Kelompok 3 :
FAKULTAS HUKUM
BANJARBARU
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa pula sholawat serta salam kami curahkan kepada
junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW, semoga kita termasuk orang-orang yang
nantinya mendapatkan syafaat dari beliau di hati kiamat. Kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Fathan Ansori S.H., M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Perlindungan Konsumen karena telah memberikan tugas kelompok ini dan dengan
kesanggupan kami pun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Penyelesaian
Sengketa Konsumen dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Perlindungan
Konsumen” dengan tepat waktu.
Dengan adanya tugas pembuatan makalah ini, secara tidak langsung mengajarkan
kami untuk berusaha mencari sumber informasi yang jelas dan benar mengenai materi terkait.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak
sekali kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca makalah ini, sehingga nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, baik itu pada segi penulisan,
materi pembahasan,ataupun yang lainnya, saya sebagai penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kami ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Proses Penyelesaian Sengketa.........................................................................................4
a. Tahap Pertama Pengajuan Gugatan.............................................................................5
b. Tahap Kedua Pemilihan Metode Penyelesaian Sengketa Konsumen.........................6
c. Tahap Ketiga Putusan Sengketa Konsumen dan Pelaku Usaha..................................6
d. Putusan BPSK.............................................................................................................9
B. Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen.....................9
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan informatika juga turut
mendukung perluasan ruang gerak tran-saksi barang dan/atau jasa hingga melintasi
batas-batas wilayah suatu Negara. Kondisi demikian pada satu pihak sangat ber-
manfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan barang dan/ataujasa
yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
menjatuhkan pilihan terhadapberbagai jenis barang dan/atau jasa yang diinginkan.1
Disisi lain tidak menutup kemungkinan kondisi dan fenomena tersebut dapat
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang.
Konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha melalui produk
yang dihasilkan tidak memenuhi syarat kesehatan dan keamanan konsumen. 2
Keduduk-an konsumen pada umumnya masih lemah dalam bidang ekonomi,
pendidikan, dan daya tawar, karena itu sangatlah dibutuh-kan adanya undang-undang
yang melin-dungi kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan. Prinsip
perlindungan konsumen inilah yang menjadi ruh atau jiwa dari diundangkannya UU
Perlindungan Konsumen (UUPK).
Undang-Undang Perlindungan konsumen ini memang sengaja dibentuk
dengan beberapa pertimbangan, antara lain karena ketentuan hukum yang melindungi
kepentingan konsumen di Indonesia belum me-madai. Selain itu, dalam era
globalisasi, pembangunan perekonomian nasional harus dapat mendukung tumbuhnya
dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.3
Lahirnya UUPK yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 20April 1999,
dan berlaku secara efektif tanggal 20 April 2000 mengatur antaralain keberadaan
lembaga penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilanyang disebut dengan
1
Tegar Harbriyana Putra, 2015, Tesis. Kajian Model Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam UU Nomor 8
Tahun 1999 (Analisis Putusan BPSK dan Putusan Banding PN Sragen). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Hal 1-2
2
Tami Rusli. 2012. Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen dan Pelaku Usaha Menurut Peraturan
Perundangan. Jurnal Keadilan Progresif. Vol 3 No 1. Hal 87-88
3
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. Hal 98
1
2
4
Tegar Harbriyana Putra. Op.Cit. Hal 6
3
hukum. Sedangkan Indonesia tradisi atau sistem hukumnya adalah Civil Law atau
Eropa Kontinental yang cara berhukumnya bersumber dari hukum tertulis
(peraturanperundang-undangan}.
BPSK nampaknya didesain dengan memadukan kedua sistem hukum tersebut,
dimana model SCT diadaptasikan dengan model pengadilan dan model ADR
(Alternative Dispute Resolution) khas Indonesia. Hal ini Nampak misalnya dari
konsep BPSK yang berdasarkan UUPK merupakan salah satu lembaga penyelesaian
sengketa di luar pengadilan, namun dalam proses penyelesaian perkara diatur dengan
hukum acara yang amat prosedural layaknya hukum acara perdata di Pengadilan
Negeri.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen?
2. Bagaimana Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Perlindungan
Konsumen?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen.
2. Untuk Mengetahui Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
5
Aries Kurniawan, Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen,
Kompas 6 Agustus 2008, hlm.3.
4
5
d. Putusan BPSK
Penyelesaian sengketa konsumen bisa melalui berbagai metode, antara
lain arbitrase, konsiliasi, dan mediasi. Hasil penyelesaian perkara tersebut
dicantumkan dalam perjanjian tertulis. Agar kuat secara hukum, perjanjian
dilampirkan keputusan majelis yang dibubuhi tanda tangan ketua dan anggota
majelis. Adapun bentuk putusan majelis BPSK berupa perdamaian, gugatan
dikabulkan, serta gugatan ditolak. Apa pun putusan BPSK, semua itu bersifat
final dan memiliki kekuatan hukum. Eksekusi putusan BPSK bisa diajukan
kepada Pengadilan Negeri tempat konsumen yang merasa dirugikan.
Peraturan dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, putusan BPSK tidak mungkin bisa diajukan banding. Hal senada
juga diungkapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 350/MPP/Kep/12. Dalam Pasal 56 Ayat (2) UndangUndang
Perlindungan Konsumen. Di situ tertulis, bahwa ada peluang untuk
mengajukan banding ke Pengadilan Negeri setempat. Pihak yang bersengketa
diberikan waktu tenggang 14 hari pasca pembacaaan putusan BPSK.
Sayangnya, permasalahan kerap timbul akibat BPSK tidak menegaskan
adanya keberatan secara terbatas.
A. Kesimpulan
Alur penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha baik publik
maupun privat diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK), yang mengatur tentang perlindungan terhadap
konsumen menegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen.
Untuk bidang hukum administrasi yang mengatur penerapan kekuasaan
pemerintahan dan kewenangan memberikan sanksi terdapat dalam : Bab VIII Bagian
Pertama pasal 60, tentang Sanksi Administrasi, ayat (1) : Badan Penyelesaian
sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku
usaha yang melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), pasal 20, pasal 25 dan pasal 26.
Apabila pasal 61 menggariskan tentang dimungkinkannya penuntutan
terhadap pengurus pelaku usaha, pasal 62 mengatur tentang sanksi (hukuman) pidana
pokok, sementara pasal 63 menentukan hukuman tambahannya, pasal 62 mengatur :
ayat (1) : Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 (2) pasal 15, pasal 17 (1) huruf (a), huruf (b), huruf (c),
ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 (1) huruf (d) dan huruf
(f) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
Dalam konteks ini, hukuman tambahan (pasal 63) mengikuiti sanksi pidana
pokok yang terdapat dalam pasal 62. hal ini berarti bahwa, apabila hakum hendak
memberikan (sanksi) tambahan berupa penjabutan ijin usaha (sebagai jenis sanksi
administratif), dari pelaku usaha atas suatu pelanggaran yang diperbuatnya, maka
putusan itu menjadi satu dengan putusan penjatuhan hukuman (sanksi) pidana pokok.
12
DAFTAR PUSTAKA
iii