Anda di halaman 1dari 7

Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Di kesempatan yang sangat berharga ini, kami wasiatkan kepada diri kami juga kepada
jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah
subhanahu wata’ala.

Kemudian, mewujudkan iman dan takwa tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan
melaksanakan seluruh perintah Allah subhanahu wata’ala dan menjauhi setiap larangan-
Nya. Melaksanakan ibadah yang hukumnya wajib, menyempurnakannya dengan ibadah
sunnah, dan meninggalkan hal yang hukumnya haram, serta menghindari hal-hal yang
hukumnya makruh.

Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Mendidik anak adalah amanah yang begitu mulia bagi setiap orang tua. Namun, mendidik
anak itu bukan perkara mudah. Terbukti, hingga saat ini, masih banyak orang tua yang
menyerahkan pendidikan anaknya kepada pihak lain, kepada lembaga-lembaga
pendidikan dan semisalnya.

Setiap orang tua, termasuk kita, semestinya mulai membangun kesadaran bahwa
mendidik anak adalah suatu amanah yang sangat penting. Setiap orang tua harus
berusaha agar mampu mendidik putra putrinya, terutama terkait dengan pendidikan
dasar keagamaan dan keterampilan hidup.

Allah memerintahkan pada kita untuk menjaga diri kita dan anak kita dari neraka
sebagaimana disebutkan dalam ayat,

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن َآَم ُنوا ُقوا َأْنُفَس ُك ْم َو َأْهِليُك ْم َناًرا‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS.
At-Tahrim: 6). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang
dimaksud ayat ini adalah,

‫َأِّد ُبْو ُهْم َو َع ِّلُم ْو ُهْم‬


“Ajarilah adab dan agama pada mereka.” Tentang shalat pun diperintahkan diajak dan
diajarkan sejak dini. Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu
‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُم ُروا َأْو َالَد ُك ْم ِبالَّص َالِة َو ُهْم َأْبَن اُء َس ْبِع ِس ِنيَن َو اْض ِرُبوُهْم َع َلْيَه ا َو ُهْم َأْبَن اُء‬
‫َع ْش ِر ِس ِنيَن َو َفِّر ُقوا َبْيَنُهْم ِفى اْلَم َض اِج ِع‬
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun.
Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah

1
tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa hadits ini shahih).

Tentang adab makan diperintahkan untuk diajarkan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada
‘Umar,

‫َيا ُغ َالُم َس ِّم َهَّللا َو ُك ْل ِبَيِم يِنَك َو ُك ْل ِمَّم ا َيِليَك‬


“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah
dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan
Muslim no. 2022)

Bukan hanya shalat dan adab saja yang diajarkan, hendaklah pula anak diajarkan untuk
menjauhi perkara haram seperti zina, berjudi, minum minuman keras, berbohong dan
perbuatan tercela lainnya. Kalau orang tua tidak bisa mengajarkannya karena kurang
ilmu, sudah sepatutnya anak diajak untuk dididik di Taman Pembelajaran Al-Qur’an (TPA)
atau sebuah pesantren di luar waktu sekolahnya. Moga kita dikaruniakan anak-anak yang
menjadi penyejuk mata orang tuanya. Al-Hasan Al-Bashri berkata,

‫َلْيَس َش ْي ٌء َأَق ُّر ِلَع ْيِن المْؤ ِم ِن ِم ْن َأْن َي َر ى َز ْو َج َت ُه َو َأْو َالَد ُه ُمِط ْيِع ْيَن ِهلل َع َّز‬
‫َو َج َّل‬
“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan
keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” (Disebutkan dalam Zaad Al-Masiir pada
penafsiran Surat Al-Furqan ayat 74)

Ada enam prinsip utama yang perlu diperhatikan oleh setiap orang tua atau pun tenaga
pendidik dalam proses mendidik anak.

Prinsip pertama: Mendidik anak adalah ibadah


Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Pada hakikatnya, mendidik anak adalah sebentuk upaya dakwah kepada Allah subhanahu
wata’ala dan jihad di jalan-Nya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Fushilat ayat 33,

‫َو َم ْن َاْح َس ُن َقْو اًل ِّمَّم ْن َدَع آ ِاَلى ِهّٰللا َو َع ِمَل َص اِلًحا َّو َقاَل ِاَّنِنْي ِم َن اْلُم ْس ِلِم ْيَن‬
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah
dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim
(yang berserah diri)?’”

2
Jika dakwah kepada Islam, perbaikan akhlak, dan memperingatkan dari keburukan dan
akhlak tercela adalah bentuk ibadah terbaik dan cara yang utama dalam mendekatkan
diri kepada Allah, maka setiap orang yang menyeru dan mendidik anaknya kepada iman
dan akhlak islami tentu akan meraih seluruh pahala amal kebaikan anaknya tanpa
mengurangi jatah pahala mereka sedikit pun. Ditambah lagi, ia akan mendapatkan bakti
dan kebaikan dari diri anaknya selama di dunia.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih al-Bukhari, hadits nomor 3701,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫‌َأَلْن ‌َيْهِدَي ‌ُهللا‌ِبَك ‌َر ُج اًل ‌َو اِح ًدا َخ ْيٌر َلَك ِم ْن َأْن َيُك وَن َلَك ُح ْم ُر الَّنَع ِم‬
“Demi Allah, jikalau Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab dirimu, hal itu
benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah.”

Hadits di atas mengandung pesan seseorang yang mengajak orang lain secara umum
kepada kebaikan merupakan sebuah kewajiban yang bernilai fardhu kifayah, maka berarti
mengajak keluarga dan anak keturunan kepada kebaikan merupakan kewajiban yang
bernilai fardhu ‘ain. Sebab, keluarga tentu lebih diutamakan dari orang lain yang bukan
keluarga.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat asy-Syu’ara ayat 21,

‫َو َاْنِذ ْر َع ِش ْيَر َتَك اَاْلْقَر ِبْيَن‬


“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.”

Maka, berbahagialah para orang tua. Karena aktivitas kalian dalam mendidik anak
merupakan peluang dakwah menyeru kepada Allah subhanahu wata’ala. Manfaatkanlah
kesempatan ini sebaik-baiknya. Mari luruskan niat kita. Mari arahkan anak-anak kita ke
jalan yang diridhai oleh Allah subhanahu wata’ala.

Prinsip kedua: Teladan yang baik


Al-Qudwah al-Hasanah. Teladan yang baik, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
proses mendidik anak. Teladan yang baik, merupakan cara yang paling jitu dalam
mendidik anak.

Mengapa demikian? Karena anak memiliki tabiat suka meniru, mengikuti, dan mencontoh
orang lain. Sementara orang yang paling memberikan pengaruh pada diri seorang anak
adalah orang yang mendidiknya. Dan orang yang paling bertanggung jawab dalam
mendidik anak adalah orang tuanya.

Jika seorang ayah atau ibu suka berkata kasar, suka menghina, suka ghibah, suka
memukul, tidak menghormati orang lain, suka menipu, malas shalat, malas sedekah,
durhaka, dan semisalnya, maka anak akan tumbuh dalam keadaan seperti orang tuanya.

3
Maka, mari kita menjadi orang tua yang senantiasa memberikan contoh dan teladan yang
baik kepada anak-anak kita.

Perkataan kita, perbuatan kita, pikiran kita, dan segala tindak tanduk kita semestinya
mencerminkan akhlak yang baik.

Mari menjadi orang tua yang rajin shalat ke masjid, agar anak kita juga menjadi anak yang
rajin shalat ke masjid. Mari menjadi orang tua yang rajin mengaji, agar kelak anak kita
juga rajin mengaji. Mari menjadi orang tua yang tutur katanya baik, agar kelak anak kita
memiliki tutur kata yang baik. Mari menjadi orang tua yang berbakti, agar anak kita kelak
menjadi anak yang berbakti.

Teladan yang baik, demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan


keteladanan dalam ibadah dan keteladanan dalam akhlak. Sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala dalam surat al-Ahzab ayat 21,

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْي َر ُسْو ِل ِهّٰللا ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَم ْن َك اَن َيْر ُجوا َهّٰللا َو اْلَيْو َم اٰاْل ِخ َر َو َذ َك َر َهّٰللا‬
‫َك ِثْيًر ۗا‬

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak
mengingat Allah.”

Prinsip ketiga: Menggunakan satu cara


Prinsip mendidik anak yang ketiga adalah kesepakatan antara ayah dan ibu dalam
menggunakan cara yang sama. Ini merupakan prinsip yang sangat penting dan harus
diperhatikan betul oleh orang tua.

Perbedaan cara mendidik antara ayah dan ibu akan memberikan dampak negatif yang
cukup serius pada diri anak.

Ketika seorang ibu membolehkan anak untuk melakukan sesuatu, sedangkan ayahnya
melarangnya, ketika seorang ayah menggunakan cara tegas dalam memperingatkan dan
menghukum anak sementara ibunya menggunakan cara yang sebaliknya, maka akan
tumbuh karakter yang labil pada diri anak. Anak menjadi bingung, bimbang, dan akhirnya
mudah goyah.

Anak akan kesulitan membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Anak
akan kesulitan membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Prinsip keempat: Hidayah itu di tangan Allah


Prinsip keempat dalam mendidik anak adalah keyakinan bahwa hidayah itu di tangan
Allah subhanahu wata’ala.

4
Perlu direnungkan betul oleh para ayah dan ibu, bahwa orang tua sama sekali tidak
memiliki kuasa untuk memberi hidayah kepada anak. Kita tidak memiliki kemampuan
untuk itu.

Segala bentuk, cara, strategi, metode yang kita terapkan dalam mendidik anak hanyalah
sebatas dalam rangka mengambil sebab datangnya hidayah Allah subhanahu wata’ala
dan dalam rangka memenuhi kewajiban serta amanah selaku orang tua terhadap
anaknya, yakni kewajiban mendidik anak.

Sementara terkait dengan hidayah pada diri anak, itu urusan Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Fathir ayat 8,

‫َفِاَّن َهّٰللا ُيِض ُّل َم ْن َّيَش ۤا ُء َو َيْهِد ْي َم ْن َّيَش اُۖء‬

“Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk
kepada siapa yang Dia kehendaki.”

Dalam surat al-Qashshash ayat 56, Allah subhanahu wata’ala berfirman,

‫ِاَّنَك اَل َتْهِد ْي َم ْن َاْح َبْبَت َو ٰل ِكَّن َهّٰللا َيْهِد ْي َم ْن َّيَش ۤا ُء ۚ َو ُهَو َاْع َلُم ِباْلُم ْهَتِد ْيَن‬
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau
kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”

Maka, yang menjadi kewajiban orang tua adalah bersungguh-sungguh dalam mendidik
anak sesuai dengan cara dan metode yang diajarkan dalam Islam. Apa pun hasilnya kelak,
itu merupakan hak Allah Yang Maha Memberi Hidayah.

Prinsip kelima: Mendoakan kebaikan, bukan keburukan


Prinsip kelima dalam mendidik anak adalah mendoakan kebaikan untuk anak.

Setelah kita memahami bahwa orang tua sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk
memberi hidayah kepada anak, maka semestinya yang dilakukan oleh orang tua adalah
memperbanyak doa, memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar Allah subhanahu
wata’ala menganugerahi kita anak keturunan yang baik, beriman, taat, penuh berkah,
saleh dan shalihah.

Demikianlah Nabi kita yang mulia, nabi Ibrahim ‘alaihissalam, memberikan teladan.
Sebuah untaian doa yang sangat menyentuh hati. Doa yang perlu untuk dihafal dan
dipahami baik-baik oleh setiap orang tua, sebagaimana termaktub dalam al-Quran surat
Ibrahim ayat 40,

‫َر ِّب اْج َع ْلِنْي ُمِقْيَم الَّص ٰل وِة َو ِم ْن ُذ ِّر َّيِتْۖي َر َّبَنا َو َتَقَّبْل ُد َع اِء‬

5
“Wahai Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat,
wahai Rabb kami, perkenankanlah doaku.”

Juga dalam surat al-Furqan ayat 74,

‫َر َّبَنا َهْب َلَنا ِم ْن َاْز َو اِج َنا َو ُذ ِّر ّٰي ِتَنا ُقَّرَة َاْع ُيٍن َّو اْج َع ْلَنا ِلْلُم َّتِقْيَن ِاَم اًم ا‬
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertakwa.”

Begitu indahnya syariat Islam ini, bahkan ketika anak belum lahir, bahkan, ketika anak
belum terlihat wujudnya melalui alat USG, sejak terjadinya hubungan suami istri, ada
syariat untuk berdoa sebelum melakukan hubungan suami istri,

‫ِباْس ِم ِهللا‌الَّلُهَّم ‌َج ِّنْبِني‌الَّش ْيَطاَن َو َج ِّنِب الَّش ْيَطاَن َم ا َر َز ْقَتَنا‬


“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkan setan dari kami dan jauhkan setan dari
apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sebagaimana termaktub dalam kitab


Shahih al-Bukhari, hadits nomor 5165,

“Kemudian jika Allah menakdirkan keduanya memiliki anak, niscaya anak tersebut tidak
akan diganggu oleh setan.”

Perlu menjadi perhatian kita semua sebagai orang tua, jangan pernah sekali-kali
mengumpat anak, menghardik anak dengan kalimat yang kasar, mendoakan anak dengan
doa yang buruk, karena kita khawatir, jangan-jangan kalimat buruk terhadap anak yang
kita ucapkan tersebut benar-benar menimpa anak-anak kita.

Prinsip keenam: Perhatian pada fase awal pertumbuhan


anak
Fase awal pertumbuhan anak adalah fase kehidupan manusia yang paling bersih. Ibarat
selembar kertas putih yang sama sekali tidak ternodai dengan kotoran sedikit pun.

Setiap garis yang tergores di atas kertas tersebut, tebal atau pun tipis, akan sangat
tampak sekali bekasnya.

Oleh karena itu, mari kita tanamkan nilai-nilai positif yang telah ada dalam syariat Islam
ini pada diri anak kita sejak fase pertama pertumbuhan.

6
Mari berusaha menjaga anak-anak kita dari berbagai macam goresan teladan, contoh,
atau pun perilaku buruk yang dapat membekas dan membentuk perilaku negatif pada diri
anak-anak kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan warning kepada umatnya


sejak jauh-jauh hari, sebagaimana termaktub dalam kitab Shahih al-Bukhari, hadits nomor
1385,

‫ َأْو ُيَم ِّج َس اِنِه‬،‫ َأْو ُيَنِّص َر اِنِه‬،‫ َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َد اِنِه‬،‫ُك ُّل ‌َم ْو ُلوٍد ‌ُيوَلُد ‌َع َلى‌اْلِفْطَر ِة‬
“Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menyebabkan ia
menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Demikian khutbah Jumat yang dapat kami sampaikan. Semoga Allah memudahkan kita
dalam mendidik anak keturunan kita sehingga menjadi anak keturunan yang saleh. Amin.

‫ َفاْسَتْغ ِفُرْو ُه ِإَّنُه‬،‫َأُقْو ُل َقْو ِلْي َهَذ ا َو َأْسَتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم َو ِلَس اِئِر اْلُم ْس ِلِم ْيَن ِم ْن ُك ِّل َذْنٍب‬
‫ُهَو اْلَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬.
KHUTBAH KEDUA

Anda mungkin juga menyukai