Anda di halaman 1dari 15

Penyelesaian Sengketa Jasa

Keuangan, Haruskah Hanya di OJK


dan Tidak Boleh Ditempat Lain ?

Gunarto
Wakil Ketua BPSK Kota Semarang, Mantan Anggota BPKN-RI
Dewan Pengawas LP2K Jawa Tengah
Persepsi yang berkembang selama ini :

• Jika ada konsumen yang mengalami kerugian


pelayanan jasa kuangan bidang perbankan, jasa
keuangan lainya dll, sd 500 juta atau asuransi umum
sebesar 750 juta harus diselesaikan di OJK dan tidak
boleh di BPSK !

• Betulkah demikian ? Marilah kita ikuti ketentuan2


berikut ini
Jika diselesaikan di BPSK?
• Jika para pihak sepakat menyelesaikan sengketa di
BPSK, dan memilih pilihan cara penyelesaian
sengketa berupa mediasi, resiko apa yang akan
terjadi ?
• Apakah putusan BPSK akan ada yang membatalkan ?
• Bisakah keputusan BPSK tersebut diajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri ?
Jika diselesaikan di BPSK?
• Apakah keputusan BPSK dengan cara mediasi bisa
diajukan banding ke pengadilan negeri?

• Jika menggunakan alternatif konsilitasi atau mediasi


maka pada dasarnya BPSK hanyalah menguatkan hasil
kesepakatan para pihak saja dengan akta perdamaian.
Tatacara Pengajuan Keberatan Terhaap Putusan BPSK telah diatur dalam Per-MA No.
1 Tahun 2006
http://www.neraca.co.id/article/105415/konsu
men-sektor-jasa-keuangan-bebas-memilih-
lembaga-penyelesaian-sengketa
Konsumen Sektor Jasa Keuangan Bebas Memilih Lembaga Penyelesaian
Sengketa
Oleh: Mohar Syarif Selasa, 28/08/2018
NERACA

Bandung – Badan Penyelesaaian Sengketa Konsumen (BPSK) se Jawa Barat, gelar Forum Discussion Group (FGD) dengan tema
"Polemik Tugas BPSK Dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Sektor Jasa Keuangan Menurut Asas Lex Specialis derogat Legi
Generale Vs. Asas Umbrella Act Menurut Perspektif Demokrasi Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan).
FGD ini berlangsung selama tiga hari, yang dimulai pada Kamis hingga Sabtu (23/25/8). Hadir sebagai narasumber, Hakim Agung
Soltoni Mohdally, SH, MH (Ketua Kamar Perdata MA.) Kepala Pusat Penelitian Badan Keahlian dan Perancangan UU DPR RI, Dr
Inosentius Samsul, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Unpad, Prof. Dr. Tarsisius Murwadji, S.H.,M.H., Dosen Fakultas Hukum Unpar,
Prof. Dr. Yohannes Gunawan, S.H.,LL.M., dan perwakilan Kementerian Perdagangan RI, Wisnu HAryo Samudro, SE.
Ketua Forum BPSK Jawa Barat, Dr. Firman Turmantara Endipradja, S.H., S.Sos., M.Hum, dalam siaran persnya menyatakan
kesimpulan dari FGD ini, konsumen sektor Jasa Keuangan diantaranya konsumen lembaga pembiayaan(leasing), perbankan, dan
asuransi, bebas untuk memilih tempat atau lembaga penyelesaian sengketa baik di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(LAPS) yang dibentuk oleh OJK atau di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang terbentuk berdasarkan UU 8/1999
tentang Perlindungan Konsumen.
“Sebelumnya, paling tidak pada 5 bulan terakhir di tahun 2017 beredar isu atau berita yang cukup mengganggu pikiran dan kinerja
BPSK, yaitu bahwa BPSK tidak lagi bisa menangani sengketa konsumen sektor jasa keuangan, karena sudah ada Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang dibentuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ungkap dia.
Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang didalamnya mengatur tentang BPSK, bukan sebagai undang-undang payung,
seperti yang diuraikan dalam penjelasan, tapi sebagai undang-undang umum ( Lex Generalis ) sehingga BPSK yang diamanatkan
UUPK tidak lagi bisa menangani sengketa konsumen jasa keuangan karena dikesampingkan oleh LAPS bentukan UU OJK.
“Isu ini menjadi kekuawatiran tersendiri bagi BPSK. Jangan-jangan, hal ini menjadi preseden dimana UU lain juga akan
mengesampingkan UUPK yang mengatur BPSK,” papar dia.
Dari sekian banyak masalah yang dihadapi BPSK, isu itersebut paling serius dan cukup mengganggu serta menjadikan keraguan BPSK
dalam menangani pengaduan sengketa konsumen jasa keuangan. Isu tersebut, kata dia, juga telah menimbulkan perbedaan
pendapat diantara anggota BPSK dan menimbulkan konflik internal.
“Karena ada anggota BPSK berpendapat tetap bisa menangani sengketa konsumen jasa keuangan
dan ada yang berpendapat sebaliknya. Hal ini menjadi kontraproduktif bagi BPSK itu sendiri.
Ironisnya nyaris tidak ada pihak yang peduli terhadap kondisi BPSK, dan seolah mendiamkan BPSK
dalam kebingungan,” ungkapnya.
Agar tidak ada kebingungan, jelas dia, Perhimpunan BPSK Jawa Barat mengambil inisiatif untuk
mencari tahu lebih lanjut akan masalah tersebut, dengan mengundang para pakar hukum
perlindungan konsumen, baik akademisi maupun para pegiat perlindungan konsumen bertaraf
nasional, duduk bersama urun rembuk membicarakan tentang kewenangan menangani sengketa
konsumen jasa keuangan ini.
Diterangkan, BPSK sangat kental dengan nuansa Demokrasi Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan). Dengan
kata lain BPSK adalah representasi ekonomi kerakyatan, betapa tidak, penyelesaian sengketa di BPSK
cepat, sederhana, biaya ringan (gratis), diutamakan musyawarah mufakat ( win-win solution) yang
mengadung nilai-nilai Pancasila.
Keberadaannya di Kabupaten/Kota, sangat dekat dengan konsumen pencari keadilan. Sudah ratusan
bahkan ribuan pengaduan konsumen yang ditangani, termasuk pengaduan sektor jasa
keuangan.“Tentunya prestasi ini tidak bisa begitu saja diabaikan, terutama dalam mengurangi
masuknya perkara ke badan peradilan,” lugasnya.
Ke depan, tambah dia, perlindungan konsumen akan lebih berat lagi terutama dalam menghadapi
era disrupsi digital. Ron1
Komunikasi :
HP/WA : 08122877120
Email : g_gunarto@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai