Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Riza Nugrafitra

NPM : 170410190085 (Gufron, 2019)


Kelas :A
Mata Kuliah : Teori Politik (UAS)

Secara etimologi, Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yang berarti
paham kebangsaan yang mengandung makna tentang kesadaran dan semangat cinta tanah air,
memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, mempunyai rasa
solidaritas terhadap musibah dan ketidakberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara
serta menjunjung tinggi nilai persatuan dan juga kesatuan. Dapat ditarik kesimpulan dari
pengertian tersebut bahwasannya Nasionalisme adalah sebagai faham tentang kebangsaan dan
sikap cinta tanah air yang tinggi yang harus dimiliki oleh warga negara,dan merasa memiliki
sejarah dan cita-cita yang sama dalam tujuan berbangsa dan bernegara. pada awalnya nation
(bangsa) dimaknai sebagai “sekelompok orang yang dilahirkan di suatu tempat atau daerah yang
sama” (group of people born ini the same place) (Ritter, 1986: 286).
Jika nasionalisme dipahami dalam kerangka ideologi (Apter, 1967: 97) maka di dalamnya
terdapat kandungan aspek: (1) cognitive; (2) goal/value orientation; (3) stategic. Aspek
cognitive merajuk kepada perlunya pengetahuan atau pemahaman terhadap situasi konkret
tentang sosial, ekonomi, politik dan budaya bangsanya. Jadi nasionalisme merupakan cerminan
yang bersifat abstrak dari kondisi kehidupan konkret suatu bangsa. Maka peran aktif kaum
intelektual dalam pembentukan semangat nasional amatlah penting, sebab mereka itulah yang
harus merangkum kehidupan seluruh anak bangsa dan menuangkannya sebagai unsur cita-cita
bersama yang ingin diperjuangkan. Aspel goal mencakup kepada adanya cita – cita, tujuan atau
harapan ideal untuk kehidupan bersama di masa mendatang nanti yang ingin diwujudkan dalam
amsyarakat atau negara. cita – cita yang dimaksud adalah seluruh aspek kehidupan manusia
seperti sosial, ekonomi, politik, ideology, budaya, dan lainnya dan yang terakhir Aspek strategic
menuntut adanya upaya perjuangan kaum nasionalis dalam perjuangan mereka untuk
merealisasikan cita-cita bersama, dapat berupa perjuangan fisik atau diplomasi, moril ataupun
spirituil, dapat juga bersifat moderat atau radikal, dapat secara sembunyi-sembunyi atau terang-
terangan, dan lain-lain.
Pada negara Indonesia, nasionalisme lahir karena adanya pengaruh para penjajah -
penjajah kala itu. Indonesia pada kala itu sangat mudah untuk terpecah belah dan dikuasai oleh
penjajah lantaran nasionalisme belum hadir pada saat itu. nasionalisme pada saat itu mulai
menunjukan eksistensinya pada saat lahirnya budi utomo yang menjadi tombak awal
nasionalisme rakyat Indonesia. Nasionalisme itulah yang pada akhirnya melahirkan sebuah
ideology dasar Pancasila dan juga membuat Indonesia berhasil menyatakan proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Namun, tak sepenuhnya nasionalisme berjalan dengan mulus di Indonesia. Karena terbukti
kerapkali berbenturan dengan demokrasi. Masalah ini adalah terkait dengan kelompik separatis
seperti gerakan aceh merdeka (GAM) dan Organisasi Papua merdeka (OPM). Dalam prinsip
demokrasi seharusnya tidak ada kekuatan manapun yang lebih tinggi daripada rakyat. Secara
prinsip demokrasi, GAM dan OPM dapat diterima dan diproses. Ketika terdapat sekelompok
masyarakat sudah tidak ingin membangun negara bersama, maka tidak ada satu hal pun yang
bisa dijadikan alasan untuk melarangnya. Namun, hal itu terhalangi oleh prinsip nasionalisme,
karena bagi masyarakt nasionalis kehilangan sebuah pulau ketangan negara tetangga saja dapat
dikatakan sebuah bencana besar maka apalagi jika kelompok separatis. Kelompok ini acapkali
dianggap sebagai ancaman dari dalam. Ancaman yang memiliki sifat lebih berbahaya dari
Serangan negara luar atau Sebuah kelompok yang tidak lagi menghormati negara dan segala
simbolnya adalah kelompok pemberontak yang layak untuk diproses secara hukum dan ditahan.
Beberapa kalangan memiliki anggapan bahwa Indonesia mempunyai ciri khas sendiri yang tidak
perlu dibanding-bandingkan dengan negara lain. Meskipun terkadang saling bertentangan satu
sama lain, Nasionalisme dan Demokrasi adalah ibarat dua sisi mata uang koin. Keduanya seakan
menghadap ke arah yang berbeda, namun pada dasarnya satu dan tidak dapat dipisahkan.
Sebuah Nasionalisme tanpa Kedaulatan rakyat tidak akan langgeng atau berjalan mulus.
Suatu saat akan menemui kehancurannya. Sekalipun terkadang rakyat diberi kedaulatan palsu
agar merasa memiliki kewenangan dalam negara padahal tidak sama sekali. Demokrasi tanpa
Nasionalisme akan menjadi Anarki. Agar Individu bisa berbicara, berbuat, dan memberikan
aspirasi sesuai kehendaknya, tentu harus dilindungi oleh konstitusi dan hukum, yang juga
merupakan kesepakatan bersama. Ia yang tidak menghormati negara dan konstitusinya
dipastikan tidak dapat menikmati kebebasan individunya.
Dalam kedudukan teori politik, nasionalisme indonesia juga terpengaruhi oleh hadirnya
politik identitas serta solidaritas nasional. Terkait bagaimana suku-suku yang ada di Indonesia
memiliki ciri khas sendiri-sendiri antara satu dengan yang lainnya atau keberagaman budaya, ini
sebab dari ciri nasionalisme yang terdapat di Indonesia. Sebagai contoh, Suku Jawa pada
awalnya adalah sebuah suku yang terdiri atas komunal-komunal yang mempunyai norma yang
sudah dijalankan dan di patuhi oleh masyarakat Suku Jawa. Artinya, sebelum penjajah datang
pun Suku Jawa telah mempunyai dan menjalankan tatanan sosial masyarakat yang dijadikan
landasan dalam kehidupan. Tetapi adanya kolonialisme yang datang di Indonesia nilai tersebut
menjadi pudar. Seperti yang telah disampaikan oleh George McTurnan kahin (2013:3).
“Karakter perpolitikan masyarakat jawa yang sebelum masa penjajahan boleh dikatakan tidak
terlalu otoriter menjelma sangat sewenangwenang selama tiga abad pemerintahan kolonial”.
Pernyataan tersebut merujuk terhadap akibat adanya kolonialisme maka politik identitas
masyarakat jawa yang menjadi ciri khas masyarakat jawa menjadi luntur. Keinginan
mengembalikan politik identitas yang sudah lama menjadi aturan atau norma yang ada
dimasyarakat tersebut yang akhirnya menjadikan sebagai simbol perlawanan kepada
kolonialisme dan Nasionalisme juga muncul dari adanya solidaritas yang tinggi.
Dewasa ini, Politik identitas serta solidaritas yang ada di Indonesia mengalami berbagai
masalah. Hal ini terjadi lantaran adanya beberapa konflik antar suku, agama, etnis dan masalah-
masalah lain yang kerapkali terjadi di Indonesia. masalah kebimbangan politik identitas ini
terjadi karena banyak yang menganggap bahwa identitas hanya diartikan secara sempit yaitu
identitas kelompok. Padahal setelah kemerdekaan bangsa Indonesia telah memiliki kesepakatan
untuk menjunjung tinggi nilai identitas nasional yang bersumber dari nilai persatuan dan
kesatuan dalam kebhinekaan. Dalam artian identitas antar suku, ras, agama dan antar golongan
yang berbeda dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa untuk mewujudkan nasionalisme
Indonesia. Dalam rangka mewujudkan nasionalisme dan politik identitas nasional Indonesia
membutuhkan solidaritas yang tinggi pada bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia jangan samoai
terjebak pada solidaritas kelompok-kelompok yang melahirkan pemikiran primordialisme dan
chauvinisme. Selanjutnya,jika kita akan terjebak pada fanatisme kedaerahan, agama, golongan,
kesukuan, serta kelompok - kelompok lainnya, yang pastinya dapat melunturkan jiwa
nasionalisme bangsa Indonesia. Konflik antar daerah, suku, agama, serta kelompok yang saat ini
kerapkali terjadi hanya akan memecah belah semangat persatuan dan kesatuan bangsa kita yaitu
bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buchari, S. A. (2014). Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Gufron, H. (2019, Agustus 16). Indonesia, Antara Nasionalisme Dan Demokrasi. Retrieved from
https://geotimes.co.id/: https://geotimes.co.id/opini/indonesia-antara-nasionalisme-dan-
demokrasi/
Hariyono. (2014). Ideologi Pancasila, Roh Progresif Nasionalisme Indonesia. Malang: Intrans
Publishing.
Kusumawardani, A. (2004). NASIONALISME. Buletin psikologi, 61-72.

Anda mungkin juga menyukai