Anda di halaman 1dari 33

KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM ISLAM

Anak yang menjadi dambaan setiap keluarga adalah rizki sekaligus ujian
dari Allah Taala kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan
AllahTaala menyebutkan dalam firman-Nya bahwa anak adalah salah satu
kesenangan dan perhiasan dunia,
.
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (Qs.
Al-Kahfi: 46)
Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan amanah yang
sangat besar bagi kedua orang tuanya. Oleh karenanya, para orang tua
dituntut untuk senantiasa memperhatikan perkembangan jasmani dan
rohani sang buah hati. Namun, belakangan sering kita temui peristiwaperistiwa memilukan yang menimpa anak-anak akibat perbuatan orang
tuanya.
Misalnya saja, seorang wanita yang berdomisili di Bandung dan pernah
mengecap pendidikan di salah satu Universitas ternama di kota tersebut,
dengan begitu tega membunuh ketiga buah hati yang telah susah payah
dikandungnya, hanya karena kekhawatirannya yang tidak beralasan.
Hal serupa juga menimpa seorang bayi mungil di daerah Sulawesi yang
dibanting ayah kandungnya sendiri hingga tewas, hanya karena ayahnya
kesal mendengar tangisan anaknya yang tidak kunjung berhenti. Dan
peristiwa yang baru-baru ini terjadi adalah seorang anak lelaki di daerah
Jakarta yang dihajar oleh ayah kandungnya sendiri hanya karena anaknya
tersebut lupa mematikan air yang sedang dimasak.
Kisah-kisah ini merupakan tragedi dalam sejarah pendidikan dan
perkembangan anak. Tidak sedikit orang tua yang masih memiliki
anggapan bahwa kekerasan dapat menjadi cara yang ampuh agar
membuat anak menjadi faham akan sesuatu hal. Jadi, berapa banyak lagi
kisah-kisah serupa yang harus dialami anak-anak dengan dalil
pendidikan??? Bukankah tubuh mungil itu seharusnya mendapatkan
limpahan kasih sayang???
Setiap rumah tangga haruslah memiliki keinginan untuk mewujudkan
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Dan untuk menjalankan

amanah tersebut maka setiap anggota keluarga mesti memiliki peranan


dan tanggung jawab yang dijalankan sebaik-baiknya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

.
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung
jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (penguasa) adalah
pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga
pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah
pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggung jawaban atas
apa yang dipimpinnya.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim
(no. 1829), dan Ahmad (II/5, 54-55, 111), dari Ibnu Umarradhiyallahu
anhuma]
Suami dan istri haruslah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memelihara keluarganya, dalam hal ini adalah anak-anaknya yang akan
menjadi generasi penerus mereka kelak. Sebab anak merupakan usaha
orang tuanya, yang dapat menjadi simpanan di akhirat, sebagaimana
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
.
Artinya: Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah
makanan yang dihasilkan dari usahanya sendiri. Dan sesungguhnya anak
itu termasuk dari usahanya.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (II/108), An-Nasai (II/211),
At-Tirmidzi (II/287), Ad-Darimi (II/247), Ibnu Majah (II/2-430), Ath-Thayalisiy
(no. 1580), dan Ahmad (VI/41, 126, 162, 173, 193, 201, 202, dan 220),
dari Aisyah radhiyallahuanha]
KETIKA PENDIDIKAN ANAK DIMULAI
Usia anak-anak terbagi ke dalam dua tahapan hingga mencapai masa
baligh-nya. Tahapan yang pertama adalah sebelum tamyiz dan tahapan
kedua adalah sesudah tamyiz. Adapun tamyiz adalah masa dimana
anak-anak telah dapat membedakan sesuatu dengan baik, mana yang
baik untuk dirinya dan mana yang buruk atau berbahaya bagi dirinya. Dan
pencapaian usia tamyiz akan sangat dipengaruhi dengan pelajaran,

peringatan dan arahan dari orang tua yang dapat difahami oleh si anak
dengan baik dan sesuai dengan pertumbuhan akal si anak.
Metode pendidikan terbaik bagi anak dalam usia sebelum tamyiz dan
sesudah tamyiz adalah dengan jalan mendengar dan menyimak. Karena
pada usia tersebut, seorang anak memiliki ingatan yang amat kuat
terhadap segala hal yang dilihat dan didengarnya. Itulah sebabnya, anakanak pada zaman dahulu diketahui memiliki hafalan yang luar biasa,
sebut saja seperti Imam Asy-Syafii, Imam Bukhari, dan yang lainnya.
[Lihat Menanti Buah Hati, hal. 346]
BEGINILAH CARA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA
SALLAMMENDIDIK ANAK
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan uswah bagi orangorang beriman. Untuk itulah, kita diperintahkan untuk mencontoh beliau
dalam berbagai perkara syariat, salah satunya adalah tarbiyatul aulad
(mendidik anak).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang tua,
berkaitan dengan pendidikan anak, antara lain:
1. Memberikan pendidikan agama kepada anak, terutama aqidah yang
akan menjadi pondasi ke-Islamannya. Perhatikan bagaimana perkataan
Luqman kepada anaknya,


,
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, Hai
anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya kesyirikan
itu merupakan kezhaliman yang besar. (Qs. Luqman: 13)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mengajarkan hal ini kepada
Abdullah bin Abbas radhiyallahuanhuma, beliau bersabda,


:


.

.





.
Artinya: Wahai anak, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu
beberapa kalimat. Jagalah (hak-hak) Allah, niscaya Allah akan

menjagamu, jagalah (hak-hak) Allah, niscaya engkau mendapati-Nya di


hadapanmu. Apabila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah, dan
apabila engkau memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah. Dan
ketahuilah, sekiranya ummat ini bersatu untuk memberimu manfaat
maka manfaat tersebut tidak akan sampai kepadamu kecuali apa yang
telah ditetapkan Allah atasmu. Dan apabila ummat ini bersatu untuk
mencelakakanmu maka sedikit pun mereka tidak akan mampu
melakukannya kecuali apa yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena
(takdir) telah terangkat dan lembaran (takdir) telah mengering.
Dan ketahuilah, sesungguhnya bersabar atas apa-apa yang tidak engkau
sukai itu memiliki kebaikan yang amat banyak. Dan sesungguhnya
pertolongan itu (ada) bersama kesabaran. Dan sesungguhnya kelapangan
itu (datang) bersama kesulitan, dan sesungguhnya kesulitan itu bersama
kemudahan.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (I/292,
303, 307) dan ini lafazhnya, Al-Hakim (III/541), Ath-Thabrani dalam AlMujamul Kabir (XII/12988, 12989), Abu Yala (no. 2549), Ibnus Sunni (hal.
427), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (no. 316), dan Al-Ajurri dalam AsySyariah (hal. 198)]
Perhatikanlah, bagaimana besarnya perhatian para Salaf untuk
mengajarkan aqidah kepada buah hatinya, karena begitu pentingnya
kedudukan aqidah bagi seorang hamba. Dan pengajaran tentang aqidah
ini mestilah diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anakanak.
Tidak hanya aqidah, tapi anak juga harus dibiasakan untuk menjalani
rutinitas ibadah sedari dini, seperti shalat dan puasa. Karena pemenuhan
hak Allah, tidak hanya terbatas pada aqidah saja, tetapi juga
mencakup ubudiyyah (peribadatan). Dan untuk menjalankan rutinitas ini,
orang tua akan menjadi contoh bagi anak-anaknya.
Oleh karena itu, hendaknya orang tua memperhatikan kualitas
peribadatannya. Dengan demikian, maka pendidikan agama bagi anak
diperlukan sedari dini, agar kelak ketika anak dewasa, dia tidak akan
menjadi seorang yang bodoh terhadap agamanya sendiri.

Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata,


Kewajiban bapak dan ibu mendidik anak-anak mereka serta mengajari
mereka tatacara bersuci dan shalat.
Imam An-Nawawi rahimahullah menambahkan,
Orang tua juga wajib mendidik anak mereka hadir shalat secara
berjamaah dan menjelaskan kepada mereka tentang haramnya zina,
homoseks, minum khamr, berdusta, bergunjing, dan semisalnya. (Dan ini
diberikan) kepada anak laki-laki maupun perempuan. [Lihat Al-Majmu
Syarh Muhadzdzab (III/12) dan Bekal Menanti Si Buah Hati (hal. 56)]
2. Membiasakan anak-anak untuk berakhlak baik dan menasihatinya
ketika melakukan kesalahan. Karena akhlak mulia menjadi pemberat
timbagan pada hari Kiamat nanti, sebagaimana disebutkan oleh
Nabishallallahu alaihi wa sallam,
.
Artinya: Tidak ada sesuatupun yang paling berat dalam timbangan
seorang Mukmin pada hari Kiamat nanti daripada akhlak mulia.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (IV/2002) dan dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami (no. 5632), dari Abud
Darda radhiyallahuanhu]
Selain itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun diutus untuk
menyempurnakan akhlak mulia, sebagaimana sabda beliau,
.

Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang


shalih.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad(no.
273), Ahmad (III/381), dan Al-Hakim (II/613), dari Abu
Hurairahradhiyallahuanhu. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad
Syakir dalam syarahnya untuk Al-Musnad (XVII/79, no. 8939), dan
dishahihkan pula oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Adabul Mufrad(no.
207) dan Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (no. 45)]
Sebagian orang tua menganggap bahwa membiasakan anak untuk
berakhlak baik pada usia dini belumlah perlu, karena anak-anak akan
mendapatkannya pada pendidikan formal kelak. Padahal, orang tua
memiliki andil yang sangat besar untuk mengarahkan anak, karena rumah

merupakan sekolah pertama bagi anak-anak. Dan sebelum anak beranjak


menuju pendidikan formal, dia akan terlebih dulu mendapatkan
pendidikan di rumah dan ditengah-tengah keluarganya. Seorang anak
tidak hanya akan mewarisi bentuk fisik orang tuanya, tetapi juga akan
mewarisi tabiat kedua orang tuanya. Dan rumah merupakan tempat
dimana anak akan mengadaptasi ajaran dan kebiasaan yang dilakukan
oleh orang tuanya untuk kemudian diaplikasikan, tidak hanya didalam
rumah tetapi juga diluar rumah. [Lihat Akhlak-Akhlak Buruk, hal. 82]
Dan ketika salah satu dari orang tua, baik itu ayah maupun ibu, sedang
menasihati anaknya, hendaknya orang tua yang lain ikut mendukungnya
dan jangan menyelanya atau bahkan menjatuhkan wibawanya. Sebagai
contoh, seorang ayah tengah menasihati anaknya agar melaksanakan
shalat tepat pada waktunya.
Kemudian, sang ibu menyela perkataan sang ayah, Kayak ayahnya gak
pernah telat shalat aja.. atau Emang ayahnya suka shalat tepat waktu
gitu? dan perkataan-perkataan senada lainnya yang menyebabkan suatu
nasihat itu akan menjadi mentah bagi sang anak. Karena dengan begitu,
anak akan menganggap bahwa orang tuanya tidak memiliki otoritas untuk
mengaturnya, sebab kesalahan yang dilakukan olehnya ternyata
dilakukan pula oleh orang tuanya. Dan ini adalah sebuah kesalahan dalam
mendidik anak!
3. Mengajarkan adab dan etika kepada anak. Para Salaf telah menaruh
perhatian yang sangat besar terhadap adab Islami. Simak saja perkataan
seorang Salaf kepada anaknya ini, Wahai anakku, engkau mempelajari
satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh
puluh bab dari ilmu. [Lihat Tadzkiratus Sami wal Mutakallim (hal. 2)
dan Ensiklopedi Adab Islam (I/10)]
Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah pun pernah berkata tentang
kebiasaan para Salaf mengirimkan anak-anaknya untuk mempelajari adab
dan ibadah selama 20 tahun sebelum mereka dapat menuntut ilmu.
[Lihat Hilyatul Auliya (VI/361), Min Hadyis Salaf fi Thalabil Ilm(hal. 23),
dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 130)]

Hal serupa juga digambarkan oleh Imam Adz-Dzahabi rahimahullahberikut


ini,
Bahwasanya majelis Imam Ahmad dihadiri oleh lima ribu orang. Lima
ratus (orang) diantara mereka mencatat, sedangkan selebihnya
mengambil manfaat dari perilaku, akhlak dan adab beliau (Imam
Ahmad). [Lihat Siyar Alamin Nubala (XI/316) dan Ensiklopedi Adab
Islam (I/10)]
Dan inilah kesaksian seorang Abu Bakar Al-Mithwai rahimahullah,
Aku bolak-balik kepada Abu Abdillah yakni Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah selama sepuluh tahun. Beliau membacakan kitab AlMusnad kepada anak-anaknya. Aku tidak menulis satupun hadits darinya,
aku hanya melihat adab dan akhlak beliau (pada anak-anaknya).
[Lihat Tadzkiratus Sami wal Mutakallim (hal. 3) danEnsiklopedi Adab
Islam (I/10)]
Ada banyak macam adab yang mesti diajarkan kepada anak, namun
secara garis besar, pembahasan tentang masalah adab, etika, dan akhlak
terbagi kepada:
a. Adab dan akhlak terhadap Allah Azza wa Jalla, seperti penghambaan,
tidak melakukan syirik, mentaati perintah-Nya dan menjauhi laranganNya, ridha terhadap takdir-Nya, dan bersyukur atas semua nikmat-Nya.
b. Adab dan akhlak terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
seperti mengimani beliau sebagai Nabi dan Rasul terakhir bagi seluruh
manusia, mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mentaati apa
yang beliau perintahkan dan menjauhi apa yang beliau larang, mengikuti
Sunnah beliau shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi segala bentuk
bidah.
c. Adab dan akhlak terhadap diri sendiri dan sesama manusia, seperti
adab makan dan minum, adab tidur, adab berpakaian, adab bertamu,
adab meminta izin, adab berdoa dan adab-adab lainnya.
d. Adab dan akhlak terhadap hewan dan tumbuhan yang sesuai dengan
tuntunan syariat, seperti tidak menyakitinya, tidak menyiksanya,
memberinya makan dan minum, merawatnya, dan tidak membunuhnya
dengan cara-cara yang dilarang oleh agama. [Lihat Menuntut Ilmu Jalan
Menuju Surga (hal. 131-161) dan Menanti Buah Hati (hal. 396)]

Hendaknya semua adab-adab tersebut dijadikan sebagai suatu kebiasaan


di dalam rumah, sehingga ketika si anak pergi keluar rumah, dia akan
membawa adab tersebut bersamanya.
4. Orang tua hendaknya menyertakan anak-anak dalam beribadah, bukan
hanya sekedar memerintahkannya saja. Karena pendidikan anak akan
lebih berhasil manakala setiap inderanya diberdayakan. Jadi, orang tua
tidak hanya memberdayakan indera pendengaran anak saja untuk
memerintahnya melakukan ini dan itu, tapi orang tua juga perlu
memberdayakan indera penglihatannya untuk mencontoh sikap dan
perilaku baik dari orang tua.
Tidak hanya itu, orang tua juga dapat mengajak anak untuk
memberdayakan perasaannya ketika beribadah, yakni menghadirkan rasa
cinta dalam menjalankan suatu ibadah, sekaligus mengajarkan kepadanya
bagaimana menghadirkan hati yang khusyu ketika beribadah.
Sebagai contoh, Abdullah bin Abbas radhiyallahuanhuma pernah shalat
disamping Nabi shallallahu alaihi wa sallam disebelah kiri, kemudian
beliau memegang telinganya dan memindahkannya ke sebelah kanan
beliau. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 6316) dan Muslim
(no. 763)]
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, Tidak diragukan lagi
bahwa urutan shaf terdepan bagi anak-anak adalah dibelakang shaf lakilaki dewasa, kecuali jika keadaan tersebut (dikhawatirkan) akan
mengganggu jamaah. Karenanya pada saat itu, perlu bagi kita untuk
menempatkan anak-anak laki-laki diantara shaf laki-laki dewasa agar
jamaah dapat mengerjakan shalat secara khusyu. [Lihat Asy-Syarhul
Mumti (IV/391)
5. Bersikap lemah lembut kepada anak dan bersikap tegas manakala
diperlukan. Karena anak bukanlah benda yang tidak memiliki rasa.
Sehingga, orang tua sesekali dianjurkan untuk mencandai anak, bermain
dengannya, dan mencium mereka sebagai bentuk kasih sayang.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Aqra


yang memiliki 10 orang anak, tetapi dia belum pernah mencium mereka
sekalipun,
.
Artinya: Barang siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 5997) dan Muslim (no.
2318), dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu]
Sikap tegas orang tua kepada anak juga perlu dilakukan sesekali,
manakala anak melanggar ketentuan syari. Namun, sikap tegas yang
dimaksudkan bukanlah sikap kasar dan menganiaya anak, karena sikap
tegas disini ditujukan sebagai metode pendidikan anak yang memberikan
efek jera, bukan efek luka.
Contoh sikap tegas yang dapat dilakukan oleh orang tua kepada anaknya
adalah memukul anaknya yang tidak melaksanakan shalat ketika sudah
menginjak usia 10 tahun, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu
alaihi wa sallam,



.
Artinya: Suruhlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada usia
tujuh tahun, dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya pada
usia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka. [Hadits
shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (II/ 180, 187), Abu Dawud (no. 495), AlHakim (I/197), Al-Baihaqi (III/84), Ibnu Abi Syaibah (no. 3482), AdDaruquthni (I/230), Al-Khathib (II/278), dan Al-Uqaili (II/167), dari
Abdullah bin Amr radhiyallahuanhuma. Lihat jugaShahihul Jami (no.
5868)]
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan pukulan
kepada anak ini, yaitu:
a. Anak mengerti atas alasan apa dia dipukul.
b. Orang yang memukulnya adalah walinya, misalkan ayahnya.
c. Tidak boleh memukul anak secara berlebihan.
d. Kesalahan yang dilakukan oleh sang anak memang patut untuk
mendapatkan hukuman.
e. Pukulan dimaksudkan untuk mendidik anak, bukan untuk melampiaskan

kemarahan.
[Lihat Al-Qaulul Mufid (II/473-474) dan Bekal Menanti Si Buah Hati(hal. 5556, cat. kaki no. 89)]
Adapun pukulan yang dimaksud adalah:
a. Pukulan yang dapat diterima oleh si anak, yakni pukulan yang ringan,
b. Pukulan yang tidak menimbulkan bekas atau luka pada tubuh si anak,
c. Pukulan di bagian tubuh, kecuali wajah.
[Lihat Menanti Buah Hati, hal. 347-348)
6. Bersikap adil kepada semua anak dan bersabar dalam menghadapi
mereka. Orang tua terkadang memiliki kecenderungan pada salah satu
atau sebagian anak dibandingkan dengan anak-anak lainnya, baik dalam
hal materi maupun imateri. Padahal, sikap orang tua yang demikian itu
tidak akan memberikan dampak yang baik bagi kejiwaan anak-anaknya.
Sebab akan ada anak yang merasa tidak disayangi dan tersisihkan,
sementara dia melihat saudaranya mendapatkan perlakuan berbeda dari
orang tuanya. Hal seperti ini akan sangat mungkin untuk memicu
perselisihan bahkan permusuhan antar sesama saudara. Dan sikap seperti
ini juga berarti menzhalimi mereka. [Lihat Ensiklopedi Adab Islam (I/201)]
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,
.

Artinya: Aku tidak mau menjadi saksi atas perbuatan zhalim, bertakwalah
kalian kepada Allah dan bersikap adillah kepada anak-anak kalian.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 2586, 2587) dan Muslim
(no. 1623), dari Numan bin Basyir radhiyallahuanhu]
Selain itu, orang tua juga harus menyadari bahwa anak adalah fitnah
(ujian) bagi orang tua maka hendaknya orang tua dapat bersabar dalam
menghadapi gangguan dari anak-anaknya. Allah Azza wa Jallaberfirman,


Artinya: Dan ketahuilah! Sesungguhnya harta-hartamu dan anak-anakmu
adalah fitnah (ujian/cobaan bagimu). Dan sesungguhnya Allah (yang)
disisi-Nyalah terdapat ganjaran yang besar. (Qs. Al-Anfal: 28)


Artinya: Hanya saja harta-hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah

(ujian/cobaan bagimu). Dan sesungguhnya Allah (yang) disisi-Nyalah


terdapat ganjaran yang besar. (Qs. Ath-Taghabun: 15)
Terutama bagi pasangan orang tua yang memiliki anak perempuan,
hendaknya mereka bersabar dalam mengasuh dan mendidiknya, karena
anak perempuan yang diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat
menjadi penghalang bagi kedua orang tuanya dari api Neraka.
Dan hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dalam sabdanya berikut ini,
.
Artinya: Barang siapa diuji dengan anak-anak perempuan lalu dia
memberi asuhan yang baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan
itu akan menjadi penghalang antara dirinya dari Neraka. [Hadits shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (no. 1418, 5998) dan Muslim (no. 2629), dari
Aisyah radhiyallahuanha]
Dan wajib bagi para orang tua untuk membiasakan anak-anak
perempuannya untuk mengenakan jilbab. Jangan biasakan dia
mengenakan pakaian tipis, ketat, dan pendek, meskipun dia belum baligh.
Karena kebiasaan berpakaiannya sedari kecil akan mempengaruhi model
pakaiannya ketika dewasa.
7. Memperhatikan kesehatan anak, baik secara jasmani maupun rohani,
karena sesungguhnya Allah lebih mencintai mukmin yang kuat daripada
mukmin yang lemah. Nabi shallallahu alaihi wa sallambersabda,


Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no.
2664), Ahmad (II/366, 370) dan Ibnu Majah (no. 79, 4168), dari Abu
Hurairah radhiyallahuanhu]
Itulah beberapa hal yang harus menjadi perhatian orang tua terkait
dengan pendidikan anak. Tidak hanya menjadi bahan perhatian orang tua
saja, tetapi juga menjadi kewajiban bagi orang tua, karena apa yang telah
diuraikan diatas dapat dikategorikan sebagai hak anak yang harus
dipenuhi oleh orang tuanya.

AYAH BUNDA SAYANGILAH ANAKMU


Anak manapun, tentu saja mendambakan kasih sayang kedua orang
tuanya. Karena meskipun dia telah mendapatkan kasih sayang dari
kerabat dan teman-temannya, jauh di dalam lubuk hatinya dia rindu untuk
mendekap sang ayah dan dibelai oleh sang bunda. Andaikan para orang
tua mau sedikit lebih peka terhadap sikap dan perasaan sang anak,
tentunya mereka dapat mewujudkan sebuah keluarga yang harmonis.
Namun, sangat disayangkan bahwa para orang tua masa kini lebih sibuk
dengan dunianya masing-masing tanpa mau menengok ke dalam dunia
anak-anaknya barang sebentar saja. Karena banyak dari mereka
menggunakan alasan perekonomian sebagai alibi untuk menghindar dari
tindakan salah asuh yang kerap terjadi belakangan ini.
Sehingga, para orang tua menjerumuskan anak-anak mereka ke dalam
lembah kenistaan tanpa sadar, dengan sebab sikap acuh tak acuh dengan
pendidikan anak.
Allah Taala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,



Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
miskin. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga
kepadamu (Qs. Al-Isra: 31)
Meskipun ayat diatas menyebutkan tentang larangan membunuh anak
karena takut miskin, akan tetapi Allah Tabaraka wa Taala telah
menegaskan dalam ayat yang sama bahwa Allah-lah yang memberikan
rizki kepada orang tua dan anak tersebut maka tidak ada alasan bagi
setiap orang tua untuk mengabaikan hak anak dan hanya memberikan
wewenang pada instansi formal untuk memberikan pendidikan kepada
anak, tanpa orang tua turut terlibat di dalamnya, hanya karena alasan
perekonomian.
Jadi, sesibuk apa pun aktifitas kedua orang tua, hendaknya orang tua
dapat meluangkan waktu bersama anak untuk mengetahui sejauh mana
pendidikan yang telah diterimanya dan mengamati hal-hal apa saja yang
harus diperbaiki, ditambah, atau mungkin dikurangi dari porsi
pendidikan si anak. Dengan demikian, hubungan antara orang tua dan

anak tidak lagi berada dalam dua dunia yang berbeda dan terpisahkan
oleh jurang yang sangat jauh dan dalam. Dan dalam hal ini diperlukan
pendekatan yang komunikatif antara keduanya.
Sepatutnya anak mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari kedua
orang tua dan kerabatnya. Dan yang terpenting dari semuanya adalah
pendidikan yang menjadi hak anak dan prioritas bagi setiap orang tua,
karena Allah Taala telah berfirman,


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu (Qs. At-Tahrim: 6)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu menegaskan bahwa maksud dari ayat
diatas adalah mendidik dan mengajari keluarga. [Lihat Tafsir Al-Quranil
Azhim(IV/408) dan Bekal Menanti Si Buah Hati (hal. 52)]
Demikianlah, risalah ini tersusun dengan maksud untuk mengingatkan
kepada setiap orang tua, bahwasanya anak adalah titipan yang harus
dijaga. Dan titipan itu juga harus dikelola sebaik mungkin agar kelak
menjadi aset yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Maka tidakkah setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi
anak-anak yang shalih agar kelak dapat mendoakannya ketika tidak ada
lagi satupun simpanan yang dimilikinya.
.

Artinya: Apabila manusia telah meninggal, maka terputuslah amalnya,
kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shalih yang mendoakan kebaikan baginya. [Hadits shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Ahmad (II/372), Bukhari dalamAlAdabul Mufrad (no. 38), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasai (VI/251),
Tirmidzi (no. 1376), dan Al-Baihaqi (VI/278) dari Abu
Hurairahradhiyallahuanhu]

Penyusun: Ummu Sufyan Rahma bintu Muhammad


Murajaah: Ibnu Ismail Al-Muhajirin
Maraji:
1. Akhlak-Akhlak Buruk, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad, cetakan
Pustaka Darul Ilmi, Jakarta
2. Al-Masaail Jilid 6, Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Darus Sunnah,
Jakarta
3. Bekal Menanti Si Buah Hati, Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi, cetakan Media
Tarbiyah, Bogor
4. Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Ummu Salamah As-Salafiyyah,
cetakan Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
5. Ensiklopedi Adab Islam Jilid 1, Abdul Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada,
cetakan Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta
6. Jangan Salah Mendidik Buah Hati, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad,
cetakan Darus Sunnah, Jakarta
7. Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk yang Dinanti, Abdul Hakim bin
Amir Abdat, cetakan Maktabah Muawiyah bin Abi Sufyan, Jakarta
8. Menggapai Surga Tertinggi dengan Akhlak Mulia, Ummu Anas
Sumayyah bintu Muhammad Al-Ansyariyyah, cetakan Pustaka Darul Ilmi,
Jakarta
9. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan
Pustaka At-Taqwa, Bogor
10. Panduan Keluarga Sakinah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan
Pustaka At-Taqwa, Bogor
11. Tarbiyatul Abna (Edisi Terjemah), Syaikh Musthafa Al-Adawi, cetakan
Media Hidayah, Yogyakarta
https://bumiislam.wordpress.com/2013/10/24/konsep-pendidikan-anakusia-dini-dalam-agama-islam/

Metode Pendidikan Agama Islam Pada Anak Usia Dini


Oleh:
MUH ROSIHUDDIN
Menurut Jamal Maruf Asmani mengajar anaka usia dini membutuhkan
metode yang unik dan kreatif. Disinilah signifikasi dan urgensi peran seorang guru
dalam mendidik dan menggugah potensi anak didik[1].
Metode adalah suatu cara dan siasat menyampaikan bahan pelajaran
tertentu dari suatu mata pelajaran agar siswa dapat mengetahui, memahami
mempergunakan atau dengan kata lain dapat menguasai bahan pelajaran tersebut.
[2]
Dari pengertian metode tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa pengertian
metode pendidikan agama adalah segala usaha yang sistematis dan pragmatis
untuk mencapai tujuan pendidikan agama dengan berbagai aktifitas, baik di dalam
atau di luar kelas dalam lingkungan sekolah.[3]
Ada banyak metode atau cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pendidikan agama Islam, sebagaimana menurut Winarno suradi yang dikutip oleh
Zuhairini bahan metode tersebut adalah:
1. Metode ceramah
2. Metode tanya jawab
3. Metode pemberian tugas
4. Metode demonstrasi da eksperimen
5. Metode belajar kelompok
6. Metode sosiodrama dan bermain peran
7. Metode karya wisata
8. Metode drill (latihan)
9. Metode sistem regu[4]
Sebagai tenaga pendidik yang baik, guru harus mampu memilih metode yang
akan digunakan dalam mengajar anak didiknya,terutama yang masih dalam fase
anak usia dini dan disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak didiknya tersebut.
Karena

dengan

menggunakan

metode

yang

tepat

dan

sesuai

dengan

perkembangan anak didiknya, maka materi yang disampaikan kemungkinan besar


akan mudah difahami oleh anak. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah didalam
Q.S An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:




Artinya: Serulah (manusia) kepadajalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang Iebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dan jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. AnNahl
(l6):125)[5]

Dengan melihat ayat di atas maka, sebagai guru harus dapat memilihkan
metode yang tepat bagi anak didiknya, terutama anak usia dini. Diantara metodemetode yang dapat digunakan dalam Pendidikan Agama Islam pada anak usia dini
adalah:
a.

Metode teladan
Dalam Al-Quran kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah, yang

kemudian diberi sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik.
Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik.[6]
Metode teladan ini sangat penting bagi anak, supaya ia dapat meniru dan
menyamakan diri dengan orang lain. Karena pada umumnya anak terutama yang
masih usia dini perilakunya cenderung meniru orang-orang yang disekitarnya atau
lingkungannya. Oleh karena itu sebagai guru hendaknya memberikan teladan atau
contoh yang baik bagi anak.
Dalam A1-Quran juga ditegaskan bahwa contoh teladan yang baik itu adalah
penting sekali, dari hal tersebut dapat dilihat pada diri Rasulullah yang merupakan
contoh yang utama. Sebagaimana dalam Q.S Al-Ahzab ayat 21 sebagai benikut:


Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab (33):21)[7]
Menurut Asnelly Ilyas dalam penjelasan tentang metode teladan dalam
bukunya Mendambakan Anak Saleh bahwasanya :
Dalam praktek pendidikan dan pengajaran, metode mi dilaksanakan dalam dua cara,
yaitu secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara langsung
maksudnya bahwa pendidik atau orang tua itu harus benar-benar menjadikan dirinya
sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak langsung

dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar,
pahlawan dan para syuhada. Melalui kisah dan riwayat-riwayat di diharapkan anak
akan menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai uswatun hasanah.[8]
b.

Metode kisah-kisah atau cerita


Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi

pendidikan Islam dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana


terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarya terjadi ataupun hanya rekaan saja.[9]
Metode bercerita atau kisah banyak terdapat di dalam AlQuran, yang tujuan
pokoknya adalah untuk menunjukkan fakta-fakta kebenaran. Kebanyakan dalam
setiap surat Al-quran terdapat cerita tentang kaum terdahulu baik dalam makna
sejarah yang positif maupun yang negatif.[10]dengan begitu anak akan dapat
menyimpulkan mana perbuatan yang baik dan yang buruk. Metode ini disebutkan
dalam A1-quran surat Yusuf ayat 3 yaitu:


Artinya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Quran mi kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Q.S.
Yusuf (12): 3)[11]

Ayat tersebut diatas mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam Al-Quran
merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai paedagogis. Kisah atau
cerita yang ada dalam Al-Quran banyak sekali diantaranya adalah kisah Firaun,
nabi Nuh, nabi Yusuf dan sebagainya, yang pada nantinya pendidik atau orang tua
dapat menyesuaikan antara kisah dan materi yang akan disampaikan. Kalimat yang
dipakaipun harus sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa anak.
Biasanya cerita disampaikan kepada anak pada waktu menjelang tidur
dimalam hari. Kisah atau cerita bisa juga dialihkan pada gambar atau bacaanbacaan yang mudah difahami oleh anak. Kalau anak dapat memahami isi atau cerita
yang disampaikan, berarti itu merupakan cara dalam menyampaikan aspek
keimanan dan akhlak yang mengacu pada timbulnya kesadaran moral dan dapat
hidup sesuai dengan perintah Allah dan juga bisa disebut hidup secara Islami yang
hakiki.

c.

Metode Nasehat
Secara bahasa nasehat mengandung pengertian yang menunjukkan kepada

keterlepasan

dan

segala

kotoran

dan

tipuan.[12] Dalam

Al-Quran

juga

menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia


kepada ide yang dikehendakinya. lnilah yang kemudian dikenal dengan nasehat.
Tetapi nasehat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan
dan sipemberi atau penyampai nasehat itu. ini menunjukkan bahwa antara satu
metode, yakni nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat
saling melengkapi.[13]
Nasehat yang baik adalah nasehat yang sesuai dengan perkembangan jiwa
anak, dan dengan kata-kata yang bagus didengar oleh anak, sehingga apa yang
didengar anak tersebut masuk kedalam jiwa anak, dan selanjutnya tergerak untuk
mengamalkannya.
Contoh nasehat yang baik bisa dilihat pada nasehatnya Luqmanul Hakim
terhadap putranya, yaitu:
a.
Nasehat untuk bertauhid dan tidak berbuat syirik
b. Nasehat akan adanya pengawasan Allah terhadap segala perbuatan manusia
c.
Nasehat untuk menegakkan shalat, melaksanakan amar maruf nahi munkar
dan sabar terhadap segala musibah
d. Nasehatjangan menghina dan berlaku sombong
b)
Nasehat untuk berkata lemah-lembut dan sederhana dalam berjalan.[14]

Seperti yang tertera diatas, maka tenaga pendidik atau dalam hal ini guru
ataupun orang tua dalam menasehati anak hendaklah dengan nada lemah-lembut,
dan mengarahkan anak untuk berkata dengan kata-kata yang baik dan jujur. Yang
nantinya dapat dirasakan sebagai obat dalam menyembuhkan penyakit rohani, yang
menverang anak-anak agar tidak terlepas dan jalur ajaran agama Islam.
d.

Metode Pembiasaan
Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah biasa. Dalam kamus

bahasa Indonesia biasa adalah: 1) Lazim atau umum; 2) Seperti sedia


kala; 3) sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dan kehidupan sehari-hari.
[15] Dengan adanya prefik pe dan sufik an menunjukkanarti proses. Sehingga
pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu atau seseorang
menjadi terbiasa.

Berkaitan dengan pendidikan Agama Islam pada anak usia dini, maka
metode pembiasaan dapat dikatakan sebuah cara yang dapat dilakukan untuk
membiasakan anak berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran
agama islam.[16] Metode pembiasaan ini adalah menanamkan rasa kepada anak
untuk dikerjakan secara berulang-ulang dengan tujuan supaya pengalaman yang
dikerjakan anak dapat menjadi bagian dan diri anak, sehingga anak akan merasa
terbiasa melaksanakannya.
Pembiasaan dalam pendidikan usia dini misalnya anak disuruh supaya
membiasakan membaca basmalah sebelum makan atau sebelum melakukan
aktititas yang lain, dan membaca hamdalah sesudah makan atau sesudah
mengerjakan aktifitas yang lain. Selain itu, anak bisa dibiasakan mengucapkan
salam serta cium tangan kepada kedua orang tuanya sebelum berangkat sekolah.
Pembiasaan ini dirasa sangat efektif jika penerapannya dilakukan terhadap
peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki rekaman ingatan yang kuat dan
kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan
kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai
awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif
dalam melaksanakan nilai-nilai moral kedalam jiwa anak.[17]

e.

Metode hukum dan Ganjaran


Dalam kamus besar bahasa Indonesia hukum, diartikan dengan: a)

peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi
semua orang disuatu masyarakat (negara); b) undang-undang, peraturan, dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Dalam bahasa Arab
hukuman

diistilahkan

dengan iqab,

jaza dan uqubah yang

artinya

balasan.[18]Dalam hubungannya dengan pendidikan Agama Islam dalam lingkunga


keluarga maka iqab berarti imbalan dan perbuatan yang tidak baik dan peserta anak.
Contohnya adalah bila anak melakukan kesalahan atau suatu hal yang tidak baik,
maka orang tua menghukumnya dengan hukuman yang mendidik misalnya
menghafalkan Surat-surat A1-Quran atau doa-doa yang pendek seperti halnva surat
An-Nas, Al-Falaq dan sebagainya.

Dengan adanya pemberian hukuman ini merupakan jalan yang terakhir dan
harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama
pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dan kesalahan-kesalan
yang ia 1akukan.[19]
Sedangkan metode ganjaran akan dijelaskan berikut ini. Ganjaran dalam
kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa ganjaran adalah: a) hadiah
(sebagai pembalas jasa): b) hukuman, ba1asan.[20] Dan definisi mi dapat difahami
bahwa ganjaran dalam bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik
maupun balasan yang buruk.
Sementara itu, dalam bahasa Arab ganjaran diistilahkan dengan tsawab.
Kata tsawab bisa juga berarti: pahala, upah, dan balasan.[21] Maka dalam
kaitannya dengan pendidikan Islam ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan
represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar
bagi anak. Selain itu ganjaran juga merupakan hadiah terhadap perilaku baik dan
anak didik dalam proses pendidikan.[22]
Demikianlah metode ganjaran dilaksanakan, dan hal mi dimaksudkan agar
pemberian ganjaran tersebut berpengaruh besar pada jiwa anak didik untuk
melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif, serta penyemangat agar
proses belajar anak dapat lancar dan tercapai tujuan pendidikannya.
Metode diatas (hukuman dan ganjaran) dimaksudkan agar dalam diri anak
tumbuh atau tertanam rasa disiplin. Biasanya hukuman diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan, sedangkan ganjaran diberikan kepada orang yang patuh dan
menunjukkan perbuatan baik. Hal tersebut semata-mata untuk kedisiplinan anak
yang kelak akan menjadi pribadi muslim yang baik.
f.

Metode Ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah

materi pendidikan agama dengan cara penuturan lisan kepada anak.[23] Metode
ceramah mi dekat dengan kata tabligh yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Katakata balagh atau tabligh didalam AI-Quran misalnya pada Q.S. Yaasin ayat 17 yaitu:

Artinya: Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah)
dengan jelas(Q.S. Yaasin (36): 17).[24]

Ayat diatas menunjukkan dengan jelas, bahwa tabligh atau menyampaikan


sesuatu ajaran, khususnya dengan lisan diakui keberadaannya, bahkan telah
dipraktekkan oleh Rasullah SAW dalam mengajak umat manusia ke jalan Tuhan.
Jika seorang ingin mengajarkan kepada orang lain atau anak, maka hendaknya
seseorang mempunyai kualitas yang bagus. Supaya anak tertarik bila cara
penyampaiannya itu enak dan mudah difahami.

[1] Jamal Maruf Asmani, Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini (Jogjakarta :Diva
Press.2009), 100
[2] Zuhairini, Metodik, Pendidikan Agama, 79.
[3] Ibid, 80
[4] Zuhairini, Metodik, Pendidikan Agama , 82
[5] Depag RI. Al Quran dan Terjemahanya., 421.
[6] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam., 95.
[7] Depag RI. Al Quran dan Terjemahanya., 670.
[8] Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Saleh (bandung: Al-Bayan, 1995), 39-40.
[9] Armay Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 160
[10] H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 214.
[11] Depag RI. Al Quran dan Terjemahanya., 348.
[12] Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak., 36.
[13] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam., 98
[14] Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Saleh., 37-38.
[15] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa.,
113.
[16] Armay Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , 110.
[17] Ibid
[18] Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakry, Kamus Indonesia-Arab, (Jakarta: Mutiara, 1971)., 105.
[19] Ibid., 131.
[20] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa.,253
[21] lbid., 125
[22] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa,127.
[23] Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, 74.
[24] Depag RI, Al Quran dan Terjemahannya., 708.

http://banjirembun.blogspot.co.id/2012/11/metode-pendidikan-agamaislam-pada-anak.html

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK SEJAK USIA DINI


Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antar keluarga, sekolah, dan
masyarakat, bahkan menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia. Karena
dengan adanya pendidikan maka seseorang itu akan mempunyai pengetahuan
tentang suatu wawasan pendidikan.
Dan awal pendidikan itu di mulai sejak anak usia dini atau sejak lahir karena
pendidikan usia dini pada dasarnya berpusat pada kebutuhan anak, yaitu pendidikan
yang berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan sang anak, oleh karena
itu, peran pendidik sangatlah penting. Dan pendidik harus mampu memfasilitasi
aktivitas anak dengan material yang beragam.
Berdasarkan UUSPN (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) pengertian
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
(UUSPN, 2003:4).
Memang dengan demikian bahwa pendidikan anak itu merupakan modal terbesar
yang dimiliki bangsa untuk mewujudkan cita-cita bangsa kelak. Berhasil atau
tidaknya langkah yang sudah kita rintis ini sangat bergantung pada generasi penerus
kita nanti. Oleh karena itu kita seharusnya sedapat mungkin mengupayakan agar si
penerus ini tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, sehingga mereka kelak
akan mampu mewujudkan apa yang diinginkan bangsa dengan tepat bahkan lebih
dari apa yang kita harapkan, dan karena itulah anak sejak kecil sudah harus
diberikan pendidikan (Iwan, 2001:1).
Pendidikan anak di usia dini yang sejak mulai lahir perlu ditanamkan nilai-nilai Islam
tentang ajaran Islam, sebab ajaran-ajaran Islam sangat penting dan harus dipelajari.
Karena di dalam Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan
pembinaan anak, bahkan sejak masih dalam kandungan. Jika anak sejak dini telah
mendapatkan pendidikan Islam insya Allah ia akan tumbuh menjadi insan yang
mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada orang tuanya. Karena itulah
pentingnya pendidikan pada anak usia dini ditanamkan agar anak ketika besar dapat
mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam.
Pengertian pendidikan anak usia dini menurut Hj. Maryam Halim, dkk, adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. (Halim, dkk, 2005:123). Sedangkan pendidikan
dini usia menurut Departemen Agama yaitu:
Bahwa di dalam pendidikan usia dini dalam pendidikan agama sangat penting sekali
artinya dimulai dari usia 0 tahun. Anak yang baru dilahirkan dengan
memperdengarkan kalimat thaibah pada telinganya yaitu setelah anak dilahirkan
ibunya dan dibersihkan atau dimandikan oleh bidan, lalu bayi kecil diberikan pada
orang tuanya, untuk yang pertama kali orang tuanya mendengarkan
kalimat thaibah(yang baik) yaitu diazankan pada telinga kanan dan qamat pada
telinga kiri, tanpa membedakan apakah anak laki-laki ataupun perempuan. Hal ini
dilakukan dengan maksud bahwa kalimat yang pertama kali didengar anak dari
mulut orang tuanya adalah Allahu Akbar (kalimat Tauhid). Kalimat tauhid ini diajarkan
kepada anak dari dini dengan maksud akan menuntun anak dikemudian hari kepada
yang mulia. Anak yang baru lahir itu belum tahu apa-apa karena di dilengkapi
dengan pendengaran (telinga) dan kepadanya diperdengarkan kalimat yang baikbaik. (Depag, 2003:34).
Imam Ghazali pernah memberi nasehat kepada seorang guru agar berlaku sebagai
seorang ayah terhadap muridnya. Bahkan beliau berpendapat bahwa: Hak seorang
guru terhadap muridnya adalah lebih besar ketimbang hak seorang ayah terhadap
anaknya. Sebab seorang ayah sebagai perantara eksistensi anak di dunia fana ini,

sedang sang guru sebagai sebabnya yang kekal. Karena gurulah yang menunjukkan
murid kepada jalan yang mendekatkan diri kepada Allah Taala (Halim, dkk, 2005:3).
Begitu besar pengaruh guru terhadap jiwa anak, sehingga segala perbuatan dan
tingkah laku guru lebih mewarnai kehidupan sehari-hari anak, biasanya anak lebih
menurut bila gurunya memberi nasihat daripada orang tuanya sendiri, lebih-lebih
anak di bawah usia lima tahun.
Anak didik Taman Kanak-kanak akan selalu memperhatikan setiap gerak laku guru,
kemudian mencontohnya dan akan dikerjakannya setiap ada kesempatan. Sosok
gurunya adalah sosok yang menjadi idola bagi anak Taman Kanak-kanak lebih
banyak diwarnai oleh pribadi gurunya, karena itulah amatlah penting peranan
seorang guru Taman Kanak-kanak dalam pembinaan dan pengembangan mental
anak didiknya, lebih-lebih dalam masalah pendidikan agama dan budi pekerti.
Untuk itu, seorang guru Taman Kanak-kanak harus pandai dalam segala bidang ilmu
pengetahuan sehingga mereka dapat menyampaikan materi atau bahan pengajaran
di dalam proses belajar mengajar setiap harinya. Di samping mereka harus
menguasai metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan anak (Halim, dkk, 2005:3).
Karena Pendidikan adalah merupakan suatu usaha sadar dan teratur serta
sistematis, yang dilakukan oleh Orang-orang yang bertanggung Jawab, untuk
mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita
pendidikan. (Amin, 1992:1).
Kemudian berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya pendidikan
dimulai sejak anak usia dini yang terbagi ke dalam 4 tahapan yaitu
1)
Masa bayi usia 0-12 bulan.
2)
Masa toddler (balita) usia 1-3 tahun.
3)
Masa Pra Sekolah usia 3-4 tahun.
4)
Masa kelas awal SD usia 6-8 tahun. (Sopenaryo, 2004: 6).
Dan di Taman Kanak-kanak (TK), seorang guru di TK tersebut telah memberikan
pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak usia dini. Karena pendidikan
agama Islam merupakan segala usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan
asuhan terhadap anak agar kelak setelah pendidikannya dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya serta menjadikannya
sebagai way of life (jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi
maupun sosial kemasyarakatan.
Anak usia dini diberi bekal tentang pendidikan agama Islam karena pendidikan
agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa terhadap anak
didik menuju tercapainya manusia beragama (manusia yang bertaqwa kepada Allah
Tuhan Yang Maha Esa).
Memang pada dasarnya pendidikan agama Islam ditanamkan bagi anak-anak sejak
usia kecil atau usia dini sampai ketika besar nantik agar anak tersebut dapat
mengetahui tentang ajaran-ajaran Islam.
Karena itulah di tengah zaman globalisasi ini di mana informasi-informasi negatif dari
barat yang mempengaruhi anak-anak yang hendak menjauhkan kita dari Islam tiada
henti-hentinya membanjiri Anak-anak TK, karena itu untuk mengajak generasi Islami
anak usia dini diarahkan anak-anak kita menjadi generasi yang sholeh yang akan
mengembalikan kejayaan Islam dan yang akan menolong kedua orang tuanya ketika
sudah meninggal dunia
http://blog.uad.ac.id/wahid1400005280

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


DALAM PERRKEMBANGAN ANAK USIA DINI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Tujuan Pembahasan........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama Islam.................................................................. 2
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam.......................................... 2
2.
Tujuan Pendidikan Agama Islam................................................ 4
3.
Asas-Asas Pendidikan Agama Islam.......................................... 6
B. Pendidikan Anak Usia Dini.............................................................. 6
1. Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini................................. 6
2. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini..................................... 7
C. Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini..... 8
1.
Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini 8
2.
Perilaku Pencerminan Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini
9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam sangat erat sekali kaitannya dengan pendidikan pada umumnya.
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan anak didik terhadap Allah
SWT. dan mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlakul karimah. Adapun
tujuan utamanya adalah pembentukan akhlak yang sanggup menghasilkan orang-orang yang
bermoral, berjiwa bersih, berkemauan keras, bercita-cita benar, dan berakhlak mulia. Faktor
kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan
keberhasilan pendidikan yang menurut pandangan Islam berfungsi menyiapkan manusiamanusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan akhirat.
Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan, diantaranya adalah masa
anak usia dini. Telah diakui oleh banyak ahli, masa anak usia dini merupakan golden age bagi
perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan yang optimal. Disitulah peran
Pendidikan Agama Islam muncul, yakni menciptakan generasi-generasi muslim yang hebat
dan bermanfaat bagi umat. Dalam arti, generasi yang tidak hanya cerdas intelektual tapi juga
cerdas dari sisi sosial, emosi, dan spiritual. Peran tersebut dapat berhasil, jika dari usia dini
telah ditanamkan nilai-nilai pendidikan Islami pada diri anak.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian, tujuan, dan asas Pendidikan Agama Islam,
2. Untuk mengetahui permasalahan dan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini, dan
3. Untuk memahami peran Pendidikan Agama Islam dalam perkembangan Anak Usia Dini.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Kata Islam dalam Pendidikan Agama Islam menunjukkan pendidikan tertentu, yaitu
pendidikan yang berwarna dan benuansa Islam, dalam arti pendidikan yang berdasarkan
agama Islam. Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai pengertian Pendidikan Agama
Islam, terlebih dahulu kita membahas mengenai arti dari pendidikan itu sendiri.
Para ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian pendidikan. Adapun
pengertian pendidikan secara umum adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya menuju
suatu kehidupan yang bermakna. Dalam definisi tersebut, terkesan bahwa aspek pembinaan
pendidikan itu luas sekali meliputi pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.[1] Pendidikan dalam pengertian yang lain adalah usaha sadar dan terencana
untuk proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.[2]
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari beberapa pengertian di atas adalah pendidikan
merupakan usaha atau aktifitas pembelajaran manusia untuk mengembangkan aspek
kepribadian mereka dan sebagai bentuk kesiapan, baik berupa potensi, moral, dan intelektual
dari diri mereka sendiri serta dapat berguna bagi masyarakat.
Kesimpulan tersebut dikuatkan oleh pengertian pendidikan yang telah disampaikan oleh
Drs. Ahmad D. Marimba bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju kepribadian
yang utama.[3]
Beberapa pengertian di atas, dalam susunan kalimatnya mungkin memang berbedabeda, tapi dalam esensi dan substansinya masih tetap sama. Sedangkan dalam pengertian
Pendidikan Agama Islam sendiri, merupakan suatu sistem pendidikan yang berlabelkan
agama, maka dari itu pendidikan Islam memiliki tujuan spiritual yang lebih nyata dalam
proses pengajarannya. Dalam pengertiannya, juga memiliki beberapa definisi pokok. Berikut
beberapa pengertian dari Pendidikan Agama Islam menurut beberapa ahli, diantaranya:
1.
Menurut Zakiah Daradjat
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu,
ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkannya serta menjadikan ajaran agama Islam
sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
maupun di akhirat kelak.
2.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba
Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum
agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam,
yang mengacu kepada pembentukan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam,
memilih, dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam.[4]
Sejalan dengan berbagai definisi atau pengertian di atas, maka dapat kami ambil
pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan sarana pendidikan dan pengajaran

individu agar menjadi manusia yang mendapatkan derajat tinggi menurut ukuran Allah yang
sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, serta memiliki kepribadian luhur sebagai generasi penerus
bangsa yang memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan
datang.
DR. Muhammad A. Ibrahimy, sang pakar pendidikan mengungkapkan pengertian
Pendidikan Agama Islam yang berjangkauan luas, yakni sebagai berikut:
Islamic education in true sense of the term, is a system of education which enables a
man to lead his life according to the Islamic ideology, so that he may easily mould his life in
accordance with tenets of Islam. And thus peace and prosperity may prevail in his own life as
well as in the whole world. These Islamic scheme of education is, of necessity an all
embracing system, for Islam enchomphasses the entire gamut of Moslems life. It can justly
be said that all branches of learning which are not Islamic are included in the Islamic
education. The scope of Islamic education has been changing at different times. In view of
the demands of the age and the development of science and technology, its scope has also
widened.[5]
Rumusan tersebut menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam mempunyai cakupan
yang sama luasnya dengan pendidikan umum bahkan melebihinya. Dengan demikian, maka
apa yang kita kenal dengan Pendidikan Agama Islam di negri kita merupakan bagian dari
pendidikan Islam.
2.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam sedunia pada tahun 1980 di Islamabad
menunjukkan makin kompleksnya tugas Ilmu Pendidikan Agama Islam, karena harus
diarahkan kepada tujuan yang komprehensif paripurna, yakni sebagai berikut:
Education aims at the balanced growth of total personality of man trough the training
of mans spirit intellect, the rasional self, feeling, and bodily sense. Education should
therefore, cater for the growth of man in all these aspects, spiritual, intellectual, imaginative,
physical, scientific, linguistic, both individually, and collectivelly, and motivate all these
aspects toward goodness and attainment of perfecion. The ultimate aim of education lies in
the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and
humanity at large.[6]
Terkait dengan rumusan tersebut menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam
mempunyai tujuan yang luas, yakni membina dan mengembangkan pendidikan agama, titik
beratnya terletak pada internalisasi nilai Iman, Islam, dan Ihsan dalam pribadi manusia
muslim yang berilmu pengetahuan luas.
Secara umum, tujuan Pendidikan Agama Islam adalah bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam,
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[7]
Berbicara tentang manusia muslim, tujuan Pendidikan Agama Islam adalah membentuk
manusia muslim yang sempurna dalam perincian sebagai berikut:
1.
Muslim yang jasmaninya sehat serta kuat,
2.
Akalnya cerdas serta pandai,
3.
Hatinya takwa kepada Allah,
4.
Mampu menyelesaikan masalah secara cepat, tepat, ilmiah, dan filosofis, serta
5.
Memiliki dan mengembangkan sains, teknologi, dan filsafat.[8]

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa uraian mengenai tujuan tersebut adalah
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mendapatkan nilai rohaniah Islami dan berorientasi
kepada kebahagiaan hidup di akhirat, serta mewujudkan kehidupan sejahtera dan bermanfaat
di dunia.
Hal ini diperkuat oleh pendapat yang dikemukakan oleh Prof. H. Muzayyin Arifin, M. Ed.
bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam itu meliputi nilai-nilai dasar ilmu agama Islam yang
diajarkan pada anak didik itu dapat diamalkan berdasarkan syariat Islam secara benar pada
kehidupan berbangsa dan bernegara.[9]
3.
Asas-asas Pendidikan Agama Islam
Berkenaan dengan asas-asas Pendidikan Agama Islam, disini dapat dibagi menjadi 6 asas,
yaitu:
1.
Asas-asas historis,
2.
Asas-asas sosial,
3.
Asas-asas ekonomi,
4.
Asas-asas politik dan administrasi,
5.
Asas-asas psikologis, dan
6.
Asas-asas filsafsat.[10]
B. Pendidikan Anak Usia Dini
1.
Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini
Memasuki abad XXI dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar.
Pertama, sebagai akibat dari multikrisis yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997, dunia
pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang
telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Ketiga, sejalan dengan
diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem
pendidikan.
Adapun dampak permasalahan yang muncul akibat tantangan tersebut adalah
ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi ketiga tantangan tersebut disebabkan rendahnya
mutu
sumber
daya
manusianya.
Upaya yang diperlukan untuk menghadapi tantangan itu adalah melalui pendidikan sejak
dini yang mampu meletakkan dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran
akan potensi diri dan dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat, dan bangsa
sehingga dapat membentuk masyarakat madani.[12]
2.
Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu,
setiap warga negara wajib mengikuti jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Dalam mengawali proses masuk ke
lembaga pendidikan sering kali warga Indonesia mengabaikan pendidikan usia dini, padahal
untuk membiasakan diri dan mengembangkan pola pikir anak, pendidikan sejak usia dini
mutlak diperlukan.[13]
Seiring berjalannya waktu, saat ini para orang tua semakin sadar bahwa pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu,
tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat
memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini dengan tujuan dan harapan agar cepat
menjadi
pandai.

Sementara itu, pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia
Internasional. Dalam Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal telah
menghasilkan 6 kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan dan salah satu butirnya adalah
memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah
satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.[14]
C. Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini
1.
Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini
Menurut Ernest Harms, penerapan Pendidikan Agama Islam dalam perkembangan Anak
Usia Dini dapat dilaksanakan melalui beberapa fase atau tingkatan, yaitu:
a.
The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini, konsep
agama mengenai Tuhan misalnya, lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga
ia dapat menggapai agama tetapi masih menggunakan konsep fantastik yang diliputi oleh
dongeng-dongeng.
b.
The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkatan ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga ke usia adolensen. Pada
masa ini, ide Ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan realitas
atau kenyataan. Konsep ini timbul dari lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama
dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini, ide keagamaan anak dapat didasarkan atas
dorongan emosional hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
Berdasarkan hal itu, maka pada masa ini mereka tertarik dan senang pada lembaga yang
mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindakan
keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan minat.
c.
The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini, anak mempunyai kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan
perkembangan usia mereka, konsep keagamaan yang individualis ini terbagi menjadi tiga
golongan, yaitu:[15]
1) Konsep Ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil
fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
2)
Konsep Ketuhanan yang lebih murni dan dinyatakan dalam pandangan yang
bersifat personal.
3) Konsep Ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada
diri mereka dalam menghayati ajaran agama.[16]
Jadi, perubahan setiap tingkatan ini dipengaruhi oleh faktor intern, yaitu perkembangan
usia dan faktor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya. Dapat disimpulkan pula,
bahwa penerapan Pendidikan Agama Islam dalam usia 3-6 tahun dapat dilakukan dengan cara
memberikan dongeng-dongeng keagamaan, pada usia adolensen dengan cara mendirikan
lembaga-lembaga bimbingan belajar agama dan di usia menuju dewasa, anak dapat
menghayati agama dengan sendirinya berdasarkan ajaran-ajaran agama yang telah
diterimanya.
2.
Perilaku Pencerminan Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan
Anak Usia Dini

Religiositas anak adalah hasil dari suatu proses perkembangan yang berkesinambungan
dari lahir sampai menjelang remaja. Dalam proses tersebut, berbagai faktor intern dan ekstern
ikut berperan, diantaranya:
a. Peran Kognisi dalam Perkembangan Religiositas Anak
Konsep tentang nilai-nilai keagamaan yang digunakan sebagai dasar pembentukan
religiositas masuk ke dalam diri anak melalui kemampuan kognisi. Pengetahuan dan
pengalaman yang masuk pada diri individu anak akan terserap sesuai dengan tingkat
kemampuan kognisinya, demikian juga dengan kemampuan keagamaannya.
Menurut Piaget, perkembangan kognisi pada usia anak mengalami empat dari lima fase
perkembangan berikut ini, yaitu:
1)
Period of Sensorimotor Adaption pada usia kurang dari 2 tahun,
2)
Development of Simbiolic and Preconceptual Thought 2-4 tahun,
3)
Period of Intuitive Thought 4-7 tahun,
4)
Period of Formal Operation 7-12 tahun, dan
5)
Period of Concreate Operation 12- thought adulescence.
b. Peran Hubungan Orang Tua dengan Anak dalam Perkembangan Religiositas Anak
Hubungan orang tua dan anak memiliki peran yang sangat besar dalam proses peralihan
nilai agama yang akan menjadi dasar-dasar nilai dari religiositas anak.
c. Peran Conscience,
Guilt, dan Shame
dalam Perkembangan
Religiositas
Anak
Conscience, Guilt, dan Shame adalah tiga keadaan kejiwaan yang berkembang secara
berurutan. Conscience adalah kemampuan yang muncul dari jiwa yang terdalam untuk
mengerti tentang benar dan salah. Guilt adalah perasaan bersalah yang muncul bila ia
berperilaku yang tidak sesuai dengan kata hatinya. Shame adalah reaksi emosi yang tidak
menyenangkan terhadap perkiraan penilaian dari orang lain pada dirinya.
d. Peran Interaksi Sosial dalam Perkembangan Religiositas Anak
Interaksi sosial adalah kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan di luar
rumah, peran ini merupakan aspek penting dalam perkembangan religiositas anak.[17]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan
merupakan usaha manusia untuk menyiapkan dirinya menuju suatu kehidupan yang
bermakna. Jadi, pengertian Pendidikan Agama Islam adalah sarana pendidikan dan
pengajaran individu agar menjadi manusia yang mendapatkan derajat tinggi menurut ukuran
Allah yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, serta memiliki kepribadian luhur sebagai
generasi penerus bangsa yang memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada
masa yang akan datang. Sedangkan, tujuan dari Pendidikan Agama Islam adalah untuk
mendapatkan nilai rohaniah Islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat,
serta mewujudkan kehidupan sejahtera dan bermanfaat di dunia. Berkenaan dengan asas
Pendidikan Agama Islam dalam perkembangan Anak Usia Dini, tentu hal itu didasarkan pada
asas psikologi yang meliputi sebagian ilmu tingkah laku, biologi, dan komunikasi yang sesuai
untuk memahami proses pembelajaran, kematangan, kemampuan, dan kecerdasan.
Pada perkembangan anak usia dini, pendidikan merupakan aset terpenting yang
bertujuan untuk membiasakan dan mengembangkan pola pikir pada anak. Namun, dalam
menjalankan peranannya, pendidikan mengalami permasalahan, yaitu adanya tuntutan untuk
mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, tuntutan untuk mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas, dan tuntutan untuk melakukan perubahan dan
penyesuaian sistem pendidikan. Adapun dampak permasalahan yang muncul akibat tantangan
tersebut adalah ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi ketiga tantangan tersebut
disebabkan rendahnya mutu sumber daya manusianya. Oleh karena itu, upaya yang
diperlukan adalah melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar
pemberdayaan manusia.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu pendidikan yang berusaha
mengembangkan pola pikir anak usia dini. Adapun implementasi Pendidikan Agama Islam
dalam perkembangan anak usia dini dapat dilakukan dengan cara memberikan dongengdongeng keagamaan pada usia 3-6 tahun, mendirikan lembaga-lembaga bimbingan belajar
agama untuk usia adolensen anak, dan di usia menuju dewasa, anak akan dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama dengan sendirinya berdasarkan ajaran-ajaran agama
yang telah diterimanya. Dalam menjalankan peranannya untuk mendidik perkembangan anak
usia dini, Pendidikan Agama Islam didukung pula oleh kemampuan anak, peran orang tua,
dan interaksi sosial atau peran masyarakat. Dari sini, kita dapat mengetahui pengaruh positif
Pendidikan Agama Islam dalam masa emas perkembangan anak usia dini, sehingga
diharapkan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berintelektual luas dan berakhlak mulia.

DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Zuhairini, dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhaimin, dkk. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru.
Anwar dan Ahmad, Arsyad. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.
Jalaluddin. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Starawaji. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Berbagai Pakar,
dari http://Starawaji.wordpress.com/2009/05/02/pengertian-pendidikan-agama-islammenurut-berbagai-pakar/, diakses 3 Januari 2012.
Hidayat,
Syamsul.
Pentingnya
Pendidikan
Anak
Usia
Dini,
dari http://www.ikip=jember/index.php?option=jember/index.php?
option=com_content&view= article&id=46&Itemid=28, diakses 4 Januari 2012.
Nasihuddin, Rofiq. Implikasi Pendidikan Agama dalam Perkembangan Rasa Agama Pada
Usia Anak dan Remaja, dari
http://rofiqnasihudin.blogspot.com/2010/10/implikasi-pendidikan-agama-dalam_3283.html,
diakses 4 Januari 2012.

[1]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


1996), h. 6.
[2]Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 151-152.
[3]Ahmad Tafsir..... Ibid., h. 24.
[4]Starawaji, Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Berbagai Pakar, artikel diakses
pada 3 Januari 2012 dari http://Starawaji.wordpress.com/2009/05/02/pengertian-pendidikanagama-islam-menurut-berbagai-pakar/
[5]Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 5.
[6]Ibid., h. 6.
[7]Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
h. 78.
[8]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 50-51.
[9]Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 6.
[10]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru,
2003), h. 4-5.

[11]Anwar dan Arsyad Ahmad, Pendidikan Anak Usia Dini (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 3.
[12]Ibid., h. 4.
[13]Syamsul Hidayat, Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini, artikel diakses pada 4
Januari
2012
darihttp://www.ikip-jember.org/ikip-jember/index.php?
option=com_content&view= article&id=46&Itemid=28
[14]Anwar dan Arsyad Ahmad..... Ibid., h. 6-7.
[15]Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 67.
[16]Ibid., h. 68.
[17]Rofiq Nasihudin, Implikasi Pendidikan Agama dalam Perkembangan Rasa Agama pada
Usia Anak dan Remaja, artikel diakses pada 4 Januari 2012 dari
http://rofiqnasihudin.blogspot.com /2010/10/implikasi-pendidikan-agama-dalam_3283.html

http://izza-allyve.blogspot.co.id/2012/11/pai-dalam-perkembanganaud.html

Anda mungkin juga menyukai