Anda di halaman 1dari 7

HAKIKAT ANAK & PERKEMBANGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Nama : Audrina Ardianty


NIM : 1900013275
Prodi / Kelas : Psikologi / D
Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan Anak
Dosen Pengampu : Ibu Ismira Dewi, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Tugas : Merangkum materi “Hakikat Anak & Perkembangan dalam Perspektif
Islam”
HAKIKAT ANAK & PERKEMBANGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Mengapa Anak?
‫َو ْلَيْخ َش اَّلِذ يَن َلْو َتَر ُك وا ِم ْن َخ ْلِفِه ْم ُذ ِّرَّيًة ِضَع اًفا َخ اُفوا َع َلْيِهْم َفْلَيَّتُقوا َهَّللا َو ْلَيُقوُلوا َقْو اًل َسِد يًدا‬
Terjemah Arti: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An – Nisa ayat 9).

‫َي ا َأ ُّي َه ا ا َّل ِذ يَن آ َم ُن وا ُق وا َأ ْنُف َس ُك ْم َو َأ ْه ِل ي ُك ْم َن اًر ا َو ُق وُد َها ال َّن اُس َو ا ْل ِح َج ا َر ُة َع َل ْي َه ا َم اَل ِئ َك ٌة ِغ اَل ٌظ ِش َد ا ٌد اَل َي ْع ُص وَن ال َّل َه‬
‫َم ا َأ َم َر ُه ْم َو َي ْف َع ُل وَن َم ا ُي ْؤ َم ُر وَن‬
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (QS. At – Tahrim ayat 6).
MEMAHAMI MAKNA ANAK DALAM AL-QURAN
Ibnun/ibnatun/banu/al-Banun: hubungan nasab (bahasa), berasal dari kata banayabni =
membangun.
Bangunan perlu fondasi kokoh (keimanan dan akhlak), itu tugas orangtua
‫ُي َّاإِل دُو ْلَو م ِنم َام َّم َلَس و ْهَيَلع َّهلال َّىَلص ِيَّبنال َالق ِّثَدُحي نَاك ْهَنع َّهلال ِيَض ر َةْر َيُره ِىَبأ َنع‬
(‫ِهنَاِّس َجُم ي َو أ ِهنَاِّر َص ُني َو أ ِهنَاِّد َو ُهي هَاَو َبَأف َةْر ِط ْفال َىَلع َدلو )يراخبال هاور‬
Artinya:
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah manusia dilahirkan
kecuali dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi atau
Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari)
Dzurriyyah: keturunan (bahasa), bibit dan jika kita lihat asal kata dzaraa maka artinya
adalah menciptakan atau memperbanyak. Ini menunjukkan bahwa anak dipandang sebagai bibit
unggul yang akan berkembang menjadi banyak di muka bumi ini. Dzurriyyah menganalogikan
anak ibarat bibit yang akan bertumbuh jika mendapat perawatan yang tepat. Jika tidak mendapat
perawatan yang tepat bibit itu akan mati atau tumbuh liar dan mengganggu sekitarnya. Demikian
pula anak-anak yang merupakan penerus manusia dan akan berkembang di muka bumi.
Walad/awlad/wildan/: kelahiran, yang ditiup, berlumuran darah, pita (bahasa). Darah
hakiki dan juga perjuangan/pengorbanan luar biasa bahkan nyawa. Pita/mata rantai yang akan
menjadi penerus kekhalifahan di muka bumi
30 : ‫ َةفِيَلخ ْض َر ْأال ِيف ِلعَاج ِّيِنإ َةِك ئَاَلْم ِلل ُّك َبر َالق ِذ َإو‬... )‫) ةرقبال‬
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ”Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi” [al – Baqarah (2): 30].
TIPOLOGI DAN KEDUDUKAN ANAK
 Nikmat (prinsip)
 Amanah (konsekuensi logis dari nikmat)
 Perhiasan dunia (relative)
 Penenang hati (potensi positif)
 Wali (potensi positif)
 Ujian (potensi negative)
 Fitnah (potensi negative)
 Musuh (potensi negative)
‫ًاَلَم أ ْر َيَخو ًابَاَو ث ِّك َبر ْد ِنع ْر َيخ تَاِح َّالصال تَاِيقَاْبَالو َاْيُّندال ةَاَيْح ال َةنِيز نُو َنْبَالو َالْم ال‬
Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang
terus - menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan [QS al-Kahfi (18): 46].
‫ًامَاِم إ نِيَّقُتْمِلل َاْنَلْع جَاو ُنْيَع أ َّةُرق َاِنتَّاِّيُر َذ و َاِنجَاْو َزأ ِنم َاَنل َبه َاَّنَبر نُو لُو َقي نِيَّذ َالو‬
Artinya : Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada pasangan
kami dan keturunan kami sebagai penenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi
orang-orang yang bertakwa [QS al-Furqan (25): 74].
‫ٌم ِيَظع ْر َج أ َهْد ِنع هلال َنَأو َةْنِتف ُم ُك دَاْلَو َأو ُم ُك َالْو َم أ َاَّم َنأ اُو َم ْلعَاو‬
Artinya : Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar [QS al-Anfal (8): 28].
‫ا ِنَإف اُو ِرْفَغَتو اُوَح ْفَص َتو اُو ْفَع ت ِنَإو ُم هُوَر ْذ حَاف ُم َك ل ًّاُو َدع ُمِكدَاْلَو َأو ُمِكجَاْو َزأ ِنم ِنإ اُو َنَم آ نِيَّذ ال َاُّهَيأ َاي‬
. ‫مِيَح ر رُو َفغ هلل‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan
anakanakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan
kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang
[QS. at-Taghabun (64): 14].
Disebutkan pula anak sebagai harapan di hari tua dan sebagai wali dalam surah al- Isra (17) ayat
23 dan Maryam (19) ayat 5, sebagaimana berikut:
‫َاُم هَاِلك َو أ َاُم ُهَد َح أ َر ِبْك ال َك دِنع َنُغ ْلَبي َّاِم إ ًانَاْس ِح إ ْنَيِد َالْو ِالَبو هَّاِيإ َّاإِل اُو ُدْبَع ت َّاأَل ُّك َبر َىَض َقو‬
.‫ًامِيَر ك ًاْلَو ق َاُم َّهل ُلَقو َاُم ْهَر ْهَنت َاَلو ُفأ َاُم َّهل ُلَقت َاَلف‬
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia [QS al-Isra (17): 23].
TAHAP KEHIDUPAN:
 Bayi
 Thufulah (Masa kanak-kanak, 2-6 tahun)
 Mumayyiz (6-10 tahun)
 Amrad
 Mukallaf

Penjelasan :
1) Masa Bayi
 Susui mereka hingga usia 2 tahun.
 Jika kesulitan untuk menyempurnakan masa penyusuan hingga dua tahun, bisa
kurang dari itu dengan kerelaan suami maupun istri.
 Termasuk kebaikan adalah menyusukan kepada orang lain yang bagus akhlak,
agama maupun kasih-sayangnya kepada anak dengan memenuhi hak-haknya.
 Memberikan rasa aman yang baik kepada anak dengan melimpahi kasih-sayang
serta sikap tanggap terhadap anak.
 Limpahan kasih-sayang dan cara mengasuh yang baik menjadikan anak memiliki
kepercayaan yang kuat (tsiqah) kepada ibu dan orangtuanya.
 Adanya kepercayaan yang kuat (tsiqah) memudahkan anak berinteraksi dengan
orang lain, tidak mudah menangis saat berpisah dengan ibunya walaupun hanya
tertutup tirai.
2) Masa Thufulah
 Masa kanak-kanak merupakan anak belajar untuk melakukan sendiri.
 Jika masa bayi memperoleh pengasuhan yang baik dan tepat, kecenderungan
untuk mencoba sendiri akan sangat besar.
 Berikan kesempatan kepada anak untuk belajar banyak hal, termasuk belajar
makan sendiri, walaupun anak jadi belepotan.
 Ini merupakan saat yang tepat untuk menumbuhkan keinginan anak terhadap hal-
hal yang baik dan merasa senang mencoba, termasuk di dalamnya berkaitan
dengan belajar dan ibadah. Tetapi belum waktunya mengajarinya secara
instruksional.
 Masa kanak-kanak merupakan saat yang tepat bagi anak mengenali emosinya,
dirinya dan kebutuhannya. Jika anak mengenali dirinya mengantuk, tak perlu
rewel untuk mulai beranjak tidur.
 Anak dapat dikenalkan kepada ibadah maupun pembelajaran akademik, tetapi
bukan fokus pada disiplin maupun pembelajaran yang tertib, melainkan lebih
kepada dorongan keinginan serta senang terhadapnya.
 Jadi, kalau anak diajak shalat lalu menjawab malas, itu memang umurnya. Tidak
pada tempatnya kita menegur anak.
 Ini merupakan masa penting menyiapkan anak menuju masa tamyiz agar mereka
benar-benar mumayyiz.
3) Tamyiz
Tamyiz adalah kemampuan membedakan baik dan buruk, benar dan salah dengan
akalnya. Ia juga berkenaan dengan kemampuan membedakan mana yang bermanfaat
bagi dirinya dan mana yang tidak, mana yang membahayakan mana yang tidak.
Orangnya disebut mumayyiz. Seorang anak seharusnya menjadi mumayyiz pada usia 6
atau 7 tahun.
Anak yang telah mumayyiz memiliki ahliyah al-ada' naqishah ( ‫)صقان ءاداال ةيلها ة‬,
yakni kecakapan untuk bertindak secara hukum, memikul taklif (tugas-tugas agama)
serta membelanjakan harta secara bertanggung-jawab (tasharruf), tetapi belum lengkap.
Karena itu disebut naqishah ( ‫) ةصقان‬. Sering juga menggunakan istilah alqashirah (
‫ ) ةريصقال‬yang berarti pendek.
Adakalanya seorang anak telah mencapai usia 6 atau tujuh tahun, tetapi dia masih
termasuk ‘adim al-ahliyah ( ‫) ةيلهاال ميدع‬, yakni tidak adanya kemampuan dan kecakapan
untuk bertindak secara hukum dan melaksanakan sebagian beban taklif. Ada sebabnya?
Lemahnya pengasuhan. Padahal ‫ ةيلهاال ميدع‬ini seharusnya berlaku hanya untuk anak di
bawah usia 7 tahun.
Mendidik mumayyiz
‫ َو ِإَذ ا َبَلَغ َعْش َر ِس ِنْيَن َفاْض ِر ُبْو ُه َع َلْيَها‬، ‫ُم ُر وا الَّص ِبَّي ِبالَّص اَل ِة ِإَذ ا َبَلَغ َسْبَع ِس ِنْيَن‬
Artinya : “Perintahkanlah anakmu shalat apabila mereka telah berumur tujuh tahun. Dan
jika mereka telah berusia sepuluh tahun, pukullah mereka (jika tidak shalat).” (HR. Abu
Dawud, Tirmidzi, Ad-Darimi, dll).
Mulai masa tamyiz, kita ajarkan mereka ibadah beserta ilmu yang menyertai
(fiqhus shalah). Kita belum boleh memberi hukuman kepada anak, baik untuk urusan
shalat maupun urusan syari’at lainnya, kecuali setelah berusia 10 tahun. Tamyiz juga
merupakan fase pembentukan disiplin dalam berbagai urusan, khususnya yang bersifat
rutin.
Masa thufulah maupun tamyiz merupakan saat tepat untuk menanamkan
keyakinan; keimanan. Keyakinan ditanamkan melalui kalimat imperatif, yakni kalimat
yang bersifat memerintah dan melarang. Misalnya, “Jagalah hakhak Allah, niscaya Allah
akan menjagamu.” Kita perlu memahami kaidah memerintah dan melarang sesuai yang
dituntunkan agama.
Pada rentang usia ini, kita perlu menguatkan kebanggaannya kepada agama
beserta tuntunannya. Selain mendisiplinkan, kita juga membangun tekad dalam
beragama. Adab berinteraksi dengan orang lain, terutama lawan jenis, dibangun dan
dikokohkan pada masa ini.
4) Amrad
Amrad pada asalnya adalah laki-laki berparas cantik. Pemuda yang belum tumbuh
jenggotnya, baru tumbuh kumis yang tipis, juga disebut amrad. Pada masa ini, anak laki-
laki dipisahkan tempat tidurnya dari perempuan. Dan sesama jenis kelamin, tidak boleh
tidur dalam satu selimut.
Pada periode ini, kita perlu membangun orientasi hidup, yakni apa yang ingin
diwujudkan dalam kehidupan. Kita perkuat prinsip hidup dalam diri mereka dan
membangun idealisme. Apakah idealisme itu? Seperangkat keyakinan yang
membangkitkan keinginan kuat untuk mewujudkannya; sebagian atau seluruhnya.
5) Taklif
Taklif adalah bebanan syari’at yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim
berakal. Orangnya disebut mukallaf. Pada tahap ini, seseorang seharusnya memiliki
ahliyah al-ada' kamilah, yakni orang yang memiliki kemampuan dan kecakapan untuk
bertindak secara hukum, membelanjakan harta (tasharruf) serta memikul bebanan taklif
secara sempurna dan menyeluruh.
Mukallaf ditandai oleh kemampuan berpikir yang matang, mendalam di atas
dasar yang kuat dan jelas, dalam hal ini agama. Inilah yang disebut ‘aqil baligh. Selain
itu, pada dirinya terdapat sifat rasyid atau kecendekiaan yang ditandai kemampuan
membelanjakan harta dengan baik. ‘Aqil baligh seharusnya dicapai begitu anak
mengalami mimpi basah atau mens pertama kali.
6) Mukallaf, tetapi belum siap
Adakalanya seorang anak telah mencapai tahapan yang mengharuskan dia
menjadi mukallaf, tetapi ia tidak memperoleh bekal yang mencukupi dari proses
pengasuhan maupun tarbiyah dari orangtua, sehingga di periode ini dia sesungguhnya
masih di tingkat ahliyah al-ada' naqishah ( ‫ا‬PP‫قان ءاداال ةيله‬PP‫) ةص‬. Padahal mereka telah
dituntut memiliki ahliyah al-ada' kamilah.

‘AWARIDH AL-AHLIYYAH
Yang dimaksud dengan ‘awaridh al-ahliyyah adalah hal-hal atau faktor – faktor yang
menyebabkan seseorang tidak dapat menunaikan taklif (kewajiban syari’at) sebagian atau
seluruhnya, mengurangi kemampuan sehingga lemah dalam melaksanakan atau pun
menghilangkannya sehingga dia masih termasuk ‘adim al-ahliyah.
Secara garis besar ‘awaridh al-ahliyyah yang berkait dengan bagaimana ia bertumbuh
dan berkembang, meliputi:
 ‘Awaridh Samawiyyah
 ‘Awaridh Muktasabah , yakni penghalang yang merupakan akibat dari usaha atau
karena lemahnya usaha maupun cara yang salah. Semoga Allah Ta’ala
mengampuni kesalahan kita.
Referensi

 Adhim, M.F. (2018). Mendidik Anak Menuju Taklif.


 Ashari, B. (2016). Parenting Nabawiyah. www.parentingnabawiyah.com
 Asy-syantut. (2016). Parenting Nabawiyah. Jakarta:
 Fikih Anak: Optimalisasi Dan Internalisasi Nilai-nilai Keislaman Terhadap Anak oleh
Lailatis Syarifah, Lc., M.A. disampaikan pada Kajian Ramadhan di Madrasah Mu’allimin
Muhammadiyah pada tanggal 1 Juni 2018
 Adhim, M.F.

Anda mungkin juga menyukai