Anda di halaman 1dari 3

LEGAL OPINION

I. Kasus Posisi
1. Bahwa kabar Ratna Sarumpaet dianiaya pertama kali beredar melalui media
sosial Facebook. Akun yang mengunggah informasi tersebut adalah Swary
Utami Dewi yang disertai sebuah tangkapan layar yang berisi dari aplikasi pesan
WhatsApp pada 2 Oktober 2018 serta foto Ratna.
2. Bahwa kabar tersebut direspon oleh beberapa tokoh yaitu, Rachel Maryam
melalui akun twitternya, Juru Bicara Tim Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar
Simanjuntak, dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon melalui akun
twitternya. Mereka mengatakan bahwa kabar Ratna Sarumpaet mengalami
mengalami penganiayaan dan dikeroyok dua sampai tiga orang dan dimasukkan
ke dalam mobil adalah benar.
3. Pada Rabu malam, 3 Oktober 2018 Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus calon
presiden 2019 Prabowo Subianto turut memberikan pernyataan mengenai kabar
dikeroyoknya Ratna Sarumpaet adalah tindakan represif dan melanggar hak asai
manusia.
4. Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Ratna diketahui tidak dirawat di 23 rumah
sakit yang berada di Bandung dan tidak melapor ke Polsek di Bandung dalam
kurun waktu 28 September sampai 2 Oktober 2018. Saat kejadian yang
disebutkan pada 21 September, Ratna diketahui memang tak sedang di Bandung.
5. Hasil penyelidikan menemukan bahwa Ratna datang ke Rumah Sakit Bina
Estetika di Menteng, Jakarta Pusat, pada tanggal 21 September 2018 sekitar
pukul 17.00. Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico
Afinta mengatakan Ratna telah melakukan pemesanan pada 20 September 2018
hingga 24 September. Polisi menemukan sejumlah bukti berupa transaksi dari
rekening Ratna ke rekening klinik tersebut.
6. Setelah kepolisian mengelar konferensi pers menjelaskan persoalan itu, beberapa jam
kemudian Ratna Sarumpaet juga ikut mengelar konferensi pers. Di sana Ratna mengaku
bahwa kabar itu tak benar. Setelah pengakuan ini, sejumlah pihak juga melaporkan
Ratna ke polisi atas dugaan penyebaran hoax oleh Farhat Abbas dan Muannas Alaidid.
7. Kamis malam, 4 Oktober 2018 sekitar pukul 20.00 WIB, kepolisian melakukan
penangkapan kepada Ratna Sarumpaet. Ia ditangkap di Bandara Internasional
Soekarno Hatta saat akan bertolak ke Santiago, Cile. Ratna diketahui akan
bertolak ke Cile untuk menghadiri acara Konferensi The 11th Women
Playwrights International Conference 2018.
8. Ratna dijerat dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, Ratna juga bakal dikenai Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 28 juncto pasal 45
dengan ancaman hukumanya maksimal 10 tahun penjara.

II. Isu Hukum


Apakah tindakan Ratna Sarumpaet dapat disangkakan sebagai tindakan yang
melanggar ketentuan pidana pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) Pasal 28 jo Pasal 45 ?

III.Analisa Hukum
Pasal 14 KUHP
Ayat (1) 
“Barangsiapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara
setinggitingginya sepuluh tahun.”
Ayat (2)
“Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa
berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi
tingginya tiga tahun.
Pasal 15 KUHP
“Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau
yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga,
bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan
rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.”
Pasal-pasal pidana penyebaran berita bohong terdapat beberapa unsur yang
harus dipenuhi. Pertama, berita bohong harus dengan sengaja atau memiliki niat
(jahat) untuk menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. Kedua, orang tersebut harus
mengetahui bahwa berita tersebut adalah berita bohong atau setidak-tidaknya harus
memiliki persangkaan bahwa berita tersebut berita bohong.
Dalam pasal 14 UU No. 1 tahun 1946 merupakan delik materiil yang dimana
dalam unsurnya sudah harus terjadi keonaran akibat berita bohong tersebut. Dalam
KBBI disebutkan bahwa keonaran ialah kegemparan, kerusuhan, keributan yang baru
dapat diatasi setelah polisi bertindak. Sedangkan dalam kasus ini belum terjadi
keonaran dan kegemparan yang sampai harus dilerai oleh pihak kepolisian. Kemudian
pada sangkaan pada UU ITE adalah pada pasal 28 yang berbunyi :
Pasal 28 UU ITE
Ayat (1) 
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”
Dalam pasal 28 UU ITE mengharuskan adanya kerugian yang ditimbulkan
akibat suatu transaksi elektronik akibat penyebaran suatu berita bohong tersebut. Pada
ayat (2) disebutkan adanya unsur menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan. Dalam
perkara ratna sarumpaet belum mencapai taraf menimbulkan kebencian karena
penyebaran berita tersebut dilakukan sendiri oleh ratna sarumpaet yang kemudian di
benarkan oleh beberapa pihak yang dalam hal ini mereka tidak tahu menahu apabila
ratna sarumpaet tidak benar-benar mengalami kejadian tersebut.
IV.Kesimpulan
Tindakan ratna sarumpaet yang disangka menyebaran berita bohong yang kemudian
di klarifikasi oleh beberapa pihak bahwa itu benar belum bisa dikatakan tindak pidana
karena dalam pasal 14 dan pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 dan Pasal 28 UU ITE
tersebut ada beberapa unsur yang belum bisa terpenuhi dalam kasus ini.

Anda mungkin juga menyukai