POLIGAMI
OLEH:
Group C
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1. Latar Belakang.......................................................................................................1
2. Rumusan Masalah..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
3. Dampak Poligami...................................................................................................6
4. Syarat Poligami......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap manusia yang telah beranjak dewasa akan masuk
kedalam jenjang pernikahan. Dalam kitab suci telah diperintahkan bahwa
manusia harus memiliki keturunan dan memenuhi bumi. Hal tersebutlah yang
menjadi dasar untuk manusia melaksanakan pernikahan. Pernikahan pada
dasarnya merupakan upacara untuk menyatukan dua anak manusia yang
berlainan jenis kelamin yaitu seorang pria yang telah dewasa dan seorang
wanita yang telah dewasa untuk selanjutnya di persatukan dan membina
hubungan rumah tangga yang di harapkan bisa menjadi suami istri yang dalam
agama islam disebut Sakinah, Mawadda, dan Warahmah. Kata-kata tersebut
jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia memiliki arti damai tentram,
cinta kasih atau harapan, dan kasih sayang. Tiga doa tersebut memberikan arti
bahwa diharapkan hubungan suami-istri kedua mempelai tersebut dapat
memiliki dasar yang seperti itu agar kuat dan tak mudah goyaah walaupun ada
tantangan sekalipun.
Dalam dunia pernikahan, tidak jarang kita temui bahwa salah satu dari
pasangan tersebut ada yang memiliki istri leih dari satu. Pada dasarnya
memiliki istri lebih dari satu orang merupakan hal yang sudah menjadi wajar.
Dalam agama islam, dijelaskan bahwa seorang pria diperbolehkan untuk bisa
memiliki istri lebih dari satu. Tetapi memiliki istri lebih dari satu tidak dapat
dilakukannya dengan cara Cuma-Cuma, terdapat beberapa syarat untuk
melakukan yang disebut poligami.
Saat ini banyak kasuk poligami yang dilakukan dengan sembarangan
beralasankan bahwa dalam agamanya diperbolehkan untuk melakukan
poligami dan itu sudah menjadi hal yang normal untuk bisa memiliki istri lebih
dari satu. Mereka tidak mau tahu bagaimana caranya atau prosedurnya untuk
melakukan poligami, yang mereka pahami hanyalah poligami dapat dilakukan
karena mereka menghendaakinya.
2. Rumusan Masalah
1. Apa dasar hukum dari poligami ?
2. Apa alasan adanya poligami ?
3. Apa saja dampak dari poligami ?
4. Apa syarat dari dilakukannya poligami ?
5. Apa saja prosedur dari poligami ?
BAB II
PEMBAHASAN
1
Kajian Pustaka, “Sejarah Dasar Hukum dan Syarat Poligami”. Diakses di :
https://www.kajianpustaka.com/2018/01/sejarah-dasar-hukum-dan-syarat-
poligami.html. 1 Oktober 2019.
2. Alasan Diadakan Poligami
Pada dasarnya hukum perkawinan adalah monogami dan seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri saja. Akan tetapi dengan adanya
permasalahan yang mucul, seperti poligami yang Islam memandang lebih
banyak membawa resiko dibanding manfaatnya, tapi poligami juga
menjadi jalan alternatif untuk mengurangi adanya perzinaan yang
disebabkan karena suami merasa kurang puas dengan pelayanan istrinya.
Maka seorang suami yang ingin beristri lebih dari seorang dapat
diperbolehkan apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
dalam keadaan daruratdan Pengadilan Agama telah memberi izin seperti
yang sudah diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974. Dan dasar pemberian izin poligami oleh Pengandilan Agama diatur
dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan seperti diungkapkan
sebagai berikut :
2
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, cet. Ke-2, hlm. 47
Dalam alasan suami beristri lebih dari seorang ini juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu pada pasal 40
berbunyi “ apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang
maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan”.
Selanjutnya Pengadilan memeriksa mengenai dalam Pasal 41huruf (a) Ada
atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah:
b. Bahwa istri terdapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
3. Dampak Poligami
Poligami mempunyai berbagai dampak, baik positif dan negatif bagi suami
istri maupun anak.
a. Dampak Positif Poligami4
Ada banyak dampak positif dalam berpoligami di Hukum Islam, bagi
pihak suami, yaitu :
1. Terhindar dari maksiat dan zina.
2. Memperbanyak keturunan.
3
Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan
Agama, Jakarta: yayasan Al-Hikmah, cet. 3, hlm. 162.
4
https://www.scribd.com/document/393183336/Dampak-Positif-Dan-Negatif-Poligami
3. Melindungi dan menolong para janda, perawan tua, dan kelebihan
perempuan.
4. Melatih kesabaran dan menekan egois.
5. Anak yang dilahirkan dalam status poligami yang sah akan
mendapat
status legal formal.
6. Status yang jelas bagi perempuan yang di poligami secara sah.
7. Memuaskan/memenuhi hak suami jika istri melahirkan, sedang
haid, sakit, uzur, dan lain sebagainya
5
https://www.slideshare.net/izzyrizkigumilar/poligami-menurut-hukum-islam-dan-hukum-positif
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP 45/1990”), khususnya
dalam Pasal 4 PP 45/1990.
8. Mendapat tekanan ekonomis (diperlukan biaya untuk membina
rumah tangga dengan lebih dari satu istri).
9. Kadang bias mendekat tekanan politis.
4. Syarat Poligami
Syarat poligami menurut UU No. 1 tahun 1974
Pasal 4 ayat (2)
Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin
kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang
apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak
mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak
dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab
lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Banyak pria yang menjadikan dalil poligami agar ia bisa menikah lagi
dan lagi tanpa mengenal batasan. Bahkan tak sedikit pria-pria yang
menikahi wanita hingga 5 sampai 10 kali hanya sebagai pemuas nafsu
belaka. Hal ini tentu tidak benar. Berdasarkan syariat agama, poligami
hanya boleh dilakukan sebanyak 4 kali, tidak lebih dari itu
“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara
isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau
(pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan
kezaliman.” (QS an-Nisaa’:3)
Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan
beristri lebih dari seorang dalam Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam ,
apabila;
A. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
B. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
C. disembuhkan
D. Istri tidak dapat melahirkan keturunan6
Selain syarat alternatif dalam Pasal 57 yang harus ada dalam izin poligami
tetapi juga harus ada syarat komulatif yaitu dalam Pasal 58 yang berbunyi:
1. Selain syarat utama yang harus disebut pada Pasal 55 ayat (2)
maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama harus dipenuhi
syarat-syarat yang ditentukan pada Pasal 5 Undang- Undang No.1
Tahun 1974 yaitu:
A. Adanya persetujuan istri
B. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 huruf b Peraturan
Pemerintah No.9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri
dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun
telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan
persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.
3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin
dimintai persetujuaanya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya
6
Kompilasi Hukum Islam,(Bandung : Fokus Media, 2010), hlm. 196-197
sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu
mendapat penilaian Hakim
Selanjutnya pada Pasal 59 yaitu dalam hal istri tidak mau memberikan
persetujuan dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang
berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam Pasal 55 ayat (2) dan
57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang memberikan izin setelah
memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan
Pengadilan Agama, dan terhadap Ada atau tidaknya alasan yang
memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah penetapan ini istri atau
suami dapat mengajukan banding atau kasasi. Setelah Pengadilan Agama
menerina Permohonan izin Poligami kemudian memeriksa mengenai yang
terdapat pada Pasal 41 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu:
A. Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
Bahwa
istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
B. Bahwa istri tidak dapat melahirkan.
Dalam Pasal 41c yaitu ada atau tidaknya kemampuan suami untuk
menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dengan
memperlihatkan bukti:
i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda
tangani oleh bendahara tempat bekerja
ii. Surat keterangan pajak penghasilan
iii. Surat keterangan lain yang dapat ditrima oleh Pengadilan7
BAB III
KESIMPULAN
7
Abdul Rohman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, cet. Ke-3, 2008),
hlm. 134- 136.
Pada dasarnya didalam hukum islam mengatur mengenai poligami dan
memperbolehkan namun bersyarat, keadaan darurat serta adanya perizinan dari
pengadilan agama. Maka poligami tidak dapat dilakukan dengan sembarangan
harus memenuhi unsur unsur yang terkait seperti adanya istri tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri terdapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan keturunan. Poligami
memiliki dampak positif maupun buruk dalam kehidupan contohnya seperti
menghindari perzinaan dengan wanita yang bukan istrinya dan contoh kecil dalam
dampak negatifnya yaitu mendapat tekanan dari masyarakat yang mana
masyarakat berpikiran bahwa perilaku yang dilakukan oleh si pria itu buruk.
Adapun syarat syarat yang diatur di dalam Islam yaitu, maksimal hanya bisa 4
istri, mampu membiayai, berlaku adil terhadap semua istri, tidak menjauhkan
kepada ibadahnya, tidak boleh poligami dengan wanita yang bersaudara dengan
artian bahwa wanita yang dapat dipoligamikan adalah wanita yang tidak sedarah
dari si istri, menjaga kehormatan istri-istrinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hukum islam memperbolehkan adanya poligami dan tidak menuntup
kemungkinan dengan adanya poligami namun dengan catatan bahwa poligami
dapat dilakukan jika telah memenuhi unsur-unsur serta syarat-syarat yang telah
ditentukan baik itu oleh hukum islam maupun undang-undang no 1 tahun 1974
tentang perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Abdul Rohman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, cet. Ke-3, 2008),
hlm. 134- 136.
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, cet.
Ke-2, hlm. 47
INTERNET :
Slide Share. “Poligami Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif”. Diakses dari
https://www.slideshare.net/izzyrizkigumilar/poligami-menurut-hukum-islam-dan-
hukum-positif