Bismillah..
Bunda, apa yang dapat kita renungkan dari kisah Nabi Nuh Alaihissalam? Ketika salah
seorang anaknya enggan mengikuti Sang Ayah. Sang anak malah berlagak menaiki
gunung saja agar tak tenggelam. Namun, pada hari itu Allah ingin membersihkan
daerah tersebut dari manusia-manusia yang tidak taat, hingga…bluuuum
tenggelamlah ia bersama yang lainnya. Maka, apa ibrah yang dapat kita ambil? Yup!
Betapa kita tak kuasa menggenggam jiwa anak kita sendiri. Betapa besarnya
keinginan kita untuk menjadikan mereka sebagai barisan dari orang-orang yang
beriman, namun kita tak punya kekuatan untuk menggenggam hati mereka. Kita
hanya dapat mempengaruhi, mendorong, serta menyeru mereka pada kebaikan. Kita
hanya mampu bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang jiwa mereka
berada dalam genggaman-Nya.1
Hari-hari ini, banyak pemuda kita yang lepas dari agamanya. Islam memang, namun
tak tercermin dari akhlaknya. Bukankah di sekolah mereka belajar mengenai rukun
Islam dan rukun iman? Inilah „masalah‟nya, sebab sungguh sangat berbeda antara
orang yang beriman dengan orang yang hanya sekadar mengetahui rukun iman.
Padahal, sesungguhnya perkara iman adalah perkara eksistensial terbesar dalam
kehidupan manusia.
Salah satu tanggung jawab pendidikan yang mendapat perhatian paling besar dalam
Islam ialah tanggung jawab orangtua terhadap siapa saja yang menjadi tanggung
jawabnya untuk mengajari, mengarahkan, dan mendidik. Tanggung jawab ini dimulai
sejak kelahiran hingga anak menjadi seorang mukallaf (terbebani kewajiban). Dalam
surat At-Tahrim ayat 6, Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya batu dan manusia,….”
Maka, berpijak dari Al-Qur‟an dan petunjuk Nabi, kita sepatutnya memberikan
perhatian besar akan pendidikan anak sehingga kelak mereka mampu melaksanakan
tugas dengan cara yang benar di atas asas akidah, akhlak, dan pendidikan Islam.
1
Segenggam Iman Anak Kita. Muhammad Fauzil Adhim, Hlm. 93.
Tanggung jawab paling utama atas pendidikan orangtua kepada anaknya ialah
tanggung jawab pendidikan iman, moral, fisik, akal, kejiwaan, sosial, serta seksual. Hari
ini, kita akan mempelajari sedikit mengenai tanggung jawab pendidikan iman. Bunda-
Bunda, hari ini, kita akan mempelajari sedikit mengenai tanggung jawab pendidikan
iman.2
Maksud dari tanggung jawab pendidikan iman ialah mengikat anak dengan dasar-
dasar keimanan, rukun Islam, dan dasar-dasar syariat. Dasar-dasar keimanan meliputi
hakikat keimanan, perkara-perkara gaib, seperti: iman kepada Allah, malaikat, kitab,
para Nabi, hari akhir, serta qadha dan qadar. Yang dimaksud dengan rukun Islam ialah
semua peribadatan anggota dan harta, seperti syahadat, sholat, puasa, zakat, serta
haji bagi yang mampu melaksanakannya. Sedangkan yang dimaksud dengan dasar-
dasar syariat ialah setiap perkara yang dapat mengantarkan anak kepada „jalan
Allah‟, yaitu ajaran-ajaran Islam, misalnya: akidah, ibadah, akhlak, hukum, aturan-
aturan, dan ketetapan-ketetapan.
Bunda-Bunda, setiap bayi yang lahir Allah ciptakan berada di atas fitrah keimanan.
Rasulullah Shalallahu „alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan
fitrah. Orangtuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Dalam hadits ini, fitrah yang dimaksud ialah fitrah Islam berupa tauhid dan
pengetahuan tentang Rabbnya. Dengan demikian, beriman kepada Allah merupakan
fitrah manusia, maka barang siapa yang melenceng darinya, sesungguhnya
disebabkan oleh kelalaian manusia.3
Tujuan utama dari pendidikan iman ialah realisasi penghambaan sejati kepada Allah
Subhanahu Wa Ta‟ala. Penanaman iman berfokus pada pembentukan kebiasaan
positif, pengukuhan aqidah yang benar dalam jiwa dan pemikiran mereka, serta
pengarahan pada akhlak terpuji serta impleentasinya dalam setiap perilaku.4
Di antara fase penentu dalam kehidupan manusia ialah fase kanak-kanak. Umumnya,
apa yang ditanam dalam jiwa anak pada fase ini—berupa keyakinan, persepsi, nilai,
kebiasaan, dan sikap—sulit untuk diubah, apalagi dicabut. Bahkan, akan terus melekat
pada individu seumur hidupnya.5 Masa kanak-kanak manusia merupakan masa
terpanjang jika dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Masa kanak-kanak ini
memiliki kelebihan, antara lain ialah aktif, polos, serta fitrahnya masih „lurus‟. Adanya
2
Pendidikan Anak dalam Islam, DR. Abdullah Nashih ‘Ulwan, hlm. 108.
3
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 17. (Beliau mengutip dari Tathawwur Syu’ur
Ladaa Atfal wal Murahiqin. Prof. Dr. Ahmad al-Khatib).
4
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 16. (Beliau mengutip dari Manhajul Islam fi
Tarbiyati Aqidah Nasyi, Muhamad Khair Fathimah, hlm. 201)
5
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 3. (Beliau mengutip dari Gharsu Ushulil Iman
fi Nafsi Tifl, Dr. Syarifah al-Hazimi, hlm. 21.)
pemikiran yang beranggapan bahwa anak masih terlalu kecil dan dengan sengaja
melalaikan pengarahannya adalah sebuah kekeliruan besar. Dengan demikian, peran
orangtua sangat diperlukan dalam fase kanak=kanak ini.
Hari-hari ini, banyak orangtua yang kebingungn untuk menanamkan iman kepada
anak. Pasalnya, hal tersebut ialah sesuatu yang ghaib. Orangtua beranggapan anak-
anak belum mampu memikirkan sesuatu yang abstrak. Padahal, berbeda antara
abstrak dengan ghaib. Maka, dari manakah kita memulai?
Tauhid Uluhiyah ialah mengesakan Allah dalam beribadah, melakukan segala bentuk
ibadah hanya kepada-Nya, dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Tauhid
uluhiyah merupakan konsekuensi dari tauhid rububiyah. Mengenalkan tauhid Uluhiyah
pada anak misalnya dengan mengenalkan anak pada rukun Islam dan rukun iman
serta mengajak untuk melakukan aplikasi dari ibadah-ibadah tersebut (sesuaikan
dengan usia anak). Mengenalkan anak dan mengajak anak untuk meninggalkan hal-
hal yang merupakan syirik (misal: percaya pada ramalan, pada dukun, dll), dst.
Sementara tauhid Asma'wa sifat ialah pengesaan Allah „Azza wa Jalla dengan nama-
nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Artinya, kita harus menetapkan seluruh
nama dan sifat bagi Allah sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-
Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah
dalam nama dan sifat-Nya. Mengenalkan tauhid asma' wa sifat pada anak bisa
dengan mengenalkan Asmaul Husna (bukan hanya sekadar tahu/hafal ya, tapi juga
memahami maknanya).
Penanaman tauhid merupakan pondasi terpenting di dunia pendidikan Islam, pondasi
semua kebesaran Islam dan muslimin. Hal ini tentu juga perlu diiringi dengan
muroqobatullah (merasa diawasi Allah), sebagaimana nasihat Lukman Al-Hakim
kepada anaknya, yang Allah abadikan dalam Al-Qur‟an, (Lukman berkata), “Wahai
anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam
batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan).
Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.” (QS. Luqman : 16). Maka, mari kita
tanamkan tauhid pada anak-anak kita!
Tanamkan pada diri anak rasa cinta kepada malaikat melalui pengenalan tabiat
positif, seperti: malaikat mencintai orang yang beriman, malaikat mendo‟akan orang
yang beriman, malaikat menjaga hamba-hamba-Nya, malaikat menolong dan
meneguhkan orang beriman, bahkan malaikat juga bershalawat kepada orang
beriman. Selain itu, tanamkan juga pada diri anak bahwasanya ada malaikat yang
senantiasa mengawasi dan mencatat amalnya. Hal ini semoga dapat menumbuhkan
imannya dan menjaganya agar senantiasa berada dalam ketakwaan.
Kitab-kitab ini merupakan petunjuk dari Allah dan saling membenarkan antara satu
kitab dengan kitab sebelumnya. Akan tetapi, Al-Qur‟an ialah satu-satunya kitab yang
Alah jaga hingga Hari Akhir nanti. Maka, meyakini Al-Qur‟an adalah sebuah kewajiban
bagi kita. Dengan demikian, ajak anak-anak kita agar mengenal Al-Qur‟an. Ajarkan
mereka untuk menghafal Al-Qur‟an, bersemangat untuk mempelajarinya, serta
mengamalkannya. Bunda dapat menjelaskan berbagai keutamaan Al-Qur‟an serta
keutamaan orang-orang yang mempelajarinya. Ceritakan kisah-kisah yang terdapat di
dalam Al-Qur‟an agar hidup jiwanya. Latihlah anak agar mengamalkan ajaran-ajaran
Al-Qur‟an dan adab-adabnya dalam keseharian mereka.
Pada anak-anak yang sudah masuk fase tamyiz, orangtua dapat memperbanyak porsi
mengenai tema ini. Orangua dapat mengingatkan anak akan dahsyatnya hari
Kiamat. Bagaimana kesusahan manusia pada hari itu. Pada hari Kiamat Allah
mengumpulkan semua manusia, dari yang pertama diciptakan-Nya sampai yang
terakhir dicabut nyawanya. Pada hari Kiamat segala amal anak Adam diperhitungkan.
Orang yang taat akan memperoleh balasan Surga, sedangkan orang yang durhaka
akan disiksa dalam Neraka. Jelaskan kepadanya bahwa pada hari Kiamat nanti
tangan, kaki, dan anggota badan kita akan berbicara dan menjadi saksi atas setiap
amal perbuatan semasa di dunia.
6
Pertanyaan Anak Seputar Keimanan. Abdullh Hamad ar-Rakaf, hlm. 63. (Beliau mengutip dari Gharsu Ushulil Iman
fi Nufus Tifl, Dr. Syarifah al-Hazimi, hlm. 128)
mereka tidak akan dapat menimpakan kemudharatan (bahaya) kepadamu kecuali
dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Pena telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering. (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan shahih).
Dalam hal ini, Bunda juga dapat mengajarkan anak bahwa Allah tidak menghendaki
sesuatu, kecuali kebaikan untuknya. Beriman kepada takdir melahirkan sikap tawazun
(keseimbangan) dan ketenangan hati dalam jiwa anak. Dengan demikian, diharapkan
anak memiliki kesabaran dan ketabahan dalam menerima apa yang mereka alami
serta terhindar dari sifat suka berkeluh kesah karena takdir ilahi. Aaamiin..
Bunda, Imam Al-Ghazali berkata di dalam Al-Ihya‟ “Anak adalah amanah bagi
orangtuanya. Hatinya yang suci merupakan permata yang tak ternilai harganya, masih
murni dan belum terbentuk. Dia bisa menerima bentuk apapun yang diinginkan dan
corak apapun yang diinginkan. Jika ia dibiasakan pada kebaikan dan diajarinya, tentu
ia akan tumbuh pada kebaikan itu, dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan
akhirat. Pahalanya juga bisa dinikmati orangtuanya, guru dan pendidiknya. Jika ia
dibiarkan seperti layaknya hewan, maka ia akan menderita dan rusak. Dosanya juga
ada di pundak orang yang bertanggung jawab mengurusnya. 7 Maka, mari kita
renungi firman Allah dalam surat AT-Tahrim ayat 6 yang artinya, “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka,…… “
Adapun sarana untuk menyelamatkan diri dan keluarga kita dari siksa neraka ialah
dengan cara mengadakan pendidikan dalam keluarga. Pendidikan keluarga ini
hendaknya bermuara pada apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
sehingga ukuran baik-buruk, benar-salah, serta halal-haram sesuai dengan apa yang
tealah digariskan di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.8
Bunda-Bunda, secara praktik ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
menumbuhkan iman anak-anak kita di usia dini mereka, yaitu..
7
Asadullah Al-Faruq, Mendidik Balita Mengenal Agama Hlm. 17.
8
Ibid. Hlm. 22.
ibu, untuk menyusui bukan sekadar memberi susu. InsyaAllah ada banyak
kebaikan dari tiap perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya). Pada masa ini, ibu
tidak hanya mentransfer gizi kepada bayinya melalui air susunya, namun juga
terjadi transfer ruhiyah, sifat, karater, dan perasaan. Perhatikanlah adab saat
menyusui bayi.
Tumbuhkan rasa malu pada anak
(orangtua tidak memandikan bayi di tempat umum, tidak mandi bersama bayi,
tidak memperlihatkan „aurat‟ bayi di media sosial, dll).
Tanamkan tauhid sejak dini
Mengenalkan bahwa Allah adalah Rabb-nya.
Ajarkan kalimat tauhid (Laailahaillallah Muhammadur Rasulullah)
Talqinkan anak kalimat-kalimat zikir.
(Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Astaghfirullahaladzim, dst).
Kenalkan anak dengan ayat-ayat Al-Qur‟an
Orangtua dapat tilawah di dekat anak, memperdengarkan murattal Al-Qur‟an,
dll.
Membacakan dan mengajak anak membaca do‟a-do‟a harian (Orang tua
membacakan dengan suara yang terdengar oleh bayi)
(misal, saat akan makan Bunda membacakan do‟a keras-keras, “Nak..yuk kita
berdo‟a dulu sebelum makan”, begitu pula saat akan melakukan kegiatan
lainnya, misal: mandi, tidur, melepas pakaian, bersin, dst).
Menyapih
(para orangtua hendaknya memperhatikan waktu penyapihan anak.
Menyapihlah dengan cinta, namun tanpa meniadakan dalil. Allah
memerintahkan kita untuk menyusui selama dua tahun. Susuilah anak-anak kita
selama dua tahun atas perintah Allah dan sapihlah setelah dua tahun, juga atas
perintah Allah. Lakukan dialog iman pada anak. Sesungguhnya, fase menyapih
ini ialah juga bentuk ketaatan pertama seorang anak pada perintah tuhannya.
Kuatlah ibu, demi surga anakmu!)
Wallahu‟alam bis showab. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan.
Materi ini hanya untuk peserta kulwap. Tidak diperkenankan untuk berbagi kepada orang lain, kecuali suami/istri. Terima kasih..