Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum

Dasar-dasar Ekologi

SUKSESI

Nama : Muh. Iksan

NIM : G011171054

Kelas : DDE H

Kelompok : H.1

Asisten : 1. Ade Nikma Rizkawati

2. Dhirga Erlangga

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

DEPARTEMEN BUDIDAYA TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses perubahan atau perkembangan ekosistem menuju kearah kedewasaan
dan keseimbangan yang berlangsung lambat secara teratur, pasti, dan terarah serta
dapat diramalkan disebut suksesi. Umumnya, suksesi terdiri atas dua tipe, yaitu
suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaaan dua tipe suksesi ini terletak pada
kondisi habitat awal proses terjadinya suksesi.
Suksesi primer untuk mencapai klimaks, dapat membutuhkan waktu puluhan,
ratusan bahkan ribuan tahun. Sedangkan waktu yang dibutuhkan suksesi sekunder
lebih cepat dibandingkan dengan suksesi primer. Proses pergantian antar tingkat
dalam suksesi primer untuk mencapai klimaks, dapat membutuhkan waktu
puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun. Sedangkan waktu yang dibutuhkan suksesi
sekunder lebih cepat dibandingkan dengan suksesi primer.
Suksesi ekologi merupakan konsep yang mendasar dalam ekologi yang
merujuk pada perubahan-perubahan berangkai dalam struktur dan komposisi suatu
komunitas ekologi atau ekosistem. Suksesi dapat terinisiasi oleh terbentuknya
formasi baru suatu habitat yang sebelumnya tidak dihuni oleh mahluk hidup
ataupun oleh adanya gangguan terhadap komunitas hayati yang telah ada
sebelumnya oleh kebakaran, badai, maupun penebangan hutan.
Menyusul adanya sebuah gangguan, suatu ekosistem biasanya akan
berkembang dari mulai tingkat organisasi sederhana (misalnya beberapa spesies
dominan) hingga ke komunitas yang lebih kompleks (banyak spesies yang
interdependen) selama beberapa generasi. Suksesi tidak hanya terjadi didaratan,
tetapi terjadi pula di perairan misalnya di danau dan rawa. Danau dan rawa yang
telah tua akan mengalami pendangkalan oleh tanah yang terbawa oleh air.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu untuk dilakukan praktikum tentang
suksesi yang mengamati peran penting suksesi dalam perkembangan ekosistem.
Dimana proses dalam suksesi ini berlangsung secara lambat, sehingga
menyebabkan perubahan pada struktur suatu ekosistem. Dari sini juga dapat
diketahui mengenai suksesi secara umum, jenis-jenisnya, hingga faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pergeseran vegetasi pada
suatu daerah suksesi serta laju penutupan jenis vegetasi sampai mencapai
maksimal.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah untuk memberikan pengetahuan
dasar tentang aspek-aspek suksesi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suksesi Secara Umum


Perkembangan ekosistem atau suksesi ekosistem adalah perubahan-perubahan
struktur dan proses komunitas sejalan bengan waktu. Suksesi pada prinsipnya
bersifat direksional apabila tidak dipengaruhi oleh kekuatan dari luar. Hal ini
akibat dari perubahan lingkungan fisik oleh komunitas. Komposisi spesies dalam
komunitas ekologis bervariasi sepanjang waktu, pada beberapa spesies menurun
sedangkan yang lain meningkat. Suksesi menyebabkan terjadinya perubahan pada
struktur ekosistem (Tim Penyusun Penuntun Ekologi 2017).
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam
interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa.
Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai
suksesi ekologis atau suksesi. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas
atau ekosistem klimaks (homeostatis) (Suharno, 2002).
Proses pengorganisasian sendiri yang mana pada ekosistem-ekosistem,
mengembangkan struktur dan proses ekologi dari energi yang tersedia juga
disebut suksesi. Suksesi meliputi pengorganisasian menjadi mantap dan kadang-
kadang kembali keawal (retrogess). Suksesi dipertimbangkan berakhir apabila
suatu pola kesuatu kondisi yang kurang terorganisir memulai melakukan suksesi
lagi. Klimaks adalah pertumbuhan tertinggi yang telah dicapai (Odum, 2006).
2.2 Jenis-Jenis Suksesi
Menururt Odum (2006), berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi dapat
dibedakan menjadi dua macam suksesi yaitu :
1. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang
mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat
baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan
manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung
berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan yang disebabkan oleh
campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah,
dan minyak bumi).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa
lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana.
Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat
anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah
yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur.
Setelah itu, akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan
dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk.
Hal ini dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu
diikuti dengan suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak langsung.
Hal ini karena sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan
hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan
diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks
atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).
Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau.
Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu
sampai kedalaman rata – rata 30 m.
2. Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak
bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat
kehidupan/substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari
tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari
peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina
topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan
kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya
adalah pembukaan areal hutan.
2.3 Tahap-Tahap Suksesi
Menurut Odum (2006), adapun tahapan-tahapan yang terjadi didalam proses
suksesi yaitu :
1. Fase permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa
yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak
muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
2. Fase awal/muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh
jenis-jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang
sedikit, daun berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga,
memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh
burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7-25 tahun),
berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas.
Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-
pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan
umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh
jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis
pohon dari fase yang berikutnya yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh
pionir-pionir awal yang cepat tumbuh.
3. Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka
akan mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir
akhir yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen. Walaupun
sewaktu muda mereka sangat menyerupai pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir
lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100 tahun), dan sering mempunyai kayu yang
lebih padat.
Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang
disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang
sangat lama. Mereka bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin
unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir
akhir yang termasuk kedalam genus yang sama biasanya dijumpai tersebar
didalam sebuah daerah geografis yang luas.
Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara
kontinyu. Dalam hutan-hutan yang lebih tua, biomassa yang diproduksi hanya 1-
4.5/tahun. Setelah 50-80 tahun, produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan
dengan akumulasi biomasa yang semakin lambat, efisiensi penggunaan unsur-
unsur hara akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-unsur hara tersebut
sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan
karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-fungsional pada
lapisan organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara
pada biomasa.
2.4 Faktor-Faktor Ynag Mempengaruhi Kecepatan Suksesi
Menurut Odum (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi yaitu :
1. Curah hujan
Curah hujan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-
proses penting lainnya pada vegetasi. Air merupakan salah satu faktor penting
yang dapat menentukan tipe vegetasi. Air dapat mengubah kadar garam tanah
sehingga dapat mempengaruhi vegetasi suatu daerah. Jumlah hujan yang turun
berlainan antara suatu daerah dengan daerah lainnya, tergantung dari beberapa
faktor yaitu topografi, letak daerah dan letak geografis.
2. Suhu
Suhu di daerah tropika tidak pernah turun sampai titik beku dan kebanyakan
berkisar antara 200°C dan 280°C. Suhu tropika yang tinggi disebabkan oleh sudut
jatuh pancaran surya yang hampir tegak. Perubahan tahunan panjangnya hari yang
hanya kecil, dan kapasitas bahan dalam lautan dan tanah. Suhu yang tinggi pada
daerah tropika kebanyakan disebabkan oleh suhu minimum yang lebih tinggi dan
tidak dipengaruhi suhu maksimumnya yang dekat di khatulistiwa mencapai kira-
kira 300°C.
3. Kelembapan
Kelembaban udara dipengaruhi oleh temperatur, yaitu apabila suhu turun
menyebabkan kelembaban relatif bertambah, sedangkan jika suhu naik maka
kelembaban akan berkurang. Kelembaban dan suhu juga mempengaruhi dalam
menentukan daerah distribusi tumbuhan terutama pepohonan.
4. Angin
Pengaruh angin terhadap vegetasi cukup penting. Angin memberikan
pengaruh terhadap konfigrasi, distribusi tumbuhan dan juga mempengaruhi faktor
ekologi lainnya seperti kandungan air dalam udara, suhu di suatu tempat melalui
pengaruhnya terhadap penguapan. Angin juga mempengaruhi secara langsung
vegetasi yaitu dengan menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-
dahan atau bagian-bagian lain.
5. Cahaya
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran, orientasi dan
pembungaan tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan faktor
pembatas, dan jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan akan tampak
menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk oleh pepohonan.
6. Fisiologis
Fisiologi yaitu meliputi faktor topografi berurusan dengan corak permukaan
daratan dan mencakup ketinggian, kemiringan tanah, lapis alas geologi yang
mempengaruhi pengirisan, pengikisan dan penutupan. Berbagai corak permukaan
tanah itu berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan.
7. Edatik
Tanah membentuk lingkungan untuk sistem akar yang rumit pada tumbuhan
dan bagian bawah tanah lainnya seperti rhizoma, subang dan umbi lapismaupun
untuk sejumlah jasad tanah. Tanah juga secara terus menerus menyediakan air dan
garam mineral. Dapat berdiri tegaknya tanaman di atas tanah merupakan masalah
yang peka. Beberapa jenis tanaman tidak dapat tumbuh pada pada tanah jenis
tertentu kecuali jika pohon itu telah tersesuaikan secara khusus.
8. Biotik
Meliputi pengaruh jasad kehidupan baik hewan maupun tumbuhan. Pengaruh
itu dapat langsung ataupun tidak langsung dan dapat merugikan atau
menguntungkan tumbuhan tersebut. Di dalam hutan banyak terdapat tumbuhan,
komunitas tersebut berinteraksi satu sama lain dan menyesuaikan diri dengan
keadaan lingkungannya.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Oktober 2017 Pukul 16.00-
18.00 WITA di Exfarm Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meteran, cangkul, parang,
korek api dan alat tulis menulis.
Adapun bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah bahan-bahan yang
digunakan adalah tali rafiah, patok, label dan pasir.
3.3 Metode pelaksanaan
Adapun metode pelaksanaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Membuka lahan untuk membuat plot.
3. Mengukur plot dengan luas 2 x 2 meter.
4. Memberi patok pada sisi plot yang telah diukur.
5. Mengikatkan tali rafiah pada patok yang telah tertancap dan kemudian
direntangkan mengelilingi plot.
6. Membagi plot menjadi empat 4 bagian yang sama dengan luas 1 x 1 meter.
7. Merentangkan tali rafiah di sisi tengah plot dan mengikatnya pada patok
sebagai batas antar plot.
8. Memberikan perlakuan pada plot yang dibuat kecuali pada plot pertama yaitu
P0.
9. Menginjak vegetasi tumbuhan yang ada pada plot 2 atau P1 sebagai bentuk
pengrusakan.
10. Menutup plot ketiga atau P2 dengan pasir sampai tidak ada lagi tumbuhan
yang tampak.
11. Membakar plot keempat atau P3 agar vegetasinya hilang atau mati.
12. Melakukan langkah 3 sampai 11 untuk lahan yang kedua.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Satu Minggu Pertama Setelah Dilakukan Perlakuan
Jumlah Vegetasi
Plot Total
Daun Lebar Daun Sempit

V1 = 3 V2 = 15
P0 V1 = 12 34
V3= 2 V4 = 2

V1 = 5 V3 = 1
P1 V1 = 7 15
V2 = 2
P2 V1 = 6 V2 = 4 V1 = 5 V2 = 2 17
P3 V1 = 5 V1 = 3 V2 = 1 9
Jumlah 75

Tabel 2. Satu Minggu Kedua Setelah Dilakukan Perlakuan


Jumlah Vegetasi
Plot Total
Daun Lebar Daun Sempit
V1 = 1 V2 = 20
P0 V1 = 22 47
V3= 2 V4 = 2
V1 = 50 V3 = 1
P1 V1 = 21 73
V2 = 1
P2 V1 = 14 V2 = 4 V1 = 5 V2 = 2 25
P3 V1 = 3 V1 = 18 V2 = 2 23
Jumlah 168
4.2 Pembahasan
Praktikum ini dilakukan dengan membuat petak/plot dengan luas 2 × 2 m,
petak ini dibagi menjadi empat terdiri dari P0, P1,P2, dan P3, dengan luas masing-
masing 1 × 1 m. Pada P0 tidak dilakukan pengrusakan, pada P1 dilakukan
pengrusakan dengan diinjak-injak, pada P2 dilakukan penimbunan dengan pasir,
dan pada P3 dilakukan pembakaran. Petak/plot dibuat dengan menggunakan tali
rafia dengan warna yang mencolok (misalnya merah), pemilihan warna ini
bertujuan agar pembatas (garis) tersebut masih dapat terlihat jelas walaupun
nantinya tumbuh berbagai tumbuhan dengan lebat.
Pengamatan tentang suksesi ini dilakukan selama 2 minggu. Pada minggu
pertama, P0 yang terdiri dari 4 jenis vegetasi pada daun lebar dan 1 jenis vegetasi
pada daun sempit dengan total jumlah vegetasi sebanyak 34. Pada P1 terdapat 3
jenis vegetasi pada daun lebar dan 1 jenis vegetasi pada daun sempit dengan total
jumlah vegetasi sebanyak 15, pada P2 terdapat 2 jenis vegetasi pada daun lebar
dan 2 jenis vegetasi pada daun sempit dengan total jumlah vegetasi sebanyak 17,
sedangkan pada P3 terdapat 1 jenis vegetasi pada daun lebar dan 2 jenis vegetasi
pada daun sempit dengan total jumlah vegetasi sebanyak 9. Total keseluruhan
jumlah vegetasi pada minggu pertama sebanyak 75.
Pada minggu kedua terdapat perbedaan yang sangat mencolok dari jumlah
total vegetasinya. Pada minggu kedua, P0 yang terdiri dari 4 jenis vegetasi pada
daun lebar dan 1 jenis vegetasi pada daun sempit dengan total jumlah vegetasi
sebanyak 47. Pada P1 terdapat 3 jenis vegetasi pada daun lebar dan 1 jenis
vegetasi pada daun sempit dengan total jumlah vegetasi sebanyak 73, pada P2
terdapat 2 jenis vegetasi pada daun lebar dan 2 jenis vegetasi pada daun sempit
dengan total jumlah vegetasi sebanyak 25, sedangkan pada P3 terdapat 1 jenis
vegetasi pada daun lebar dan 2 jenis vegetasi pada daun sempit dengan total
jumlah vegetasi sebanyak 23. Total keseluruhan jumlah vegetasi pada minggu
pertama sebanyak 168.
Adanya perbedaan jumlah jenis vegetasi yang terjadi pada minggu pertama
dan minggu kedua kemungkinan diakibatkan oleh faktor iklim. Selama proses
suksesi berlangsung terjadi turun hujan dengan intensitas tinggi. Perlu diketahui
bahwa hujan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman dan
berlangsungnya sukses. Semakin deras hujan yang terjadi, maka akan dapat
dipastikan suksesi yang terjadi juga akan semakin subur (lebat). Selain itu,
vegetasi yang tumbuh subur dan lebat juga disebabkan karena kandungan unsur
hara dalam tanahnya yang melimpah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarno
(2011) bahwa proses suksesi sangat terkait dengan faktor iklim yaitu curah hujan,
kelembapan suhu dan udara. Selain itu, komposisi tanah yang meliputi unsur hara
dan air juga turut mempengaruhi proses berlangsungnya suksesi.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Perubahan dalam suatu komunitas akibat terjadinya suksesi yaitu proses
perubahan yang mengakibatkan terbentuknya komunitas baru yang berbeda
dengan komunitas asalnya, dimana proses perubahannya terjadi pada suatu
ekosistem yang berlangsung bertahap- tahap dalam waktu yang lama.
2. Jumlah total vegetasi pada minggu pertama yaitu 75. Sedangkan pada
minggu kedua sebanyak 168. Terjadinya perubahan yang signifikan karena
dipengaruhi oleh kondisi iklim berupa curah hujan dan kandungan hara
dalam tanah, membuat tanaman vegetasi menjadi tumbuh subur dan lebat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suksesi yaitu luas komunitas
awal yang rusak, spesies tumbuhan yang terdapat di sekita tempat terjadinya
suksesi, sifat-sifat spesies tumbuhan, kehadiran bakal kehidupan, jenis
substrat baru yang terbentuk, dan kondisi iklim.
5.2 Saran
Sebaiknya pengamatan suksesi harus dilakukan dengan lebih teliti,
khususnya dalam mengamati dan menghitung jenis vegetasi dan jumlah setiap
vegetasi yang tumbuh pada plot yang telah dibuat. Agar data yang dihasilkan
dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Odum, H. T. 2006. Ekologi Sistem Suatu Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.


Suharno. 2002. Biologi. Jakarta : Erlangga.
Suwarno. 2011. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Proses Suksesi. [Online].
Pintarsains.blogspot.co.id/2011/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
proses.html. Diakses pada tanggal 14 November 2017 pukul 2:00 WITA.
Tim Penyusun Penuntun Ekologi. 2017. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar
Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
LAMPIRAN

Perhitungan
a. Pengamatan minggu pertama
1. Dominasi Jenis
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 34
P0 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 34
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 15
P1 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 15
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 17
P2 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 17
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 9
P3 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = 1 = 9

2. Dominasi Relatif
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 34
P0 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠x 100% = 75x 100% = 45,33%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 15
P1 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 75x 100% = 20%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 17
P2 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 75x 100% = 22,66%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 9
P3 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 75x 100% =12%

3. Kepadatan Jenis
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 34
P0 = = = 8,5
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 15
P1 = = = 3,75
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 17
P2 = = = 4,25
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 9
P3 = = 4= 2,25
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡

4. Kepadatan Relatif
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 8,5
P0 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 18,75x 100% = 45,33%
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 3,75
P1 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 18,75x 100% = 20%
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 4,25
P2 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 18,75x 100% = 22,66%
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 2,25
P3 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 18,75x 100% = 12%

5. Frekuensi Jenis
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
Frekuensi Jenis = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 4
Daun Sempit = =4=1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 4
Daun Lebar = =4=1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡

Frekuensi semua jenis = 1 + 1


=2
6. Frekuensi Relatif
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
Frekuensi Relatif = 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 1
Daun Sempit = x 100% = 2 x 100% = 50%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 1
Daun Lebar = x 100% = 2 x 100% = 50%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠

b. Pengamata minggu kedua


1. Dominasi Jenis
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 47
P0 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 47
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 73
P1 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 73
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 25
P2 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 25
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 23
P3 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 = = 23
1

2. Dominasi Relatif
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 47
P0 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 168x 100% = 27,97%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 73
P1 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 168x 100% = 43,45%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 25
P2 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 168x 100% = 14,88%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 23
P3 = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = 168x 100% =13,69%

3. Kepadatan Jenis
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 47
P0 = = = 11,75
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 73
P1 = = = 18,25
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 25
P2 = = = 6,25
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 23
P3 = = = 5,75
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡 4
4. Kepadatan Relatif
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 11,75
P0 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = x 100% = 27,97%
42
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 18,25
P1 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = x 100% =43,45%
42
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 6,25
P2 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = x 100% = 14,88%
42
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 5,75
P3 = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 x 100% = x 100% = 13,69%
42

5. Frekuensi Jenis
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
Frekuensi Jenis =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 4
Daun Sempit = =4=1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 4
Daun Lebar = =4=1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡

Frekuensi semua jenis = 1 + 1


=2
6. Frekuensi Relatif
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
Frekuensi Relatif = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 1
Daun Sempit = x 100% = x 100% = 50%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 2
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 1
Daun Lebar = x 100% = 2 x 100% = 50%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠

Anda mungkin juga menyukai