Judul
B. Latar Belakang
pasangan merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT. Bagi umat-Nya
dapat menjalankan peran mereka untuk mencapai tujuan tersebut dengan sebaik
baiknya.1
Sarana yang diberikan oleh Allah terhadap laki-laki dan perempuan untuk
menjalin hubungan yang sah tercakup dalam sebuah ikatan yang sakral berupa
memunculkan rasa kasih sayang, cinta mencintai antara laki laki dan perempuan
tersebut. Pernikahan adalah salah satu satu sunnah dan menyebabkan ikatan lahir
batin melalui akad dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia.
ikatan lahir batin antara seorang pria dengn seorang wanita sebagai suami istri
dengn tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yag bahaga dan kekal
1
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 3, diterjemahkan oleh Abu Syauqina dan Aulia Rahma,
Cet II, Jakarata: PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013, hlm.193
2
Hasbullah Bakry, Kumpulan Lengkap Undang-Undang dan Peraturan Perkawinan
Di Indonesia , Jakarta: Djambatan 1985 , hlm. 3
1
ialah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi
sebab sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual
dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kash sayang, kebajikan dan
saling menyantuni.3
adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan gholidzan untuk menaati perintah
kepada Allah saja, namun mengandung aspek keperdataan yang menimbulkan hak
dan kewajiban antara suami dan istri. Oleh karena itu, antara hak dan kewajiban
merupakan hubungan timbal balik antara suami dengan istrinya. 5 Hak dan
kewajiban suami istri dalam Undang Undangperkawinan diatur di dalam pasal 30-
34. Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 77-84. Pengaturan tentang
hak dan kewajiban suami istri yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam lebih
Perkawinan.6
Namun, dalam menjalani bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus,
Namun, percekcokan itu perlu ada ditengah dinamika keluarga sebagai bumbu
keharmonisan dan variasi rumah tangga, tentunya dalam porsi yang tidak terlalu
3
Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991, hlm. 62
4
Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam, cet 4 , jakarta: CV Akademika Presindo, 2010
hlm. 114
5
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,cet, II , Jakarta : Sinar Grafika,2007,
hlm. 51
6
A.rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia , Jakarta: Rajawali Press, 2013, hlm.148-
149
2
banyak. Namun ada juga keluarga yang tidak dapat mengatasi percekcokan yang
sebuah ikatan perkawinan, dengan demikian ikatan perkawinan dapat putus dan
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Talak yang diucapkan oleh suami merupakan
pelepasan ikatan pernikahan. Ucapan talak ini terjadi dikarenakan oleh beberapa
sebab salah satunya yaitu terjadinya nusyuz oleh istri. Nusyuz dalam artian
kedurhakaan yang dilakukan oleh istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi
mengganggu keharmonisan rumah tangga. Talak yang terjadi dalam hal tersebut
adalah talak raj’i yaitu talak dimana suami diberi hak untuk kembali kepada
istrinya tanpa melalui nikah baru, selama istrinya itu masih dalam massa iddah.
Para ulama bersepakat bahwa wanita yang dicerai dengan talak raj’i memiliki hak
nafkah dan tempat tinggal, mengingat bahwa statusnya sebagai istri belum lepas
dianggap nusyuz (melakukan hal hal yang dianggap durhaka yakni melanggar
7
Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : PT
Semesta Rakyat Merdeka,2012,hlm. 172-173
3
Hal ini pun dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu dalam pasal
152 yang berbunyi “Bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas
Serta dalam pasal 149 huruf (b) KHI yang berbunyi “Apabila terjadi perceraian
suami wajib memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama
masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam
cerai talak ke pengadilan Agama setempat, dengan berbagai alasan yaitu salah
dikarenakan termohon tidak taat pada pemohon untuk diajak tinggal di rumah
terbukti nusyuz dengan tidak menaati perintah suami untuk tinggal di rumah orang
tua pemohon, dengan ini penggugat rekonvensi dalam haknya mendapat nafkah
iddah gugur sesuai dengan pasal 149 huruf (b) jo pasal 152 Kompilasi Hukum
Islam.
4
pembanding/penggugat rekonvensi menggugat nafkah iddah kepada
merupakan istri yang nusyuz dengan keluar rumah makan bersama laki-
laki lain dengan tidak meminta izin terlebih dahulu oleh suami, sehingga
tidak berhak atas nafkah iddah. Hakim setelah membaca dan meneliti
dijalani sehingga bekas istri belum dapat dinilai apakah nantinya nusyuz
atau tidak.
yang nusyuz karena telah berselingkuh dengan laki laki lain meskipun
dalam hubungan badan itu kelamin kelamin laki-laki lain belum masuk ke
5
di dalam persidangan, tetapi hakim juga memberi hak nya sebagai istri
yang ditalak oleh suami yaitu memberi nafkah iddah sebesar Rp.
dijalani sehingga bekas istri belum dapat dinilai apakah nantinya nusyuz
atau tidak.
Contoh dua kasus diatas terbukti bahwa hakim dalam memberi putusan tentang
nafkah iddah kepada istri yang nusyuz tidak sesuai dengan aturan hukum positif di
Indonesia yaitu dalam pasal 149 huruf (b) jo pasal 152 Kompilasi Hukum Islam.
melakukan interpretasi yang berbeda beda dalam memutuskan kasus yang sama
tentang nafkah iddah, yang mana akan peneliti analisis pada Putusan Pengadilan
Tabel 1
6
Daftar Penelitian Terdahulu
C. Rumusan Masalah
nafkah iddah kepada mantan istri yang dikategorikan nusyuz telah sesuai dengan
D. Tujuan Penelitian
7
Untuk menganalisis mengenai dasar hukum pertimbangan hakim dalam
pemberian nafkah iddah kepada mantan istri yang dikategorikan nusyuz telah
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
mengenai hak-hak istri ketika terjadi perceraian dan hal-hal yang dapat
2. Manfaat Praktis
dikategorikan nusyuz.
8
pemberian nafkah iddah kepada mantan istri yang dikategorikan
nusyuz.
F. Tinjauan Pustaka
apabila hakim tersebut tidak teliti dan tidak cermat. 8 Hakim sebagai
kewajiban hakim yang berkaitan dengan asas ius curia novit yaitu
8
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar
Cetakan V, Yogyakarta, 2004, hlm. 140
9
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
9
hakim dianggap mengetahui hukum. Pembentuk undang-undang
1. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil yang tidak
disangkal
atau bertindak kasar.11 Sikap tidak patuh dari salah seorang diantara
patuh.
11
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta :
Pustaka Progressif, 1997, hlm. 1418-1419
10
Menurut terminologis, nusyuz mempunyai beberapa pengertian di
bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi ketentuan Allah
baiknya.
11
a. Nusyuz isteri terhadap suami
terhadap suaminya, hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dengan
Wajib bagi suami pada saat itu untuk mencari sebab terjadinya
membuatnya marah, yang tidak dirasakan oleh suami. Oleh karena itu,
bagi suami jika telah jelas baginya bahwa nusyuz karena berpalingnya
isteri pada suatu yang layak dan patut dan menyebutkan dampak-
Qur’an begitu pula hadits-hadits Nabi dan juga para ulama tafsir tidak
12
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm..209
13
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, Jakarta:Amzah, 2010. hlm. 302
12
membatasi, fiqh terhadap yang terlihat selama waktu tertentu.
suami maka hal itu, tersa bersat atasnya sehingga ia kembali baik.
Kemudian, jika ia masih marah maka hal itu jelas diketahui bahwa
nusyuz berawal dari nya. Dalam pandangan ulama hal ini berakhir
mutlak.
13
Rasulullah Bersabda “ Pukullah perempuan-perempuan itu jika ia
menyakitkan ”14
tanpa proses pengadilan, tanpa saksi atau bukti, sebab dalam hal ini
istrinya.15
juga dari pihak suami. Selama ini, disalahpahami bahwa nusyuz hanya
adanya nusyuz dari suami seperti yang terlihat dalam surat An Nisa’
ayat 128 “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
kikir. Dan juga kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan
kerjakan.”
14
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga: Pedoman Keluarga dalam Islam, Jakarta:
Remaja Rosdakarya, 2012, hlm. 309
15
Syaikh Mahmud al-Mashri, Perkawianan Idaman, Jakarta: Qisthi Press, 2010, hlm.
360
14
Nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajibannya
baik. Yang terakhir ini mengandung arti yang luas, yaitu segala
kerap kali mengarah pada apa yang disebut dalam fiqh nusyuz. Nusyuz
16
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 193.
17
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ,
hlm. 211
18
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7 ,Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1999, hlm. 129
15
dilakukan. Hal ini dapat ditemukan dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa
ayat 34:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuz nya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-
cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar”
Kemudian ayat selanjutnya Allah berfirman dalam surat An Nisa
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan juga
kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Hadits yang berkaitan dengan nusyuz adalah sebagai berikut,
19
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzuk 5,Jakarta: Gema Insani, 2017, hlm. 63
16
Dalam Kompilasi Hukum Islam, soal nusyuz juga diatur. Beberapa
Pasal 80
Pasal 83
1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin
kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam;
2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga
dengan sebaik-baiknya;21
Pasal 84
1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali
dengan alasan yang sah.
2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya
tersebut pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal
untuk kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali
setelah isteri tidak nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus
didasarkan atas bukti yang sah.22
20
Pasal 80 KHI
21
Pasal 83 KHI
22
Pasal 84 KHI
17
3. Tinjauan Umum Nafkah Iddah
pokok.24
perkawinannya.25
18
Melihat definisi nafaqah dan iddah di atas, maka dapat disimpulkan
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 149 huruf (b) juga dijelaskan
dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhkan talak ba’in atau
bahwa suami itu adalah pencari rezeki, rezeki yang telah diperoleh itu
dan papan.27
Dalam hal ini, tentang pemberian nafkah iddah istri yang dalam
perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang
19
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan pasal 149 huruf
(b) KHI. jadi, nafkah iddah tersebut diminta atu tidak diminta pihak
Perkawinan.
20
Di dalam Al-Qur’an juga di jelaskan juga ketentuan mengenai nafaqah
ayat 228:
30
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Pustaka Agung
Harapan, 2006, hlm. 446
31
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Pustaka Agung
Harapan, 2006, hlm.28
21
rumah tangga dan sebagai pembimbing menuju jalan kebaikan.
1. Akad nikah mereka batal atau fasid (rusak), seperti di kemudian hari
2. Istri masih belum baligh dan ia masih tetap di rumah orang tuanya.
Menurut Abu Yusuf istri berhak menerima nafkah dari suaminya jika
tanpa seizin suami, bepergian tanpa izin suami dan tanpa disertai
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
22
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif. Pemilihan jenis
norma pemberian nafkah iddah kepada mantan istri yang nusyuz dalam
2. Pendekatan Penelitian
tertentu dari berbagai aspek hukum33 yaitu kasus yang terdapat dalam
23
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
melangkah dengan tetap berdasar teori dan asas hukum yang relevan
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 13
24
adalah buku literatur, hasil penelitian terdahulu, jurnal hukum dan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder atau sebagai
primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus hukum dan Kamus
lain:
Universitas Brawijaya
25
menolak serta mengabulkan pemberian nafkah iddah kepada mantan
dengan isu hukum yang diangkat. Selain itu juga menggunakan cara
dari ratio decidendi atau alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim
dikaitkan dengan aturan yang berlaku dan pendapat para ahli yang
1) Interpretasi Gramatikal
26
Interpretasi ini merupakan cara penjelasan yang paling sederhana
sehari-hari.
2) Interpretasi Sistematis
H. Definisi Konseptual
27
2. Pengertian Nusyuz
Apabila istri menentang kehendak suami tanpa alasan yang dapat diterima
Nafkah iddah adalah segala sesuatu yang diberikan oleh seorang suami
penguggat.
I. Sistematika Penulisan
Berikut ini adalah sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
penjabaran kasus secara garis besar yang akan diangkat dalam penelitian.
28
Kemudian dijelaskan juga mengenai rumusan permasalahan yang akan diteliti,
yang perlu diketahui pembaca mengenai penelitian ini, serta terkait teori-teori
hukum yang berkaitan dengan penelitian sebagai bahan analisa yang akan
penelitian, pendekatan penelitian, jenis bahan hukum dan sumber hukum, teknik
Pada bagian ini, penulis menjelaskan mengenai kronologi kasus secara mendalam
serta diikuti dengan hasil analisis penulis untuk menjawab rumusan masalah yang
diteliti.
BAB V : PENUTUP
J. Daftar Pustaka
Literatur Buku
29
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, Jakarta:Amzah, 2010
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta: Prenada Media, 2004
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Pustaka
Agung Harapan, 2006
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzuk 5,Jakarta: Gema Insani, 2017
Hasbullah Bakry, Kumpulan Lengkap Undang-Undang dan Peraturan
Perkawinan Di Indonesia ,Jakarta: Djambatan,1985
Kamal Mukhtar, Azas-Azas Islam Tentang Perkawinan, Jakarta; Bulan
Bintang, 1974
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2014
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 3, diterjemahkan oleh Abu Syauqina dan Aulia
Rahma, Cet II Jakarata: PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2013
Syaikh Mahmud al-Mashri, Perkawianan Idaman, Jakarta: Qisthi Press, 2010
Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam,
Jakarta : PT Semesta Rakyat Merdeka,2012
Peraturan Perundang-Undangan
30