Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP PENDIDIKAN ANAK SAAT TAMYIZ (0-6 TAHUN)

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Dalam
Keluarga Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Fakultas
Tarbiyah Semester 3

Oleh :
Kelompok 5

ARIBA IFFAH MUADZAH


NIM : 862072021012

Dosen Pengampu : Bonita Mahmud, M.Pd.

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2022

i
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim,
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Atas berkat rahmat,
hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini berupa
makalah yang berjudul “Konsep Pendidikan Anak Saat Tamyiz (0-6 Tahun)”
pada mata kuliah Pendidikan Anak Dalam Keluarga. Selanjutnya Shalawat serta
salam tak lupa pula kami tujukan kepada Nabiyullah Muhammad SAW.
Penulisan dan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Mungkin dalam penulisan dan penyajian makalah ini terdapat kekurangan
dan kesalahan tanpa sepengetahuan kami, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun oleh pembaca sangat kami harapkan dan akan kami jadikan
perbaikan serta pelajaran dimasa-masa mendatang. Kami juga sangat berharap
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, Atas perhatiannya kami
ucapkan
TERIMA KASIH.

Bone, 15 Oktober 2022


Penyusun

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Pengertian Masa Tamyiz........................................................................3
B. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Proses Pendidikan Anak
Pada Fase Sebelum Tamyiz (0-6 Tahun)...........................................................6
BAB III PENUTUP.............................................................................................12
1. Kesimpulan.............................................................................................12
2. Saran......................................................................................................12
Daftar Pustaka....................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat dua hal yang akan membentuk kepribadian dan karakter anak
seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu kedua orang tua yang
melaihrkannya dan lingkungan tempat membesarkannya. Sebagaimana sabda
Nabi : “setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang
tuanyalah yang membuat dia (memiliki karakter). Sebagai orang tua harus
berusaha dengan sungguh-sungguh dalam merawat dan mendidik anaknya
dalam pembentukan karakter yang sebenarnya. (HR. Bukhori no. 1296)
Anak pada dasarnya memiliki kebiasaan sebagaimana kebiasaan dari
orang tuanya. Sebagai seorang anak tentunya dia akan selalu mengikuti
perilaku induknya yaitu kebiasaan orang tua. Kebiasaan-kebiasaan yang
ditanamkan kedua orang tua dan para pendidik disekitar anak waktu kecil itulah
yang akan mempengaruhinya. Maka ketika kedua orang tua dan orang-orang di
sekitarnya membiasakan dengan pendidikan atau hal-hal yang baik maka akan
seperti itulah dia akan menjadi, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu sebagai
orang tua yang telah dianugerahi kenikmatan berupa anak oleh Allah SWT,
hendaknya orang tua memiliki kewajiban untuk mensyukuri kenikmatan
tersebut dengan cara mendidik anak-anaknya dengan baik sesuai ketentuan
dan perintah-Nya.
Kehidupan anak usia dini lebih banyak berada di lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dimana anak
memperoleh pendidikan. Meski secara biologis perkembangan anak pada usia
dini berjalan pesat namun secara sosiologis ia masih sangat terikat oleh
lingkungan dan keluarganya. Orang tua khusunya ibu harus memahami
pentingnya memberikan pendidikan pada anak sejak usia dini. Di samping
keluarga, lingkungan masyarakat juga berpengaruh terhadap pendidikan anak.
Sebab perkembangan anak bergantung dari faktor bawaan (potensi, bakat,
minat) dan juga faktor lingkungan (alam, masyarakat, dan budaya). Jadi, orang
tua perlu mempertimbangkan di lingkungan mana mereka tinggal sebab hal
tersebut juga akan mempengaruhi perkembangan pada anak.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Masa Tamyiz ?
2. Hal-hal Apa Saja Yang Harus Diperhatikan Dalam Proses Pendidikan Anak
Pada Fase Sebelum Tamyiz (0-6 Tahun) ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Masa Tamyiz
2. Untuk Mengetahui Hal-hal Apa Saja Yang Harus Diperhatikan Dalam
Proses Pendidikan Anak Pada Fase Sebelum Tamyiz (0-6 Tahun)

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masa Tamyiz
Tamyiz adalah Kekuatan daya pikir yang dengannya anak mampu
menemukan dan menetapkan beberapa makna(perkataan).1 Dalam ilmu
fiqih, tamyiz diartikan sebagai kemampuan seorang anak untuk
membedakan sesuatu. Dengan kata lain, tamyiz merupakan suatu
kemampuan daya pikir. Anak yang telah mencapai daya pikir ini disebut
mumayiz. Kemampuan tersebut tidak dibatasi oleh umur tertentu.
Fase Tamyiz merupakan fase dimana seorang anak dipersiapkan atau
harus mempersiapkan dirinya melakukan peran sebagai Abdullah. Sebagai
hamba Allah SWT, anak perlu memahami siapa Allah SWT. (melalui tauhid)
dan bagaimana aturan-aturan Allah SWT, berlaku di atas bumi demi
menjaga keberlangsungan hidup manusia. Fase ini sesungguhnya
dimaksudkan agar manusia siap menjalankan tugas-tugasnya sebagai
manusia tatkala manusia menjadi manusia dewasa yang terbebani hukum
(taklif).2
Anak tidak lagi berfikir egosentris, artinya anak tidak lagi memandang
diri sendiri sebagai pusat perhatian lingkungannya. Anak mulai
memerhatikan keadaan sekelilingnya dengan objektif. Karena timbul
keinginannya untuk mengetahui kenyataan, keinginan itu akan
mendorongnya untuk menyelidiki segala sesuatu yang ada di
lingkungannya. Anak keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki
lingkungan sekolah, yaitu lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jasmani dan rohani. Mereka mengenal lebih banyak teman
dalam lingkungan sosial yang lebih luas, sehingga peranan sosialnya
semakin berkembang.

1
Abu Rufaydah, Lc. MA, Al-Mufradat, Karya Al-Ashfahani h.495
2
Khusni, M. F. (2018). Fase perkembangan anak dan pola pembinaannya dalam
perspektif Islam. Martabat: Jurnal Perempuan Dan Anak, 2(2), 374-375.

3
Sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, pada fase Tamyiz ini anak
sudah siap untuk mempelajari ilmu-ilmu hukum terkait bagaimana
berhubungan dengan Allah SWT, maupun aturan hukum lain, seperti
ibadah, muamalah, jinayat, dan munakahat. Pendidikan pokok syari’atnya
setidaknya diharapkan tuntas pada usia 10 tahun atau 12 tahun sehingga
ketika mendapat sudah baligh siap menjadi mukallaf.

Fase Tamyiz merupakan fase


dimana seseorang anak
dipersiapkan
atau harus mernpersiapkan
dirinya melakukan peran
sebagai Abdullah.
Sebagai hamba Allah SWT.
anak perlu memahami siapa
Allah SWT. (melalui
tauhid) dan bagaimana aturan-
aturan Allah SWT. berlaku
di atas bumi demi

4
menjaga keberlangsungan
hidup manusia. Fase ini
sesungguhnya
dimaksudkan agar manusia siap
menjalankan tugas-tugasnya
sebagai manusia
tatkala manusia telah menjadi
manusia dewasa yang
terbebani hukum (taklif).
Anak tidak lagi bersifat
egosentris, artinya anak
tidak lagi
memandang diri sendiri sebagai
pusat perhatian
lingkungannya. Anak mulai

5
memerhatikan keadaan
sekelililingya dengan
objktif. Kar
Seorang anak yang telah tamyiz akan menunjukkan beberapa tanda
tertentu, meliputi :
1) Mampu Memahami dan Membalas Pembicaraan
Seorang anak yang telah tamyiz mampu memahami apa yang
dibicarakan oleh orang lain. Selain itu, ia juga dapat membalas
perkataan orang yang mengajaknya berbicara. Dengan demikian, anak
tersebut dapat berkomunikasi dengan baik dan kemampuan berpikirnya
dapat bekerja secara aktif untuk membantunya mengutarakan
pemikiran.
2) Dapat Membedakan Mana yang Baik dan Buruk
Orangtua selalu mengajarkan anak-anaknya untuk mengenali hal-hal
yang baik, sehingga mereka tahu apa yang baik dan yang buruk.
Namun, seorang anak yang sudah tamyiz dapat membedakan mana
yang baik maupun yang buruk atas pemikiran mereka sendiri, bukan
hasil didikan orangtua. Hal ini karena, daya pikir mereka telah
berkembang, sehingga mereka dapat menilai apa yang buruk untuk
dilakukan dan apa yang baik untuk dilakukan, tanpa harus diberitahu
oleh orangtua mereka.
3) Dapat Melakukan Berbagai Hal Seorang Diri
Seorang mumayiz tidak hanya memiliki daya pikir yang aktif dan
telah berkembang. Akan tetapi, mereka juga dapat melakukan berbagai
hal seorang diri, misalnya makan, minum, dan mencuci piring mereka
sendiri. Mereka juga berarti bahwa mereka dapat memahami seruan
hukum Islam tanpa bantuan orangtua.
Pencapaian usia tamyiz ini juga sangat dipengaruhi banyak hal lho,
mulai dari materi pelajaran, peringatan, hingga arahan yang berasal dari

6
orang tua. Maka dari itu, dalam fase tamyiz ini seorang anak harus
mendapatkan banyak perhatian dari orang tua seiring dengan pertumbuhan
akalnya. Pada masa sebelum tamyiz dan sesudah tamyiz, biasanya orang
tua akan menggunakan metode pendidikan berupa mendengar dan
menyimak, sebab pada usia dini memang anak telah diberikan ingatan yang
sangat kuat, terutama pada hal-hal yang telah dilihat dan didengarkannya.
Anak yang telah memasuki fase tamyiz nantinya akan mengalami
perubahan baik secara emosi maupun sosial. Dalam agama Islam, anak
yang telah beranjak tamyiz ini dinyatakan telah memiliki kedudukan dan
peran hukum tersendiri. 
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Dalam Usia
Tamyiz3, di antaranya:
a) Faktor Lingkungan
Keberadaan lingkungan menjadi faktor pertama dalam hal
perkembangan anak. Seperti yang telah dikemukakan oleh Hadits Nabi
Rasulullah SAW, yang menyatakan bahwa anak-anak terlahir dalam
keadaan fitrah, tetapi kemudian lingkungannya lah yang mengubah
mereka menjadi menyimpang dari fitrahnya.4
b) Faktor Makanan
Makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak usia itu juga berpengaruh
pada perkembangan mereka lho. Baik dalam perkembangan otak
maupun fisiknya, makanan-makanan yang mereka konsumsi haruslah
mengandung vitamin dan gizi baik. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah makanan tersebut adalah makanan yang halal, sebagaimana
yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Surah Al-Maidah ayat 88.
c) Faktor Keteladanan
Faktor ini juga penting dalam hal perkembangan seorang anak, sebab
memang pada dasarnya anak akan cenderung meniru apa yang
dilakukan oleh anggota keluarga dan lingkungannya. Artinya, pada masa

3
Khusni, M. F. (2018). Fase perkembangan anak dan pola pembinaannya dalam
perspektif Islam. Martabat: Jurnal Perempuan Dan Anak, 2(2), 361-382.
4
Masganti Sitorus, 2015, hal 15

7
tamyiz ini anak akan menyerap akhlak yang ada di sekitarnya, termasuk
dengan meniru atau meneladani hal-hal baik.
d) Faktor Teman
Keberadaan teman dalam kehidupan seorang anak berusia 7-12 tahun
juga dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif lho… Anak yang
baik cenderung akan dapat memilih teman yang baik sehingga mereka
akan saling meniru nilai-nilai utama dan perilaku yang baik. Meskipun
dalam hal ini kita memang tidak diperbolehkan untuk membeda-bedakan
teman, tetapi jika dalam hal pengaruh positif dan negatif, anak-anak
memang harus diberikan bimbingan.
e) Faktor Pengalaman
Beberapa ahli perkembangan anak pernah menekankan bahwa terlalu
sedikitnya perhatian yang diberikan untuk pengalaman di kemudian hari
itu juga akan berkaitan dengan proses perkembangan anak. Yap, anak-
anak yang dapat menerima pandangan bahwa pengalaman diri mereka
dapatkan itu ternyata memberikan sumbangan penting bagi proses
perkembangannya.
B. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Proses Pendidikan Anak Pada
Fase Sebelum Tamyiz (0-6 Tahun)
Metode mendidik anak dalam keluarga (yang dirangkum oleh Abdullah
Nashih Ulwan5) adalah sebagai berikut:
1. Mendidik dengan memberi teladan
Merujuk pada pendapat Imam al-Ghazali, anak merupakan
amanat tanggung jawab bagi orang tua. Memiliki hati bersih bagaikan
perhiasan yang tak dapat dinilai dengan apapun, lugu dan masih berupa
bahan mentah6. Orang tua akan berperan sebagai pematung yang
memahat kepribadian anaknya. Orang tua harus berhasil mendidik
dirinya terlebih dahulu sebelum dapat mendidik anaknya. Karena anak
mahir meniru. Informasi apapun yang diterima anak dapat membentuk

5
Syarah Riyadhu-sh-Shalihin, Mendidik anak dalam perspektif Islam, vol. 1, No. 2, 2020
6
] M. Syah, Psikologi Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya,
2006

8
karakternya, apakah lewat penglihatan maupun pendengaran yang
diterimanya dari lingkungan sekitar, tidak terkecuali dari ibu dan
bapaknya. Terlebih lagi anak yang berada di usia antara 3 hingga 6
tahun, selalu berusaha menirukan siapapun yang ia kagumi, terutama
ayah dan ibunya7.
Rasa ingin meniru pada diri anak sangat besar, orang tua harus
sangat berhati-hati dalam berperilaku, terlebih saat berada didepan
anak. Sekali saja anak melihat langsung orang tua berbuat kesalahan,
ia akan cenderung menjadi tidak penurut. Karenanya, orang tua sudah
seharusnya memberi teladan yang baik pada anak sebagai kepatuhan
dalam menjalankan amanat. Karena Pendidikan utama bagi anak
berasal dari dalam keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama anak di
mana orang tua, khususnya ibu, sebagai guru nomor satu dalam
meramu kepribadiannya. Pengaruh ibu dapat anak rasakan melewati
perilakunya yang hangat, memunculkan rasa penerimaan, dan
terlindungi. Dan pengaruh ayah berasal dari sifatnya yang
menumbuhkan personalitas, membiasakan disiplin, memotivasi serta
membimbing anak agar tambah berani dalam menghadapi kesulitan
hidup.8
Keteladanan yang baik bagi anak yang diberikan orangtuanya
memberi pengaruh besar pada perkembangan anak9. Kebiasaan baik
yang dilakukan sejak kanak-kanak akan menjadi pondasi bagi
perkembangan kepribadiannya saat kelak dewasa. Sebab itulah orang
tua dituntut membentuk lingkungan yang dapat memberikan
keteladanan untuk anak. Keteladanan akan mudah ditiru oleh anak,
karena mudah mempengaruhi perilaku anak. Apa yang biasa anak lihat
akan ia tirukan, perlahan-lahan akan membentuk tradisi yang terbiasa
anak lakukan.

7
Jalaludin, Psikologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.
8
Y. Ilyas, Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI UMY, 2016
9
Dewi, “Konsep Pendidikan Islam Ibnu Taimiyah dalam Membina Akhlak Remaja dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan Agama Islam,” UIN Maulana Malik Ibrahim, 2008.

9
Abdullah Nashih Ulwan10 menerjemahkan keteladanan Rasul
Saw dalam sejumlah poin, yaitu:

a) Teladan dalam beribadah.


b) Teladan dalam kemurahan hati.
c) Teladan dalam ketidaksombongan.
d) Teladan dalam sopan santun.
e) Teladan dalam keberanian.
f) Teladan dalam keteguhan akidah
Dalam memberi keteladanan, orang tua haruslah menyesuaikan
dengan perkembangan usia anak, supaya anak dapat dengan baik
menerima apa yang dilakukan oleh ibu dan bapaknya. Orang tua juga
harus konsisten dalam menerapkan ajaran-ajaran Islam, agar anak pun
terbiasa menirukannya. Contohnya saja membiasakan diri mengucap
salam, sebelum pergi dan ketika Kembali ke rumah, jika orang tua
konsisten mengerjakannya maka anakpun akan mengikuti dan
terbiasa. 11

2. Mendidik dengan memberi pembiasaan


Potensi beragama merupakan salah satu potensi yang dibawa
setiap manusia sejak ia dilahirkan. Pada diri anak, potensi beragama
dapat terbentuk melalui 2 sumber, yaitu: pendidikan Islam sebagai hal
terpenting dan pendidikan dari lingkungan yang baik. Yang
bertanggungjawab penuh pada Pendidikan Islam adalah orangtua. Dari
mereka karakter anak dapat terbentuk. Hal ini sejalan dengan sabda
Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah, bahwa
setiap anak terlahir dalamk eadaan fitrah dan orangtuanyalah yang
membentuknya menjadi seorang Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Posisi
pendidikan Islam yang diberikan oleh orang tua seperti wadah teori
yang praktiknya dilakukan pada lingkungan sekitar. Oleh karena itulah,

10
A. N. Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Mengembangkan Kepribadian Anak.
Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990.
11
Y. N. Dinasyari, “Makna Berbakti Kepada Orang Tua Dalam Perspektif Remaja
Muslim Jawa,” Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

10
lingkungan harus menunjang Pendidikan yang diberikan orang tua
tersebut. Semua teori keislaman yang diajarkan orang tua harus
diaplikasikan pada lingkungan keluarga sebagai pembiasaan ajaran
agama.12
Pembiasaan adalah upaya paling praktis dalam membentuk
karakter anak. Apabila orang tua ingin anak-anaknya berkembang
dengan memiliki kebiasaan baik, perilaku mulia, dan kepribadian Islami,
maka orang tualah yang harus mendidik moralnya dengan baik sedini
mungkin. Karena pemberian paling berharga dari orang tua kepada
anaknya adalah akhlak mulia. Sebagaimana sabda Rasul Saw yang
diriwayatkan al-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa, bahwa tidak ada
pemberian bapak kepada anaknya yang paling penting dibandingkan
akhlak mulia. Jika anak berada dalam keluarga yang baik, dibimbing,
diarahkan dengan rasa saling menyayangi sesama anggota keluarga,
secara perlahan anak akan terpengaruh dari lingkungan sekitarnya, baik
dari yang terlihat ataupun yang terdengar. Kemudian orang tua harus
mengawasi dengan sangat hatihati sebagai kendali atas kesalahan
sikap anak bila tidak sesuai dengan ajaran Islam.
3. Mendidik dengan memberi nasihat
Orang tua menjadi penasihat utama anak di dalam keluarga
dalam posisinya sebagai pendidik. Anak melihat orang tua sebagai
sosok yang penuh wibawa, oleh sebab itu orang tua harus mampu
memberi keteladanan di samping memberi nasihat. Anak cenderung
tidak mengerjakan nasihat yang ia dengar, jika ia tidak melihat orang
tuanya juga mengerjakan. Dengan kata lain, anak tidak dapat hanya
diberi teori jika orang tua tidak mempraktikkannya. 13 Nasihat akan
memberi pengaruh dan menancap ke dalam jiwa anak secara langsung
melalui apa yang ia rasakan. Pada hakikatnya seluruh manusia selalu
membutuhkan nasihat, karena jiwa seringkali berada dalam keraguan.

12
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi, 2009
13
A. Aziz, “Birrul Walidain,” J. Penelit. Pendidik. dan Keagamaan Islam, vol. 1, no. 2, pp.
10–24, 2015

11
Oleh karena itu, nasihat harus disampaikan secara terus menerus
sekaligus diteladani
Memberi nasihat dapat dikerjakan dengan ragam cara, di
antaranya:
a) Memberi seruan dengan lembut
b) Bercerita disertai nasihat
c) Memberi nasihat dengan berwasiat
4. Mendidik dengan memberi perhatian
Kebutuhan anak wajib dipenuhi oleh orangtua, baik kebutuhan
jasmani terlebih lagi kebutuhan rohani. Termasuk kebutuhan rohani
anak adalah rasa ingin diperhatikan dalam tumbuh kembangnya.
Mendidik dengan memberi perhatian adalah dengan melimpahkan,
mengawasi, dan selalu mengikuti perkembangan anak, terutama dalam
proses penanaman akidah dan akhlaknya, mempersiapkan spiritual dan
jiwa sosialnya, serta mengamati perkembangan jasmani dan
intelektualitasnya. Wujud kasih sayang orang tua juga terlihat dalam
mengoreksi kesalahan anak dengan kasih sayang, menyesuaikan
perkembangan usia anaknya.
Pola asuh yang baik akan menumbuhkan rasa optimis,
meningkatkan kepercayaan dan harapan anak dalam kehidupannya.
Orang tua harus mampu mengukur kadar perhatian yang diberikan,
bersikap sewajar mungkin dengan tidak terlalu berlebihan, tetapi juga
tidak kurang. Jika orang tua dapat memberikan cukup perhatian dengan
penuh kasih sayang, anak-anak diharapkan akan menerima pendidikan
dari orang tuanya dengan penuh perhatian pula. Perhatian utama yang
harus diperhatikan adalah akidah tauhid.
5. Mendidik dengan memberi hukuman
Metode ini diterapkan bila metode lainnya sudah tidak dapat
mengubah perilaku anak. Dengan kata lain, metode hukuman adalah
cara terakhir yang digunakan oleh orang tua, terutama jika perilaku anak
menyimpang dari ajaran Islam. Hukuman adalah sikap tegas untuk
mengembalikan masalah pada posisi yang sebenarnya. Hukuman tidak

12
mutlak diberikan jika cukup dengan keteladanan dan nasihat.14 Namun,
manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Tentunya tidak ada
orang tua yang tidak saying pada anaknya dan merasa senang melihat
anaknya menderita. Pada dasarnya, dengan memberi hukuman orang
tua merasa iba pada anak yang tidak mematuhi ajaran Islam. Fungsi
hukuman salah satunya adalah memberi pendidikan. Sebelum anak
memahami aturan, ia bisa belajar bahwa jika ia berbuat sesuatu yang
benar maka ia tidak dihukum, sebaliknya hukuman akan ia dapatkan
jika melakukan kesalahan.
Orang tua harus meyesuaikan kondisi dan keadaan saat
memberikan hukuman. Menurut Ulwan, teknik memberikan hukuman
kepada anak adalah sebagai berikut15:
a) Menghukum dengan kelembutan dan kasih sayang.
b) Menjaga perilaku anak dari kesalahan.
c) Hukuman adalah usaha untuk memperbaiki perilaku anak,
sebagai pilihan terakhir dari metode Pendidikan lainnya.
Saat menghukum anak, orang tua harus dapat mencegah emosi
dengan tidak melakukan hukuman fisik. Jika hukuman psikis sudah
dapat mengubah sikap anak, dengan sendirinya ia tidak butuh hukuman
lainnya yang bersifat fisik. Pada intinya hukuman memiliki dua bentuk,
yaitu hukuman psikologis dan hukuman biologis. Bentuk hukuman yang
bersifat psikologis adalah:
a) Memperlihatkan kesalahan anak dengan memberi arahan.
b) Memperlihatkan kesalahan anak dengan isyarat.
c) Memperlihatkan kesalahan anak dengan memberi kecaman.

14
A. N. Faaizun, “Model Pembelajaran Rasulullah SAW Dalam Perspektif Psikologi,” J.
Pendidik. Agama Islam, vol. 11, no.1, pp 19-36, 2014.
15
A. N. Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Mengembangkan Kepribadian Anak.
Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990.

13
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tamyiz adalah Kekuatan daya pikir yang dengannya anak mampu
menemukan dan menetapkan beberapa makna(perkataan). Dalam ilmu fiqih,
tamyiz diartikan sebagai kemampuan seorang anak untuk membedakan
sesuatu. Dengan kata lain, tamyiz merupakan suatu kemampuan daya pikir.
Anak yang telah mencapai daya pikir ini disebut mumayiz. Kemampuan
tersebut tidak dibatasi oleh umur tertentu. Fase Tamyiz merupakan fase
dimana seorang anak dipersiapkan atau harus mempersiapkan dirinya
melakukan peran sebagai Abdullah. Sebagai hamba Allah SWT, anak perlu
memahami siapa Allah SWT. (melalui tauhid) dan bagaimana aturan-aturan
Allah SWT, berlaku di atas bumi demi menjaga keberlangsungan hidup
manusia. Fase ini sesungguhnya dimaksudkan agar manusia siap menjalankan
tugas-tugasnya sebagai manusia tatkala manusia menjadi manusia dewasa
yang terbebani hukum (taklif).
Metode mendidik anak dalam keluarga (yang dirangkum oleh Abdullah
Nashih Ulwan ) adalah
1. Mendidik dengan memberi Teladan
2. Mendidik dengan memberi Pembiasaan
3. Mendidik dengan memberi Nasihat
4. Mendidik dengan memberi Perhatian
5. Mendidik dengan memberi Hukuman
2. Saran
Dalam penyusunan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak
mengalami kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami
haturkan terimakasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz, “Birrul Walidain,” J. Penelit. Pendidik. dan Keagamaan Islam, vol. 1, no. 2, pp.
10–24, 2015

A. N. Faaizun, “Model Pembelajaran Rasulullah SAW Dalam Perspektif Psikologi,” J.


Pendidik. Agama Islam, vol. 11, no.1, pp 19-36, 2014.

A. N. Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Mengembangkan Kepribadian Anak.


Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990.

Abu Rufaydah, Lc. MA, Al-Mufradat, Karya Al-Ashfahani h.495

Dewi, “Konsep Pendidikan Islam Ibnu Taimiyah dalam Membina Akhlak Remaja dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan Agama Islam,” UIN Maulana Malik Ibrahim,
2008.

Jalaludin, Psikologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.

Khusni, M. F. (2018). Fase perkembangan anak dan pola pembinaannya dalam


perspektif Islam. Martabat: Jurnal Perempuan Dan Anak.

M. Syah, Psikologi Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006

Masganti Sitorus, 2015, hal 15

Syarah Riyadhu-sh-Shalihin, Mendidik anak dalam perspektif Islam, vol. 1, No. 2, 2020

W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi, 2009

Y. Ilyas, Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI UMY, 2016

Y. N. Dinasyari, “Makna Berbakti Kepada Orang Tua Dalam Perspektif Remaja Muslim
Jawa,” Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

15

Anda mungkin juga menyukai