SISTEM TANAM
2
Namun, lahan pertanian semakin terbatas karena alih fungsi lahan menjadi
tempat pemukiman, industri, sarana jalan, sarana perdagangan serta sarana
infrastruktur lainnya. Untuk itu, perlunya perencanaan model penanaman agar
lahan terbatas dapat tetap menghasilkan hasil terbaik secara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlunya dilaksanakan praktikum ini
untuk mengetahui sistem tanam yang sesuai dalam meningkatkan produksi
tanaman itu sendiri agar ketahanan pangan nasional dapat dicapai.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Menurut pendapat Marilah (2012), klasifikasi tanaman kedelai adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr.
Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan
humus atau bahan organik. Nilai pH ideal bagi kedelai dan bakteri rhizobium
adalah 6,0 - 6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis
sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning (Marilah, 2012).
5
optimal untuk perkecambahan biji sekitar 25%-60% dari kapasitas lapangan. Jika
melebihi 60% maka akan mengganggu perkecambahan (Hou, 2014).
2.3 Morfologi
2.3.1 Jagung (Zea mays)
Menurut pendapat Kothari (2010), morfologi jagung adalah sebagai
berikut:
6
a. Akar
Tanaman jagung memiliki tipe perakaran tiga macam, antara lain akar
seminal, akar adventif, dan akar penyangga. Akar seminal merupakan akar yang
berkembang dari rudikula dan embrio. Selanjutnya akar adventif adalah akar yang
berkembang dari buku diujung mesokotil, kemudian berkembang lagi ke setiap
buku secara berurutan dan terus ke atas hingga sampai 7-10 buku semuanya
dibawah permukaan tanah.
b. Batang
Batang jagung terdiri dari beberapa bagian utama, antara lain yaitu kulit,
jaringan pembuluh, dan pusat batang. Batang tanaman jagung tidak bercabang,
dengan ruas-ruas dan buku ruas. Pada ruas bagian atas batang berbentuk silindiris,
sedangkan pada bagian bawah batang berbentuk pipih.
c. Daun
Tanaman jagung memiliki kedudukan daun distik, yaitu terbagi menjadi
dua baris tunggal yang keluar dan berkedudukan berselang-seling. Daun tanaman
jagung terdiri dari helaian daun, pelepah daun, dan juga ligula. Adapun bentuk
dari ujung daun jagung juga berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat,
bulat agak tumpul, dan tumpul. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang
yang umumnya berkisar antara 10-18 helaian daun.
d. Bunga
Tanaman jagung memiliki bunga jantan (berupa malai atau tassel) dan
bunga betina (berupa tongkol atau pistillate) yang terletak pada bagian berbeda
tetapi masih pada tanaman yang sama. Bunga betina jagung yaitu muncul dari
tajuk axillari apices, yaitu diantara batang dan pelepah daun bagian tenggah.
Sedangkan bunga jantan berkembang dari titik tumbuh ujung tanaman berupa
karang bunga.
e. Tongkol
Tongkol merupakan pekembangan bunga jagung yang tumbuh dari buku,
diatara batang dan pelepah. Setiap tanaman jagung akan dapat menghasilkan satu
atau dua tongkol tergantung dari varietasnya. Akan tetapi pada umumnya satu
tanaman hanya bisa menghasilkan satu tongkol produktif, meskipun ada juga yang
dapat menghasilkan dua tongkol.
7
f. Biji
Biji jagung manis memiliki jumlah yang banyak dan menempel pada
bagian tongkol. Sedangkan pada buah jagung manis terdapat rambu-rambut yang
memanjang hingga keluar dari pembungkus jagung atau biasa disebut dengan
klobot.
8
e. Polong
Buah kedelai disebut buah polong seperti buah kacang-kacangan lainnya.
Setelah tua, warna polong ada yang cokelat, cokelat tua, cokelat muda, kuning
jerami, cokelat kekuning-kuningan, cokelat keputihan-putihan, dan putih kehitam-
hitaman. Jumlah biji setiap polong antara 1 sampai 5 buah.
f. Biji
Biji kedelai memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam,
bergantung pada varietasnya. Bentuknya ada yang bulat lonjong, bulat, dan bulat
agak pipih. Warnanya ada yang putih, krem, kuning, hijau, cokelat, hitam, dan
sebagainya.
9
2.4.1 Monokultur
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.
Penanaman monokultur umumnya menyebabkan terbentuknya lingkungan
pertanian yang kurang baik. Hal ini terlihat dari tanahnya yang harus selalu
diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida sehingga resisten terhadap
hama. Salah satu keuntungan pola tanam monokultur adalah pertumbuhan serta
hasil produksinya yang besar jika dibandingkan dengan pola tanam lain. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya persaingan antar tanaman dalam memperebutkan
unsur hara maupun sinar dari cahaya matahari (Sartika, 2012).
Pola tanam ini memiliki teknis budidaya yang relatif mudah karena hanya
satu jenis tanaman yang ditanami tetapi, dalam pengendalian hama dan
penyakitnya bisa menjadi sulit sebab jika satu individu terserang, dapat
menginfeksi individu lain. Jika dilihat dari efisiensi penggunaan lahan, maka pola
tanam polikultur lebih baik. Hal tersebut disebabkan karena terdapat lebih dari
satu tanaman dalam satu lahan sehingga hasil produksi lebih bervariasi dan petani
tidak hanya bergantung pada satu jenis tanaman saja (Sartika, 2012).
2.4.2 Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya
budaya. Pertanian polikultur merupakan pertanian dengan proses penanaman
tanaman yang berbeda jenis dalam suatu lahan. Pola tanam polikultur umumnya
terbagi lagi kedalam beberapa jenis (Handoko, 2010).
Menurut Handoko (2010), Pola tanam ini dapat dibagi menjadi beberapa
pola tanam, yaitu:
1. Tumpang sari (Intercropping)
Tumpang sari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu atau periode
tanam yang bersamaan pada lahan yang sama.
2. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping)
Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman
selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang
berbeda). Kegunaan dari sistem ini yaitu tanaman kedua dapat melindungi lahan
yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen pada tahun itu.
10
3. Tanaman Campuran (Mixed Cropping)
Merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan dan
waktu yang sama atau jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan jarak
tanam dan penentuan jumlah populasi. Kegunaan sistem ini dapat melawan atau
menekan kegagalan panen total.
11
2.5.2 Tegel
Sistem tanam tandur jajar atau yang biasa dikenal dengan pola tanam tegel
ini merupakan pola tanam yang sering dilakukan oleh petani di Indonesia dimana
pola tanam ini sangat sederhana yaitu cukup ditanam sejajar mengikuti alur
tanggulnya dengan membentuk tegel (20x20 atau 25x25) sehingga tidak
memerlukan waktu menanam yang lama. Hal inilah yang membuat petani lebih
sering menggunakan pola tanam ini. Adapun kekurangan pola tanam ini yaitu
dapat menciptakan keadaan kelembaban sehingga kemungkinan untuk terjadinya
penyakit lebih tinggi, selain itu hama-hama akan banyak berkumpul pada lahan
karena keadaan tanaman yang berdekatan yang memungkinkan hama untuk
berkembang biak lebih baik (Sudibya, 2017).
Sistem penanaman padi dengan pola tanam tandur jajar di sawah biasanya
didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan
persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan
mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah
dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan
sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk
kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu
bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas yang
sering disebut pengolahan tanah intensif atau konvensional (Sudibya, 2017).
12
BAB III
METODOLOGI
3.3.2 Penanaman
1. Membuat lubang yang ditandai dengan patok dengan jarak tanam kedelai
(Legowo 2:1) yaitu 12,5 cm x 12,5 cm serta jarak tanam jagung (tegel)
yaitu 100 cm x 100 cm
2. Memasukkan 1-2 butir benih padi pada setiap lubang yang telah dibuat
serta menanam batang bawah dan batang atas ubi kayu
3. Memberikan furadan secukupnya di setiap lubang
4. Menutup lubang kembali dengan tanah
5. Melakukan penyiraman
13
3.3.3 Pemeliharaan
1 Melakukan penyemaian pada semua bibit jagung yang akan ditanam di
bedengan
2 Melakukan penyiangan di bedengan agar bedengan bersih dari gulma
setiap hari
3 Melakukan pemupukan selama 8 minggu berturut-turut dengan dosis urea
60gr/minggu, SP36 40gr/minggu, dan KCl 20gr/minggu.
4 Melakukan penyulaman apabila terdapat tumbuhan yang mati atau rusak
akibat ulah OPT
5 Menyiram benih jagung yang telah ditanam setiap hari
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
4.4.1 Jagung (Zea mays L)
a. Tinggi Tanaman (cm)
120
100
80
60 Tinggi tanaman (cm)
40
20
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Pengamatan
20
15
Helai
10
Jumlah daun
5
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Pengamatan
15
c. Umur Berbunga Tanaman Jagung
47
46
45
Umur
44
43
42
41
Jantan
Betina
Jenis Bunga
30
25
20
Tinggi Tanaman Tegel
15
Tinggi Tanaman Legowo
10
5
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Pengamatan
16
b. Jumlah Daun (helai)
16
14
12
10
8 Jumlah Daun Tegel
6 Jumlah Daun Legowo
4
2
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Pengamatan
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh tersebut, maka dapat dilihat dengan
jelas bahwa pertumbuhan kedua tanaman tersebut, baik tanaman kacang hijau
maupun tanaman jagung keduanya berlangsung cukup baik dan optimal.
Pertumbuhan pada kedua komoditi tersebut mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya umur tanaman. Selain itu, penambahan unsur hara juga
dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Hal ini disebabkan karena
unsur hara makro seperti N, P, dan K sangat dibutuhkan tanaman pada masa
vegetatif untuk peningkatan tinggi tanaman, pembentukan daun, dan
memperbanyak jumlah tunas. Hal ini sesuai dengan pendapat Supartha dkk
(2012), yang menyatakan bahwa penambahan unsur hara melalui pupuk organik
ataupun anorganik secara berkala tentunya dapat meningkatkan kemampuan
tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
Jika dilihat dari efektivitas sistem tanam yang digunakan pada pertanaman
kacang hijau, maka dapat disimpulkan bahwa sistem tanam tegel memberikan
hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem legowo. Hal ini bertolak
belakang dengan teori, dimana seharusnya pada sistem tanam jajar legowo
terdapat baris kosong yang dapat berfungsi untuk mempermudah pemeliharaan
17
tanaman, pengendalian gulma, dan pemupukan sehingga dapat memberikan
pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggraini
(2013), yang menyatakan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo dapat
memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih optimum dibandingkan dengan
sistem tegel karena adanya baris kosong yang dapat mempermudah dalam proses
pemeliharaan tanaman sehingga kebutuhan unsur hara tanaman lebih tercukupi.
Selain itu, dengan penerapan sistem tanam jajar legowo tersebut tentunya
memberikan efek khusus pada tanaman pinggir, yang dalam hal ini merupakan
tanaman jagung. Tanaman yang berada di pinggir tersebut dapat memanfaatkan
sinar matahari secara lebih optimal sehingga dapat tumbuh lebih baik pula. Hal ini
disebabkan karena adanya baris kosong yang memiliki jarak lebih lebar antar
tanaman sehingga kompetisi akan kebutuhan cahaya matahari, unsur hara, dan air
pada tanaman akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggraini (2013),
yang menyatakan bahwa penanaman tanaman dengan jarak yang optimum akan
memberikan pertumbuhan tanaman yang baik karena mampu mengoptimalkan
cahaya matahari dan penyerapan unsur hara.
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1 Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan segala aspek pertumbuhan
tanaman padi dan ubi kayu sebagai tanaman pinggir karena adanya baris
kosong.
2 Sistem tanam tegel dianggap kurang efektif dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman padi jika dibandingkan dengan sistem tanam jajar
legowo.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum ini dilaksanakan secara lebih teliti dan cermat
sehingga memudahkan dalam pengolahan data.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, F. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada Tanaman Padi Sawah
(Oryza sativa L.) pada Varietas Padi Inpari 3. Jurnal Produksi Tanaman,
Vol.1(2): 52 - 60.
Anwar, S. 2012. Pola Tanam Agroekoteknologi. Litbang: Departemen Pertanian.
Gamborg. 2008. Nutrient Requirements of Suspension Cultures of Soybean Root
Cells. Experimental Cell Research Journal, Vol 50 (1): 151-158.
Handoko, T.H. 2010. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia. BPFE:
Yogyakarta.
Hicks. 2009. Response of Soybean Plant Types to Planting Patterns. Agronomy
Journal, Vol. 61 (2): 290-305
Hou, Peng. 2014. Temporal and Spatial Variation in Accumulated Temperature
Requirements of Maize. Field Crops Research Journal, Vol 158 (1):55-64.
Kothari. 2010. Effect of VA Mycorrhizal Fungi and Rhizosphere Microorganisms
on Root and Shoot Morphology, Growth and Water relations in Maize.
Agriculture Journal, Vol 16 (1): 303-311
Marilah, Ainun. 2012. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Jurnal Agrista, Vol. 16
(1):22-28.
Mayadewi. 2008. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung Manis. Jurnal Pertanian, Vol. 1
(3):26-34.
Musyafa. 2011. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sartika, T.V. 2012. Kelebihan dan Kekurangan Pola Tanam Monokultur dan
Tumpang Sari. Universitas Brawijaya: Malang.
Sudibya, W. 2017. Dasar-Dasar dan Budidaya Tanaman Padi Sawah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suharno. 2011. Sistem Tanam Jajar Legowo (Tajarwo) Salah Satu Upaya
peningkatan Produktivitas Padi. Yogyakarta: STTP Yogyakarta.
Supartha, dkk. 2012. Distinguishing Rice Genotypes Using Morphological,
Agronomical, and Molecular Markers. JPPTP, Vol.34(2):79–88.
20
LAMPIRAN
21
Gambar 3. Tanaman Jagung dan Kacang Hijau
Lampiran Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Jagung
Pengamatan Tanaman Jagung
Jumlah Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7
Tanaman TT JD TT JD TT JD TT JD TT JD TT JD TT JD
1 4.3 2 8 5 23 7 33 9 50 12 120.5 15 159.5 20
2 1.8 2 6 5 20 6 45.2 8 67 13 143.2 16 190 20
3 1.8 2 7 5 19 8 34 11 45.3 15 90.6 17 145 20
4 2 2 5 5 22 8 56.7 11 80 13 120 18 168 20
5 1.8 2 5.6 5 22 6 50 7 80 9 134 12 154 19
6 4.2 3 5.2 4 19.5 9 56 12 94 12 110.2 15 175 18
7 1.5 2 5.1 5 17 7 43.5 15 76.2 19 130.2 21 154 22
8 1.8 2 6.5 6 24 8 33 12 93.4 14 123 19 180 20
9 1.5 3 7 6 21 8 56 13 87.4 19 160.2 20 182 23
10 1.8 2 5.5 5 22 9 45.6 11 90 13 150.9 13 174 17
11 1 2 3.5 5 18 8 43.2 12 89 15 132 16 147 18
12 2 3 6.5 4 20.5 8 34.5 13 97 14 120.6 19 165 20
13 2 3 4 4 14.5 8 54.3 12 86 15 105 20 128 22
14 2 2 6 5 20 8 43 13 80 14 98 18 120 20
15 2.7 3 5.5 5 23 8 45.7 10 76 16 130 19 200 23
16 2 3 7 5 23 7 56.8 10 67.2 13 120.3 18 147 23
17 2 3 1.5 4 16.7 8 54 13 60.7 17 125 20 189 23
18 1.5 3 4.5 5 21.6 9 44 12 68.9 14 124 19 159 24
19 2.7 3 5.5 5 18.5 8 36 11 78.8 15 149 18 180 24
20 1.3 2 3.5 4 11 6 41.7 11 60 16 103 18 147 20
21 1.5 2 4 5 17.5 9 32 11 68.7 15 110 17 130.5 22
22 2 3 5.5 4 24 10 30.5 13 67 15 127 20 149 25
23 1.5 3 4.5 6 18 8 32 13 77 15 147 20 190 24
24 2.5 3 6 5 21 8 56.7 11 89.3 15 101 19 180 23
Rerata 2.1 2 5.4 5 19.9 8 44.1 11 76.2 15 123.9 18 163.0 21
22
Sistem Tegel Pada Tanaman Kacang Hijau
Minggu
Tanaman m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7
T JD T JD T JD T JD T JD T JD T JD
t1 11 2 15 4 19 6 24 8 30 11 36.7 16 38.2 18
t2 10 2 14 4 19.5 6 23 8 33 11 37.4 15 38.2 18
t3 11.5 2 14 4 18.7 5 23.3 9 31 10 35.4 16 39 17
t4 13 2 15.8 4 19.5 6 25 8 31.5 9 35.8 16 37 17
t5 6.5 2 12 4 17.5 5 25.3 8 32 12 36 16 38 18
t6 12 2 14.2 4 18.8 5 24 9 34 12 37.2 14 38.5 16
t7 10 2 14.5 4 18.7 6 24.7 8 33.5 10 36.6 16 39 18
t8 11 2 15 4 19 6 25 8 30 11 33.7 15 36.6 17
t9 10 2 14.8 4 19.3 6 23.2 8 31 10 34.2 16 36.7 18
Rerata 10.6 2.0 14.4 4.0 18.9 5.7 24.2 8.2 31.8 10.7 35.9 15.6 37.9 17.4
Lampiran Tinggi dan Jumlah Daun Kacang Hijau Sistem Legowo
Sistem Jajar Legowo 2:1 Tanaman Kacang Hijau
Minggu
Tanaman m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7
T JD T JD T JD T JD T JD TT JD T JD
t1 8.5 2 12 4 18.5 6 23.3 8 29 10 32 14 33 15
t2 8 2 11 4 19.2 6 22 8 29 9 32.2 16 34.5 17
t3 8 2 10.8 4 17.8 5 22.8 9 28 9 31.8 15 35.6 18
t4 5 2 9.8 4 16.6 6 22.7 8 28 10 30.9 15 34.4 18
t5 11 2 13.6 4 16.9 5 24 8 29 10 32.6 16 35.4 17
t6 8 2 11.2 4 16.8 5 23.5 9 31 11 34.3 16 36 17
t7 9 2 12.3 4 17.2 6 24.7 8 30 12 34.4 14 35.4 18
t8 7 2 9 4 18 6 25 8 29.5 12 33.7 16 35 18
t9 10 2 13 4 17.6 6 23.2 8 28.8 13 35.4 16 37.8 19
t10 6 2 9.8 4 16.5 6 20.9 8 29 10 35 16 34 17
t11 10 2 13 4 16 6 21.4 8 31 12 34.7 14 36.6 16
t12 7 2 12 4 18.7 5 23 8 30 12 33.7 14 36.7 17
t13 8 2 11.7 4 19.5 6 23.3 8 30 11 34.2 14 36 15
t14 7 2 9.8 4 17.5 6 25 9 29 9 32.1 16 34 17
t15 6 2 9.5 4 18.8 6 25.3 8 29 9 33.8 15 35 18
t16 9.5 2 12.7 4 18.7 6 24 8 27 10 33.5 14 35 19
t17 6.5 2 11.8 4 19 6 23.5 8 25 9 31.3 16 34 18
t18 8.5 2 11.6 4 19.3 6 23.3 8 26.7 13 30.7 15 34 19
t19 10 2 13.4 4 18 6 22.4 9 27 12 32.5 16 35 18
t20 8 2 12.5 4 17 6 23 9 29.3 11 33.9 16 34 18
Rerata 8.05 2 11.53 4 17.88 5.8 23.32 8.25 28.77 10.7 33.14 15.2 35.07 17.45
23