakim yang memberikan
warisan kepada ahli waris non muslim. 28 Perbedaan dengan penelitian
penulis ialah penulis menganalisis kedua putusan tersebut berdasarkan
tinjauan KHI, KUHPerdata dan hukum adat Jawa.
4. Skripsi yang ditulis oleh Herman Efendi pada tahun 2018 dengan judul
“Studi Putusan Pengadilan Agama Palangka Raya Nomor
400/Pdt.G/2014/PA.Plk. Tentang Wasiat Wajibah Kepada Ahli Waris Non
Muslim”. Penelitian Herman Efendi membahas mengenai pertimbangan
hakim dan alasan hakim dalam mengabulkan permohonan wasiat wajibah
bagi anak non muslim tersebut ialah berdasarkan nilai-nilai keseimbangan
dan keadilan bahwa kedua anak tersebut telah merawat pewaris saat masih
hidup serta mempertimbangkan wasiat dari pewaris untuk memberikan
bagian pada kedua anaknya tersebut. Selain itu, peneliti juga membahas
mengenai kronologis masalah wasiat wajibah bagi ahli waris beda agama di
Pengadilan Agama Palangka Raya tersebut.29 Perbedaan dengan penelitian
penulis ialah penulis menganalisis kedua putusan tersebut berdasarkan
tinjauan KHI, KUHPerdata dan hukum adat Jawa.

Skripsi yang membahas mengenai putusan Mahkamah Agung Republik


Indonesia yang memberikan wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim.

1. Skripsi yang ditulis oleh Meiva Ursyida pada tahun 2017 dengan judul
“Analisis Hukum Islam Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Memutus

28
Roihan Firdaus Nuris, “Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama
Jember Tentang Penetapan Status Ahli Waris Non Muslim (No. 1050/Pdt.G/2016/PA.Jr)”, Skripsi,
tidak diterbitkan, Jurusan Hukum Perdata Islam UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2018.

29
Herman Efendi, “Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Jember
Tentang Penetapan Status Ahli Waris Non Muslim”, Skripsi, tidak diterbitkan, Program Studi
Hukum Keluarga Islam IAIN Palangka Raya, Palangka Raya, 2018.
16

Perkara Waris Beda Agama (Studi Putusan Mahkamah Agung No.


368K/AG/1995)”. Penelitian Meiva Ursyida membahas mengenai
pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut ialah dengan
menggunakan teori maqãshid al-syariah, menjaga agama, jiwa dan harta.
Pertimbangan yang digunakan hakim telah sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar Islam. Implikasi dari putusan MA tersebut dalam memberikan wasiat
wajibah bagi ahli waris non muslim menjadi yurisprudensi. 30 Perbedaan
dengan penelitian penulis ialah penulis menganalisis kedua putusan tersebut
berdasarkan tinjauan KHI, KUHPerdata dan hukum adat Jawa.
2. Skripsi yang ditulis oleh Zakiyul Fata Zuhri pada tahun 2017 dengan judul
“Wasiat Wajibah Kepada Isteri yang Non Muslim Dalam Perspektif Hukum
Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No.16K/Ag/2010)”. Penelitian
Zakiyul Fata Zuhri membahas mengenai hukum Islam yang belum
menjelaskan secara tegas mengenai wasiat wajibah dan di dalam Al-Qur’an,
As-Sunnah maupun KHI belum ditemukan mengenai hukum wasiat kepada
non muslim. MA dalam memutuskan perkara tersebut mengacu pada nilai
keadilan dan kemaslahatan, serta mengacu pada pendapat salah satu ulama
kontemporer Yusuf Al Qardhawi yang menafsirkan bahwa orang-orang non
muslim yang hidup berdampingan dengan muslim secara rukun dan damai
tidak dapat dikategorikan kafir harbi. Dan diperkuat dengan Pasal 5 ayat (1)
UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.31 Perbedaan dengan
penelitian penulis ialah penulis menganalisis kedua putusan tersebut
berdasarkan tinjauan KHI, KUHPerdata dan hukum adat Jawa.
3. Skripsi yang ditulis oleh Auliya Rifki Tesya pada tahun 2018 dengan judul
“Wasiat Wajibah Bagi Istri Non Muslim Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi

30
Meiva Ursyida, “Analisis Hukum Islam Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Memutus
Perkara Waris Beda Agama (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 368K/AG/1995)”, skripsi, tidak
diterbitkan, Jurusan Ahwal Al-Syaksiyyah UIN Raden Intan, Lampung, 2017.

31
Zakiyatul Fata Zuhri, “Wasiat Wajibah Kepada Isteri Yang Non Muslim Dalam
Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 16 K/Ag/2010)”, Skripsi, tidak
diterbitkan, Prodi Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, 2017.
17

Putusan Mahkamah Agung No. 16K/AG/2010)”. Penelitian Auliya Rifki


Tesya membahas mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara
tersebut berdasarkan nilai keadilan dan kekerabatan yang telah sesuai
dengan ruh dari QS. Al-Baqarah 2:180 dan pendapat ulama Yusuf Al-
Qardhawi. Menurut peneliti putusan hakim tersebut jika ditinjau dari hukum
Islam belum tepat karena berlainan agama merupakan salah satu penghalang
32
kewarisan. Perbedaan dengan penelitian penulis ialah penulis
menganalisis kedua putusan tersebut berdasarkan tinjauan KHI,
KUHPerdata dan hukum adat Jawa.

Artikel jurnal ilmiah yang membahas mengenai putusan Pengadilan


Agama ataupun putusan Mahkamah Agung yang memberikan wasiat wajibah
bagi ahli waris non muslim.

1. Artikel Jurnal Hukum dan Peradilan, “Wasiat Wajibah Sebagai Penemuan


Hukum Oleh Hakim Dalam Perkara Waris Beda Agama (Studi Kasus
Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)”, yang ditulis oleh
Nurhadi Abdul Gani. Penelitian ini membahas mengenai putusan MA
tersebut sebagai trobosan hukum atau penemuan hukum dalam pembagian
harta waris bagi ahli waris non muslim dan menurut peneliti instrumen
hukum yang digunakan dalam pemberian hak waris melalui wasiat wajibah
sudah tepat karena tidak melanggar nash-nash syar’i yang berkaitan dengan
waris. 33 Perbedaan dengan penelitian penulis ialah penulis menganalisis
kedua putusan tersebut berdasarkan tinjauan KHI, KUHPerdata dan hukum
adat Jawa.
2. Artikel Jurnal Ilmu Hukum, “Kedudukan Warisan Dari Pewaris Non
Muslim dan Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim

32
Auliya Rifki Tesya, “Wasiat Wajibah Bagi Istri Non Muslim Ditinjau Dari Hukum Islam
(Studi Putusan MA No. 16 K/Ag/2010)”, Skripsi, tidak diterbitkan, Program Studi Hukum Keluarga
Islam IAIN Purwokerto, Purwokerto, 2018.

33
Nurhadi Abdul Gani, “Wasiat Wajibah Sebagai Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam
Perkara Waris Beda Agama (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)”,
Jurnal Hukum dan Peradilan, (Aceh), Volume 6 Nomor 2, Juli 2017.
18

(Analisis Penetapan Pengadilan Agama Badung Nomor:


4/Pdt.P/2013/PA.Bdg Tanggal 7 Maret 2013)”, yang ditulis oleh Kartika
Herenawati, dkk. Penelitian ini membahas mengenai logika hukum dari
ratio decidendi hakim Pengadilan Agama Badung dalam menetapkan
perkara tersebut bahwa kebolehan ahli waris muslim menerima harta
warisan dari pewaris non muslim akan mendatangkan kemaslahatan bagi
agama Islam. Dan pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim
adalah demi memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan, agar ahli waris
tetap mendapatkan haknya. 34 Perbedaan dengan penelitian penulis ialah
penulis menganalisis kedua putusan tersebut berdasarkan tinjauan KHI,
KUHPerdata dan hukum adat Jawa.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau library


research. Penelitian kepustakaan atau library research ialah penelitian
yang menggunakan buku-buku, arsip-arsip, dokumen-dokumen, jurnal,
catatan-catatan, dokumentasi-dokumentasi, surat-surat, dan lain-lain. 35
Peneliti melakukan penelitian berupa menganalisis Putusan Pengadilan
Klaten Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor
1884/Pdt.G/2018/PA.Klt berdasarkan KHI, KUHPerdata dan hukum adat
Jawa. Kemudian pendekatan yang dipakai penulis dalam penelitian ini
ialah pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif
dilakukan penulis dengan mempelajari KHI, KUHPerdata dan buku-buku.
Sedangkan pendekatan empiris dilakukan penulis dengan menganalisis

34
Kartika Herenawati, dkk, “ Kedudukan Warisan Dari Pewaris Non Muslim dan
Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim (Analisis Penetapan Pengadilan Agama
Badung Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg Tanggal 7 Maret 2013)”, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 16
Nomor 1, Februari 2020-Juli 2020.
35
Bungaran Antonius Simanjuntak dan Soedjito Sosrodihardjo, Metode Penelitian Sosial,
(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), hlm. 18.
19

putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor


1884/Pdt.G/2018/PA.Klt.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:


a. Data utama yang digunakan penelitian ini ialah data sekunder. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitian ini berupa putusan Pengadilan Agama
Klaten Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor
1884/Pdt.G/2018/PA.Klt. Sedangkan bahan hukum sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini ialah KHI, KUHPerdata, buku-buku
dan jurnal-jurnal mengenai kewarisan Islam, hukum waris di
Indonesia, hukum waris adat Jawa dan lainnya yang ada kaitannya
dengan penelitian ini.
b. Adapun untuk mempermudah dalam memahami data sekunder yang
digunakan penulis berupa putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor
0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt, penulis
juga menggunakan data primer berupa wawancara dengan Hakim
dan/atau Panitera Pengadilan Agama Klaten. Penulis juga
menggunakan data tersier untuk menunjang penelitian ini, seperti
kamus hukum dan panduan penulisan skripsi.

3. Teknik Pengumpulan Data


a. Dokumentasi
Metode utama yang digunakan oleh penulis ialah dokumentasi.
Dokumentasi yang dilakukan oleh penulis dengan mengumpulkan
Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Putusan Nomor
1884/Pdt.G/2018/PA.Klt. Penulis juga mengumpulkan data-data dari
KHI, KUHPerdata, buku-buku, dan jurnal-jurnal yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan penulis.
20

b. Wawancara
Penulis juga melakukan wawancara dengan hakim dan atau
panitera Pengadilan Agama Klaten. Hakim dan atau panitera yang
diwawancarai oleh penulis ialah yang menangani langsung perkara
Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt.
Tujuan wawancara ini ialah untuk memudahkan penulis dalam
memahami Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Putusan
Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt. Wawancara dilakukan dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan kaitannya dengan alasan hakim
memutuskan untuk memberi bagian kepada ahli waris non muslim
melalui wasiat wajibah.
c. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agama Jalan K.H.
Samanhudi No. 9 Klaten, Jawa Tengah.
d. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif
menggunakan metode deduktif, yaitu dari data-data yang umum
diketengahkan kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Data-data
yang umum berupa Putusan Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan
Putusan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt. serta hasil wawancara
kemudian dianalisis menggunakan Kompilasi Hukum Islam,
KUHPerdata, hukum waris adat Jawa dan pertimbangan-pertimbangan
lainnya sehingga bisa diambil kesimpulan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi pembahasan dalam


skripsi ini menjadi lima bab yang dalam setiap bab tersusun dari beberapa sub
bab. Adapun sistematika dari penyusunan skripsi ini sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang


masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan
21

teori yang digunakan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan juga sistematika
penulisan.

Bab kedua merupakan tinjauan umum yaitu berisi teori mengenai


kewarisan Islam menurut Fiqh, kewarisan Islam menurut KHI, problematika
kewarisan beda agama, wasiat wajibah, hukum waris dalam KUHPerdata, dan
hukum waris adat Jawa.

Bab ketiga merupakan uraian profil Pengadilan Agama Klaten yaitu


mengenai sejarah singkat Pengadilan Agama Klaten, visi dan misi, letak
geografis, struktur organisasi dan laporan tahunan perkara.

Bab keempat merupakan pemaparan tentang analisis dasar acuan hakim


Pengadilan Agama Klaten memutuskan perkara Nomor
0584/Pdt.G/2018/PA.Klt dan Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt dan juga
mengenai tinjauan KHI, KUHPerdata dan hukum waris adat Jawa terhadap
kedua putusan tersebut.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
22

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faifi, Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid


Sabiq, terj. Ahmad Tirmidzi, dkk, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017.

Badawi, Ahmad, Warisan Menurut Hukum Islam & Adat Jawa: Studi Kasus
di Kecamatan Medan Sunggal, Yogyakarta: Deepublish, 2019.

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004.

Efendi, Herman, “Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama


Jember Tentang Penetapan Status Ahli Waris Non Muslim”, skripsi,
tidak diterbitkan, Program Studi Hukum Keluarga Islam IAIN
Palangka Raya, Palangka Raya, 2018.

Elfia, “Kebijakan Hukum Dalam Penyelesaian Kewarisan Islam (Analisis


Terhadap Beberapa Kebijakan Umar bin al-Khattab)”, Fokus: Jurnal
Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 2, Desember
2017, Fakultas Syariah Universitas Negeri Imam Bonjol Padang.

Faqih, Aunur Rahim, Mawaris (Hukum Waris Islam), Yogyakarta: UII Press,
2017.

Gani, Nurhadi Abdul, “Wasiat Wajibah Sebagai Penemuan Hukum Oleh


Hakim Dalam Perkara Waris Beda Agama (Studi Kasus Putusan
Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)”, Jurnal Hukum dan
Peradilan, (Aceh), Volume 6 Nomor 2, Juli 2017.

Herenawati, Kartika, dkk, “ Kedudukan Warisan Dari Pewaris Non Muslim


dan Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim (Analisis
Penetapan Pengadilan Agama Badung Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg
Tanggal 7 Maret 2013)”, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 16 Nomor 1,
Februari 2020-Juli 2020.
23

Ismail Al-Bukhari, Al-Iman Al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad bin, Shahih


Bukhari, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008.

Kompilasi Hukum Islam.

Kosyatillah, Neneng, “Penetapan Bagian Warisan Non Muslim Dengan Wasiat


Wajibah Di Pengadilan Agama Jakarta Barat Dalam Perspektif
Kompilasi Hukum Islam (Analisis Penetapan Nomor
86/Pdt.p/2012/PA.JB)”, Skripsi, Program Studi Hukum Keluarga UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.

Nuris, Roihan Firdaus, “Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan


Agama Jember Tentang Penetapan Status Ahli Waris Non Muslim (No.
1050/Pdt.G/2016/PA.Jr)”, Skripsi, Jurusan Hukum Perdata Islam UIN
Sunan Ampel, Surabaya, 2018.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Warisan Di Indonesia, Bandung: PT Bale


Bandung, 1986.

Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 0584/Pdt.G/2018/PA.Klt.

Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 1884/Pdt.G/2018/PA.Klt.

Saebani, Beni Ahmad, cet. 4, Fiqh Mawaris, Bandung: CV PUSTAKA


SETIA, 2019.

Setyawan, Rahmad, “Kewarisan Beda Agama Perspektif Maqasid Asy-


Syari’ah (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Kabanjahe
Nomor: 2/Pdt.G/2011/PA-Kbj)”, skripsi, tidak diterbitkan, Jurusan
Hukum Keluarga Islam IAIN Surakarta, Surakarta, 2017.

Simanjuntak, Bungaran Antonius, dan Soedjito Sosrodihardjo, Metode


Penelitian Sosial, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Rosanda, Ninda Cahya, “Penetapan Ahli Waris Muslim Dari Pewaris Non
Muslim (Studi Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg)”, Skripsi,
24

tidak diterbitkan, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam


Indonesia, Yogyakarta, 2018.

Sowaminata, Yusuf, “Wasiat Wajibah: Konsep dan Pelaksanaannya dalam


Hukum Positif di Indonesia”, ALQALAM, Vol. 25, No. 1, Januari-April
2008.

Suparman, Eman, Hukum Waris Indonesia: Dalam Perspektif Islam, Adat.


Dan BW, edisi revisi, Bandung: PT Refika Aditama, 2018.

Tesya, Auliya Rifki, “Wasiat Wajibah Bagi Istri Non Muslim Ditinjau Dari
Hukum Islam (Studi Putusan MA No. 16 K/Ag/2010)”, Skripsi,
Program Studi Hukum Keluarga Islam IAIN Purwokerto, 2018.

Ursyida, Meiva, “Analisis Hukum Islam Tentang Pertimbangan Hakim Dalam


Memutus Perkara Waris Beda Agama (Studi Putusan Mahkamah
Agung No. 368K/AG/1995)”, skripsi, tidak diterbitkan, Jurusan Ahwal
Al-Syaksiyyah UIN Raden Intan, Lampung, 2017.

Wulansari, C. Dewi, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar, Bandung: PT


Refika Aditama, 2018.

Zuhri, Zakiyatul Fata, “Wasiat Wajibah Kepada Isteri Yang Non Muslim
Dalam Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung
No. 16 K/Ag/2010)”, Skripsi, Prodi Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry
Darussalam, Banda Aceh, 2017.

Anda mungkin juga menyukai