Anda di halaman 1dari 14

Nama : Sri Wahyuni Ningsi

Stambuk : D10118015

Kelas :G

Mata Kuliah : Alternatif Penyelesaian Sengketa

1. Sengketa
A. Pendahuluan
Dalam menjalankan aktivitas kehidupan, terjadinya persinggungan antara manusia
maupun badan hukum, baik dalam bentuk hubungan antarpribadi maupun transaksi
bisnis dapat menimbulkan reaksi. Persinggungan tersebut dapat menimbulkan reaksi
positif, yaitu reaksi yang tidak mengakibatkan kerugian bagi para pihak ataupun
reaksi negatif, yaitu reaksi yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak
sehingga menyebabkan terjadinya sengketa.
Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai macam factor, diantaranya perbedaan
kepentingan ataupun perselisihan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.
Dapat juga disebabkan oleh adanya aturan-aturan kaku yang dianggap sebagai
penghalang dan penghambat untuk dapat mencapai tujuan masing-masing pihak.
Sengketa yang terjadi tentunya harus dapat diselesaikan oleh para pihak.
Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui pengadilan ataupun diluar
pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan berpedoman pada Hukum
Acara yang mengatur persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu
sengketa dapat diajukan serta upaya-upaya yang dapat dilakukan. Sedangkan,
penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah penyelesaian sengketa yang
dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan prosedur penyelesaian atas suatu
sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak yang bersengketa. Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya
negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.
B.
B. Mengapa Sengketa?
Konflik dapat terjadi dimanasaja, kapan saja, dan sering kali tidak dapat
dihindarkan. Konflik terjadi karena adanya perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak. Segala hal yang terjadi dalam kehidupan dan
aktifitas yang dijalani manusia dapat menimbulkan perselisihan dan berujung
pada konflik.
Perselisihan berawal dari salah pengertian antara manusia yang satu dan
manusia yang lainnya. Sudah merupakan hal yang bersifat kodrati apabila
manusia memiliki pemikiran dan pandangan-pandangan yang berbeda antara satu
dan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya proses interaksi antara manusia
yang satu dan manusia yang lainnya. Interaksi yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah adanya komunikasi diantara para pihak yang kemudian memunculkan
perselisihan. Perselisihan, diantaranya terjadi karena ada silang pendapat yang
bersumber dari perbedaan pemikiran, keinginan, dan penyampaian verbal yang
tidak baik.
Suatu perselisihan yang berujung pada konflik, selain disebabkan oleh
karakter sifat dari seseorang yang merupakan factor internal dalam diri yang
bersangkutan, juga dapat tejadi oleh adanya factor-faktor eksternal berupa aturan-
aturan yang berlaku bagi setiap orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Owens,
R.G, yang menyatakan bahwa penyebab konflik adalah “aturan-aturan yang
diberlakukan dan prosedur yang tertulis dan tidak tertulis dapat menyebabkan
konflik jika penerapannya terlalu kaku dank eras”.
Dari definisi ini, suatu peraturan yang kaku menyebabkan seseorang tidak
dapat bebas bergerak ataupun bertindak. Aturan tersebut dipandang sebagai
penghalang dan menimbulkan silang pendapat yang berujung konflik. Menurut
Schyut, konfilk adalah “suatu situasi yang didalamnya terdapat dua pihak atau
lebih yang mengejar tujuan-tujuan,yang satu dengan yang lain tidak dapat
diserasikan dan mereka dengan daya upaya mencoba dengan sadar menentang
tujuan-tujuan pihak lain”.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan terdiri atas berbagai macam cara
yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase diantara para pihak. Masing-
masing cara penyelesaian sengketa tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Para pihak;ah yang harus menentukan penyelesaian sengketa yang akan ditempuh
dan siap menerima konsekuensi atas penyelesaian sengketa tersebut.
Pasal 1239 kitab undang-undang hokum perdata mengatur bahwa “ tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan
dengan memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga, bila debitur tidak
memenuhi kewajibannya”.
Dari ketentuan pasal ini, dapat disimpulkan bahwa suatu sengketa muncul
diantara para pihak sejak salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Sebagai
akibat tidak dipenuhinya kewajiban tersebut, tentunya menmbulkan kerugian bagi
pihak lainnya. Adanya kerugian ini tentunya dapat menimbulkan sengketa
diantara para pihak. Dapat terjadi salah satu pihak berargumen prestasi yang
seharusnya dipenuhi tidak dapat dijalankan disebabkan adanya factor yang tidak
terduga atau dengan berbagai macam alasan lainnya. Argument ini tentunys tidak
dapat diterima oleh pihak lainnya yang menderita kerugian dan tetap memaksakan
pihak yang tidak menjalankan kewajibannya untuk sesegera mungkin
melaksanakan kewajibannya.
Suatu sengketa dapat terjadi dengan berdasarkan hubungan hukum
diantara para pihak dan dapat juga terjadi tidak berdasarkan adanya hubungan
hukum diantara para pihak. Sengketa yang terjadi dengan tidak berdasarkan
adanya hubungan hukum dianatar para pihak disebabkan oleh adanya perbuatan
melawan hukum. Perbuatan melawan hukum tentu dapat menimbulkan sengketa
yang disebabkan adanya kerugian yang diderita salah satu pihak.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkam bahwa
munculnya suatu sengketa dapat berdasarkan pada wanprestasi mau perbuatan
melawan hukum dan sengketa tersebut muncul disebabkan adanya kerugian yang
diderita oleh pihak lainnya dan pihak yang menimbulkan kerugian tidak merasa
bahwa dirinya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya.
Dalam kitab undang-undang Hukum Perdata tidak diatur secara khusus
mengenai definisi dari suatu sengketa, tetapi hanya mengatur mengenai terjadinya
suatu sengketa sehingga untuk dapat mengetahui apa yang dimaksudkan dengan
sengketa. Hal ini dapat kita temukan pada Undang-Undang Nomor 30 thn 1999
tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa (UU No 30 Tahun 1999)
yang secara sumir mendefinisikan suatu sengketa sebagai beda pendapat diantara
para pihak.
C. Penyelesaian sengketa
Penyelesaian sengketa secara litigasi adalah suatau penyelesaian sengketa yang
dilakukan dengan melalui pengadilan, sedangkan penyelesaian sengketa melalui non
litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan. Masing-
masing penyelesaian sengketa tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya
sebagai berikut.
1. Penyelesaian sengketa melalui mitigasi dapat dikatakan sebagai penyelesaian
sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan
perantaraan pengadilan, sedangkan penyelesaian sengketa melalui non litigasi
dilakukan dengan berdasar pada kehendak dan itikad baik dari para pihak untuk
menyelesaikan sengketa.
2. Penyelesaian sengketa melalui litigasi memiliki sifat eksekutorial dalam arti
pelaksanaan terhadap putusan dapat dipaksakan oleh lembaga yang berwenang.
Sedangkan dalam penyelesaian sengketa melalui non litigasi tidak dapat
dipaksakan pelaksanaannya sebab bergantung pada kehendak dan itikad baik
daripada pihak.
3. Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umumnya dilakukan dengan menyewa
jasa dari advokat/pengacara sehingga biaya yang harus dikeluarkan tentunya
besar.
4. Penyelesaian sengketa melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-
persyaratan dan prosedur-prosedur formal di pengadilan dan sebagai akibatnya
jangka waktu untuk menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama.
Sedangkan, penyelesaian sengketa melalui non litigasi tidak mempunyai
prosedur-prosedur atau persyaratan-persyaratan formal sebab bentuk dan tata cara
penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak.
5. Penyelesaian sengketa pada proses litigasi yang bersifat terbuka mengandung
makna bahwa siapa saja dapat menyaksikan jalannya persidangan, terkecuali
untuk perkara tertentu, misalnya perkara asusila. Sedangkan, sifat rahasia dari
penyelesaian sengketa melalui non litigasi berarti hanya pihak-pihak yang
bersengketa yang dapat menghadiri persidangan dan bersifat tertutup untuk umum
sehingga segala hal yang diungkap pada pemeriksaan, tidak dapat diketahui oleh
khalayak ramai dengan maksud menjaga reputasi dari para pihak yang
bersengketa.
D. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal angka 10 UU No.30 Tahun 1999 mendefinisikan “Alternatif penyelesaian
sengketa lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disapakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa alternative penyelesaian sengketa
merupakan suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan dan
pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat
memilih penyelesaian sengketa yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau meminta penilaian dari ahli. Hal ini menjadi
kehendak bebas sepenuhnya dari para pihak. Kebebasan untuk memilih bentuk
penyelesaian yang membedakan antara penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Pada umumnya, asas-asas yang berlaku pada alternative penyelesaian sengketa
sebagai berikut.
1. Asas itikad baik, yakni keinginan dari para pihak untuk menentukan
penyelesaian sengketa yang akan maupun sedang mereka hadapi.
2. Asas kontraktual, yakni adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk
tertulis mengenai cara penyelesaian sengketa.
3. Asas mengikat, yakni para pihak wajib untuk mematuhi apa yang telah
disepakati.
4. Asas kebebasan, berkontrak, yakni para pihak dapat dengan bebas
menentukan apa saja yang hendak diatur oleh para pihak dalam perjanjian
tersebut selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan.
Hal ini berarti pula kesepakatan mengenai tempat dan jenis penyelesaian
sengketa yang akan dipilih.
5. Asas kerahasiaan, yakni penyelesaian atas suatu sengketa tidak dapat
disaksikan oleh orang lain karena hanya pihak yang bersengketa yang dapat
menghadiri jalannya pemeriksaan atas suatu sengketa.
Alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal di Indonesia pada saat ini
sebagai berikut.
1. Negosiasi
2. Mediasi
3. Konsiliasi
4. Arbitrase
2. Negosiasi
A. Pendahuluan
Negosiasi yang direncanakan adalah negosiasi atas permasalahan yang timbul dari
hubungan hukum antar pihak dan telah dipersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang
akan dikemukakan pada saat dilaksanakan negosiasi. Negosiasi yang tidak
direncanakan adalah negosiasi yang dilakukan tanpa didahului oleh adanya hubungan
hukum diantara para pihak sehingga pada umumnya, negosiasi jenis ini dilakukan
tanpa persiapan.
B. Definisi Negosiasi
Menurut Suyut Margono, negosiasi adalah “komunikasi dua arah yang dirancang
untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai
kepentingan yang sama maupun yang berbeda”. Gery Gotpaster menyatakan bahwa
negosiasi adalah “proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain,
suatu proses interaksi dan komunikasi yang dinamis dan beraneka ragam”.
Sementara itu, menurut Mark E.Roszkowski, negosiasi adalah “A procces by which to
parties, with differing demands reach an anggrement generally through compromise
and concenssion”. Menurut Diana Tribe, negosiasi diartikan sebagai “the interactif
social process in which people engage, when they aim to reach an agreement with
another party (or parties), on behalf of themselves or another”.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa negosiasi merupakan proses tawar-
menawar dari masing-masing pihak untuk mencapai kesepakatan. Jenis negosiasi
dapat dibagi menjadi dua sebagaimana yang dikemukakan oleh Budiyono Kusumo
Hamidjojo, yakni negosiasi yang bersifat positif dan negosiasi yang bersifat negatif.
Negosiasi mempunyai sifat positif jika para pelaku negosiasi hendak mencapai suatu
perjanjian yang bersifat kerja sama. Negosiasi mempunyai sifat negatif jika pra
pelaku negosiasi hendak mencapai perdamaian.
C. Teknik Negosiasi
Dikenal 5 teknik negosiasi sebagai berikut.
1. Teknik Negosiasi Kompetitif
- Diterapkan untuk negosiasi yang bersifat alot
- Adanya pihak yang mengajukan permintaan tinggi pada awal negosiasi.
- Adanya pihak yang menjaga tuntutan tetap tinggi sepanjang proses.
- Konsesi yang diberikan sangat langka atau terbatas.
- Perunding lawan dianggap sebagai musuh.
- Adanya pihak yang menggunakan cara-cara berlebihan untuk menekan pihak
lawan.
- Negosiator tidak memiliki data-data yang baik dan akurat
2. Teknik Negosiasi Kooperatif
- Menganggap negosiator pihak lawan sebagai mitra, bukan sebagai musuh.
- Para pihak saling menjajaki kepentingan, nilai-nilai bersama, dan mau bekerja
sama.
- Tujuan negosiator adalah penyelesaian sengketa yang adil berdasarkan
analisis yang objektif dan atas fakta hukum yang jelas.
3. Teknik Negosiasi Lunak
- Menempatkan pentingnya hubungan timbal-balik antar pihak.
- Tujuannya untuk mencapai kesepakatan.
- Memberi konsesi untuk menjaga hubungan timbal-balik.
- Mempercayai perunding.
- Mudah mengubah posisi.
- Mengalah untuk mencapai kesepakatan
- Beresiko saat perunding lunak menghadapi seorang perunding keras, karena
yang terjadi adalah pola “menang- kalah“ dan melahirkan kesepakatan yang
bersifat semu.
4. Teknik Negosiasi Keras
- Negosiator lawan dipandang sebagai musuh
- Tujuannya adalah kemenangan.
- Menuntuk konsesi sebagai prasyarat dari hubungan baik.
- Keras terhadap orang maupun masalah.
- Tidak percaya terhadap perundingan lawan.
- Menuntuk perolehan sepihak sebagai harga kesepakatan (win-lose).
- Memperkuat posisi dan menerapkan tekanan.
5. Teknik Negosasi Interest Based
- Sebagai jalan tengah atas pertentangan teknik keras dan lunak, karena teknik
keras berpotensi menemui kebuntuan (dead lock), sedangkan teknik lunak
berpotensi citra pecundang (loser) bagi pihak yang minor.
- Mempunyai empat komponen dasar, yaitu people, interest, option/solution
dan criteria (PIOC).
- Komponen people, dibagi menjadi tiga landasan:
1) pisahkan antara orang dan masalah;
2) konsentrasi serangan pada masalah bukan orangnya; dan
3) para pihak menempatkan diri sebagai mitra kerja;
- Komponen interest memfokuskan pada kepentingan mempertahankan
posisi;
- Komponen option, bermaksud:
1) memperbesar bagian sebelum dibagi dengan memperbanyak pilihan-
pilihan kesepakatan;
2) jangan terpaku pada satu jawaban;
3) menghindari pola pikir bahwa pemecah masalah mereka adalah urusan
mereka;
- Komponen kriteria mencakup:
1) kesepakatan kriteria, standar objektif, independensi;
2) bernilai pasar (market value);
3) preseden;
4) scientific judgement atau penilaian ilmiah;
5) standar profesi;
6) bersandar pada hukum;
7) kebiasaan dalam masyarakat;
Masing-masing teknik negosiasi sebagaimana yang diuraikan, dalam
penggunaannya sangat bergantung pada sifat dari individu yang melakukan negosiasi.
Seseorang yang bersifat keras tentu tidak akam menggunakan negosiasi lunak karena
tidak akan cocok dengannya. Demikian halnya dengan individu yang mempunyai
sifat sabar dan tidak pemarah, teknik negosiasi lunaklah yang akan di pergunakannya.
Tidak setiap orang memiliki bakat atau kemampuan sebagai seorang negosiator
yang baik. Untuk menjadi negosiator, seseorang harus memiliki hal-hal sebagai
berikut.
1. Kemampuan berkomunikasi yang baik.
2. Supel.
3. Keterampilan teknis yang baik.
4. Memiliki rasa simpati yang tinggi.
D. Persiapan Sebelum Negosiasi
Pada umumnya terdapat enam langkah untuk memecahkan masalah sebagai
berikut.
1. Rumuskan Masalah
Perhatikan dengan seksama masalah yang dihadapi, uraikan dengan cermat dan
realistis. Coba lihat masalah tersebut dari sudut pandang orang lain, untuk
memastikan bahwa pandangan kita tidak terlalu sempit.
2. Temukan Alternatif
Pikirkan sebanyak mungkin cara pemecahan dan pedekatan masalah. Langkah ini
adalah curah gagasan. Mungkin beberapa gagasan yang kita kemukakan tidak sah.
Pada tahap ini, jangan menilai gagasan kita dan biarkan gagasan tersebut muncul.
3. Nilailah Setiap Alternatif Pemecahan
Apabila kita telah memikirkan alternatif pemecahan di benak kita, bahkan lebih
baik jika sudah tertuang di atas kertas, amati setiap alternatif itu dan perkirakan
kemungkinan hasilnya. Susunlah prioritas atas alternatif pemecahan, dari yang
paling baik sampai yang paling buruk.
4. Pilihlah alternatif Pemecahan yang Paling Baik
Tidak seorang pun dapat memperkirakan keberhasilan atau kegagalan suatu
tindakan dengan tingkat ketepatan 100%. Yakinkan diri kita bahwa keputusan
untuk mengambil risiko dan tindakan telah didasarkan pada pengumpulan
informasi yang masuk akal dan sudah dianalisis.
5. Laksanakan Alternatif Pemecahan
Hindari pikiran berandai-andai atau seharusnya begini-begitu. Berilah kesempatan
pada strategi yang tealh kita pilih untuk di coba.
6. Nilai Hasinya
Evaluasi terhadap alternatif pemecahan yang telah diterapkan. Apakah alternatif
tersebut berhasil memecahkan masalah atau tidak?
Setelah mendapat inti permasalahan dan solusi pemecahan atas masalah
tersebut,dapat ditentukan penyelesaian terbaik. Hal penting yang harus
dipersiapkan sebelum dilakukan negosiasi adalah mempersiapkan bukti-bukti
yang mendukung argument-argumen saat akan dikemukakan pada negosiasi.
Suatu negosiasi dikatakan berhasil apabila para pihak dapat mencapai
kesepakatan, yaitu ketika salah satu pihak dapat menerima usulan pihak yang
lainnya atau para pihak menyetujui pemecahan masalah yang disepakati bersama.
E. Tercapainya kesepakatan dalam negosiasi
Para pihak yang telah mencapai kesepakatan dalam suatu negosiasi tentu tidak
menginginkan hasil negosiasi yang telah dicapai menjadi sia-sia, sehingga diperlukan
satu tahap lagi agar negosiasi tersebut dapat dilaksanakan oleh para pihak, yakni
ditanda tanganinya suatu kesepakatan.
Kesepakatan merupakan perikatan moral sehingga iktikad baik dari para pihak
sangat dibutuhkan bagi pelaksanaan dari hasil negosiasi tersebut. Iktikad baik
merupakan hal yang bersifat tidak terukur, artinya kesepakatan tersebut sangat
didasarkan pada kemauan para pihak untuk menjalankannya.
3. Mediasi
A. Pendahuluan
Penyelesaian sengketa dengan mediasi, pada saat ini dibatasi hanya untuk sengketa
di bidang keperdataan saja. Hal ini disebabkan oleh pandangan bahwa sengketa
tersebut tidak merugikan masyarakat secara umum. Di Indonesia, terdapat beberapa
sengketa yang dapat diselesaikan dengan mediasi, yakni sengketa di bidang
perbankan, konsumen, tenaga kerja, dan sengeketa di pengadilan. Adanya alternative
penyelesaian sengketa ini diharapkan dapat menekan jumlah perkara yang semakin
menumpuk di pengadilan dan dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Terjadinya sengketa diantara para pihak, memberikan pilihan kepada masing-
masing pihak untuk memilih cara yang akan digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut. Masing-masing pihak dapat memilih melalui pengadilan atau diluar
pengadilan. Pada umumnya, penyelesaian sengketa melalui pengadilan ditempuh
berdasarkan inisiatif dari salah satu pihak. Sedangkan penyelesaian sengketa diluar
pengadilan hanya dapat ditempuh oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para
pihak, dengan kata lain ada itikad baik dari masing-masing pihak.
Persyaratan utama yang harus dipenuhhi agar suatu masalah dapat diajukan ke
pengadilan adalah peristiwa hukumnya harus jelas.
B. Jenis-jenis mediasi
Saat ini, pada bidang tertentu, mediasi sudah mulai diterapkan untuk menyelesaikan
suatu sengketa sebagai berikut.
1. Mediasi di pengadilan
Mediasi di pengadilan sudah sejak lama dikenal. Para pihak yang mengajukan
perkaranya ke pengadilan, diwajibkan untuk menempuh prosedur mediasi terlebih
dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan pokok perkara.
2. Media di luar pengadilan
a. Mediasi perbankan
Agar nasabah dapat terlindungi hak-haknya, dibentuklah mediasi perbankan
yang berfungsi sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Pada penyelesaian
sengketa tersebut, para pihak, yakni bank dan nasabah ditengahi oleh pihak
yang netral, yakni bank Indonesia. Hal ini bertujuan agar nasabah dapat
terlindungi hak-haknya sebagai nasabah.
b. Mediasi hubungan industrial
Sering kali pihak pekerja ketika berhadapan dengan pengusaha berada dalam
posisi yang lemah yang disebabkan oleh berbagai macam factor. Oleh karena
itu, diperlukan suatu cara yang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak,
dengan harapan dapat diambil suatu keputusan yang dapat diterima oleh
masing-masing pihak sehingga dibentuklah mediasi untuk perselisihan
hubungan industrial.
3. Mediasi Asuransi
Agar sengketa dalam bidang asuransi dapat diselesaikan dengan baik dan dapat
mengakomodasi kepentingan dari masing-masing pihak dibentuklah lembaga
mediasi asuransi dengan harapan masing-masing pihak dapat menerima keputusan
yang dianggap adil.
C. Mediasi di Pengadilan
Proses mediasi di pengadilan berdasarkan pasal 7 ayat (1) peraturan mahkamah
agung nomor 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan Mahkamah
Agung Republik Indonesia (Peraturah Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008),
merupakan proses yang wajib dijalankan oleh para pihak yang berperkara. Pasal ini
menentukan bahwa “pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua
belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.”
Pada pasal 130 ayat (1) HIR menetukan bahwa “jika pada hari yang ditentukan itu
kedua belah pihak dating, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua
mencoba akan memperdamaikan mereka.” Hal mengenai mediasi sebelumnya telah
diatur dalam surat Edara Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai. Pada surat
edaran tersebut, hakim tidak diberikan kewenangan yang bersifat memaksa kepada
para pihak untuk melakukan penyelesaian melalui perdamaian. Sehingga surat edaran
ini dianggap hampir sama dengan pasal 130 HIR, yang hanya menyarankan para
pihak untuk berdamai.
Sebelum mediasi dilaksanakan, para pihak terlebih dahulu harus memilih mediator
yang akan menangani perkara tersebut. Memilih mediator merupakan hak pra pihak.
Selaian berhak memilih mediator, para pihak juga dapat menetukan menggunakan
hanya satu mediator atau lebih dari satu mediator, hal ini ditentukan pada pasal 8
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
Tidak setiap orang dapat menjadi mediator dipengadilan. Persyaratan yang harus
dipenuhi agar seseorang dapat bertindak sebagai mediator diatur pada pasal 5 ayat (!)
dan ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
Setelah mediator yang akan menangani perkara telah dipilih, para pihak yang
bersengketa akan menempuh proses mediasi. Tahap-tahap dari proses mediasi yang
akan dijalankan oleh para pihak adalah sebagaimana yang ditentukan pada pasal 13
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
Apabila para pihak telah gagal untuk bersepakat dalam mediasi, para pihak
menjalankan proses berperkara di pengadilan. Dengan dijalankannya proses
berperkara di pengadilan, bagi para pihak telag tertutup upaya untuk dapat berdamai.
D. Perdamaian dalam proses banding, kasasi, dan peninjauan kembali
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 2008 ini, para pihak masih
tetap dapat untuk berdamai meskipun proses mediasi telah gagal. Diperkenankannya
para pihak untuk berdamai disetiap tingkatan pengadilan, diatur pada pasal 21
Peratura Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
Jangka waktu atas proses perdamaian diatur pada pasal 22 Peratura Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2008.
Para pihak yang bersengketa dan menyelesaikan sengketa tersebut diluar
pengadilan dengan bantuan dari mediator yang telah bersertifikat, dapat meminta
penetapan kepada pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian
sebagaimana yang diatur pada pasal 23 Peratura Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008.
Dengan ditetapkannya akta perdamaian, secara tidak langsung menghukum para
pihak untuk mentaati apa yang telah disepakati dan akta tersebut memiliki kekuatan
eksekutorial sehingga dapat dipaksakan pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai