Anda di halaman 1dari 2

TUGAS PIP HUKUM LAUT

Nama : Agung Syaputra


NIM : B011171388
Kelas : PIP Hukum Laut A
Dosen pengampu : Prof. Dr. Marcel Hendrapaty,SH., MH.

1. Dalam menjamin dan menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah teritorial indonesia atas
seluruh wilayah perairan indonesia maka pemerintah telah membuat uu yang mengacu
pada UNCLOS 1982terkait dengan pengaturan garis-garis pangkal. Garis pangkal seperti
apa yang diterapkan oleh Indonesia untuk mewujudkan tujuan diatas?
Jawab :
Sejak tahun 1985 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional
(UNCLOS 1982) melalui Undang-undangNomor 17 Tahun 1985 tentangPengesahan
United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut1982). Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia harus menindaklanjuti
berbagai hak dan kewajibanyang berasal dari UNCLOS karena Indonesia termasuk negara
pihak dari Konvensi Hukum Laut Internasional tersebut.Dengan demikian, kedaulatan dan
hak berdaulat serta yurisdiksi Republik Indonesia atas ruang perairan serta segala
kekayaan alam yang terdapat di permukaan laut dan udara diatasnya,di dalam kolom air
serta di dasar laut dan tanah dibawahnya telah diakui oleh Hukum Internasional.
Sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982, Undang-undang ZEE
Indonesia telah menetapkan hak-hak berdaulat Republik Indonesia atas sumber-sumber
kekayaan alam hayati dan non-hayati sampai sejauh 200 mil diukur dari garis pangkal
Kepulauan Indonesia. Dengan demikian pemanfaatan segala kekayaan alam yang
terkandung di dasar laut dan tanah dibawahnya secara yuridis telah mempunyai landasan
hukum pada dua undang-undang sekaligus, yaitu: Undang-undang Landas Kontinen dan
Undang-undang Zona Ekonomi Eksklusif.

2. Carilah dasar hukum yang bisa ditemukan baik dalam UNCLOS 1982 / UU RI Khususnya
UU no 6 tahun 1996 yang berkaitan dengan garis pangkal kepulauan?
Jawab :
Dasar Hukum tentang garis pangkal kepulauan dapat kita temukan di UU No 6 Tahun
1996 Bab 3 tentang Wilayah Perairan Indonesia pasal 3 sampai pasal 10.

3. Apa perbedaan antara rezim hukum lintas alur-alur laut kepulauann dan rezim hukum alur-
alur laut lintas transit?
Jawab :
Perbedaannya yaitu
 Rezim Alur Laut Kepulauan, dalam rezim ini pelaksanaan hak pelayaran dan
penerbangan dengan normal mode yang hanya dapat digunakan untuk lintas yang terus
menerus, langsung, dan tidak terhalang dari satu bagian ZEE dan laut bebas kebagian
lain dari ZEE dan laut bebas. (UNCLOS 1982 Pasal 53 ayat 3). Dalam konteks
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomer 37 tahun 2002 Indonesia telah
mengatur dan menetapkan 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
 Rezim Alur Laut lintas Transit, dalam rezim ini Pelaksanaan kebebasan pelayaran dan
penerbangan semata-mata untuk tujuan transit yang terus menerus, langsung dan
secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan bagian
laut lepas atau zona ekonomi eksklusif lainnya. (UNCLOS, Pasal 38 ayat 2).
 Pelaksaanan Hak Lintas Transit, kapal asing dibebani persyaratan “transit yang terus
menerus”, sedangkan Alur laut kepulauan meletakkan beban persyaratan kepada kapal
yang melakukan lintasan dan negara kepulauan
 Hak Lintas Transit diartikan sebagai pelaksanaan dari kebebasaran pelayaran,
sedangkan alur laut kepulauan diartikan sebagai hak pelayaran (Berlayar)

4. Apa persamaan antara semua rezim-rezim hukum yang terkait dengan navigasi atau
pelayaran-pelayaran kapal asing?
Jawab :
Persamaan rezim rezim tersebut dalam pelaksaannya di Indonesia yaitu Indonesia
telah mengatur pemanfaatan hak-hak lintas kapal asing di Perairan Indonesia dalam
beberapa peraturan perundang-undangan baik mengenai hak intas damai maupun hak
lintas alur laut kepulauan serta memformulasikan hak dan kewajiban yang boleh maupun
yang tidak boleh dilakukan oleh kapal asing ketika melaksanakan hak lintas damai atau
hak lintas alur laut kepulauan.

Akan tetapi apabila ada kapal asing yang tidak mematuhi ketentuan dimaksud, dalam
peraturan perundang-undangan Indonesia tersebut belum satupun yang mengatur tentang
delik ataupun unsur-unsur pelanggaran termasuk sanksi hukum pidana yang dapat
disangkakan. oleh karena itu terlalu banyak dan tumpang tindihnya peraturan perundang-
undangan yang dibuat berkaitan dengan pemanfaatan hak-hak lintas kapal asing di
Perairan Indonesia menyebabkan terjadi kondisi disharmoni dari peraturan perundang-
undangan yang ada.

Hal ini akhirnya berdampak pada kondisi penegakan hukum di Perairan Indonesia
yang belum optimal elum diaturnya secara harmonis peraturan perundang-undangan
terkait hak-hak lintas kapal asing di Perairan Indonesia dalam hukum positif Indonesia
disebabkan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut dilaksanakan tanpa upaya
harmonisasi hukum terlebih dahulu terhadap perundang-undangan yang sudah ada.

Anda mungkin juga menyukai