Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain (ICCE, 2005:23). Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan kelompok (collective action yang diberi atribut nasional) yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional (ICCE, 2005:25).
2. Sejarah kelahiran paham nasionalisme Indonesia
Bagi dunia ketiga abad ke-20 dapat dianggap sebagai abad nasionalisme, tidak lain Karena menyaksikan timbulnya nation state (Negara bangsa), setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fungsi nation state dianggap menjumpai konsep bangsa Indonesia. Apa yang diucapkan pada Sumpah Pemuda 1928 adalah kelengkapan dan pembulatan konsep tersebut. Secara implisit Manifesto itu memuat paham nasionalisme sebagai anti kolonialisme dan sekaligus memuat prinsip-prinsipnya, ialah : kesatuan, kebebasan, persamaan, kepribadian. Prinsip-prinsip beserta nilai-nilai nasionalisme tersebut sejak awal pergerakan nasional diperjuangkan, secara simbolis, konseptual, fisik revolosioner dan dalam periode pasca revolusi mengkonsolidasi. Apabila kita melacak pertumbuhan naionalisme Indonesia sejak kebangkitan nasional 1908, melalui Manifesto Politik 1925 serta Sumpah Pemuda 1928, maka tidak dapat diingkari bahwa meskipun masih dalam bentuk embrional, keempat prinsip nasionalisme tersebut sudah hadir. Meskipun Budi Utama belum dapat dipandang sebagai organisasi nasional dalam arti harfiah, namun pada hakekatnya ideologinya menunjuk pada kesadaran diri akan kemandirian, kebebasan, kesamaan serta penemuan identitas dirinya. Selama pergerakan keempat prinsip itu menjadi tujuan perjuangan kemudian melalui jaman Jepang semangat nasionalisme meluas ke segala lapisan rakyat sehingga revolusi Indonesia dapat dilancarkan. Sesungguhnya pada masa pasca revolusi, ideologi nasionalisme masih tetap memiliki relevansi bagi pembangungan bangsa. Permasalahannya sekarang, mampukah nasionalisme Indonesia yang lahir dari rasa senasib, karena dijajah oleh penjajah yang sama, mampu menahan tekanan separatism di berbagai daerah? Jawabannya tentu saja apakah perasaan senasib itu terus menerus diciptakan. Rasa senasib tersebut hanya bisa dipertahankan bila ada keadilan, pemerataan pembangunan, serta perlakuan yang sama terhadap seluruh daerah dan komponen bangsa. Jika hal tersebut tidak bisa diwujudkan maka nasionalisme Indonesia akan tinggal kenangan dan perpecahan bangsa menjadi tidak bisa terelakkan. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah dalam era globalisasi ini, nasionalisme mampu menahan lajunya arus globalisasi (internasionalisasi) pada semua segi kehidupan, dimana antar negara saling bergantung. Huntington menyatakan bahwa ketergantungan anatar Negara bukan merupakan gerakan internasional yang akan menciptakan negara global serta akan melebur konsep nation state. Bahkan Huntington merasa yakin bahwa internasionalisme telah menemui jalan buntu, karena pretense organisasi internasional sendiri. Pernyataan tersebut didukung oleh kondisi faktual yang mensyaratkan organisasi internasional membutuhkan persetujuan dari negara-negara anggotanya dalam setiap keputusan penting dan mendesak. Bagi Indonesia, nasionalisme merupakan kunci untuk mengatasi keberagaman adat istiadat, budaya agama serta etnis. Tanpa nasionalisme sebagai alat pemersatu, sulit kiranya untuk mencari titik temu dari berbagai kebiasaan yang berasal dari berbagai etnik. Nasionalisme dalam hal ini dapat dipandang sebagai komitmen moral bangsa Indonesia untuk tidak memandang perbedaan itu sebagai konflik, melainkan sebagai kenyataan yang tidak dapat ditolak, juga sebagai kekayaan yang penuh dengan dinamika. Pada sisi lain, identitas nasional perlu dipupuk pada generasi muda lewat kesadaran nasional yang perlu dibangkitkan lewat kesadaran sejarah. Kesadaran ini mencakup pengalaman kolektif dimasa lampau, atau nasib bersama dimasa lampau yang mendidik negara. Tanpa kesadaran sejarah nasional tidak akan ada identitas nasional dan tanpa identitas nasional seseorang tidak akan memiliki kepribadian nasional. Kesadaran nasional menciptakan inspirasi dan aspirasi nasionalis. Nasionalisme sebagai ideologi perlu menjiwai setiap warga negara dan wajib secara moral dengan loyalitas penuh idealisme yang membendung kekuatan materialisme, konsumerisme dan dampak globalisasi yang negatif.
3. Identitas nasional sebagai karakter bangsa
Identitas nasional atau jati diri suatu bangsa (tanah tumpah darah mereka sendiri), pada hakekatnnya merupakan penjelasan tentang nilai – nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di dalam aspek kehidupan suatu bangsa. Menurut Soemarno Soedarsono, identitas nasional (karakter bangsa ) tersebut tampil dalam tiga fungsi, yaitu : 1. Sebagai penanda keberadaan atau eksistensinya. Bangsa yang tidak mempunyai jadi diri tidak akan eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Sebagai pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan kematangan jiwa, daya juang, dan kekuasaan bangsa ini. Hal ini tercermin dalam kondisi bangsa pada umumnya dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya, dan 3. Sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia.
4. Islam dan Nasionalisme
5. Globalisasi dan tantangan identitas nasional Sumber : http://eprints.uad.ac.id/9433/1/IDENTITAS%20NASIONAL%20Dwi.pdf https://www.academia.edu/10738523/Sejarah_Lahirnya_Nasionalisme_di_Indonesia https://prezi.com/ihbvxzqha4mf/identitas-nasional-sebagai-karakter-bangsa/