Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PUTUSAN PERADILAN AGAMA PASURUAN

NOMOR 1856/PDT.G/2015/PA.PAS.

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Peradilan Agama


Dosen Pengampu : Ahmad Khairun Hamrany, S.H., M.Hum.

DISUSUN OLEH :
ETHA DHIYA ULHAQ (17410021)
NABILA IHZA NUR MUTTAQI (17410064)
ISNANTA AHMAD (17410124)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019
I. Kasus Posisi Putusan
Kasus yang terjadi dalam perkara ini merupakan kasus cerai gugat
antara Penggugat, umur 20 tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan karyawan pabrik, tempat kediaman di Kota Pasuruan melawan
Tergugat, umur 25 tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan jualan nasi goreng, tempat kediaman di Kota Pasuruan.
Pihak penggugat mengajukan gugatan pada tanggal 18 November
2015 dengan nomor register perkara 1856/Pdt.G/2015/PA.Pas dengan
alasan bahwa keluarganya sudah tidak harmonis dan sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran. Pada mulanya setelah menikah Penggugat
dan Tergugat membina rumah tangga sebagai suami istri bertempat tinggal
berpindah-pindah di rumah orangtua Penggugat dan orang tua Tergugat
selama 1 tahun 4 bulan, terakhir di rumah orang tua Tergugat selama 5
bulan, telah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri dan
dikaruniai 1 orang anak.
Terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut disebabkan
Tergugat sering keluar rumah tanpa tujuan yang jelas, jika Penggugat
mengingatkan Tergugat masalah tersebut, Tergugat malah marah-marah
dan memukul Penggugat. Akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut,
antara Penggugat dengan Tergugat telah pisah tempat tinggal sekitar 1
tahun, tepatnya sejak Nopember 2014, karena Penggugat diantar pulang ke
rumah orang tua Penggugat oleh Tergugat. Selama berpisah tersebut,
antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak pernah lagi melakukan
hubungan layaknya suami istri. Sehingga dengan keadaan seperti ini,
Penggugat sudah tidak sanggup lagi mempertahankan keutuhan
keluarganya dan memutuskan untuk bercerai dnegan Tergugat sebagai
jalan terbaik.

II. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat diambil dari pemaparan kasus posisi
atas Putusan Nomor 1856/Pdt.G/2015/PA.Pas. sebagai berikut:
1. Siapa para pihaknya?
2. Apa permasalahan hukumnya, Perceraian atau Non-Perceraiannya
tentang apa?
3. Apa putusan hakim terkait permasalahan tersebut dan apa
pertimbangannya?
4. Jelaskan apakah isi putusan tersebut telah sesuai dengan susunan dan
isi putusan yang seharusnya!
5. Apa pendapat penulis terkait permasalahan dan putusan hakim
tersebut?

III. Analisis Putusan


Setelah dilakukan pemaparan terkait kronologi kasus yang di
sengketakan oleh para pihak maka timbul permasalahan-permasalahan
akibat adanya putusan tersebut. Yang pertama, terkait para pihak yang
terlibat dalam kasus tersebut. Penggugat adalah seorang yang “merasa”
bahwa haknya dilanggar dan menarik orang yang “dirasa” melanggar
haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara ke depan hakim. Di dalam
hukum acara perdata, inisiatif, yaitu ada atau tidak adanya suatu perkara,
harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa, bahwa
haknya atau hak mereka dilanggar, yaitu oleh penggugat atau para
penggugat.1 Dalam kasus tersebut yang menjadi pihak Penggugat adalah
sesorang yang tidak disebutkan namanya umur 20 tahun, agama islam,
pendidikan terakhir SMP, pekerjaan karyawan pabrik, tempat kediaman di
Kota Pasuruan.
Tergugat Lawan dari Penggugat disebut Tergugat atau Gedagde
(Belanda). Keadaan tergugat dapat juga sendiri gabungan dari beberapa
orang atau memakai kuasa gabungan tergugat tersebut disebut kumulasi
subyektif artinya bergabung dalam berperkara. Dalam kasus ini yang
menjadi pihak tergugat adalah seseorang yang tidak disebutkan namanya
umur 25 tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan jualan
nasi goreng, tempat kediaman di Kota Pasuruan.

1
Retnowulan Sutanto dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam teori
dan Praktik, Bandung: Penerbit Alumni, 1986, hlm. 3.
Yang kedua, dalam putusan ini permasalahan hukum yang tejadi
adalah kasus perceraian lebih tepatnya cerai gugat. Istilah perceraian
terdapat dalam pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan
fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian,
dan atas putusan pengadilan”. Sedangkan dalam istilah fiqih disebut Talaq
yang berarti membuka ikatan, membatalkan perjanjian. Perceraian dalam
istilah fiqih juga sering disebut furqah, yang artinya bercerai, yaitu lawan
dari berkumpul. Kemudian kedua istilah itu digunakan oleh para ahli fiqih
sebagai satu istilah yang berarti “perceraian suami istri”.2
Putusnya perkawinan ini diatur juga oleh negara melalui Undang-
Undang Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 sebagai aturan pelaksanaan
dari UU Perkawinan dan juga diatur dalam KHI. Pengertian talak
disebutkan dalam KHI pasal 117 yang menjelaskan bahwa talak adalah
ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu
sebab putusnya perkawinan.
Ketentuan tentang keharusan perceraian di pengadilan ini memang
tidak diatur dalam fiqh mazhab apa pun, termasuk Syi’ah Imamiyah,
dengan pertimbangan bahwa perceraian khususnya yang bernama talak
adalah hak mutlak seorang suami dan dia dapat menggunakannya di mana
saja dan kapan saja; dan untuk itu tidak perlu memberi tahu apalagi minta
izin kepada siapa saja. Dalam pandangan fiqh perceraian itu sebagaimana
keadaannya perkawinan adalah urusan pribadi dan karenanya tidak perlu
diatur oleh ketentuan publik.3
Yang ketiga, putusan hakim tekait kasus yang terjadi tersebut
adalah bahwa dalam amar putusan tersebut tertulis :
1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan
patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu ba'in shughra Tergugat (TERGUGAT)
terhadap Penggugat (PENGGUGAT);
2
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakarta: Liberty, 1982, Hlm. 103.
3
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007,
Hlm. 228.
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Pasuruan untuk
mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Purworejo Kota Pasuruan dan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Panggungrejo Kota
Pasuruan, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya
perkara ini sejumlah Rp. 271.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu
ribu rupiah);

Yang pada intinya amar tersebut menyatakan bahwa hakim


menjatuhkan putusan verstek sebab pihak Tergugat telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan tetapi pihak Tergugat
tidak hadir. Dengan adanya putusan verstek tersebut, maka hakim
memutuskan menjatuhkan talak satu ba’in sughra tergugat terhadap
penggugat.

Pertimbangan hukumnya adalah bahwa Penggugat hadir secara in


person dalam sidang, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir tanpa alasan
yang sah, meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, serta tidak pula
menyuruh orang lain untuk hadir dalam sidang sebagai kuasanya yang sah.
Selain itu, Tergugat tidak pernah datang dalam persidangan, dan
berdasarkan PERMA No.1 Tahun 2008, maka proses mediasi tidak perlu
dilaksanakan. Berdasarkan pasal 31 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun
1975 jo. pasal 65 dan 82 ayat (1), (2) dan (4) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang - Undang
Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang - Undang
Nomor 50 tahun 2009, maka Majelis dalam setiap persidangan telah
berusaha mendamaikan dengan menasehati Penggugat agar rumah
tangganya rukun kembali namun tidak berhasil.

Pertimbangan hukum lainnya adalah tidak hadirnya Tergugat di


muka sidang, maka hak - hak Tergugat dianggap gugur dan Tergugat
dianggap telah mengakui dalil - dalil Gugatan Penggugat. Adanya saksi-
saksi dan laat bukti yang diajukan oleh Pihak penggugat juga menjadi
pertimbangan hakim dalam memtutuskan perkara ini. Apabila tujuan
perkawinan sudah tidak mungkin dicapai, maka perkawinan tersebut tidak
ada gunanya untuk dipertahankan karena hanya akan menimbulkan
penderitaan baik lahir maupun batin bagi kedua belah pihak suami dan
atau isteri tersebut, karena itu demi kebaikan semua pihak dan untuk
menghindari kemafsadatan yang lebih besar, jalan yang terbaik adalah
menceraikan perkawinan tersebut.

Karena perkara ini adalah cerai gugat yaitu yang berkehendak


untuk bercerai adalah Penggugat (isteri) dan sebelumnya antara Penggugat
dengan Tergugat belum pernah bercerai, dan berdasarkan pasal 119
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, maka talak yang dijatuhkan
Tergugat terhadap Penggugat adalah talak satu ba'in sughra.

Yang keempat, isi susunan putusan dengan nomor register perkara


1856/Pdt.G/2015/PA.Pas sudah sesuai dengan susunan dan isi putusan.
Putusan hakim pada dasarnya tersusun dan berisi :

1. Judul dan nomor putusan;


Judul : PUTUSAN
Nomor : 1856/Pdt.G/2015/PA.Pas
2. Tanggal Putusan;
22 Desember 2015 Masehi bertepatan dengan tanggal 10
Rabiul Awal 1437 Hijriyah
3. Kepala putusan;
Kalimat “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”
Diikuti dengan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”
4. Nama dan tingkat pengadilan yang memutus ;
Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili
perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan
putusan dalam perkara Cerai Gugat antara :
5. Tentang duduk perkaranya ;
Terdapat dalam putusan (lampiran)
6. Tentang pertimbangan hukumnya ;
Terdapat dalam putusan (lampiran)
7. Amar putusan.
Terdapat dalam putusan (lampiran)
8. Pembebanan biaya perkara
Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya
perkara ini sejumlah Rp. 271.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu
ribu rupiah)
9. Hubungan amar dan petitum
Amar yang dijatuhkan sudh didukung dengan konsideran
(duduknya perkara dan pertimbangan hukum) dan sesuai
dengan petitum gugatan penggugat
10. Tanggal putusan dan pengucapan putusan
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan Agama Pasuruan pada hari Selasa tanggal
22 Desember 2015 Masehi bertepatan dengan tanggal 10
Rabiul Awal 1437 Hijriyah
11. Penandatanganan putusan
Putusan ditandantangani oleh ketua sidang yaitu SLAMET,
S.Ag., S.H.,M.H., hakim-hakim anggota yaitu Drs. H.
MUCHIDIN, M.A. dan Drs. MOH. HOSEN, S.H. dan panitera
yang turut bersidang yaitu Drs. A. DARDIRI, S.H.

Dapat dikatakan bahwa dalam putusan tersebut sudah sesuai dengan


susunan dan isi putusan yang seharusnya.

Yang kelima, pendapat penulis terkait permasalahan dan putusan


hakim tersebut adalah bahwa permsalahan yang terjadi seperti halnya
perceraian merupakan permasalahan yang sering terjadi di Indonesia.
Begitu banyak faktor yang menyebabkan angka perceraian di Indonesia itu
tinggi, misalkan kehidupan keluarga yang tidak harmonis, terlalu dini
untuk melakukan pernikahan sehingga belum siap menghadapi kehidupan
setelah pernikahan, kekurangan dari segi ekonomi, maupun penyebab yang
lainnya. Dapat kita ketahui bahwa perkawinan itu merupakan suatu hal
yang sakral dan bukanlah main-main sehingga ketika memiliki keputusan
untuk menikah harus dengan pertimbangan yang matang sehingga dapat
mencegah terjadinya suatu perceraian.

Terkait dengan putusan hakim tersebut, pendapat penulis adalah


bahwa putusan tersebut jika dilihat dari segi penulisan dan kesesuaian
dengan struktur dan isi putusan maka putusan ini sudah sesuai. Dalam
putusan ini juga disertai dengan pertimbangan hukum yang dijadikan
sebagai pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Duduk
perkara dipaparkan secara jelas sehingga mudah dipahami alur penyebab
penggugat mengajukan cerai gugat kepada tergugat. Dalam amar yang
dijatuhkan hakim juga sesuai dengan petitum yang diajukan oleh pihak
penggugat. Sehingga penulis berpendapat bahwa putusan tersebut sudah
baik dalam penerapan hukumnya maupun dari segi penulisan isi maupun
strukturnya.

IV. Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis terhadap kasus posisi Putusan Nomor
1856/Pdt.G/2015/PA.Pas yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut :
1. Para pihak dalam perkara ini adalah sesorang yang tidak disebutkan
namanya umur 20 tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan karyawan pabrik, tempat kediaman di Kota Pasuruan sebagai
Penggugat dan seseorang yang tidak disebutkan namanya umur 25
tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan jualan nasi
goreng, tempat kediaman di Kota Pasuruan sebagai Tergugat.
2. Dalam putusan ini permasalahan hukum yang tejadi adalah kasus
perceraian lebih tepatnya cerai gugat yang dilakukan oleh Istri sebagai
penggugat kepada suaminya sebagai tergugat.
3. Dalam amar putusan tersebut bahwa hakim menjatuhkan putusan
verstek sebab pihak Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut
untuk menghadap di persidangan tetapi pihak Tergugat tidak hadir.
Dengan adanya putusan verstek tersebut, maka hakim memutuskan
menjatuhkan talak satu ba’in sughra tergugat terhadap penggugat.
Dengan berbagai pertimbangan hukum yang dipergunakan dalam
menjatuhkan putusan tersebut.
4. Isi susunan putusan dengan nomor register perkara
1856/Pdt.G/2015/PA.Pas sudah sesuai dengan susunan dan isi putusan
yaitu Judul dan nomor putusan, Tanggal Putusan, kepala putusan,
Nama dan tingkat pengadilan yang memutus, duduk perkara,
pertimbangan hukum, amar putusan, biaya perkara, hubungan amar
dan petitum, Tanggal putusan dan pengucapan putusan,
penandatanganan putusan.
5. Pendapat penulis terkait permasalahan dan putusan hakim tersebut
adalah bahwa permsalahan yang terjadi seperti halnya perceraian
merupakan permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Begitu
banyak faktor yang menyebabkan angka perceraian di Indonesia itu
tinggi, misalkan kehidupan keluarga yang tidak harmonis, terlalu dini
untuk melakukan pernikahan sehingga belum siap menghadapi
kehidupan setelah pernikahan, kekurangan dari segi ekonomi, maupun
penyebab yang lainnya. Terkait dengan putusan hakim tersebut,
pendapat penulis adalah bahwa putusan tersebut jika dilihat dari segi
penulisan dan kesesuaian dengan struktur dan isi putusan maka
putusan ini sudah sesuai.

V. Daftar Pustaka
 Buku
Retnowulan Sutanto dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata
dalam teori dan Praktik, Bandung: Penerbit Alumni, 1986.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakarta: Liberty,
1982.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2007.
 Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam

Anda mungkin juga menyukai