Anda di halaman 1dari 6

SAMUEL REYNALDI

215010100111157
UTS HUKUM LAUT INTERNASIONAL
KELAS N (14)

1. Tidak, pulau-pulau buatan di Palm Jumeirah tidak dapat digunakan untuk menentukan
garis pangkal. Garis pangkal biasanya ditentukan oleh garis pantai alami atau batas
wilayah laut yang ditetapkan oleh hukum internasional, bukan oleh bangunan buatan
manusia seperti pulau-pulau buatan.
Garis pangkal, juga dikenal sebagai "baseline" dalam hukum laut internasional, adalah
garis yang digunakan untuk menentukan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif,
dan zona luar laut suatu negara. Garis pangkal biasanya mengikuti garis pantai alami
negara tersebut, dan diukur dari garis air rendah secara konvensional.
Meskipun pulau-pulau buatan di Palm Jumeirah menambahkan nilai estetika dan wisata
ke daerah tersebut, mereka tidak dapat digunakan untuk menentukan garis pangkal
karena mereka tidak berasal dari geologi alami wilayah tersebut.
Ketentuan mengenai pembangunan dan status dari pulau buatan dalam penetapan
batas laut teritorial dan ZEE dari suatu Negara dapat dilihat pada Article 60 UNCLOS. Di
mana dalam Article tersebut dijelaskan bahwa Negara mempunyai hak untuk
membangun pulau buatan hanya sebatas untuk keperluan sebagaimana ditentukan
dalam Article 56 dan tujuan ekonomi lainnya, tetapi pulau buatan tersebut tidak
mempunyai status pulau dan kehadirannya tidak mempengaruhi lebar laut teritorial dan
ZEE.

2. Peraturan perundang-undangan Indonesia umumnya hanya berlaku di wilayah


kedaulatan Indonesia, termasuk di dalam laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan
benua shelf Indonesia. Oleh karena itu, secara umum peraturan perundang-undangan
Indonesia tidak dapat diberlakukan di luar laut teritorial Indonesia, kecuali jika ada
perjanjian internasional atau hukum internasional yang mengikat yang memberikan
wewenang kepada Indonesia untuk mengatur kegiatan atau situasi di luar laut
teritorialnya.
Namun demikian, Indonesia tetap berhak untuk mengatur dan membatasi kegiatan atau
tindakan yang berasal dari luar negeri dan dilakukan di wilayah perairan internasional
yang berdekatan dengan laut teritorialnya, apabila kegiatan atau tindakan tersebut
dapat berdampak pada keamanan, keselamatan, dan lingkungan di dalam laut teritorial
Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga berhak untuk mengatur kegiatan atau tindakan di wilayah
perairan internasional yang berada di luar laut teritorialnya, apabila kegiatan atau
tindakan tersebut menyangkut kepentingan nasional, seperti misalnya kegiatan
penangkapan ikan oleh kapal-kapal nelayan asing di sekitar perairan Indonesia yang
dapat berdampak pada sumber daya ikan nasional.
Dalam hal ini, Indonesia dapat mengacu pada hukum internasional, seperti Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 1982), yang
memberikan hak-hak dan kewajiban negara-negara di wilayah perairan internasional.
Oleh karena itu, Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan yang dibenarkan oleh
hukum internasional dalam melindungi kepentingan nasionalnya di wilayah perairan
internasional yang berdekatan dengan wilayah perairan yang menjadi kedaulatan
Indonesia.
Namun, ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang aktivitas di luar laut
teritorial Indonesia yang secara khusus berlaku di luar wilayah Indonesia.
Contohnya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang
mengatur tentang pengaturan pelayaran dan kegiatan yang terkait di perairan Indonesia
dan di luar wilayah Indonesia. Lalu menyatakan juga bahwa undang-undang ini berlaku
bagi kapal Indonesia dan kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia dan di luar
wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi
internasional, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang berlaku secara
universal dan mengatur tentang hukum laut internasional.
Namun, pemberlakuan undang-undang Indonesia di luar laut teritorial Indonesia dapat
terbatas oleh hukum internasional dan oleh perjanjian internasional yang telah
disepakati oleh Indonesia dengan negara-negara lain. Sebagai contoh, ketika melakukan
kegiatan di laut bebas (high seas), pemberlakuan undang-undang Indonesia akan
terbatas oleh konvensi-konvensi internasional yang mengatur tentang kegiatan di laut
bebas seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan Konvensi PBB tentang
Penangkapan Ikan di Laut Bebas. Dalam hal ini, Indonesia harus mematuhi ketentuan-
ketentuan internasional tersebut dalam melaksanakan kegiatan di laut bebas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum, peraturan perundang-
undangan Indonesia hanya berlaku di wilayah hukum Indonesia, namun ada beberapa
undang-undang yang secara khusus mengatur kegiatan di luar laut teritorial Indonesia
dan Indonesia juga harus mematuhi ketentuan-ketentuan internasional yang berlaku
dalam melaksanakan kegiatan di luar laut teritorial Indonesia.

3. Kapal perang TNI AL memiliki kewenangan untuk mengejar kapal asing yang melakukan
aktivitas ilegal di perairan Indonesia, termasuk perairan sekitar Pulau Miangas. Menurut
hukum internasional, Indonesia memiliki yurisdiksi atas laut teritorial, zona kontigu, zona
ekonomi eksklusif, dan landas kontinen, sehingga kapal perang TNI AL berwenang
melakukan tindakan penegakan hukum di perairan tersebut.
Namun, dalam mengejar kapal asing, kapal perang TNI AL harus mematuhi hukum
internasional dan aturan-aturan yang berlaku, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut
(UNCLOS) dan konvensi-konvensi internasional lainnya. UNCLOS mengatur tentang
penangkapan ikan secara illegal, unreported, dan unregulated (IUU) dan memberikan
hak bagi negara pantai untuk mengambil tindakan penegakan hukum terhadap kapal
yang melakukan aktivitas tersebut di wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksinya.
Dalam hal ini, kapal perang TNI AL dapat mengejar kapal asing yang diduga melakukan
aktivitas illegal fishing di wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia. Kapal
perang TNI AL juga dapat melakukan tindakan pengamanan dan penangkapan kapal
yang dilakukan dengan mematuhi hukum internasional dan aturan-aturan yang berlaku.
Namun, jika kapal asing melarikan diri dan memasuki wilayah laut yang berada di luar
yurisdiksi Indonesia, maka kapal perang TNI AL tidak lagi memiliki kewenangan untuk
mengejar kapal asing tersebut. Dalam hal ini, Indonesia dapat melakukan koordinasi
dengan negara-negara yang berbagi wilayah laut dengan Indonesia untuk
menindaklanjuti kasus illegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing tersebut.

4. Pasal 52 UNCLOS menyatakan bahwa kapal asing menikmati hak lintas damai melalui
laut teritorial suatu negara, dan negara pantai tidak dapat menolak atau menghalangi
hak lintas damai tersebut, kecuali dalam keadaan tertentu yang diatur dalam Pasal 53.
Namun, Negara Kepulauan, termasuk Indonesia, memiliki hak untuk menangguhkan
sementara hak lintas damai kapal asing di daerah tertentu perairan kepulauannya,
apabila penangguhan demikian sangat perlu untuk melindungi keamanannya. Namun,
penangguhan hak lintas damai harus dilakukan dengan tidak melakukan diskriminasi
formal atau nyata di antara kapal asing dan harus diumumkan dengan benar dan sesuai
dengan prosedur yang ditentukan.
Jadi, Indonesia dapat menangguhkan sementara hak lintas damai kapal asing di daerah
tertentu perairan kepulauannya, jika penangguhan tersebut sangat diperlukan untuk
melindungi keamanannya, namun penangguhan tersebut harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam UNCLOS.
Pasal 52 Hak lintas damai (right of innocent passage) :
1. Dengan tunduk pada ketentuan pasal 53 dan tanpa mengurangi arti ketentuan pasal
50, kapal semua Negara menikmati hak lintas damai melalui perairan kepulauan sesuai
dengan ketentuan dalam Bab II, bagian 3.
2. Negara Kepulauan dapat, tanpa mengadakan diskriminasi formal maupun
diskriminasi nyata diantara kapal asing, menangguhkan sementara lintas damai kapal
asing di daerah tertentu perairan kepulauannya, apabila penangguhan demikian sangat
perlu untuk melindungi keamanannya
5. Peristiwa pembunuhan yang terjadi di atas kapal berbendera Malaysia yang sedang
menikmati hak lintas damai di laut teritorial Indonesia akan diatur oleh hukum nasional
dari negara yang berwenang untuk mengadili kasus tersebut.
Menurut hukum internasional, kapal berbendera Malaysia tetap berada di bawah
yurisdiksi negara bendera (flag state) yaitu negara Malaysia. Namun, karena peristiwa
tersebut terjadi di laut teritorial Indonesia, maka Indonesia juga berhak mengambil
tindakan sesuai dengan hukum internasional, seperti melakukan penyelidikan dan
pengumpulan bukti atas peristiwa tersebut.
Apabila pelaku pembunuhan ditangkap oleh otoritas Indonesia, maka pelaku tersebut
dapat diadili menurut hukum nasional Indonesia. Namun, jika Malaysia meminta agar
pelaku ditangani dan diadili oleh pengadilan Malaysia, maka Indonesia dan Malaysia
dapat melakukan koordinasi untuk menentukan pengadilan yang berwenang untuk
mengadili kasus tersebut, mengingat kepentingan bersama untuk menjaga hubungan
baik antara kedua negara.

Di Indonesia terdapat asas yang mengatur perbuatan pidana yang terjadi di wilayah
Indonesia yaitu asas Teritorial yang tercantum dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi,
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.”
Sebagai keterangan tambahan, rumusan pasal 2 KUHP menyebutkan kata “di
Indonesia”, namun tidak melakukan perincian secara lebih spesifik. Adapun mengenai
hal tersebut diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara. Pasal tersebut berbunyi:
“Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan
Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah
daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut
dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya”
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
wilayah Indonesia adalah mencakup daratan, perairan, dan juga ruang udara yang
berada di atasnya. Hal ini berarti segala pelanggaran terhadap hukum pidana Indonesia,
baik yang terjadi di daratan, di perairan, maupun di udara, dapat ditegakkan oleh
penegak hukum Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai