Anda di halaman 1dari 9

Pendidikan Iman Anak Usia 0-6 Tahun

oleh Julia Sarah Rangkuti

Assalamu‟alaikum Warohmatullahi wabarokatuh

Bismillah..
Bunda, apa yang dapat kita renungkan dari kisah Nabi Nuh Alaihissalam? Ketika salah
seorang anaknya enggan mengikuti Sang Ayah. Sang anak malah berlagak menaiki
gunung saja agar tak tenggelam. Namun, pada hari itu Allah ingin membersihkan
daerah tersebut dari manusia-manusia yang tidak taat, hingga…bluuuum
tenggelamlah ia bersama yang lainnya. Maka, apa ibrah yang dapat kita ambil? Yup!
Betapa kita tak kuasa menggenggam jiwa anak kita sendiri. Betapa besarnya
keinginan kita untuk menjadikan mereka sebagai barisan dari orang-orang yang
beriman, namun kita tak punya kekuatan untuk menggenggam hati mereka. Kita
hanya dapat mempengaruhi, mendorong, serta menyeru mereka pada kebaikan. Kita
hanya mampu bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang jiwa mereka
berada dalam genggaman-Nya.1

Hari-hari ini, banyak pemuda kita yang lepas dari agamanya. Islam memang, namun
tak tercermin dari akhlaknya. Bukankah di sekolah mereka belajar mengenai rukun
Islam dan rukun iman? Inilah „masalah‟nya, sebab sungguh sangat berbeda antara
orang yang beriman dengan orang yang hanya sekadar mengetahui rukun iman.
Padahal, sesungguhnya perkara iman adalah perkara eksistensial terbesar dalam
kehidupan manusia.

Salah satu tanggung jawab pendidikan yang mendapat perhatian paling besar dalam
Islam ialah tanggung jawab orangtua terhadap siapa saja yang menjadi tanggung
jawabnya untuk mengajari, mengarahkan, dan mendidik. Tanggung jawab ini dimulai
sejak kelahiran hingga anak menjadi seorang mukallaf (terbebani kewajiban). Dalam
surat At-Tahrim ayat 6, Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya batu dan manusia,….”

Sementara itu, Rasulullah Shalallahu „alaihi wasallam bersabda, “Seseorang yang


mendidik anaknya itu lebih baik daripada bersedekah dengan satu sha‟.”

Maka, berpijak dari Al-Qur‟an dan petunjuk Nabi, kita sepatutnya memberikan
perhatian besar akan pendidikan anak sehingga kelak mereka mampu melaksanakan
tugas dengan cara yang benar di atas asas akidah, akhlak, dan pendidikan Islam.

1
Segenggam Iman Anak Kita. Muhammad Fauzil Adhim, Hlm. 93.
Tanggung jawab paling utama atas pendidikan orangtua kepada anaknya ialah
tanggung jawab pendidikan iman, moral, fisik, akal, kejiwaan, sosial, serta seksual. Hari
ini, kita akan mempelajari sedikit mengenai tanggung jawab pendidikan iman. Bunda-
Bunda, hari ini, kita akan mempelajari sedikit mengenai tanggung jawab pendidikan
iman.2

Maksud dari tanggung jawab pendidikan iman ialah mengikat anak dengan dasar-
dasar keimanan, rukun Islam, dan dasar-dasar syariat. Dasar-dasar keimanan meliputi
hakikat keimanan, perkara-perkara gaib, seperti: iman kepada Allah, malaikat, kitab,
para Nabi, hari akhir, serta qadha dan qadar. Yang dimaksud dengan rukun Islam ialah
semua peribadatan anggota dan harta, seperti syahadat, sholat, puasa, zakat, serta
haji bagi yang mampu melaksanakannya. Sedangkan yang dimaksud dengan dasar-
dasar syariat ialah setiap perkara yang dapat mengantarkan anak kepada „jalan
Allah‟, yaitu ajaran-ajaran Islam, misalnya: akidah, ibadah, akhlak, hukum, aturan-
aturan, dan ketetapan-ketetapan.

Bunda-Bunda, setiap bayi yang lahir Allah ciptakan berada di atas fitrah keimanan.
Rasulullah Shalallahu „alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan
fitrah. Orangtuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Dalam hadits ini, fitrah yang dimaksud ialah fitrah Islam berupa tauhid dan
pengetahuan tentang Rabbnya. Dengan demikian, beriman kepada Allah merupakan
fitrah manusia, maka barang siapa yang melenceng darinya, sesungguhnya
disebabkan oleh kelalaian manusia.3

Tujuan utama dari pendidikan iman ialah realisasi penghambaan sejati kepada Allah
Subhanahu Wa Ta‟ala. Penanaman iman berfokus pada pembentukan kebiasaan
positif, pengukuhan aqidah yang benar dalam jiwa dan pemikiran mereka, serta
pengarahan pada akhlak terpuji serta impleentasinya dalam setiap perilaku.4

Di antara fase penentu dalam kehidupan manusia ialah fase kanak-kanak. Umumnya,
apa yang ditanam dalam jiwa anak pada fase ini—berupa keyakinan, persepsi, nilai,
kebiasaan, dan sikap—sulit untuk diubah, apalagi dicabut. Bahkan, akan terus melekat
pada individu seumur hidupnya.5 Masa kanak-kanak manusia merupakan masa
terpanjang jika dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Masa kanak-kanak ini
memiliki kelebihan, antara lain ialah aktif, polos, serta fitrahnya masih „lurus‟. Adanya

2
Pendidikan Anak dalam Islam, DR. Abdullah Nashih ‘Ulwan, hlm. 108.
3
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 17. (Beliau mengutip dari Tathawwur Syu’ur
Ladaa Atfal wal Murahiqin. Prof. Dr. Ahmad al-Khatib).
4
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 16. (Beliau mengutip dari Manhajul Islam fi
Tarbiyati Aqidah Nasyi, Muhamad Khair Fathimah, hlm. 201)
5
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 3. (Beliau mengutip dari Gharsu Ushulil Iman
fi Nafsi Tifl, Dr. Syarifah al-Hazimi, hlm. 21.)
pemikiran yang beranggapan bahwa anak masih terlalu kecil dan dengan sengaja
melalaikan pengarahannya adalah sebuah kekeliruan besar. Dengan demikian, peran
orangtua sangat diperlukan dalam fase kanak=kanak ini.

Hari-hari ini, banyak orangtua yang kebingungn untuk menanamkan iman kepada
anak. Pasalnya, hal tersebut ialah sesuatu yang ghaib. Orangtua beranggapan anak-
anak belum mampu memikirkan sesuatu yang abstrak. Padahal, berbeda antara
abstrak dengan ghaib. Maka, dari manakah kita memulai?

Pertama, Iman Kepada Allah


Pendidikan tauhid harus diajarkan sejak dini. Bukalah kehidupan anak dengan kalimat
Laa ilaha ilallah agar kalimat tauhid ini menjadi ucapan yang pertama kali ia dengar,
ingat, dan ia ucapkan. Tauhid ialah mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta‟ala dalam
beribadah kepada-Nya. Tauhid terbagi menjadi tiga, yaitu: tauhid rububiyah, tauhid
uluhiyah, dan tauhid asma‟ wa sifat.

Tauhid rububiyah ialah mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni meyakini


bahwa Allah yang menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan,
serta mengatur alam semesta. Mengenalkan tauhid Rububiyah pada anak bisa
dengan memberi penjelasan bahwa matahari, langit, bulan, bintang, bumi, dan
seluruh isinya adalah ciptaan Allah. Semua makhluk (manusia, binatang, tumbuhan, jin,
malaikat, dll) adalah ciptaan Allah. Segala yang ia miliki (makanan, pakaian, mainan,
sepatu, dst) adalah rizki dari Allah. Kemampuan untuk bisa melihat, mendengar,
merasakan, berbicara, berjalan, dll adalah rezeki dari Allah. dst.

Tauhid Uluhiyah ialah mengesakan Allah dalam beribadah, melakukan segala bentuk
ibadah hanya kepada-Nya, dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Tauhid
uluhiyah merupakan konsekuensi dari tauhid rububiyah. Mengenalkan tauhid Uluhiyah
pada anak misalnya dengan mengenalkan anak pada rukun Islam dan rukun iman
serta mengajak untuk melakukan aplikasi dari ibadah-ibadah tersebut (sesuaikan
dengan usia anak). Mengenalkan anak dan mengajak anak untuk meninggalkan hal-
hal yang merupakan syirik (misal: percaya pada ramalan, pada dukun, dll), dst.

Sementara tauhid Asma'wa sifat ialah pengesaan Allah „Azza wa Jalla dengan nama-
nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Artinya, kita harus menetapkan seluruh
nama dan sifat bagi Allah sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-
Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah
dalam nama dan sifat-Nya. Mengenalkan tauhid asma' wa sifat pada anak bisa
dengan mengenalkan Asmaul Husna (bukan hanya sekadar tahu/hafal ya, tapi juga
memahami maknanya).
Penanaman tauhid merupakan pondasi terpenting di dunia pendidikan Islam, pondasi
semua kebesaran Islam dan muslimin. Hal ini tentu juga perlu diiringi dengan
muroqobatullah (merasa diawasi Allah), sebagaimana nasihat Lukman Al-Hakim
kepada anaknya, yang Allah abadikan dalam Al-Qur‟an, (Lukman berkata), “Wahai
anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam
batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan).
Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.” (QS. Luqman : 16). Maka, mari kita
tanamkan tauhid pada anak-anak kita!

Kedua, Iman Kepada Malaikat


Bunda, sudahkah kita berkisah pada anak-anak kita mengenai malaikat? Ajarkan
mereka bahwasanya malaikat adalah makhluk ciptaan Allah yang berasal dari
cahaya. Ceritakan pada mereka nama-nama malaikat beserta tugasnya yang
berbeda-beda. Ada yang bertugas memikul Arsynya Allah. Ada yang bertugas
menjaga gunung, menurunkan hujan, mencatat amal manusia, mencabut nyawa,
dan sebagainya. Sampaikan pula bahwasanya malaikat ada banyaaak sekali, tidak
ada yang mengetahui jumlah pastinya kecuali Allah Subhanahu Wa Ta‟ala. Katakan
pula bahwasanya malaikat senantiasah beribada dan taat atas segala perintah Allah.
Mereka senantiasa bertasbih siang maupun malam. Mereka tidak makan dan tidak
pula minum.

Tanamkan pada diri anak rasa cinta kepada malaikat melalui pengenalan tabiat
positif, seperti: malaikat mencintai orang yang beriman, malaikat mendo‟akan orang
yang beriman, malaikat menjaga hamba-hamba-Nya, malaikat menolong dan
meneguhkan orang beriman, bahkan malaikat juga bershalawat kepada orang
beriman. Selain itu, tanamkan juga pada diri anak bahwasanya ada malaikat yang
senantiasa mengawasi dan mencatat amalnya. Hal ini semoga dapat menumbuhkan
imannya dan menjaganya agar senantiasa berada dalam ketakwaan.

Ketiga, Iman kepada Kitab Allah


Dalam hal ini Bunda dapat menceritakan kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhanahu
Wa Ta‟ala kepada para Rasul-Nya, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa
Alaihisslam, Zabur kepada Nabi Daud Alaihissalam, Injil kepada Nabi Isa Alaihissalam,
serta Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad Shalallahu „alaihi wasallam. Selain itu juga
meyakini suhuf (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim
Alaihissalam dan Nabi Musa Alaihissalam. Ajak anak-anak kita agar meyakini bahwa
kitab-kitab ini diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta‟ala sebagai bentuk kasih sayang-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Jelaskan juga bahwa kitab-kitab itu berisi perintah untuk
mengesakan Allah serta beriman kepada Rasul-Nya, penjelasan halal dan haram,
berita yang telah terjadi dan yang akan terjadi, hukum-hukum yang memutuskan
perkara manusia, dakwah menuju kebaikan, keshalihan dan petunjuk, serta peringatan
untuk menjauhi segala keburukan, kekufuran dan kesesatan.

Kitab-kitab ini merupakan petunjuk dari Allah dan saling membenarkan antara satu
kitab dengan kitab sebelumnya. Akan tetapi, Al-Qur‟an ialah satu-satunya kitab yang
Alah jaga hingga Hari Akhir nanti. Maka, meyakini Al-Qur‟an adalah sebuah kewajiban
bagi kita. Dengan demikian, ajak anak-anak kita agar mengenal Al-Qur‟an. Ajarkan
mereka untuk menghafal Al-Qur‟an, bersemangat untuk mempelajarinya, serta
mengamalkannya. Bunda dapat menjelaskan berbagai keutamaan Al-Qur‟an serta
keutamaan orang-orang yang mempelajarinya. Ceritakan kisah-kisah yang terdapat di
dalam Al-Qur‟an agar hidup jiwanya. Latihlah anak agar mengamalkan ajaran-ajaran
Al-Qur‟an dan adab-adabnya dalam keseharian mereka.

Keempat, Iman kepada Para Rasul


Iman kepada para Rasul ialah meyakini kebenaran mereka, kebenaran berita shohih
tentang keberadaan mereka, kebenaran nama-nama mereka yang Allah sampaikan
kepada kita. Merekalah hamba Allah yang diistimewakan dengan yang diperintahkan
untuk mengesakan Allah, memberi kabar gembira bagi siapa yang taat, dan
memperingatkan wahyu. Jelaskan pada anak-anak kita mengapa Allah mengutus
Rasul dari kalangan mereka sendiri. Sampaikan pada mereka bahawasanya inti ajaran
para Rasul ialah sama, yaitu tauhid, agar manusia tidak menyekutukan serta tidak
durhaka kepada-Nya. Beritahukanlah kepada anak nama para Nabi dan Rasul serta
kisah-kisah mereka. Sebab pada diri merekalah terdapat suri teladan, dan dalam kisah
mereka terdapat banyak sekali pelajaran atau hikmah yang dapat kita
petik.Tanamkan pada mereka rasa cinta pada para rasul melalui kisah-kisah sehingga
mereka mampu menaati ajarannya, mengikuti jejaknya, dan memuliakannya.

Kelima, Iman Kepada Hari Akhir


Beriman kepada Hari Akhir mencakup beriman kepada kematian, kebangkitan, hisab
(perhitungan), pembalasan, sirath (jembatan), mizan (timbangan amal), serta surga
dan neraka. Pada umumnya, anak-anak akan mulai memahami tema-tema ini di saat
usia tamyiz. Adapun, pada fase sebelumnya, orangtua dapat menyampaikan tema-
tema ini secara global dan ringkas. Misalnya dengan menjelaskan bahwa ada
kehdupan lain setelah kehidupan dunia, serta sampaikan bahwasanya Allah
menciptakan surga untuk tempat tinggal orang-orang yang beriman, dan Allah
ciptakan neraka untuk tempat tinggal orang-orang yang ingkar.

Pada anak-anak yang sudah masuk fase tamyiz, orangtua dapat memperbanyak porsi
mengenai tema ini. Orangua dapat mengingatkan anak akan dahsyatnya hari
Kiamat. Bagaimana kesusahan manusia pada hari itu. Pada hari Kiamat Allah
mengumpulkan semua manusia, dari yang pertama diciptakan-Nya sampai yang
terakhir dicabut nyawanya. Pada hari Kiamat segala amal anak Adam diperhitungkan.
Orang yang taat akan memperoleh balasan Surga, sedangkan orang yang durhaka
akan disiksa dalam Neraka. Jelaskan kepadanya bahwa pada hari Kiamat nanti
tangan, kaki, dan anggota badan kita akan berbicara dan menjadi saksi atas setiap
amal perbuatan semasa di dunia.

Gambarkanlah surga dengan segala kenikmatan disiapkan bagi orang-orang shalih


dan oran yang bertakwa. Penghuni surga selalu bergembira dan tidak pernah
bersedih, tidak menderita, sehat dan tidak akan sakit, senang, terus muda dan tidak
pernah tua, hidup abadi dan tak mati. Mereka mendapatkan segala kenikmatan yang
dikehendaki, nikmat terbesar yang didapat adalah melihat wajah Allah.
Gambarkanlah juga kepadanya neraka dan siksa pedih bagi orang-orang yang
durhaka dan suka berbuat dosa. Ketika anak mengetahui adanya perhitungan pada
hari Akhir, adanya pemberian pahala dan siksa, maka kita barharap ia mengarahkan
perhatiannya pada kebaikan dan menjauhi segala keburukan sehingga muncul
kesadaran agar senantiasa taat kepada Allah serta takut melakukan perbuatan dosa.

Keenam, Iman kepada Takdir


Beriman kepada takdir mencakup meyakini kesempurnaan ilmu Allah Subhanahu Wa
Ta‟ala, catatan-Nya, kekuasaan-Nya, penciptaan-Nya, dan kehendak-Nya.
Mengimani takdir wajib hukumnya, bahwa segala perkara yang terjadi dalam
kehidupan dunia yang fana ini telah ditentukan dan dituliskan untuk umat manusia.
Seorang anak pada dasarnya belum mampu memahami konsep qadha dan qadar
pada fase usia dini. Sebagian cendekiawan berpendapat bahwa anak tidak akan
mampu memahami kosep takdir, kecuali setelah berusia sembilan tahun.6 Meskipun
demikian, ada beberapa nilai dasar dalam konsep iman kepada takdir yang
sebaiknya ditanamkan, sebagaimana dahulu Rasulullah mengajarkannya.
Dari Abul „Abbas „Abdullah bin „Abbas Radiyallahuanhuma, ia mengatakan, „Pada
suatu hari aku pernah dibonceng di belakang Nabi Shalallahu „alaihi wasallam, lalu
Beliau bersabda: Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa
kalimat. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau
akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau memohon (meminta), mohonlah
kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mitalah pertolongan kepada
Allah. Ketauihilah, bahwa seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi suatu
manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberi manfaat kepadamu,
kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka
berkumpul untuk menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka

6
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 63. (Beliau mengutip dari Gharsu Ushulil Iman
fi Nufus Tifl, Dr. Syarifah al-Hazimi, hlm. 128)
mereka tidak akan dapat menimpakan kemudharatan (bahaya) kepadamu kecuali
dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Pena telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering. (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan shahih).

Dalam hal ini, Bunda juga dapat mengajarkan anak bahwa Allah tidak menghendaki
sesuatu, kecuali kebaikan untuknya. Beriman kepada takdir melahirkan sikap tawazun
(keseimbangan) dan ketenangan hati dalam jiwa anak. Dengan demikian, diharapkan
anak memiliki kesabaran dan ketabahan dalam menerima apa yang mereka alami
serta terhindar dari sifat suka berkeluh kesah karena takdir ilahi. Aaamiin..

Bunda, Imam Al-Ghazali berkata di dalam Al-Ihya‟ “Anak adalah amanah bagi
orangtuanya. Hatinya yang suci merupakan permata yang tak ternilai harganya, masih
murni dan belum terbentuk. Dia bisa menerima bentuk apapun yang diinginkan dan
corak apapun yang diinginkan. Jika ia dibiasakan pada kebaikan dan diajarinya, tentu
ia akan tumbuh pada kebaikan itu, dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan
akhirat. Pahalanya juga bisa dinikmati orangtuanya, guru dan pendidiknya. Jika ia
dibiarkan seperti layaknya hewan, maka ia akan menderita dan rusak. Dosanya juga
ada di pundak orang yang bertanggung jawab mengurusnya. 7 Maka, mari kita
renungi firman Allah dalam surat AT-Tahrim ayat 6 yang artinya, “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka,…… “

Adapun sarana untuk menyelamatkan diri dan keluarga kita dari siksa neraka ialah
dengan cara mengadakan pendidikan dalam keluarga. Pendidikan keluarga ini
hendaknya bermuara pada apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
sehingga ukuran baik-buruk, benar-salah, serta halal-haram sesuai dengan apa yang
tealah digariskan di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.8

Bunda-Bunda, secara praktik ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
menumbuhkan iman anak-anak kita di usia dini mereka, yaitu..

A. Usia 0-2 Tahun (Penyusuan)


 Mengazani bayi (dalam hal ini, ada perbedaan pendapatdi antara pala ulama)
 Mentahnik bayi dengan kurma dan mendo‟akannya
 Mencukur rambut bayi dan mensedekahkannya
 Memberi nama dengan nama yang baik
 Aqiqah
 Penyusuan selama 2 tahun
(Pada fase ini penting sekiranya kita selaku ibu memahami perbedaan antara
menyusui dengan memberi susu. Bahwasanya Allah memerintahkan kita, para

7
Asadullah Al-Faruq, Mendidik Balita Mengenal Agama Hlm. 17.
8
Ibid. Hlm. 22.
ibu, untuk menyusui bukan sekadar memberi susu. InsyaAllah ada banyak
kebaikan dari tiap perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya). Pada masa ini, ibu
tidak hanya mentransfer gizi kepada bayinya melalui air susunya, namun juga
terjadi transfer ruhiyah, sifat, karater, dan perasaan. Perhatikanlah adab saat
menyusui bayi.
 Tumbuhkan rasa malu pada anak
(orangtua tidak memandikan bayi di tempat umum, tidak mandi bersama bayi,
tidak memperlihatkan „aurat‟ bayi di media sosial, dll).
 Tanamkan tauhid sejak dini
Mengenalkan bahwa Allah adalah Rabb-nya.
 Ajarkan kalimat tauhid (Laailahaillallah Muhammadur Rasulullah)
 Talqinkan anak kalimat-kalimat zikir.
(Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Astaghfirullahaladzim, dst).
 Kenalkan anak dengan ayat-ayat Al-Qur‟an
Orangtua dapat tilawah di dekat anak, memperdengarkan murattal Al-Qur‟an,
dll.
 Membacakan dan mengajak anak membaca do‟a-do‟a harian (Orang tua
membacakan dengan suara yang terdengar oleh bayi)
(misal, saat akan makan Bunda membacakan do‟a keras-keras, “Nak..yuk kita
berdo‟a dulu sebelum makan”, begitu pula saat akan melakukan kegiatan
lainnya, misal: mandi, tidur, melepas pakaian, bersin, dst).
 Menyapih
(para orangtua hendaknya memperhatikan waktu penyapihan anak.
Menyapihlah dengan cinta, namun tanpa meniadakan dalil. Allah
memerintahkan kita untuk menyusui selama dua tahun. Susuilah anak-anak kita
selama dua tahun atas perintah Allah dan sapihlah setelah dua tahun, juga atas
perintah Allah. Lakukan dialog iman pada anak. Sesungguhnya, fase menyapih
ini ialah juga bentuk ketaatan pertama seorang anak pada perintah tuhannya.
Kuatlah ibu, demi surga anakmu!)

B. Usia 2-6 Tahun (Masa Kanak-Kanak Awal)


 Beri teladan yang benar dan baik pada anak, baik dalam hal ibadah, ruhiyah,
maupun akhlak.
 Hidupkan fitrah anak. Pada usia ini anak sering bertanya. Orangtua tidak boleh
menyepelakan pertanyaan anak. Waktu saat anak mengharapkan jawaban
dari orangtua adalah waktu terbaik untuk menanamkan nilai fitrah pada diri
anak.
 Kenalkan nikmat dari Allah Subhanahu wa ta‟ala.
 Akrabkan anak dengan asmaul husna.
 Tanamkan perasaan senantiasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa ta‟ala (QS.
Lukman : 16).
 Kuatkan penanaman tauhid melalui talqin dengan teladan ibadah
 Kenalkan tentang hal-hal yang bersifat halal dan haram (hal ini dapat dilakukan
sejak dini).
 Kenalkan anak dengan kisah para Nabi dan siroh Rasulullah Salallahu „alaihi
wasallam
 Ajari anak membaca Al-Qur‟an
(dimulai dari Iqra‟) dan menghafal surat-surat pendek (bisa dimulai dari surat-
surat dalam juz 30).
 Ajari anak do‟a-do‟a harian dan dzikir.
 Ajarkan anak untuk senantiasa berdo‟a kepada Allah.
 Kenalkan anak dengan nasyid-nasyid Islami
(nasyid dapat menjadi sarana, bukan tujuan. Dominasi pengajaran nasyid untuk
usia 5 tahun ke bawah, jika nasyid „menutup‟ hal yang lebih penting maka
hentikanlah. Saat anak sudah mulai menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an, maka
kecilkan porsi mendengar nasyid).
 Kenalkan anak pada berbagai macam adab.
 Kenalkan surga dan segala kenikmatannya.
 Melatih anak untuk ibadah
Dimulai dari teladan dan ajakan. Ajak dan motivasi anak untuk belajar
berwudhu, shalat, puasa, bersedakah, dan berhijab (bagi anak perempuan).
 Siapkan media (utamanya buku) berbagai kisah dan biografi orang-orang solih,
(Jika anak belum bisa membaca, maka bacakanlah).
 Kenalkan anak pada perbedaan laki-laki dan perempuan.
 Perhatikan lingkungan yang baik untuk anak.

Bunda-Bunda, demikianlah materi yang dapat saya sampaikan. Sungguh, masih


banyak sekali hal yang dapat kita gali dalam tema ini. Materi ini hanyalah „secuil‟
pemantik sehingga kiranya Bunda-Bunda dapat bersemangat mempelajari lebih
dalam lagi. Terakhir, mari kita renungkan pesan dari Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
berikut ini, “Allah akan menagih tanggung jawab orangtua terhadap anaknya. Siapa
yang meremehkan pendidikan mereka dan menelantarkan begitu saja, berarti ia telah
gagal. Kebanyakan perilaku buruk anak bersumber dari kesalahan orangtua.
Pengabaian nasib pendidikan mereka akan sangat bertentangan dengan dien
(agama) dan sunnah.”

Wallahu‟alam bis showab. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan.

Wassalamu‟alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh..


~~Iman tak dapat diwarisi dari seorang Ayah yang bertakwa
Ia tak dapat dijual beli, ia tiada di tepian pantai..~~

Materi ini hanya untuk peserta kulwap. Tidak diperkenankan untuk berbagi kepada orang lain, kecuali suami/istri. Terima kasih..

Anda mungkin juga menyukai