Abstrak
Tulisan ini ingin mendeskripsikan tentang mekanisme penyelesaian sengketa secara
altrenative (ADR). ADR adalah proses penyelesaian sengketa dengan mempergunakan cara-
cara non litigasi / di luar pengadilan karena berbiaya murah, berlangsung cepat, dan bersifat
luwes ataupun fleksibel. ADR merupakan cara alternatif terhadap proses penyelesaian
sengketa yang terjadi di tengah masyarakat di saat kondisi proses pengadilan di Indonesia
yang carut marut dan dipertanyakan transparansi dan akuntabilitasnya.
Kata Kunci : ADR, Pengadilan, Mediasi, Arbitrase, dan Konsiliasi .
Pendahuluan
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini dunia seolah-olah tanpa batas (borderless),
orang bisa berusaha dan bekerja di manapun tanpa ada halangan, yang penting dapat
menghadapi lawannya secara kompetitif. Suatu hal yang sering dihadapi dalam situasi
semacam ini adalah timbulnya sengketa. Sengketa merupakan suatu hal yang sudah menjadi
bagian dari kehidupan manusia. Dapat dikatakan bahwa sengketa mulai dikenal sejak
adanya manusia, di mana ada kehidupan manusia di situ ada sengketa. Oleh karena itu,
sengketa tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari
sengketa ini dapat berwujud sengketa antara sesama rekan bisnis, antar keluarga,
antarteman, antara suami dan istri, dan sebagainya.1
Sengketa yang timbul dalam kehidupan manusia ini perlu untuk diselesaikan.
Masalahnya, siapa yang dapat menyelesaikan sengketa tersebut? Cara yang paling mudah
dan sederhana adalah para pihak yang bersengketa menyelesaikan sendiri sengketa tersebut.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah menyelesaikan sengketa tersebut melalui forum yang
pekerjaannya atau tugasnya memang menyelesaikan sengketa. Forum resmi untuk
1 Wicipto Setiadi, Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam
http://www.legalitas.org/node/21.
1
menyelesaikan sengketa yang disediakan oleh negara adalah Pengadilan, sedangkan yang
disediakan oleh lembaga swasta adalah Arbitrase. Penyelesaian sengketa di luar lembaga
peradilan sering disebut juga dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau dalam
istilah Indonesia diterjemahkan menjadi Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
ADR adalah sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa
selain dari pada proses peradilan melalui cara-cara yang sah menurut hukum, baik
berdasarkan pendekatan konsensus, seperti negosiasi, mediasi dan konsiliasi atau tidak
berdasarkan pendekatan konsensus, seperti arbitrasi. Arbitrasi berlangsung atas dasar
pendekatan adversarial (pertikaian) yang menyerupai proses peradilan sehingga
menghasilkan adanya pihak yang menang dan kalah.
ADR ini bertitik tolak dari hak-hak asasi (hak dasar manusia) untuk dapat
menentukan pilihan mana yang paling cocok bagi dirinya, yaitu hak asasi setiap orang dalam
masyarakat untuk dapat menuntut dan mengharapkan putusan yang tepat atau memuaskan.
Harapan-harapan lain itu nyatanya sampai sekarang tidak selalu demikian, lebih-lebih
masalah itu ditangani melalui adversarial (pertikaian) atau badan-badan peradilan seperti
Pengadilan atau Arbitrase itu memakan waktu yang panjang, biaya yang tidak kecil,
penyelesaian yang rumit, dan kadang-kadang selalu sering tidak dapat memuaskan pihak-
pihak yang bersengketa2.
Mengingat kepentingan masyarakat yang demikian itu untuk memperoleh keadilan
dalam waktu yang cepat dengan biaya yang murah, mereka sering mencari bentuk-bentuk
lain selain dari cara yang diadili melalui cara adversarial baik melalui badan peradilan
maupun arbitrase. Karena kalau melalui badan peradilan atau arbitrase solusinya itu satu
menang satu kalah (win/lose). Kondisi semacam ini mendorong berbagai kalangan mencoba
untuk mencari alternatif solusi dari berbagai sengketa tersebut. Oleh karena itu, tulisan
singkat ini akan membahas tentang definisi ADR, tinjauan historis ADR, dinamika
perkembangan ADR, dan implementasi ADR di Indonesia. Dalam tulisan ini, penggunaan
kata ADR dan APS dipergunakan secara bergantian dengan arti dan makna yang sama.
2http://budi399.wordpress.com/2010/03/13/analisis-penyelesaian-tindak-pidana-penganiayaan-melalui-pilihan-
penyelesaian-sengketa-adr/
2
Definisi ADR
Istilah alternative dalam APS memang dapat menimbulkan kebingungan, seolah-
olah mekanisme APS pada akhirnya khususnya dalam sengketa bisnis akan
menggantikan proses litigasi di pengadilan. Dalam kaitan ini perlu dipahami terlebih dahulu
bahwa APS adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang berdampingan dengan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. APS lazimnya dilakukan di luar yurisdiksi
pengadilan. Sama seperti istilah pengobatan alternatif, bahwa pengobatan alternatif
sama sekali tidak mengeliminasi pengobatan dokter. Bahkan terkadang keduanya saling
berdampingan. Begitu juga dengan APS dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan
dapat berjalan saling berdampingan. Oleh karena itu, para hakim tidak perlu khawatir
dengan digunakannya mekanisme APS, pengadilan menjadi kurang pekerjaannya 3.
Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di Indonesia, akan
tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama
dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat,
kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia
karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah
mufakat. Sehubungan dngan itu, istilah ADR perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa
ini dikenal beberapa istilah untuk ADR, antara lain : Pilihan Penyelesaian sengketa (PPS),
Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS), Pilihan Penyelesaian Sengketa di
luar pengadilan, dan Mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif.
Untuk memperoleh gambaran umum tentang apa yang disebut ADR, George
Applebey, dalam tulisannya An Overview of Alternative Dispute Resolution berpendapat
bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu eksperimen untuk mencari model-model
: (a) Model-model baru dalam penyelesaian sengketa; (b) Penerapan-penerapan baru
terhadap metode-metode lama; (c) Forum-forum baru bagi penylesian sengketa; (d)
Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum4.
Definisi di atas sangat luas dan terlalu akademis. Definisi lain yang lebih sempit dan
akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan
3 Wicipto Setiadi, Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam
http://www.legalitas.org/node/21.
4 http://id.shvoong.com/law-and-politics/1909002-mengenal-adr-alternative-dispute-resolution/
3
merupakan hal yang berbeda dengan APS sehingga judul undang-undang tersebut adalah
Arbitarse dan APS.
Teknik atau prosedur teknis APS di luar pengadilan yang sudah lazim dilakukan
adalah: negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Arbitrase merupakan cara yang paling
dikenal dan paling banyak digunakan oleh kalangan bisnis dan hukum. Teknik negosiasi,
mediasi, dan konsiliasi tidak dikenal di Indonesia. Namun, secara tidak sadar masyarakat
Indonesia telah menerapkan mekanisme APS, yakni yang disebut musyawarah untuk
mufakat. Asas musyawarah untuk mufakat telah lama dikenal dan dipromosikan oleh
pemerintah sebagai suatu budaya bangsa Indonesia.
Meskipun APS tidak dianggap sebagai pengganti dari forum pengadilan, namun
jangan dilupakan bahwa faktanya APS dianggap sebagai alternatif oleh mereka yang sangat
kritis terhadap sistem peradilan Indonesia. Kelambanan proses perkara ( di Mahkamah
Agung ) dilihat sebagai kelemahan dari sistem peradilan dewasa ini. Kelemahan lainnya
adalah sebagai kelemahan dari sistem peradilan dewasa ini. Kelemahan lainnya adalah
berpolitik, persengkokolan (KKN), dan tuduhan bahwa mereka bobrok atau rusak.
ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli. Dalam praktik, hakikatnya
ADR dapat diartikan sebagai Alternative to litigation atau alternative to adjudication.
Alternative to litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk bagian dari ADR.
Sedangkan Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian sengketa
yang bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur pengajuan gugatan kepada
pihak ke tiga yang berwenang mengambil keputusan. Termasuk bagian dari ADR adalah
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pendapat ahli, sedangkan arbitrase bukan
termasuk ADR. Di Amerika sendiri, ADR diartikan sebagai alternative to adjudication,
karena output dari proses adjudikasi umumnya berupa win-lose solution (menang-kalah),
padahal yang dikehendaki pihak-pihak yang bersengketa adalah wini-win solution atau
mutual acceptable solution5.
5 http://id.shvoong.com/law-and-politics/1909002-mengenal-adr-alternative-dispute-resolution/
5
penyelesaian-sengketa-adr/
6
didasarkan pada kebutuhan atau kepentingan dari kedua belah pihak yang menuju pada
pemecahan sengketa yang saling menguntungkan8.
Dukungan dari masyarakat bisnis dapat dilihat dari klausul perjanjian dalam berbagai
kontrak belakangan ini. Saat ini kaum bisnis Indonesia sudah biasa mencantumkan klausul
APS pada hampir setiap kontrak yang dibuatnya. Contoh klausul APS yang tercantum dalam
kontrak adalah :Semua sengketa yang mungkin timbul antara kedua belah pihak
berdasarkan perjanjian ini, akan diselesaikan dengan musyawarah oleh para pihak dan
hasilnya akan dibuat secara tertulis. Jika sengketa tidak dapat diselesaikan dengan
musyawarah, maka para pihak sepakat untuk membawa perkaranya ke pengadilan. Klausul
ini merupakan perkembangan yang menarik dan akan mempercepat pengembangan APS di
Indonesia.9 Faktor penting yang berkaitan dengan APS adalah kedudukan yang independen
(mandiri) dan netral dari lembaga dan aparaturnya (mediator, konsiliator, arbiter). Hal ini
tidak berarti bahwa mereka tidak mempunyai hubungan dengan lembaga hukum lainnya,
terutama pengadilan. Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku setiap putusan
arbitrase harus didaftarkan pada pengadilan.
Berbeda dengan pengadilan dan arbitrase, maka APS lebih mirip dengan
penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam penyelesaian
sengketa melalui APS tidak ada pihak yang mengambil keputusan. Keterlibatan pihak ketiga
dalam APS adalah dalam rangka mengusahakan agar para pihak mencapai sepakat untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul. Memang ada pembedaan antara mediasi dan
konsolidasi dan APS. Perbedaannya terletak pada aktif tidaknya pihak ketiga dalam
mengusahakan para pihak untuk menyelesaikan sengketa.
Dilihat dari hal tersebut sebenarnya penyelesaian sengketa melalui APS merupakan
hal yang sangat ideal, mengingat keadilan muncul dari para pihak. Hal ini berbeda dengan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau arbitrase di mana keadilan muncul dari
hakim atau arbiter. Sifat lain dari penyelesaian sengketa melalui APS adalah kesukarelaan.
Tanpa adanya kesukarelaan di antara para pihak, maka APS tidak akan bisa terlaksana.
8 Wicipto Setiadi, Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam
http://www.legalitas.org/node/21.
9 http://id.shvoong.com/law-and-politics/1904935-pilih-adr-atau-pengadilan/
7
10 http://www.undp.org/evaluation/documents/ADR/ADR_Reports/Indonesia/ADR-Indonesia.pdf
11 Wicipto Setiadi, Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam
http://www.legalitas.org/node/21.
12 http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/2021924-penanganan-masalah-melalui-alternative-
dispute/
8
13 I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), PT Fikahati Aneska, Jakarta, 2009.
10
mereka adalah pengacara. Putusan P3BI atau putusan komite arbitrase adalah
final dan mengikat.
Berbeda dengan arbitrase atau pengadilan, dimana ada pihak ketiga yang mengambil
keputusan, kecuali para pihak yang terlibat dalam sengketa. Yang menjadi tekanan adalah
penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan kesepakatan. Kesepakatan inilah yang hendak
dicari dalam APS. Masalahnya, sejauh mana kesepakatan ini mempunyai kekuatan hukum
(mengikat). Apabila sudah ada kesepakatan ternyata salah satu pihak wanprestasi, maka
bagaimana agar pihak yang wanprestasi tersebut dituntut untuk melakukan apa yang menjadi
prestasi.
Dalam kaitan ini perlu adanya kekuatan mengikat dari kesepakatan APS. Dengan
adanya kekuatan mengikat kesepakatan APS ini, maka tidak perlu lagi diulang atau
diperiksa oleh pengadilan atau arbitrase. Di sini negara melalui undang-undang mempunyai
peran yang sangat penting. Peran ini adalah mengupayakan agar kesepakatan APS dapat
disamakan dengan putusan pengadilan atau putusan arbitrase, dimana kesepakatan tersebut
dapat mempunyai kekuatan eksekutorial. Hal ini sebetulnya bukan hal yang aneh mengingat
dalam hukum acara perdata, akta perdamaian pun dapat dimintakan penetapan14.
Penutup
Sudah saatnya APS dikembangkan di Indonesia. Untuk itu langkah yang pertama
adalah memberikan insentif agar para pihak mau untuk menyelesaikan sengketanya melalui
APS. Insentif ini berupa campur tangan negara dengan membuat undang-undang tentang
APS, yang antara lain mengatur mengenai kekuatan hukum dari hasil kesepakatan yang
dicapai melalui APS. Banyak hal positif yang terdapat dalam APS antara lain berkurangnya
yang harus diselesaikan oleh pengadilan dan rasa keadilan muncul dari para pihak yang
bersengketa. Oleh karena itu, perlu pengaturan APS dalam sebuah undang-undang.
14Hadimulyo, Mempertimbangkan ADR Kajian alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Peradilan, ELSAM, Jakarta,
1997.
13
Daftar Pustaka
Rahardjo, Satjipto, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1992.
Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1986.
Prinst, Darwan, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Djembatan, Jakarta 1998.
Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1981.
Sugandhi, R., KUHP Dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1981.
I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), PT Fikahati Aneska,
Jakarta, 2009.
Wicipto Setiadi, Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution
(ADR), dalam http://www.legalitas.org/node/21.
http://budi399.wordpress.com/2010/03/13/analisis-penyelesaian-tindak-pidana-
penganiayaan-melalui-pilihan-penyelesaian-sengketa-adr/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1909002-mengenal-adr-alternative-dispute-
resolution/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1904935-pilih-adr-atau-pengadilan/
http://www.undp.org/evaluation/documents/ADR/ADR_Reports/Indonesia/ADR-
Indonesia.pdf
http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/2021924-penanganan-masalah-
melalui-alternative-dispute/