Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK

HUKUM PERBANKAN (KONVENSIONAL DAN SYARIAH)


Dosen Pengampu : Dr. Zulkifli Rusby, M. Esy, M. M

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II

1. Fauzar Zain
NPM : 211021074

2. Muchlisin
NPM : 211021058

3. Berry Agusta Juncea


NPM : 211021026

4. Jagar Mardomu SPP


NPM : 211021047

5. Taufik Saputra
NPM : 211021006

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN 2022
ANALISA PEMBIAYAAN

A. Gambaran Umum
Pembiayaan merupakan istilah yang sering diperbincangkan masyarakat
dewasa ini. Istilah ini bahkan menjadi bahan perdebatan di beberapa majelis
tingkat internasional mengingat perannya yang besar dalam bidang ekonomi
sehingga berdampak terhadap tingkat kesejahteraan negara dan wilayah yang
lebih luas lagi. Istilah lain yang juga sering dipergunakan untuk menyatakan
Pembiayaan adalah Financing yang berarti pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik itu dilakukan sendiri maupun
dijalankan dengan orang lain.1
Lebih lanjut dikatakan bahwa Pembiayaan atau Financing adalah pendanaan
yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata
lain Pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan.2 Istilah Pembiayaan pada intinya berarti I Believe, I
Trust, “saya percaya” atau “saya menaruh kepercayaan”. Perkataan Pembiayaan
yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul
maal (pemilik modal) menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk
melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan
benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat - syarat yang jelas, dan
saling menguntungkan kedua belah pihak.3
Dalam pengertian yang lebih spesifik istilah Pembiayaan digunakan untuk
mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank
syariah kepada nasabah. Dikatakan bank syariah karena pada pelaksanaannya
istilah Pembiayaan lebih awam digunakan dalam lingkup Perbankan Syariah
sementara pada perbankan konvensional digunakan istilah Kredit.
Pembiayaan dan Kredit memiliki beberapa persamaan dan perbedaan
diantaranya : sama – sama merupakan produk dari lembaga keuangan, sama –

1
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2005, hal. 304
2
M. Nur Rianto Al - Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung, Alfabeta, 2012, hal. 42
3
Veithzal Rivai, Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management Teori, Konsep, dan
Aplikasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 23
sama merupakan instrumen bisnis (dalam pengertian diharapkan mendatangkan
hasil lebih pada akhirnya), sama – sama memerlukan kesepakatan (berbentuk
perjanjian). Perbedaan diantara keduanya adalah pada Kredit melibatkan
pemberian dan penerimaan dana sementara pada Pembiayaan meliputi pengadaan
barang dan/atau jasa. Kredit hanya melibatkan 2 (dua) pihak yaitu Kreditur
(pemberi Kredit) dan Debitur (penerima Kredit) sementara pada Pembiayaan
melibatkan juga pihak III yaitu penyedia barang dan/atau jasa. Kredit secara
umum diberikan oleh lembaga keuangan konvensional sementara Pembiayaan
dijalankan oleh lembaga keuangan syariah. Arti penting Kredit bagi perbankan
konvensional adalah penerimaan keuntungan berupa bunga sementara perbankan
syariah menerima keutungan berupa bagi hasil.
Berdasarkan definisi Pembiayaan, persamaan serta perbedaannya dengan
Kredit, maka dapat diketahui bagaimana pentingnya Pembiayaan bagi sektor
perbankan. Dapat dikatakan bahwa Pembiayaan merupakan sumber utama
penerimaan sektor perbankan. Dengan adanya aktifitas Pembiayaan, perbankan
dapat menerima tambahan dana dari masyarakat yang akan dipergunakan untuk
membiayai seluruh operasional perbankan seperti gaji pegawai, sewa gedung,
belanja rutin, hingga pembagian keutungan kepada pemilik modal. Pembiayaan
mendorong terjadinya perputaran barang dan/atau jasa. Pembiayaan mengurangi
pengangguran karena membuka lapangan pekerjaan baru.
Dalam pelaksanaannya tidak semua Pembiayaan mendatangkan tambahan
dana (keuntungan). Ada juga Pembiayaan yang justru membuat perbankan
menderita kerugian karena tidak lancar atau bahkan gagal bayar (Pembiayaan
Bermasalah). Sebagai upaya antisipasi terhadap hal ini maka dilakukan upaya
Analisa Pembiayaan.
Analisa Pembiayaan adalah kegiatan untuk mengukur aspek – aspek penting
yang harus diketahui oleh bank dari nasabah (pihak yang menggunakan jasa bank)
sebelum bank melakukan Pembiayaan dengannya.

B. Prinsip Umum
Pembiayaan memiliki unsur – unsur yang mengidentifikasi kekhususannya
yaitu : pihak yang memberikan Pembiayaan (Bank Syariah); Mitra Usaha
(Pengguna Pembiayaan); Kepercayaan (bahwa Pembiayaan diberikan atas dasar
trust akan pengembalian beserta tambahan berupa bagi hasil; Akad
(Perjanjian/kontrak); Risiko (terhadap pengembalian dana yang telah
dipergunakan); Jangka Waktu (masa dilakukannya pembayaran hingga lunas
terhadap nominal Pembiayaan yang disertai sejumlah keuntungan berupa bagi
hasil); balas jasa (penerimaan Bagi Hasil).
Analisa dilakukan sebelum dilakukannya proses persetujuan pemberian
Pembiayaan. Proses analisa dilakukan terhadap setiap permohonan Pembiayaan
yang diajukan kepada bank. Tujuan utama dilakukannya Analisa Pembiayaan
adalah untuk menilai seberapa besar kemampuan nasabah yang mengajukan
permohonan Pembiayaan dalam mengembalikan sejumlah nominal Pembiayaan
yang dimohonnya disertai bagi hasil.
Analisa Pembiayaan melibatkan asas – asas sekaligus pedoman umum
dalam dunia perbankan yang dikenal dengan istilah Prinsip 5 C; Prinsip 7 P;
Prinsip 3 R.
Prinsip 5 C terdiri dari : 1. Character, 2. Capacity, 3. Capital, 4. Collateral,
5. Condition of Economy.
Prinsip 7 P terdiri dari : 1. Personality, 2. Party, 3. Purpose, 4. Prospect, 5.
Payment, 6. Profitability, 7. Protection.
Prinsip 3 R adalah : 1. Return, 2. Repayment, 3. Risk Bearing Ability.

C. Prinsip 5 C
Prinsip 5 C ini merupakan prinsip yang telah lama dikenal dunia
perbankan.Dengan 5 prinsip ini bank melakukan analisa terhadap setiap
permohonan Pembiayaan yang masuk.
1. Character
Prinsip ini berbicara tentang watak dari Pemohon Pembiayaan. Bank
akan melakukan serangkaian proses untuk mengetahui watak Pemohon
terutama terhadap tanggung jawabnya terhadap komitmen. Apakah
Pemohon dikenal sebagai orang yang mampu menjaga komitmennya
sehingga dapat diasumsikan nantinya akan mampu menjaga akadnya
dengan pihak bank. Bank dapat menggali watak Pemohon melalui BI
Checking – yaitu track record Pemohon terhadap berbagai fasilitas yang
pernah dan sedang dimanfaatkannya di berbagai bank di wilayah
Indonesia dan dapat juga bank melakukan peninjauan langsung ke
komunitas yang mengenal Pemohon.
2. Capacity
Prinsip ini digunakan untuk mengetahui kemampuan Pemohon untuk
melakukan pembayaran kembali atas Pembiayaan yang akan diberikan.
Melalui prinsip ini akan diketahui kondisi keuangan Pemohon sehingga
bank memiliki gambaran seperti apa nantinya Pembiayaan akan
berjalan. Prinsip ini bisa dilakukan melalui analisa laporan keuangan
Pemohon, track record tabungan, deposito maupun giro Pemohon di
berbagai bank di wilayah Indonesia.
3. Capital
Prinsip ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar modal pribadi
yang juga diikutsertakan Pemohon terhadap Pembiayaan yang
dimohonkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar modal
yang diberikan oleh Pemohon terhadap suatu Pembiayaan yang
dimohonkan tambahannya kepada bank maka semakin yakin pihak bank
terhadap kelancaran pengembaliannya.
4. Collateral
Setiap Pembiayaan yang diberikan sudah semestinya memiliki agunan
sebagai back up bilamana terjadi Pembiayaan Bermasalah. Agunan ini
dinilai oleh pihak bank dan dibandingkan dengan nilai Pembiayaan yang
dimohon. Prinsip ini menetapkan tolak ukur bahwa semakin jauh lebih
tinggi nilai agunan dibanding dengan nilai Pembiayaan maka akan
semakin yakin pihak bank untuk memberikan Pembiayaannya.
5. Condition of Economy
Prinsip ini mengharuskan pihak bank untuk berhati – hati dalam
memberikan Pembiayaan pada sektor ekonomi yang tengah tidak sehat.
Bilamana kondisi sektor usaha yang akan dibiayai tidak dalam sehat dan
baik maka bank harus mempertimbangkan untuk tidak memberikan
Pembiayaan.
D. Analisa Pembiayaan Dengan Prinsip 7 P
Prinsip ini melengkapi Prinsip 5 C yang sebelumnya karena lebih detil
dalam perumusannya, yaitu :
1. Personality
Prinsip ini melakukan penilaian nasabah dari segi kepribadiannya atau
tingkah laku sehari - hari maupun masa lalunya. Personality juga
mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam
menghadapi suatu masalah.
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan - golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya
3. Purpose
Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam permohonan Pembiayaan
termasuk jenis Pembiayaan yang diinginkan nasabah. Tujuan
Pembiayaan dapat bermacam-macam apakah tujuan untuk konsumtif,
produktif atau untuk tujuan perdagangan
4. Prospect
Untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang apakah
menguntungkan atau tidak
5. Payment
Prinsip ini mengukur bagaimana cara nasabah mengembalikan
Pembiayaan atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian
Pembiayaan yang diperolehnya
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama
atau akan semakin meningkat dengan tambahan Pembiayaan yang akan
diperolehnya dari bank atau bukan bank
7. Protection
Prinsip ini berbicara bagaimana menjaga Pembiayaan yang dikeluarkan
oleh bank atau bukan bank namun melalui suatu perlindungan.
Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.4

E. Analisa Pembiayaan Dengan Prinsip 3 R


1. Return
Prinsip ini menilai seberapa besar keberhasilan Pembiayaan yang
diberikan bank
2. Repayment
Dalam prinsip ini bank menilai seberapa mampu Pembiayaan yang
diberikan dapat kembali kepada bank
3. Risk Bearing Ability
Yaitu kemampuan nasabah dalam menanggung risiko ketidakmampuan
mengembalikan Pembiayaan yang diberikan.

F. Pemanfaatan Pembiayaan
- Prinsip Umum
Era perbankan syariah di Indonesia dimulai sejak tahun 1992 dengan
dibentuknya Bank Muamalat. Hingga saat ini telah bermunculan berbagai
usaha syariah yang dibentuk bukan hanya dalam bentuk bank seperti
Pegadaian Syariah, Asuransi Syariah, Koperasi Syariah. Salah satu
karakteristik usaha syariah ini adalah adanya prinsip bagi hasil yang
menguntungan bagi nasabah dengan mengedepankan prinsip kebersamaan
dan persaudaraan.5
Dalam Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

4
Lukman Hakim Siregar dan Mekar Meilisa Amalia, Implementasi dan Prinsip Kehati – hatian
Pembiayaan Mikro, Jurnal Warta Edisi 59, 2019
5
Herawati Khotmi, Muhammad Wahyullah, Fachrozi, Determinan Pembiayaan Yang Diberikan,
Jurnal Ilmiah Rinjani, Media Informasi Ilmiah Universitas Gunung Rinjani vol.9, 2021
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus dilandasi sistem bagi hasil dan
perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran uang dengan
barang. Akibatnya, pada kegiatan mu’amalah berlaku prinsip ada
barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi
barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa dan dapat menghindari
adanya penyalahgunaan dana, spekulasi, dan inflasi.6
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
menegaskan bahwa kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara
lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur :
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain
dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam -
meminjam yang mempersyaratkan nasabah mengembalikan dana yang
diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung - untungan;
c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau
e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.
- Jenis – Jenis
Produk – produk pembiayaan di perbankan syariah adalah :
1) Pembiayaan Modal Kerja Syariah.
Pembiayaan yang diberikan untuk membiayai kebutuhan modal kerja
usaha berdasarkan prinsip - prinsip syariah dalam satu siklus usaha.
2) Pembiayaan Investasi Syariah

6
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, hal. 2
Adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh manfaat atau
keuntungan dikemudian hari atau dapat disebut pembiayaan jangka
menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang - barang modal
yang diperlukan dalam usaha
3) Pembiayaan Konsumtif Syariah
Yaitu Pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan pada
umumnya bersifat perorangan.
4) Pembiayaan Sindikasi
Yaitu pembiayaan yang diberikan lebih dari satu lembaga keuangan
untuk satu objek pembiayaan tertentu. Pembiayaan ini biasanya
diperlukan kepada nasabah korporasi karena nilai transaksinya yang
sangat besar.
5) Pembiayaan Take Over
Yaitu pembiayaan yang timbul akibat take over terhadap transaksi non
syariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas
permintaan nasabah.
6) Pembiayaan Letter of Credit
Yaitu pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi
import dan eksport nasabah.

G. Penanganan Pembiayaan Bermasalah


- Kategori Penyelesaian
Non Performing Financings (NPFs) atau Pembiayaan Bermasalah
merupakan efek samping yang selalu membayangi kinerja lembaga
keuangan syariah. Begitu banyak faktor yang menyebabkan suatu
Pembiayaan menjadi Pembiayaan Bermasalah.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, kualitas pembiayaan dinilai
berdasarkan aspek - aspek prospek usaha, kinerja (performance) nasabah,
dan kemampuan membayar atau kemampuan menyerahkan barang pesanan.
(Pasal 9 PBI No. 8/21/PBI/2006 dan PBI No. 10/24/PBI/2008). Atas dasar
penilaian aspek-aspek tersebut, kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5
(lima) golongan yaitu Lancar (current), Dalam Perhatian Khusus (under
special mention), Kurang Lancar (substandard), Diragukan (doubtful), dan
Macet (loss).
Suatu Pembiayaan dikatakan bersifat Lancar apabila pembayaran angsuran
dilakukan tepat waktu, tidak ada tunggakan sama sekali, sesuai dengan
persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan
akurat, serta dokumentasi perjanjian Pembiayaan lengkap dan pengikatan
agunan kuat.
Pembiayaan kategori Dalam Perhatian Khusus apabila terdapat tunggakan
pembayaran angsuran pokok dan atau margin sampai dengan 90 (sembilan
puluh) hari, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan
akurat, dokumentasi perjanjian Pembiayaan lengkap dan pengikatan agunan
kuat, serta pelanggaran terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak
prinsipil.
Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan
atau margin yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan
180 (seratus delapan puluh) hari, penyampaian laporan keuangan tidak
teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian kurang lengkap dan
pengikatan agunan kuat, terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok
perjanjian Pembiayaan, dan berupaya melakukan perpanjangan Pembiayaan
untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
Diragukan apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau
margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan
270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi
keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian Pembiayaan
tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang
prinsipil terhadap persyaratan pokok perjanjian.
Macet apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau
margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, dan
dokumentasi perjanjian dan atau pengikatan agunan tidak ada.
Pembiayaan dengan kategori Kurang Lancar (kategori 3), Diragukan
(kategori 4), Macet (kategori 5) dikatakan sebagai Non Performing
Financings (NPFs).
Nasabah yang menghadapi permasalahan pembiayaan namun masih
memiliki prospek usaha yang baik (mengalami kesulitan pembayaran pokok
dan/atau kewajiban – kewajibannya namun usaha tetap berjalan) dapat
diberikan penyelesaian berupa Restrukturisasi Pembiayaan – Penataan
Ulang - yang meliputi :
1. Penjadwalan ulang terhadap kewajiban – kewajiban kepada bank
(reschedulling);
2. Penataan ulang persyaratan Pembiayaan, baik seluruhnya maupun
sebagian (reconditioning)
Kegiatan Restrukturisasi ini dapat berwujud penurunan imbalan atau bagi
hasil, pengurangan tunggakan imbalan atau bagi hasil, pengurangan
tunggakan pokok pembiayaan, perpanjangan jangka waktu pembiayaan,
penambahan fasilitas pembiayaan, pengambilalihan aset nasabah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, konversi pembiayaan menjadi penyertaan
pada perusahaan nasabah.
Untuk akad Pembiayaan Murabahah bisa dilakukan penyelesaian dengan
memberi potongan dari total kewajiban pembayaran, penjadwalan kembali,
dan konversi akad murabahah yang dilaksanakan sesuai dengan fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berlaku. Konversi akad murabahah
bagi nasabah yang tidak dapat menyelesaikan/ melunasi pembiayaan
murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi masih
prospektif dilakukan dengan ketentuan penghentian akad murabahah dengan
cara:
1) Obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada bank dengan harga pasar;
2) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada bank dari hasil penjualan
3) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu dapat
dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal dari
mudharabah dan musyarakah;
4) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang
tetap menjadi hutang nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara
bank dan nasabah.
Apabila nasabah tidak lagi kooperatif dan usaha juga tidak lagi berjalan
(Macet – Kategori 5) maka dapat ditempuh upaya penyelesaian lain berupa :
a. Penyelesaian oleh bank sendiri
b. Penyelesaian melalui debt collector
c. Penyelesaian melalui Kantor Lelang
d. Penyelesaian melalui badan peradilan (al - qadha)
e. Penyelesaian melalui badan arbitrase (Tahkim)
f. Penyelesaian melalui Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara
(DJPLN)
g. Penyelesaian Melalui Kejaksaan Bagi Bank-bank BUMN
h. Kebijakan Hapus Buku dan Hapus Tagih

- Faktor Internal dan Eksternal


Pembiayaan Bermasalah dapat terjadi karena beberapa faktor. Secara umum
faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan faktor utama yang
paling dominan adalah faktor manajerial. Misalnya kelemahan dalam
kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan
pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang
berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup.
2. Faktor Eksternal
Faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti
bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan
perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain7
Pembagian faktor penyebab terjadinya Pembiayaan Bermasalah ini
berkaitan dengan metode yang dapat diambil oleh bank untuk melakukan
penyelesaian.

7
Sitti Saleha Madjid, Penanganan Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Syariah, Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah vol.2, Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai