0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan2 halaman
Putusan pengadilan negeri mengabulkan perceraian sepasang suami istri Hindu dan menetapkan hak asuh anak. Kasus ini menunjukkan bahwa hukum adat masih dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pengadilan meskipun perkawinan telah berlangsung lama.
Putusan pengadilan negeri mengabulkan perceraian sepasang suami istri Hindu dan menetapkan hak asuh anak. Kasus ini menunjukkan bahwa hukum adat masih dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pengadilan meskipun perkawinan telah berlangsung lama.
Putusan pengadilan negeri mengabulkan perceraian sepasang suami istri Hindu dan menetapkan hak asuh anak. Kasus ini menunjukkan bahwa hukum adat masih dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pengadilan meskipun perkawinan telah berlangsung lama.
Seorang perempuan (nama disamarkan), lahir pada tanggal 31 Desember 1967,
pekerjaan swasta, agama Hindu, menggugat seorang laki-laki (nama disamarkan), lahir pada tanggal 31 Desember 1969, pekerjaan petani, agama Hindu, kepada Pengadilan Negeri Singareja pada 4 Juli 2018. Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan menurut Hukum Adat atau Agama Hindu, di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, pada tanggal 5 September 1995 yang saat ini belum mempunyai Akta Perkawinan. Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 (dua) orang anak. Seiring dengan berjalannya waktu, Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan kesalahpahaman, setiap ada pertengkaran Tergugat selalu mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakitkan dan selalu Tergugat mengajak Penggugat untuk bercerai. Puncaknya adalah pada tanggal 6 April 2015 Penggugat dengan Tergugat sudah tidak ada kecocokan lagi maka telah membuat Surat Pernyataan Perceraian Suami Istri yang disaksikan oleh Kelian Banjar Dinas Pudeh, Kelian Desa Pakraman Tajun dan Perbekel Tajun. Penggugat berharap Hakim Pengadilan Negeri Singareja dapat menjatuhkan amar putusan yang mengabulkan seluruh gugatan penggugat, selain itu Penggugat juga berharap Hakim dapat menjatuhkan amar putusan : 1. Menyatakan hukum bahwa Penggugat dengan Tergugat yang telah melangsungkan perkawinan menurut Hukum Adat atau Agama Hindu, di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, pada tanggal 5 September 1995 adalah sah. 2. Menyatakan hukum bahwa Penggugat dengan Tergugat yang telah melangsungkan perkawinan menurut Hukum Adat atau Agama Hindu, di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, pada tanggal 5 September 1995 adalah putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya. 3. Menyatakan hukum anak yang lahir dari perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai 2 orang anak, dimana kedua anak tersebut sesuai dengan musyawarah mufakat bahwa anak I (Pertama) berada dalam asuhan dan tanggung jawab Tergugat dan anak II (Kedua) berada dalam asuhan dan tanggung jawab Penggugat dengan tidak menutup kesempatan kepada Tergugat maupun Penggugat untuk bertemu dengan kedua anak tersebut. Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil gugatannya, penggugat telah mengajukan surat-surat bukti yang bermaterai cukup berupa Surat Keterangan Perkawinan dari Perbekel Tajun, Asli surat keterangan lahir dari Perbekel Desa Tajun, dan Asli surat Pernyataan Perceraian tertanggal 6 April 2015 antara Made Merta dengan Disamarkan yang diketahui oleh Kelian Banjar Dinas Pudeh, Kelian Desa Pekraman Tajun, dan Perbekel Tajun. Selain surat-surat bukti, Penggugat juga membawa 2 orang saksi. Berdasarkan dalih-dalih diatas, hakim mengambulkan gugatan Penggugat seluruhnya secara verstek, karena Tergugat tidak hadir dalam persidangan. Selain itu hakim juga menetapkan : 1. Menyatakan hukum bahwa Penggugat dengan Tergugat yang telah melangsungkan perkawinan menurut Hukum Adat atau Agama Hindu, di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, pada tanggal 5 September 1995, adalah sah. 2. Menyatakan hukum bahwa Penggugat dengan Tergugat yang telah melangsungkan perkawinan menurut Hukum Adat atau Agama Hindu, di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, pada tanggal 5 September 1995 adalah putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya. 3. Menyatakan hukum anak yang lahir dari perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat berada dalam asuhan dan tanggung jawab Penggugat dengan tidak menutup kesempatan kepada Tergugat sebagai ayah kandungnya sewaktu-waktu untuk bertemu dan memberikan kasih sayangnya kepada anak tersebut. 4. Memerintahkan kepada para pihak untuk melaporkan putusan perkara ini yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tanpa meterai kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng untuk mendaftarkan/mencatatkan putusan perkara ini dalam register yang diperuntukkan untuk itu. Dengan dikabulkannya gugatan ini, menurut saya legalitas hukum adat masih dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pada Pengadilan Negeri. Ini menjadi suatu kekuatan besar karena hukum adat tidak dipandang sebelah mata sebagai hukum yang kuno, akan tetapi masih terus eksis dan menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam pengambilan keputusan. Seperti pada kasus diatas, meskipun perkawinan telah berlangsung sejak lama, tetapi masih bisa diakui legalitasnya oleh negara karena ada bukti dari adat setempat.