Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS KASUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM

Nabila Ratu Utami/10040018214

Di Indonesia Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujan membentuk keluarga atau rumahtangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dalam pandangan hukum islam
seorang laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari satuistri namun dengan berbagai syarat
yang harus dipenuhi. Saya menemukan satu kasus poligami yaitu seorang Pria tinggal satu
rumah dengan ketiga istrinya di Jember, Jawa Timur.
(sumber berita : http://aceh.tribunnews.com/2017/12/13/poligami-3-istri-tinggal-serumah-
pria-ini-tetap-hidup-rukun-dan-harmonis-apa-rahasianya?page=3)
Pria tersebut menikahi istrinya yang pertama pada tahun 1997, istrinya yang kedua tahun
2007 dan yang ketiga pada tahun 2010 tanpa menceraikan istri sebelumnya.
Namun rumah tangga dapat dijalani dengan harmonis. Salah satu sumber hukum
Islam adalah Al-qura’an yang juga merupakan sumber pertama dari hukum islam. Pada
dasarnya asas pernikahan dalam Islam adalah monogami, yang tercantum dalam Al-qur’an.
Surat an-nisa ayat 3 menyebutkan :

“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi,
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Qs. An-nisa, 3)

Dari penjelasan ayat diatas dapat diartikan bahwa Allah memerintahkan laki-laki
untuk menikahi seorang wanita yang di senanginya, namun Allah juga membolehkan seorang
laki-laki untuk menikahi sampai empat wanita tetapi dengan suatu ketentuan. Poligami dalam
penjelasan ayat ini boleh dilakukan oleh laki-laki namun terikat oleh kewajiban, yaitu laki-
laki wajib berlaku adil kepada pasangan yang dinikahinya, dan perkara poligami menjadi
tidak boleh apabila laki-laki tersebut tidak dapat berlaku adil kepada pasangan-pasanganya.

“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang
kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang llain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah maha
pengampun lagi maha penyayang. (Qs. An-nisa, 129)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa berlaku adil bukan lah syarat melakukan poligami
tetapi kewajiban suami ketika melakukan poligami. Adil dalam ayat ini merupakan syarat
agama bukan syarat hukum kebolehan berpoligami (Hosen, 1971 dalam Reza, 2015).
Maka pada dasarnya kebolehan berpoligami adalah mutlak dan adil merupakan
kewajiban suami, syarat-syarat dan alasan-alasan hukum kebolehan berpoligami yang
ditemui sekarang merupakan hasil dari Ijtihad para ulama dalam lingkup kajian fiqih,
sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk di transformasikan kedalam hukum positif.
Kompilasi hukum Islam disusun dalam rangka pembentukan unifikasi hukum islam yang
berlaku bagi muslim Indonesia.
Poligami merupakan ranah dari pengadilan agama, pasal 49 Undang-undang nomor 7
tahun 1989 yang telah diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan undang-undang nomor 50 tahun 2009 menyatakan bahwa pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama islam dibidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.
Pada penjelasan pasal 49 alenia kedua yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-
hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku
yang dilakukan menurut syari’ah, yang antara lain adalah memberikan izin beristri lebih dari
satu. Izin tersebut merupakan kewenangan absolut yang diberikan kepada pengadilan agama
sepanjang subjek hukumnya adalah orang islam dan perkawinan yang dilakukan menurut
syariat islam.
Kemudian yang menjadi alasan dan syarat berpoligami yang ditentukan ooleh undang-
undang dapat ditemukan dalam pasal 4 ayat 2 dan pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan :
1) Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.
2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri
2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-
istri dan anak-anak mereka.
3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.
Izin berpoligami dapat diberikan apabila alasan suami telah memenuhi alasan-alasan
alternatif pada ketentuan pasal 4 ayat 2 Undang-undang perkawinan dan syarat komulatif
yang tercantum pada pasal 5 ayat 1 undang-undang perkawinan.
Setiap perbuatan hukum yang dilakukan pasti memiliki akibat hukum atas perbuatan
tersebut, termasuk juga poligami. Poligami yang dilakukan dengan cara sah dan sesuai
ketentuan hukum dan melalui prosedur dari pengadilan memiliki asas kepastian hukum.
Kepastian ini termasuk juga dalam pembagian waris, pencatatan akta kelahiran dan semua
hubungan perdata dari pihak suami ke istri-istrinya dan ke anak-anaknya.
Sementara poligami yang tidak berdasarkan ketentuan pasal 5 undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan dan tidak melalui proses di pengadilan agama, maka memiliki
akibat hukum juga. Akibat hukum dari pernikahan poligami yang dilangsungkan tanpa izin
dari pengadilan agama yaitu, pertama perkawinan yang dilakukan tidak sah menurut negara,
kedua terhadap pembagian harta bersama, istri yang tidak sah tidak mendapat bagian
terhadap harta bersama menurut hukum, dan ketiga terhadap anak yang dilahirkan dari
perkawinan yang tidak sah maka akan menjadikan anak berstatus menjadi anak tidak sah.

Anda mungkin juga menyukai